• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI DAN PRINSIP- PRINSIP DASAR KOPERASI. Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI DAN PRINSIP- PRINSIP DASAR KOPERASI. Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Koperasi

2.1.1 Pemahaman koperasi secara umum

Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan

operation. Co berarti bersama dan operation berarti bekerja sehingga

apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka cooperation berarti bekerja bersama. Kemudian dalam bahasa Belanda disebut cooperatie dimana berasal dari kata co yang berarti bersama dan operatie yang berarti bekerja sehingga apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

cooperatie berarti bekerja bersama. Oleh karena demikian maka apabila

dilafalkan dalam bahasa Indonesia menjadi koperasi.

2.1.2 Pengertian koperasi dan dasar hukum koperasi

Mengawali pembahasannya maka terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian koperasi. Pada umumnya para ahli memberikan pengertian koperasi secara tersendiri sehingga oleh karena itu sulit untuk memahami pengertian koperasi. Akan tetapi dari setiap pengertian koperasi yang diberikan oleh para ahli tersebut terdapat kesamaan sehingga gambaran tentang adanya kesatuan di antara perbedaan-perbedaan tersebut akhirnya diperoleh juga. Beberapa pengertian tentang koperasi yang dijadikan rujukan di antaranya adalah pengertian tentang koperasi dari para ahli yaitu dari C.R Fay, H.E Erdman, Mohammad Hatta, dan Arifinal

(2)

Chaniago. Beberapa pengertian dari masing-masing ahli tersebut dikemukakan sebagai berikut.

1. C.R Fay dalam bukunya yang berjudul Cooperative at Home and

Abroad mendefinisikan koperasi sebagai :

an association for the purpose of joint trading, originating among the weak and conducted always in unselfish spirit on such terms that all who are prepared to assume the duties of membership share in its rewards in proportion to the degree in which they make uses of their association

2. H.E Erdman dalam tulisannya yang berjudul Passing of Monopoli as

an Aim of Cooperatives mengemukakan bahwa :

the cooperatives as a business corporation, is a legal person, distinct from its members and contionous to exist not with standing their outstanding individual debts or withdrawal. In contract to the ordinary corporation the cooperative serves only as an agent for its members of cooperative serve themselves. They are both owners and users of the services and a contractual arrangement requires all margins above the cost of operation to be returned to the members in the same proportion as their business with the cooperative

3. Mohammad Hatta mendefinisikan koperasi sebagai usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong, semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan seorang buat semua dan semua buat seorang.

4. Arifinal Chaniago mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkupulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.1

Setelah mengetahui pengertian koperasi dari para ahli maka selanjutnya adalah patut diketahui dasar hukum dari koperasi itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia, dasar hukum dari pengertian koperasi terdapat dalam Pasal 1 angka (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa koperasi adalah

(3)

badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat para ahli dan ketentuan UU Perkoperasiaan tahun 1992 dapat dipetik makna bahwa koperasi adalah badan usaha bersama dimana usaha bersama tersebut menunjukkan semangat bekerja sama dalam kegotongroyongan dengan mengutamakan perserikatan (tidak sendiri-sendiri).

2.2 Sejarah Koperasi di Indonesia

Koperasi di Indonesia telah dikenal lebih dari setengah abad yang lalu. Sudah tentu koperasi yang pernah didirikan mengalami pasang surut dalam pelaksanaan usahanya. Dalam uraian berikut ini dilakukan tinjauan periodesasi sejarah koperasi di Indonesia. Dimulai dari periodesasi pada zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman pembangunan/kemerdekaan, zaman orde baru, dan zaman reformasi.

2.2.1 Zaman penjajahan Belanda

Cita-cita untuk mendirikan koperasi telah lama terkandung dalam pikiran bangsa Indonesia. Dalam kesulitan hidup yang serba dengan keputusasaan kemudian muncullah seseorang yang memberi semangat hidup oleh karena Beliau paham tentang jiwa rakyat yang sedang dilanda kemiskinan dan kebodohan. Seseorang tersebut adalah Raden Aria Wiriatmadja, yaitu seorang Patih dari Purwokerto, Jawa Tengah.

(4)

Patih Raden Aria Wiriatmadja merupakan orang Indonesia yang merupakan pelopor cikal bakal pembentukan embrio koperasi di Indonesia pada tahun 1896. Ide pembentukan embrio koperasi ini muncul akibat Beliau melihat nasib pegawainya yang selalu menjadi sasaran lintah darat dalam memenuhi kehidupan. Berdasarkan pada ide pembentukan embrio koperasi tersebut maka timbul pemikiran dari Patih Raden Aria Wiriatmadja membentuk Hulp en Spaar Bank (Bank Pertolongan dan Tabungan) yang ditujukan untuk membantu pegawainya.

Bank ini mendapat bantuan dari seorang pejabat Belanda yang bernama E. Sieberg, seorang asisten Residen. Karena rajin dan tulus hatinya dalam menolong orang, Patih Raden Aria Wiraatmadja mendapat bantuan dari asisten Residen tersebut berupa bantuan uang sebanyak 4000 gulden untuk mengelola usaha bank tersebut.2

Pada gilirannya terjadi pergantian asisten Residen oleh De Wolff van Westerroode. Pada masa kepemimpinan De Wolff van Westerroode, justru diberikan dorongan untuk membantu mengembangkan usaha bank tadi menjadi Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwecrediet Bank (Bank Penolong, Tabungan, dan Kredit Pertanian Purwokerto) dengan tujuan untuk membantu petani.3

Lambat laun, akhirnya pada tahun 1908 bertepatan dengan lahirnya gerakan Budi Oetomo, koperasi dikembangkan oleh para pendiri Budi Oetomo dimana koperasi yang dirintis adalah koperasi rumah tangga

2 A. Hanan Hardjasasmita, 1982, Sejarah Lahirnya Gerakan Koperasi Indonesia Dan Perkembangannya Sampai Dengan Awal Periode 80’an, Armico, Bandung, h. 22.

(5)

(koperasi konsumen). Sejak saat itulah masuknya pengaruh sendi-sendi dasar koperasi dari Rochdale ke Indonesia. Sendi dasar demokrasi dan sendi dasar kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Sekitar tahun 1912 sendi dasar tersebut dilaksanakan pula oleh organisasi Sarekat Islam yang kemudian mengubah nama menjadi Sarekat Dagang Islam pada tahun 1913. Namun, baik ikhtiar Budi Oetomo maupun Sarekat Islam belum menghasilkan koperasi yang semula diharapkan dan bahkan umurnya juga tidak panjang.

Koperasi yang lahir sebagai akibat gerakan Budi Oetomo dan Sarekat Dagang Islam tersebut tidak bertahan lama karena Pemerintah Hindia Belanda mengundangkan Staatsblaad Nomor 431 tahun 1915 (Verordening op de Cooperatieve) dimana dengan keluarnya Staatsblaad tersebut menyulitkan penduduk pribumi. Hal-hal yang menyulitkan tersebut diantaranya adalah bahwa dalam pendirian koperasi harus mendapat izin Gubernur Jenderal, akta pendirian koperasi harus dibuat dengan perantaraan Notaris yang tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, akta pendirian koperasi harus ditulis dalam Bahasa Belanda, biaya materai sekurang-kurangnya 50 gulden, dan setelah koperasi didirikan harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya tinggi.4

Dengan adanya pengundangan Staatsblaad Nomor 431 tahun 1915 tersebut muncul reaksi dari pergerakan kaum nasional. Pada tahun 1920 akhirnya dibentuk sebuah panitia khusus yang disebut “Cooperatieve

4 Soeharto Djojosoempomo, 1964, Pola Koperasi Indonesia dan Perkembangannya, Sinar

(6)

Commisie 1920” yang dibentuk atas dasar keputusan pemerintah tanggal

10 Juni 1920 dimana Cooperatieve Commisie 1920 tersebut diketuai oleh Dr. H.J Boeke. Tugas dari panitia tersebut adalah untuk meneliti arti dan manfaat badan koperasi bagi masyarakat pribumi, cara-cara dan sarana-sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkannya.

Hasil dari Cooperatieve Commisie 1920 tersebut adalah diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927. Isi dari Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 tersebut adalah akta pendirian koperasi tidak perlu dibuat dengan perantaraan Notaris tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, akta pendirian dapat ditulis dalam bahasa daerah, ongkos materainya adalah 3 gulden, dan pendaftaran koperasi tidak mutlak diumumkan dalam Javasche Courant.

Dalam hal ini, dengan diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 pada intinya adalah menguatkan sikap pemerintah yang melihat koperasi sebagai sarana yang tepat untuk memajukan rakyat, menjadikan landasan yang kuat untuk penerbitan peraturan perkoperasiaan bagi masyarakat pribumi dan pembentukan organisasi yang mengurus soal koperasi, mendorong pemerintah untuk terlibat secara aktif dalam pembentukan dan pengembangan perkumpulan koperasi, serta pertumbuhan koperasi diserahkan kepada masyarakat.

2.2.2 Zaman penjajahan Jepang

Zaman penjajahan Jepang yang dimulai pada bulan Maret tahun 1942, koperasi berubah kedudukan dan perannya dari gerakan rakyat yang

(7)

pada prinsipnya memiliki otonomi menjadi alat pemerintah penjajah. Kehidupan koperasi mengalami masa suram dan tidak banyak yang diketahui tentang koperasi pada masa itu. Koperasi dibentuk di hampir seluruh wilayah kecamatan di Jawa dan Madura serta ditugaskan untuk mendistribusikan barang-barang pemerintah kepada rakyat dan mengumpulkan hasil bumi bagi tentara Jepang.5

Meskipun masa penjajahan Jepang jauh lebih pendek dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda, namun pengaruhnya terhadap pertumbuhan perkoperasiaan di Indonesia sangat besar. Pada zaman penjajahan Jepang ini terbukti bahwa pertumbuhan koperasi tidak dapat dipaksakan karena paksaan itu bertentangan dengan jiwa dan prinsip koperasi, yaitu asas sukarela.6 Ruang gerak koperasi terbatas karena rapat anggota koperasi tidak dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tetapi harus sesuai dengan kehendak tentara Jepang. Pembatasan lainnya adalah bahwa pendirian koperasi harus mendapat izin dari Residen sebagai penguasa setempat.

Peraturan perkoperasiaan yang berlaku pada zaman penjajahan Jepang adalah masih tetap pada Staatsblaad Nomor 91 Tahun 1927 karena dianggap tidak bertentangan dengan pemerintah Jepang. Setelah pemerintah Jepang menyadari potensi koperasi untuk mempengaruhi rakyat maka pemerintah pun membantu pertumbuhannya. Tetapi banyak rakyat yang belum memahami tentang adanya koperasi dan

prinsip-5 A. Hanan Hardjasasmita, op.cit, h. 22.

6 H.R.A Rivai Wirasasmita, N. Kusno, dan Erna Herlinawaty Y, 1999, Manajemen Koperasi, Pionir Jaya, Bandung, h. 10.

(8)

prinsipnya sehingga banyak yang menjadi anggota koperasi bukan karena kesadaran tetapi adanya keinginan untuk memperoleh jatah dari pemerintahan Jepang.

Oleh karena demikian, maka banyak pihak yang cenderung mengatakan bahwa pada zaman penjajahan Jepang tidak berlaku sendi-sendi dasar koperasi dan dalam hal ini tentunya koperasi pada zaman penjajahan Jepang kehilangan identitasnya sebagai kelembagaan yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

2.2.3 Zaman pembangunan atau kemerdekaan

Setelah masa penjajahan Jepang berakhir dan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 maka terbukalah sejarah baru bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat untuk melaksanakan pembangunan bangsa dengan kemampuan bangsa sendiri. Untuk mengisi kemerdekaan, dibuatlah landasan hukum yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat tentang koperasi dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Atas prakarsa R. Soeriaatmadja yang diangkat menjadi Kepala Jawatan Koperasi yang pertama pada tahun 1946 bahwa pada tanggal 9 sampai dengan 12 Desember 1946 diselenggarakan Konferensi Jawatan Koperasi dimana hadir Kepala-Kepala Jawatan Koperasi keresidenan dan kabupaten seluruh Jawa dan Madura sebanyak 75 orang. Hadir pula Wakil Presiden Drs. Mohamad Hatta yang menyampaikan sambutan yang pada dasarnya menyatakan antara lain sebagai berikut.

(9)

1. Sudah tiba waktunya menyusun perekonomian sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

2. Mendirikan koperasi di Indonesia bukan dengan meniru begitu saja cara di zaman Belanda karena koperasi pada waktu itu adalah reaksi terhadap kapitalisme

3. Dasar perekonomian Republik Indonesia (Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945) adalah mirip dengan kolektivisme dan inilah yang akan kita jalankan dengan rencana perekonomian teratur.

4. Kita mengadakan koperasi di masa kini dan masa yang akan datang bukan sebagai reaksi terhadap adanya masyarakat ganda.

5. Untuk mempersiapkan dan melaksanakan hidup berkoperasi, betapa pentinya pendidikan.7

Atas anjuran dan penjelasan konferensi sampai juga kepada sejumlah tokoh pusat Koperasi Keresidenan Priangan yang sedang mengungsi bersama staf pegawainya dari Bandung ke Tasikmalaya dan akhirnya diadakan pertemuan keluarga besar koperasi yang disebut kongres Koperasi Indonesia pertama berlangsung dari tanggal 11 sampai dengan 14 Juli 1947.

Dalam kongres tersebut hasilnya adalah asas koperasi rakyat Indonesia adalah gotong royong dan kekeluargaan, meningkatkan pembentukan modal melalui perlombaan pekan tabungan koperasi, membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia untuk memperjuangkan segi-segi hukum, pendidikan, dan penyuluhan, menyelenggarakan pendidikan dengan mengutamakan pembentukan kader-kader koperasi, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi, dan mengusahakan terbentuknya koperasi desa sebagai dasar untuk memperkuat susunan ekonomi bangsa.

(10)

Pada tahun 1958 diundangkan Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Terdapat dua peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 yang sangat dominan mencerminkan sikap pemerintah dalam membina koperasi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tentang Badan Penggerak Koperasi.8

Setelah keluarnya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tersebut, tepatnya pada tahun 1965 melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasiaan timbul suatu gejala baru pada perkoperasiaan Indonesia. Gejala tersebut adalah diikutsertakannya kekuatan-kekuatan di luar koperasi untuk mencampuri urusan-urusan koperasi secara mendalam. Kekuatan-kekuatan tersebut adalah unsur politik pemerintah yang menyebabkan sendi-sendi dasar koperasi tinggal rumusan saja karena ternyata banyak koperasi yang meninggalkannya dan lebih mengutamakan sebagai ajang untuk mencari keuntungan pribadi.

2.2.4 Zaman orde baru

Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasiaan maka terbentuklah sendi-sendi dasar koperasi secara lengkap. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 disebutkan bahwa sendi-sendi dasar koperasi Indonesia adalah sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia, rapat anggota

(11)

merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi, pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota, adanya pembatasan bunga atas modal, mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka, serta swadaya, swakerta, dan swasembada sebagai pencerminan daripada prinsip dasar koperasi.

Dalam hal ini, poin penting dalam periodesasi koperasi pada tahun 1967 adalah Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 merupakan undang-undang yang pertama kalinya menyebut koperasi sebagai badan hukum. Oleh karena demikian maka dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 tersebut tercantum pula ketentuan mengenai rapat anggota yang berfungsi sebagai pencerminan demokrasi ekonomi. Di samping itu, terdapat pula program dari pemerintah untuk memberikan penerangan kepada manajer dalam mengelola usaha koperasi secara profesional sesuai dengan kebijaksanaan yang diletakkan oleh pengurus serta memfungsikan badan pemeriksa sebagai wakil rapat anggota dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan oleh pengurus dan manajer.

Kemudian pada tahun 1992, diundangkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasiaan (UU Perkoperasiaan tahun 1992). Undang-Undang ini hadir akibat ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan

(12)

koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945.9 Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU Perkoperasiaan tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi serta berdasar atas asas kekeluargaan.10

2.2.5 Zaman reformasi

Pada pertengahan bulan Oktober tahun 2012, Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan sidang paripurna untuk membahas pergantian UU Perkoperasiaan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012. Dalam rapat tersebut, Menteri Koperasi dan UKM pada saat itu Bapak Syarifuddin Hasan mendorong percepatan realisasi UU Perkoperasiaan yang baru dengan dasar pengembangan serta pemberdayaan koperasi nasional dimana koperasi selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasiaan sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan para anggotanya.

Setelah diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 muncul reaksi atas regulasi ini. Reaksi tersebut berasal dari Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur, Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka

9 Suhardi, Moh. Taufik Makarao, dan Fauziah, op.cit, h. 18. 10 Ibid.

(13)

Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono. Pihak-pihak tersebut mengajukan permohonan gugatan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi karena ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 tidak sesuai dengan amanat UUD NRI 1945.11

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 yang menyebut koperasi sebagai badan hukum tidak mengandung pengertian substantif dimana hal ini tidak sejalan dengan koperasi seperti apa yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (1) UUD NRI 1945 sehingga dalil pemohon bahwa pengertian koperasi mengandung individualisme adalah beralasan menurut hukum. Bahwa Pasal 1 angka 1 berbunyi :

koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa pendefinisian koperasi sebagai sebuah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan sudah jelas menunjukkan semangat pembentuk Undang-Undang Republik Indonesia

11 Agus Sahbani, 2014, “UU Perkoperasiaan dibatalkan Karena Berjiwa Korporasi”,

URL : http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5385bfa83b01f/uu-perkoperasiaan-dibatalkan-karena-berjiwa-korporasi, diakses pada tanggal 6 Januari 2016.

(14)

Nomor 17 tahun 2012 merubah paradigma keberadaan koperasi yang sebelumnya merupakan usaha bersama menjadi usaha pribadi.

Di samping itu, Pasal 50 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a dan e, dan Pasal 56 ayat (1) yang memberi tugas kepada pengawas untuk mengusulkan pengurus, menerima atau menolak anggota baru hingga memberhentikan anggota adalah kontradiktif dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) yang menjadikan demokrasi dan persamaan sebagai nilai dasar kegiatan koperasi. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi. Akibatnya, menurut Mahkamah Konstitusi koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan Perseroan Terbatas. Koperasi menjadi kehilangan roh konstitusionalitasnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bangsa yang berfilosofi gotong royong. Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa meskipun permohonan pemohon hanya mengenai pasal tertentu namun karena pasal tersebut mengandung materi muatan norma substansial yang menjadi jantung perkoperasiaan maka harus dibatalkan seluruhnya.

Oleh karena demikian, Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 dalam amarnya memuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasiaan bertentangan dengan UUD NRI 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan UU Perkoperasiaan tahun 1992 berlaku untuk sementara waktu sampai dengan

(15)

terbentuknya undang-undang koperasi yang baru. UU Perkoperasiaan tahun 1992 ini berlaku sementara waktu dimaksudkan untuk menghindari kekosongan hukum.

2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Koperasi 2.3.1 Asas koperasi

Koperasi di Indonesia menganut asas kekeluargaan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 2 UU Perkoperasiaan tahun 1992. Dengan berdasarkan atas asas kekeluargaan telah mencerminkan adanya kesadaran dari hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu atas dasar keadilan, kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.12

Asas kekeluargaan ini biasanya disebut dengan istilah gotong royong yang mencerminkan semangat kebersamaan. Gotong royong dalam pengertian kerja sama pada koperasi memiliki beberapa pengertian, yaitu gotong royong dalam lingkup organisasi, bersifat terus menerus dan dinamis, dilaksanakan atas dasar hubungan ekonomi, dan dilaksanakan dengan terencana serta berkesinambungan.

2.3.2 Keanggotaan

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa anggota koperasi terdiri dari orang seorang atau badan hukum. Bertumpu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasiaan tahun 1992 tersebut bahwa

12 G. Kartasapoetra, Bambang S, dan A. Setiady, 2003, Koperasi Indonesia, Rineka Cipta,

(16)

patut ditinjau ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 tersebut membahas tentang koperasi primer, yaitu koperasi yang dibentuk oleh minimal 20 orang dan dalam ayat (2) nya dibahas tentang koperasi sekunder, yaitu koperasi yang dibentuk oleh minimal 3 koperasi. Dalam pembahasan ini, hanya dibahas ketentuan tentang koperasi primer seperti yang telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992.

Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa koperasi primer dibentuk sekurang-kurangnya oleh 20 orang. Orang-orang tersebut tentunya merupakan anggota koperasi yang dalam Pasal 17 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi.

Secara umum yang dapat menjadi anggota koperasi di Indonesia ialah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi ketentuan-ketentuan berikut.

1. Dewasa dan mampu melakukan tindakan hukum. Ini berarti bahwa anak-anak di bawah umur tidak dapat diterima menjadi anggota dan pula tidak dapat mendirikan koperasi di kalangan mereka sendiri. Ini disebabkan oleh karena hanya orang-orang dewasa yang dapat mengikat perjanjian jual beli, memiliki hak menuntut di muka pengadilan. Adanya koperasi-koperasi sekolah yang dimaksud sebagai wadah pendidikan praktek koperasi di sekolah-sekolah dikecualikan dari ketentuan ini, karena koperasi ini dimaksudkan sebagai tempat dimana para murid belajar sambil berbuat sesuatu. Yang tidak dapat menjadi anggota koperasi adalah juga mereka yang walaupun sudah dewasa tetapi tidak berpikiran waras serta dalam keadaan sakit yang tidak mungkin sembuh lagi karena mereka ini tidak mungkin bekerja secara biasa seperti anggota-anggota lain.

(17)

2. Menyetujui landasan idiil, asas, dan sendi dasar koperasi, seorang yang hendak menjadi anggota koperasi, sebelumnya mempelajari maksud dan tujuan koperasi yang bersangkutan dan juga landasan idiil, asas, dan sendi dasar koperasi. Jika seorang menyetujui anggota suatu koperasi, maka dengan sendirinya dapat dianggap bahwa sebelumnya ia telah mempelajari dan menyetujui hal-hal tersebut diatas. Yang sudah menjadi anggota sekalipun perlu terus-menerus mempelajari tentang cara-cara memajukan koperasi sehingga semua anggota turut memikirkan usaha-usaha apa yang dapat menambah perbaikan masing-masing anggota.

3. Sanggup dan memenuhi kewajibannya dan melakukan haknya sebagai anggota koperasi. Anggota koperasi lebih dahulu harus mengetahui kewajibannya baru sesudah kewajibannya sebagai anggota dipenuhi, dapatlah ia menuntut haknya.13

Setiap anggota koperasi memiliki kewajiban untuk mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam rapat anggota, berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh koperasi, serta mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar rasa kekeluargaan. Kemudian hak dari setiap anggota koperasi adalah menghadiri, menyatakan, dan memberikan suara dalam rapat anggota, memberikan kritik dan/atau saran kepada pengurus baik diminta maupun tidak diminta, meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan anggaran dasar, memilih dan/atau dipilih menjadi pengurus atau pengawas, serta mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

2.3.3 Struktur Organisasi Koperasi

Adapun alat-alat perlengkapan organisasi koperasi adalah sebagai berikut.

1. Rapat Anggota

(18)

Rapat anggota memiliki kewenangan tertinggi pada perangkat organisasi koperasi karena rapat anggota memiliki kewenangan untuk menetapkan anggaran dasar, kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kewenangan lainnya adalah melakukan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas, rencana kerja, rencana anggaran dan pendapatan belanja koperasi.

Pengambilan keputusan dalam rapat anggota dilakukan dengan berbagai ketentuan, yaitu keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak diperoleh dengan musyawarah maka pengambilan keputusan dilakukan dengan berdasarkan suara terbanyak.

Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota memiliki hak satu suara dan hak suara dalam koperasi sekunder yang dapat diatur dalam anggaran dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi secara berimbang. Di samping itu, rapat anggota berhak untuk meminta pertanggung jawaban pengurus dan pengawas koperasi dalam pengelolaan koperasi.

Selain melaksanakan rapat anggota yang dilakukan paling sedikit satu tahun tersebut, koperasi dapat juga melakukan rapat anggota luar biasa. Koperasi dapat melakukan rapat anggota luar biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Rapat anggota luar biasa dapat dilakukan atas permintaan

(19)

sejumlah anggota koperasi atau atas keputusan pengurus yang pelaksanannya diatur dalam anggaran dasar.

2. Pengurus

Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah kekuasaan rapat anggota.14 Pengurus memiliki peran dalam mengelola dan mengembangkan koperasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota.

Pengurus koperasi terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Ketua koperasi bertugas memimpin dan mengawasi tugas anggota pengurus, memberikan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas kepada rapat anggota, memimpin rapat anggota serta menandatangani buku daftar anggota dan pengurus. Sekretaris bertugas memelihara buku-buku organisasi, bertanggung jawab dalam bidang administrasi, menyelenggarakan notulen rapat, serta menyusun laporan organisasi. Bendahara bertugas mengurus keuangan, mengawasi pengeluaran agar tidak melampaui anggaran belanja serta membimbing dan mengawasi pekerjaan pemegang kas.

Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota untuk masa jabatan selama 5 tahun dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan bagi koperasi yang beranggotakan

badan-14 R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, Raja Grafindo

(20)

badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi.

Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi pengurus koperasi ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi. Biasanya syarat-syarat tersebut sesuai dengan jenis koperasi dimana pengurus itu akan memimpinnya, yaitu sebagai berikut.

a. Harus turut ambil bagian dalam usaha koperasi serta telah memenuhi kewajiban dalam koperasi seperti membayar simpanan pokok dan telah memiliki pengalaman dalam usaha koperasi

b. Harus menyediakan waktu untuk menghadiri rapat pengurus serta turut mengeluarkan pendapat yang berguna demi kemajuan para anggota c. Harus mengerti dan memiliki pengalaman tentang organisasi koperasi

serta aktif memperhatikan kerapian organisasi koperasi

d. Harus bersedia mendengar usul-usul atau keberatan dari pihak anggota guna kebaikan bersama serta membicarakan hal itu dalam rapat pengurus

e. Harus menghargai pendapat sesama anggota walaupun tidak selalu sama sebelum mengambil keputusan

f. Harus mematuhi keputusan rapat pengurus dan tidak dibenarkan menjalankan kemauannya sendiri-sendiri

g. Harus mempunyai sifat terbuka dan mau menerima kemajuan-kemajuan tekonologi baru dan penemuan-penemuan ke arah pembaharuan15

Kemudian, wewenang pengurus dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 adalah mewakili koperasi di luar dan di dalam pengadilan, memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai ketentuan anggaran dasar, melakukan tindakan dan upaya bagi pengembangan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.

(21)

Untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan dan pengembangan usaha koperasi, pengurus diberi kuasa untuk mengangkat tenaga pengelola yang memiliki keahlian dalam mengelola usaha koperasi. Pengangkatan pengelola oleh pengurus ini harus mendapat persetujuan dari rapat anggota. Pengelola sebagai manajer ini diberi wewenang dan kuasa yang dimiliki pengurus yang besarnya ditentukan sesuai dengan kepentingan koperasi.

Pengelola sebagai manajer ini memiliki kewajiban memimpin pelaksanaan kegiatan usaha yang telah digariskan oleh pengurus, mengangkat dan/atau memberhentikan karyawan koperasi atas kuasa dan/atau persetujuan pengurus, membantu pengurus dalam menyusun anggaran belanja dan pendapatan koperasi, melaporkan secara teratur kepada pengurus tentang pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya dan dapat memberikan saran perbaikan serta peningkatan usaha koperasi.16 3. Pengawas

Pengawas juga merupakan perangkat organisasi koperasi yang berada setingkat di bawah rapat anggota. Anggota pengawas tidak dapat merangkap jabatan sebagai pengurus sebab kedudukan tugas pengawas adalah mengawasi pelaksanaan kepengurusan yang dilakukan oleh pengurus.

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992, pengawas koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam

16 Nindyo Pramono, 1986, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di dalam Perkembangan, TPK Gunung Mulia, Yogyakarta, h. 131.

(22)

rapat anggota serta bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dengan demikian, pengawas ini tidak dibenarkan diangkat dari orang di luar koperasi. Di samping itu, untuk dapat diangkat menjadi pengawas maka patut memiliki keterampilan kerja dan wawasan di bidang pengawasan, jujur, dan berdedikasi tinggi terhadap koperasi.

Kewenangan pengawas berdasarkan pada Pasal 39 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 adalah meneliti catatan yang ada pada koperasi serta mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Untuk dapat melaksanakan pemeriksaan/penelitian diperlukan keahlian khususnya dalam bidang pembukuan.17 Atas dasar pertimbangan ini, pengawas dapat meminta jasa bantuan audit kepada akuntan publik. Yang dimaksud dengan jasa bantuan audit adalah audit terhadap laporan keuangan maupun audit lainnya sesuai dengan keperluan koperasi.18

2.3.4 Sistem Pertanggung Jawaban Perangkat Organisasi Koperasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam struktur perangkat organisasi koperasi. Rapat anggota merupakan perwujudan kehendak dari para anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi. Dalam rapat anggota, anggota bebas untuk memberikan usul atau saran untuk kebaikan jalannya kehidupan koperasi.

Melalui rapat anggota, pengurus dan pengawas masing-masing memiliki tanggung jawab. Pengurus bertanggung jawab untuk melaporkan

17 Ima Suwandi, op.cit, h. 143.

(23)

hasil pelaksanaan pengelolaan koperasi kepada anggota dan pengawas bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pemeriksaan pelaksanaan pengurusan koperasi oleh pengurus kepada anggota.

Apabila para anggota tidak berkeberatan dengan laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas maka laporan pertanggung jawaban tersebut disahkan dalam rapat anggota. Di samping itu, dalam rapat anggota juga disahkan laporan keuangan tahun berjalan.

Dalam hal rapat anggota tidak mengesahkan laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas maka dapat ditinjau saran dari anggota. Saran tersebut dapat berupa permintaan untuk dilakukan pengulangan audit pembukuan dan untuk itu maka dapat meminta jasa akuntan publik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila ternyata pengurus terbukti melakukan perbuatan yang secara material merugikan koperasi dengan atas dasar telah dilakukannya audit, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh pengurus. Hal ini berarti pula bahwa pengawas tidak melaksanakan tugas pengawasan dengan baik terhadap tindakan yang dilakukan pengurus dalam pengelolaan koperasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemahaman bahwa pasar modal dapat mengalami penurunan dan juga sebaliknya akan mengalami kenaikan, seorang pemodal pemula yang memiliki jangka waktu investasi yang

Bahwa dalam Undang-Undang KUP ini tidak ada pasal yang mengatur mengenai kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang diterbitkan nomor pokok wajib pajak dan/atau dikukuhkan sebagai

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan serat dari resam sebanyak 0,5 %, 1 %, 1,5 % dan 2 % pada campuran beton mampu meningkatkan: (1) kuat tekan beton, dengan

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memahami, mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin

Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000

Minat merupakan keinginan siswa untuk mempelajari sesuatu yang didasari dari rasa tertarik terhadap suatu hal, minat yang terwujud dari diri sendiri sangat mempengaruhi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari lima keefektifitas komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap