• Tidak ada hasil yang ditemukan

FERMENTASI BATANG PISANG MENGGUNAKAN PROBIOTIK DAN LAMA INKUBASI BERBEDA TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN BAHAN KERING, PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FERMENTASI BATANG PISANG MENGGUNAKAN PROBIOTIK DAN LAMA INKUBASI BERBEDA TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN BAHAN KERING, PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FERMENTASI BATANG PISANG MENGGUNAKAN PROBIOTIK DAN

LAMA INKUBASI BERBEDA TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN

BAHAN KERING, PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

JURNAL

OLEH :

DIANDRA ADVENA

NPM : 1110005311004

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

UNIVERSITAS TAMANSISWA

PADANG

(2)

FERMENTASI BATANG PISANG MENGGUNAKAN PROBIOTIK DAN

LAMA INKUBASI BERBEDA TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN

BAHAN KERING, PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

Diandra Advena

1

Ir. Sri Mulyani, MP

2

Fridarti, S.Pt, MP

3

Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan

Universitas TamansiswaPadang

RINGKASAN

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan secara kontinu, antara lain terjadinya perubahan fungsi lahan dan iklim. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penggunaan bahan pakan alternatif. Batang pisang merupakan salah satu limbah pertanian/perkebunan yang dihasilkan dari tanaman pisang yang telah dipanen yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif. Kandungan nilai gizi dari batang pisang adalah ; bahan kering 87,70%, protein kasar 4,81%dan serat kasar 27,73%. Upaya untuk meningkatkan kualitas nutrisi batang pisang sebagai pakan ternak ruminansia melalui fermentasi menggunakan probiotik diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein kasar, dan menurunkan kandungan serat kasar.

Penelitian ini dilaksanakan pada 5 Juni sampai 11 Agustus 2014 di Laboratorium Peternakan Universitas Tamansiswa Padang dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang Sumatera Barat. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui interaksi antara jenis probiotik dengan lama inkubasi terhadap perubahan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang fermentasi. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pisang siap panen dari perkebunan rakyat di Lubuk Minturun Padang, Starbio dan Probiofeed.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial 2 x 3 dengan tiga (3) ulangan percobaan, sehingga dihasilkan 18 kombinasi perlakuan. Faktor pertama adalah jenis probiotik yang terdiri dari dua perlakuan yaitu : a1

(Starbio), a2 (Probiofeed), faktor kedua adalah lama inkubasi dengan tiga perlakuan yaitu : b1 (15

hari) b2 (18 hari) dan b3 (21 hari).

Hasil penelitian menunjukan tidak terjadi interaksi antara jenis probiotik dengan lama inkubasi (P>0,05), terhadap perubahan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang fermentasi, begitu juga faktor jenis probiotik berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan lama inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang fermentasi. Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa perlakuan b2 dan b3 berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah

dibandingkan dengan b1 terhadap perubahan bahan kering dan serat kasar, namun b3 tidak

berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan b2, sedangkan untuk perubahan kandungan protein

kasar, perlakuan b2 dan b3 berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari b1.

. Fermentasi batang pisang dengan probiotik yang terbaik terjadi pada lama inkubasi 18 hari, dengan kandungan bahan kering 52,18%, protein kasar 12,18% dan serat kasar 20,25%.

Kata kunci : batang pisang, Probiotik, lama inkubasi, Bahan Kering, Protein Kasar dan Serat Kasar

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan Universitas Tamansiswa Angkatan 2011 2Pembimbing I dan Dosen Universitas Tamansiswa Padang

(3)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Penyediaan bahan pakan dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang baik merupakan salah satu unsur yang menentukan keberhasilan peternakan. Pakan yang baik artinya mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup dan serasi sesuai dengan kebutuhan tubuh ternak untuk mendukung kegiatannya (hidup pokok dan berproduksi).

Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan pakan, yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya dimusim hujan jumlahnya melimpah. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penggunaan bahan pakan alternatif.

Bahan pakan alternatif dapat berasal dari limbah pertanian, hasil sampingan agro-industri, hasil ikutan ternak dan pengolahan ternak, limbah perikanan dan bahan pakan non-konvensional (Murni dkk., 2008). Salah satu sektor yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah pertanian. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang tidak dipergunakan kembali dari hasil aktifitas manusia, ataupun proses-proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai ekonomi yang rendah. Dikatakan mempunyai nilai ekonomi yang rendah karena limbah dapat mencemari lingkungan dan penanganannya memerlukan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan limbah merupakan salah satu alternatif untuk menaikkan nilai ekonomi limbah tersebut.

Munadjim (1983) menyatakan bahwa dari total produksi tanaman pisang, 30% adalah jumlah produksi buah pisang, 60% produksi batang pisang, dan 10% adalah produksi daun pisang. Penyebaran perkebunan pisang di Sumatera Barat memiliki luas area ±1.322,60 Ha (data BPS Sumatera Barat, 2006) dengan total produksi tanaman pisang sebanyak 130.439,33 ton/tahun. Dari total produksi yang dihasilkan, sebanyak 30% adalah jumlah produksi buah pisang, yakni 39.131,80 ton/tahun, 60% nya adalah produksi batang pisang, yakni sebanyak 78.263,60 ton/tahun, dan 10% nya adalah produksi daun pisang sebanyak 7.826,36 ton/tahun.

Batang pisang merupakan salah satu limbah pertanian/perkebunan yang dihasilkan dari tanaman pisang yang telah dipanen yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif. Kandungan nilai gizi dari batang pisang adalah ; bahan kering 87,70%, bahan

organik 62,68%, abu 23,12%, protein kasar 4,81%, serat kasar 27,73%, lemak kasar 14,23%, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 30,11%, hemiselulosa 20,34%, selulosa 26,64% dan lignin 9,92% (Hasrida, 2011). Tingginya kandungan lignin pada bahan pakan seperti pada batang pisang akan berpengaruh terhadap kerja enzim mikroba dalam mencerna zat-zat makanan di dalam rumen (Sutardi, 1980). Lignin berperan memperkuat struktur dinding sel dengan mengikat selulosa dan hemiselulosa yang sulit dicerna oleh mikroba rumen.

Pengolahan pada batang pisang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kandungan gizi, kecernaan, dan palatabilitasnya. Pengolahan batang pisang juga akan memperlama daya simpannya sebagai pakan, diantaranya adalah amoniasi, dan fermentasi.

Hasil penelitian yang dilakukan Hasrida (2011) menunjukkan bahwa pengolahan batang pisang amoniasi dengan dosis urea 6% akan menurunkan bahan kering hingga 55,41% dan meningkatkan kandungan protein kasar hingga 12,47%. Hal ini sejalan dengan Zarika (2011) yang menyatakan bahwa perlakuan amoniasi batang pisang pada dosis urea 6% akan menurunkan kandungan serat kasarnya hingga 22,34%. Kandungan protein yang rendah pada batang pisang menyebabkan rendahnya konsumsi batang pisang oleh ternak ruminansia (Rowe et al.,1979) sehingga melalui proses pengolahan diharapkan akan memperbaiki kadungan nutrisi batang pisang.

Fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efesien (Fardiaz, 1989). Pada saat ini telah banyak dipasarkan berbagai produk starter fermentasi yang digunakan untuk pengolahan pakan ternak. Mikroba yang digunakan sebagai starter fermentasi dapat berupa satu macam mikroba ataupun kelompok mikroba yang bekerja secara sinergis. Probiotik merupakan salah satu produk starter fermentasi yang mengandung kelompok mikroba yang sinergis diantaranya adalah Starbio dan Probiofeed.

Penggunaan Starbio sebagai sarter fermentasi pada jerami padi memberikan hasil fermentasi sebagai berikut ; 1) bau khas, agak manis, disukai ternak, 2) kandungan protein meningkat semula 2 – 4% menjadi 12%, 3) daya cerna meningkat dari 30-40% menjadi 60% (Lembah Hijau Multifarm, 2004). Hasil penelitian Syamsu (2006) menggambarkan bahwa komposisi nutrisi jerami padi dengan penggunaan starter fermentasi (Starbio) sebanyak 0,006% dari berat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami yang tidak difermentasi. Selanjutnya dikatakan kandungan protein kasarnya mengalami peningkatan dari 4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kandungan serat kasar.

Keunggulan dari pengolahan pakan dengan starter fermentasi probiotik yaitu akan menghasilkan produk

(4)

yang memiliki kualitas nutrisi lebih baik hasil dari fermentasi, dan pakan tersebut juga telah diperkaya oleh mikroba probiotik sehingga akan meningkatkan daya cerna dan memperbaiki sistem pencernaan ternak. Upaya untuk meningkatkan kualitas nutrisi batang pisang sebagai pakan ternak ruminansia melalui pengolahan dengan teknik fermentasi diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein kasar, dan menurunkan kandungan serat kasar.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Fermentasi

Batang Pisang Menggunakan Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda Terhadap Perubahan Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar dan Serat Kasar”.

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah perubahan kandungan bahan kering, protein kasar, dan serat kasar batang pisang yang difermentasi dengan probiotik dan lama inkubasi yang berbeda.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui perubahan kadungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang yang difermentasi dengan probiotik dan lama inkubasi yang berbeda.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi bagi peternak tentang peningkatan kualitas batang pisang yang difermentasi dengan probiotik yang berbeda. 2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan

probiotik dalam pengolahan limbah pertanian untuk pakan ternak.

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah interaksi probiotik dan lama inkubasi yang optimal pada fermentasi batang pisang dapat meningkatkan kandungan protein kasar, dan menurunkan kandungan serat kasar batang pisang.

MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Batang pisang yang diperoleh diperoleh dari Kelurahan Lubuk Minturun Kecamatan Koto Tangah Kota Padang

2. Starbio 3. Probiofeed 4. Urea

5. Bahan kimia, untuk analisa proksimat penetapan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar.

2. Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah : 1. Kantong plastik ukuran 5 kg. 2. Neraca listrik laboratorium.

3. Parang untuk mencacah batang pisang. 4. Peralatan laboratorium untuk analisa

proksimat, berupa kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar .

B. Metode Penelitian 1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial 2 x 3 dengan tiga (3) ulangan percobaan, sehingga dihasilkan 18 kombinasi perlakuan. Faktor pertama adalah jenis probiotik yang terdiri dari dua perlakuan yaitu :

a1 = Starbio

a2 = Probiofeed

Faktor yang kedua adalah lama inkubasi yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu :

b1 = 15 hari

b2 = 18 hari

b3 = 21 hari

Model umum percobaan faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap menurut Steel dan Torrie (1991) adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan

percobaan

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan dari faktor A

taraf ke-i

βj = Pengaruh perlakuan dari faktor B

taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan

faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

εijk = Galat percobaan pada satuan

percobaan ulangan ke-k, dalam perlakuan faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

Perbedaaan antar perlakuan untuk setiap parameter uji dilihat melalui uji F (sidik ragam) pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) dilakukan bila F memberikan hasil berbeda nyata.

2. Peubah yang diukur dalam Penelitian

Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar. Analisa menggunakan metode AOAC (1990).

(5)

2.1 Kandungan Bahan Kering

Cawan porselen yang sudah dibersihkan dikeringkan dalam oven 105ᵒC-110ᵒC selama 1 jam. Kemudian didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit, sesudah dingin ditimbang dengan neraca listrik (X g). Ditimbangkan contoh bahan 1 g (Y g) kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ᵒC selama 8 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang (Z g), penimbangan diulangi dua kali sampai berat tetap.

Perhitungan kadar air :

Kadar Air (A %) = (X +Y) – Z x 100 % Y

Untuk mendapatkan air segar, berat sampel (a) dan berat kotak (b) ditimbang. Selanjutnya berat kotak ditambah berat sampel (c), dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60ᵒC (d) selama 24 jam.

Air segar = c – d x 100% a

air total = 100 – Air segar x Kadar Air + Air Segar 100

Bahan Kering Total = 100 – Air Total

2.2 Kandungan Protein Kasar

Kandungan protein kasar dihitung dengan menggunakan metode Kjehdhal yang terdiri dari tahap destruksi, destilasi dan titrasi.

Uji kandungan protein kasar terdiri dari : a. Destruksi (pembakaran)

Sampel ditimbang 1 g, dimasukan ke dalam gelas kjehdal, kemudian ditambahkan 1 g katalisator selenium dan 25 ml H2SO4 pekat, selanjutnya

dilakukan destruksi sampai warna bening setelah itu didinginkan.

b. Destilasi

Sampel yang telah bening diencerkan dengan 500 ml aquades, selanjutnya diambil 10 ml fitrat dan masukan dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan 25 ml NaOH 33%, ditambahkan aquades 75 ml dan batu didih. Destilasi ditampung dengan 10 ml H2SO4 0.05 yang telah diberi 4 tetes indikator metil

merah destilasi dilakukan sampai terjadi letupan. c. Titrasi

Hasil di titrasi dengan 0.1 N NaOH sampai berubah warna, juga dilakukan titrasi untuk blanko.

Perhitungan :

PK =

(ml. Blanko - ml. Titrasi) x N NaOH x 50 x 0,014 x 6,25

berat sampel

Keterangan :

N = Normalitet NaOH yang dipakai 0,014 = Berat atom N

6,25 = N dalam protein hanya 16%

2.3 Kandungan Serat Kasar

Adapun cara kerja dari Penentuan kandungan serat kasar antara lain : Timbang sampel sebanyak 1 gram (X gram) dan dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 300 ml, Kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4

0,3 N dan dididihkan diatas pemanas air selama 30 menit. Setelah itu ditambah 25 ml NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit. Keringkan kertas saring kedalam oven pada suhu 105-1100C selama 1 jam, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang (A g), penyaringan tersebut dilakukan dalam labu penghisap dengan memakai erlemeyer filtring yang dihubungkan dengan pompa vakum compressor. Setelah itu dicuci berturut-turut dengan 50 ml aquadest panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml aquades panas dan terakhir dengan

25 ml aceton. Kmudian keringkan kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105-1100C selama 1 jam kemudian dinginkan dalam eksikator dan ditimbang beratnya (Z gram). Penimbangan diulangi sampai tercapai berat tetap, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 6000C sampai putih setelah itu dinginkan dalam eksikator selama 1 jam kemudian dilakukan penimbangan (Y gram).

Perhitungan kandungan serat kasar dengan rumus:

SK = (Z - Y - A) x 100% X

Keterangan :

Z = berat kertas saring + sampel setelah disaring dan di keringkan dalam oven 110˚C

Y = berat kertas saring + sampel setelah dibakar dalam tanur

A = berat kertas saring X = berat sampel

3. Pelaksanaan Penelitian

1. Batang pisang dicacah menggunakan parang hingga dengan ukuran 1 x 1 cm. Kemudian diangin-anginkan hingga mencapai kelembaban (60%-70%), dalam arti bila cacahan tersebut dikepal, cacahan akan utuh, namun bila kepalan dilepaskan maka cacahan tersebut akan berserakan. Fermentasi batang pisang dengan Probiotik Starbio maupun Probiofeed menggunakan formula masing-masing produk yaitu : untuk 1 kg bahan yang akan difermentasi (batang pisang) ditambahkan probiotik 0,006% (6 g) dan urea 0,006% (6 g), selanjutnya diinkubasi sesuai dengan perlakuan.

2. Disiapkan kantong plastik ukuran 5 kg sebanyak 32 buah (masing-masing perlakuan 2 lapis).

(6)

3. Ditimbang cacahan batang pisang dan masing-masing probiotik sesuai perlakuan. 4. Masing-masing perlakuan, diaduk hingga

homogen kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label sesuai perlakuan, dipadatkan dan diikat.

5. Diinkubasi sesuai dengan masing-masing waktu perlakuan, setelah selesai inkubasi semua perlakuan dibuka dan diangin-anginkan, kemudian dibawa ke Laboratorium untuk analisa kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai 5 Juni sampai 11 Agustus 2014 yang dilaksanakan di Laboratorium Peternakan Universitas Tamansiswa Padang dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia Universitas Andalas Padang.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Bahan kering

Rataan kandungan bahan kering dari batang pisang fermentasi menggunakan probiotik dan lama inkubasi berbeda untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Kandungan Bahan Kering Batang pisang Fermentasi Menggunakan Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda (%).

Faktor A (Jenis Probiotik)

Faktor B (Lama Inkubasi)

Rataan b1 (15 Hr) b2 (18 Hr) b3 (21 Hr) a1 (Starbio) 67,17 51,97 50,43 56,52 a2 (Probiofeed) 68,63 52,40 50,83 57,29 Rataan 67,90b 52,18a 50,63a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Tabel 4 memperlihatkan rataan kandungan bahan kering tertinggi dari dari batang pisang fermentasi adalah perlakuaan a2b1 yaitu 68,63%, diikuti oleh a1b1

sebesar 67,17% dan yang terendah pada a1b3 sebesar

50,43%. Untuk melihat pengaruh jenis probiotik dan lama inkubasi pada batang pisang fermentasi terhadap perubahan kandungan bahan kering dilakukan sidik ragam. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis probiotik dan lama inkubasi terhadap perubahan kandungan bahan kering, begitu juga faktor jenis probiotik memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05), akan tetapi lama inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perubahan kandungan bahan kering batang pisang fermentasi.

Uji lanjut DMRT terhadap lama inkubasi, menunjukkan bahwa rataan kandungan bahan kering pada perlakuan b2 (52,18%) dan b3 (50,63%) berbeda

nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan b1

(67,90%), namun perlakuan b3 (50,63%) berbeda tidak

nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan b2

(52,18%).

Semakin lama waktu inkubasi maka kandungan bahan kering batang pisang fermentasi semakin menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan bahan kering batang pisang fermentasi pada lama inkubasi 15 hari - 21 hari dari sebelum fermentasi (87,70%) menjadi 67,90% - 50,63%. Hasil penelitian Hasrida (2011) menunjukkan bahwa amoniasi batang pisang dengan dosis Urea 6% menghasilkan penurunan kandungan bahan kering dari sebelum amoniasi (87,70%) menjadi 55,41% pada inkubasi 10 hari.

Penurunan kandungan bahan kering batang pisang fermentasi secara signifikan tersebut mengindikasikan bahwa proses fermentasi telah berlangsung secara baik. Menurut Fardiaz (1989) proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang merubah bahan kering substrat menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2,

67.17% 51.97% 50.43% 68.63% 52.40% 50.83% 50% 55% 60% 65% 70%

15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an B ah an K er in g Lama Inkubasi Starbio Probiofeed 87.70% 67.90% 52.18% 50.63% 50% 60% 70% 80% 90%

0 Hari 15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an B ah an K er in g Lama Inkubasi

Gambar 3. Diagram Rataan Kandungan Bahan Kering dengan Lama Inkubasi Berbeda Gambar 2. Diagram Rataan Kandungan Bahan

(7)

proses ini menyebabkan terjadinya penurunan kandungan bahan kering substrat yang digunakan. Kemudian Fardiaz (1988) juga berpendapat bahwa selama fermentasi berlangsung, mikroba menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi yang dapat menghasilkan molekul air dan CO2. Sebagian besar air

akan tertinggal dalam produk dan sebagian lagi akan keluar dari produk. Air yang tertinggal dalam produk inilah yang akan menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah.

Penurunan kandungan bahan kering dari lama inkubasi 18 hari - 21 hari menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, hal ini disebabkan karena kandungan nutrisi substrat sudah mulai berkurang sehingga kurang mencukupi untuk perkembangan mikroba probiotik tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian Ginting dan Krisnan (2006) pada fermentasi bungkil inti sawit menggunakan beberapa strain mikroba menunjukkan bahwa lama inkubasi 18 hari (82,78%) – 21 hari (82,36%) juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selanjutnya Ginting dan Krisnan (2006) menyatakan bahwa lama inkubasi yang semakin panjang akan menurunkan peningkatan jumlah mikroba. Hal ini dapat berhubungan dengan ketersediaaan nutrisi yang semakin menurun akibat pertumbuhan massa sel mikroba. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa bertambahnya waktu fermentasi maka kesediaan nutrisi di dalam media habis sehingga mikroba lama kelamaan akan mati. Menurut Gervais (2008) perubahan bahan kering dapat terjadi karena proses dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik.

B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Protein Kasar

Rataan kandungan protein kasar dari batang pisang fermentasi menggunakan probiotik dan lama inkubasi berbeda untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Kandungan Protein Kasar dari Batang pisang Fermentasi Menggunakan Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda (%).

Faktor A Faktor B (Lama Inkubasi)

Rataan (Jenis Probiotik) b1 (15 Hr) b2 (18 Hr) b3 (21 Hr) a1 (Starbio) 10,20 12,22 12,95 11,79 a2 (Probiofeed) 10,16 12,15 12,86 11,72 Rataan 10,18a 12,18b 12,91b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Tabel 5 memperlihatkan rataan kandungan protein kasar tertinggi dari batang pisang fermentasi terdapat pada perlakuan a1b3 yaitu 12,95%, diikuti oleh

a2b3 yaitu 12,86% dan yang terendah pada perlakuan

a2b1 sebesar 10,16%. Sidik ragam menunjukkan bahwa

tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis probiotik dengan lama inkubasi terhadap perubahan kandungan

protein kasar dari batang pisang fermentasi. Faktor tunggal (jenis probiotik) memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan lama inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kandungan protein kasar batang pisang fermentasi.

Hasil uji lanjut DMRT terhadap lama inkubasi, menunjukkan bahwa kandungan protein kasar pada perlakuan b2 (inkubasi 18 hari) 12,18% dan b3

(inkubasi 21 hari) 12,91%, berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari pada perlakuan b1 (inkubasi

15 hari) 10,18% terhadap perubahan kandungan protein kasar batang pisang fermentasi, namun perlakuan b3 (lama inkubasi 21 hari) 12,19%, berbeda

tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dari pada perlakuan b2

(lama inkubasi 18 hari) 12,18%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan protein kasar batang pisang fermentasi dari sebelum fermentasi (4,81%) menjadi 10,18% - 12,91% pada lama inkubasi 15 hari - 21 hari. Hasil penelitian Hasrida (2011) yaitu amoniasi batang pisang menggunakan 6% Urea dengan lama inkubasi 10 hari dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari 4,81% menjadi 12,47%. Penggunaan Starbio sebagai sarter fermentasi pada jerami padi dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari 2%

10.20% 12.22% 12.95% 10.16% 12.15% 12.86% 10% 11% 12% 13% 14%

15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an P ro te in K asar Lama Inkubasi Starbio Probiofeed 4.81% 10.18% 12.18% 12.91% 0% 4% 8% 12% 16%

0 Hari 15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an P ro te in K asar Lama Inkubasi

Gambar 5. Diagram Rataan Kandungan Protein Kasar dengan Lama Inkubasi Berbeda Gambar 4. Diagram Rataan Kandungan Protein

(8)

maupun-4% menjadi 12% (Lembah Hijau Multifarm, 2004).

Menurut Sukara dan Atmowidjoyo (1980) kandungan protein kasar setelah fermentasi sering mengalami peningkatan disebabkan mikroba yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik, dapat mengubah lebih banyak komponen penyusun yang berasal dari tubuh mikroba itu sendiri yang akan meningkatkan kandungan protein kasar dari subtrat. Menurut Anggorodi (1994) mikroba proteolitik mampu menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein. Perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang merupakan sumber protein sel tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi.

Tubuh dan beberapa enzim yang dihasilkan oleh mikroba selama fermentasi batang pisang dapat meningkatkan protein substrat karena enzim tersebut adalah protein dan mikroba itu sendiri merupakan protein sel tunggal (Fardiaz, 1988). Hal ini didukung oleh pendapat Saono (1976) yang menyatakan bahwa tubuh mikroba mengandung protein kasar sekitar 31-50%.

Kandungan protein kasar pada perlakuan b3

(inkubasi 21 hari) adalah 12,91%, terjadi peningkatan protein kasar 0,73% dari perlakuan b2 (inkubasi 18

hari) 12,18%, tetapi menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) terhadap peningkatan kandungan protein kasar batang pisang fermentasi. Dalam hal ini pada hari ke-18 berkemungkinan besar proses fermentasi batang pisang telah mencapai titik optimal sehingga inkubasi 21 hari tidak terjadi peningkatan kandungan protein kasar yang signifikan, dengan demikian berarti mikroba telah mencapai perkembangan yang optimal dengan substrat yang tersedia.

Menurut Wang et al.(1979) apabila pertumbuhan mikroba telah mencapai fase stationer maka laju pertumbuhan akan menurun akibat dari persediaan nutrisi yang berkurang dan terjadi akumulasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan, kemudian laju pertumbuhan akan terus menurun sampai nilainya sama dengan nol (jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati) dan selanjutnya total masa sel akan konstan, dan jumlah sel yang hidup akan berkurang karena lisis sehingga massa sel terus berkurang.

C. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Serat Kasar

Rataan kandungan serat kasar dari batang pisang fermentasi menggunakan probiotik dan lama inkubasi berbeda untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Kandungan Serat Kasar dari Batang pisang Fermentasi Menggunakan Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda (%).

Faktor A (Jenis Probiotik)

Faktor B (Lama Inkubasi)

Rataan b1 (15 Hr) b2 (18 Hr) b3 (21 Hr) a1 (Starbio) 22,14 19,95 20,99 21,02 a2 (Probiofeed) 22,15 20,56 21,02 21,24 Rataan 22,14b 20,25a 21,00a

Keterangan : superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Tabel 6 memperlihatkan rataan kandungan serat kasar dari batang pisang fermentasi yang tertinggi pada a2b1 sebesar 22,15%, diikuti oleh a1b1 sebesar

22,14% dan yang terendah pada a1b2 sebesar 19,95%.

Untuk melihat pengaruh jenis probiotik dan lama inkubasi pada batang pisang fermentasi terhadap perubahan kandungan serat kasar dilakukan sidik ragam. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis probiotik dan lama inkubasi terhadap perubahan kandungan serat kasar, begitu juga faktor jenis probiotik memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05), akan tetapi lama inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kandungan serat kasar batang pisang fermentasi.

Hasil uji DMRT terhadap lama inkubasi, menunjukkan bahwa perubahan kandungan serat kasar pada perlakuan b2 dan b3 berbeda sangat nyata

(P<0,01) lebih rendah dari pada perlakuan b1, namun

perlakuan b3 secara angka terjadi peningkatan

kandungan serat kasar dibandingkan dengan perlakuan b2, namun secara statistik menunjukkan perbedaan

yang tidak nyata (P>0,05) terhadap perubahan kandungan serat kasar. Hal ini sejalan dengan perubahan kandungan protein kasar yang juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Peningkatan kandungan protein kasar secara signifikan pada perlakuan b2, seiring dengan penurunan kandungan

serat kasar pada perlakuan tersebut.

22.14% 19.95% 20.99% 22.15% 20.56% 21.02% 18% 20% 22% 24% 26%

15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an S er at K asar Lama Inkubasi Starbio Probiofeed

Gambar 6. Diagram Rataan Kandungan Protein Kasar Masing-Masing Perlakuan

(9)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan serat kasar batang pisang fermentasi dari sebelum fermentasi (27,73%) menjadi 22,14% - 20,15% pada lama inkubasi 15 hari – 21 hari. Kandungan serat kasar batang pisang fermentasi pada penelitian ini mendekati dari pada hasil penelitian Zarika (2011) tentang amoniasi batang pisang dengan dosis Urea 6% yang menghasilkan penurunan kandungan serat kasar menjadi 22,34% pada inkubasi 10 hari.

Penurunan kandungan serat kasar diduga karena adanya aktifitas enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba selulolitik yang terkandung pada probiotik. Selain itu serat kasar juga dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia kapang. Kapang selulolitik juga mampu menghasilkan senyawa selulase yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi senyawa sederhana (Pujioktari, 2013).

Starbio yang diproduksi oleh CV. Lembah Hijau Multifarm mengandung koloni mikroba alami mikroba lignolitik 6 x 109 CFU/mg, mikroba selulolitik 8 x 109 CFU/mg. Mikroba tersebut menghasilkan enzim yang mampu memecah karbohidrat struktural (selulosa, hemiselulosa dan lignin) menjadi yang lebih sederhana (Lembah Hijau Multifarm, 2009). Sedangkan Probiofeed mengandung koloni mikroba lignolitik 6,34 x 107 CFU/mg, mikroba selulolitik 5,95 x 107 CFU/mg (Agrikencana Perkasa, 2014).

Lama inkubasi pada fermentasi batang pisang memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan kandungan serat kasar dari 22,14% pada lama inkubasi 15 hari menjadi 20,25% pada lama inkubasi 18 hari. Akan tetapi pada lama inkubasi 18 hari - 21 hari tidak memberikan pengaruh secara nyata, bahkan kandungan serat kasar pada lama inkubasi 21 hari kembali meningkat menjadi 21,00% secara non signifikan.

Menurut Ginting dan Krisnan (2006) lama inkubasi yang semakin panjang menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan serat kasar pada substrat. Hal ini diduga karena semakin terkonsentrasinya serat kasar pada substrat. Disamping

itu, perkembangan mikroba yang secara konsisten meningkat menurut masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya. Oleh karena itu, lama inkubasi 18 hari pada fermentasi batang pisang dapat dianggap sebagai masa inkubasi optimal.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis probiotik dan lama inkubasi pada fermentasi batang pisang, begitu juga dengan faktor jenis probiotik tidak berpengaruh nyata, namun lama inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang fermentasi. Fermentasi batang pisang dengan probiotik yang terbaik terjadi pada lama inkubasi 18 hari, dengan kandungan bahan kering 52,18%, protein kasar 12,18% dan serat kasar 20,25%. Starbio dan Probiofeed dapat digunakan sebagai starter fermentasi pada batang pisang untuk pakan ternak ruminansia.

B. Saran

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap : 1. Kualitas kandungan fraksi serat (NDF dan

ADF) batang pisang fermentasi.

2. Degradasi zat-zat makanan secara in-vitro.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. PT. Gramedia. Jakarta.

Agrikencana perkasa,

2014.http://www.agrikencanaperkasa.com/pro duct.htm.

AOAC,1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Whashington DC.

Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, 2006. Sumatera Barat dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Padang.

Fardiaz, S. 1988. Fermentasi Pangan. Pusat Antara Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antara Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gervais P. 2008. Water Relations in Solid State Fermentation. In : Pandey A, C. R. Soccol, C. Larroche, Editor. Current Developments in Solid State Fermentation. Asiatech Publisher Inc. New Delhi.

Ginting, S. P dan R. Krisnan. 2006. Pengaruh Fermentasi Menggunakan Beberapa Strain Trichoderma dan Masa Inkubasi Berbeda terhadap Komposisi Kimiawi Bungkil Inti

27.73% 22.14% 20.25% 21.00% 18.0% 20.5% 23.0% 25.5% 28.0%

0 Hari 15 Hari 18 Hari 21 Hari

K an d u n g an S er at K asar Lama Inkubasi

Gambar 7. Diagram Rataan Kandungan Serat Kasar dengan Lama Inkubasi Berbeda

(10)

Sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006.

Hasrida, 2011. Pengaruh Dosis Urea Dalam Amoniasi Batang Pisang Terhadap Degradasi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar Secara In-Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Lembah Hijau Multifarm. 2004.

http://www.lembahhijau.co./product.htm. . 2009.http://www. lembahhijau. com/ product. htm.

Munadjim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. PT. Gramedia. Jakarta.

Murni, R. Suparjo. Akmal. B.L. Ginting. 2008. Buku ajar teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi. Pujioktari, P. 2013. Pengaruh Level Trichoderma Harzianum dalam Fermentasi Terhadap Kandungan Bahan Kering, Abu, dan Serat Kasar Sekam Padi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.

Rowe, J. B, R. Munoz, and T. R. Preston. 1979. The Banana Plant as a Source of Roughage for Cattle Fed Molasses and Urea. Trop. Anim. Saono, S., 1976. Pemanfaatan jasad renik dalam

pengolahan hasil sampingan atau sisa-sisa hasil produksi pertanian. Berita LIPI. 18 (4) : 1-11. Jakarta.

Steel, R. G dan J. H. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik, Ed. 2 Alih Bahasa Bambang Sumatri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sukara, E dan E. T. Atmowidjojo. 1980. Pemanfaatan Ubi Kayu untuk Produksi Enzim Amylase, Optimalisasi Nutrisi untuk Fermentasi Substrat Cair dengan Menggunakan Kapang

Rhizopus sp. Prosiding. Seminal Nasional

UPT-EEP. Hal. 506-507.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi, Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsu, J. A. 2006. Kajian Penggunaan Starter

Mikroba Dalam Fermentasi Jerami Padi Sebagai Sumber Pakan Pada Peternakan Rakyat di Sulawesi Tenggara. Puslit Bioteknologi LIPI : Bogor.

Wang, D.J.C., C.L. Cooney., A.L. Deman., A.E. Numphrey and M.D. Lilly. 1979. Fermentation and Enzyme Technology. John Willey and Sons, Inc. New York.

Zarika, W., 2011. Pengaruh Dosis Urea dalam Amoniasi Batang Pisang Terhadap Degradasi Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Secara in-vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Gambar

Tabel 4.  Rataan  Kandungan  Bahan  Kering  Batang   pisang  Fermentasi  Menggunakan  Probiotik  dan Lama Inkubasi Berbeda (%)
Tabel 5.  Rataan  Kandungan  Protein  Kasar  dari  Batang  pisang  Fermentasi  Menggunakan  Probiotik dan Lama Inkubasi Berbeda (%)
Gambar  6.  Diagram  Rataan  Kandungan  Protein  Kasar Masing-Masing Perlakuan
Gambar 7.   Diagram  Rataan  Kandungan  Serat  Kasar dengan Lama Inkubasi Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strain ikan nila (nila larasati, gift, gesit) yang berbeda pada sistem budidaya minapadi terhadap pertumbuhan,

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu nila pandu (Oreochromis niloticus) memiliki ketahanan yang cukup tinggi hingga kepadatan 10 9 terhadap infeksi bakteri

Pelampung merupakan alat ukur kecepatan arus yang paling sederhana. Pelampung bergerak terbawa oleh arus dan kecepatan arus didapat dari jarak tempuh pelampung dibagi

Pengukuran Getaran, Kebisingan dan Beban Kerja pada Penggunaan Mesin Petik Teh Kawasaki Tipe NV-60 di Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Jawa Barat (Skripsi)..

Profil mental computation siswa berkemampuan matematika sedang terdiri dari dua subyek yaitu R2 dan R5yaitu R2 hanya mengunakan satu strategi yaitu separation left

Hubungan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) terhadap kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik

Upaya membangun common platform ( ka&gt;limatun sawa&gt;’ ) dengan perjum- paan dan dialog yang konstruktif dan berkesinambungan dengan agama lain merupakan tugas manusia

Deskripsi umum KKNI sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012 yang minimum wajib dimiliki dan dihayati oleh setiap lulusan kursus dan pelatihan adalah: Sesuai dengan