HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT
DENGAN TINDAKAN PERAWAT DALAM MANAJEMEN
NYERI PASIEN POST OPERASI DI
BANGSAL BEDAH RSUD DR
SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Arif Saifullah NIM : ST 13005
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusunskripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di bangsal bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.
Dalam penyusunanskripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunanskripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
3. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kepselaku pembimbing Utama yang telah membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku pembimbing pendamping yang telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
5. dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk terlibat dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis.
Surakarta, Agustus 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi ABSTRAK xii ABSTRACT xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 7 1.3 Tujuan Penelitian 7 1.4 Manfaat Penelitian 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 10
2.2 Keaslian Penelitian 33 2.3 Kerangka Teori Penelitian 34
2.4 Kerangka Konsep Penelitian 35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 36
3.2 Populasi dan Sampel 36
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 37
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 38
3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data 38
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 44
3.7 Etika Penulisan 47
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen 49
4.2 Hasil Penelitian 50
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 59
5.2 Tingkat Pengetahuan 62
5.3 Tindakan Perawat 65
5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67
BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72
6.2 Saran 73 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 33
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 38
Tabel 3.2 Interpretasi nilai r 47
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin 51
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur 52
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan 53
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi masa kerja 54
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan 55
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tindakan perawat 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskritif 25
Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik 26
Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS 26
Gambar 2.4 Skala Nyeri Bourbonis 26
Gambar 2.5 Kerangka Teori 34
Gambar 2.6 Kerangka konsep Penelitian 35
Gambar 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin 51
Gambar 4.2 Distribusi frekuensi umur 52
Gambar 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan 53
Gambar 4.4 Distribusi frekuensi masa kerja 54
Gambar 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan 55
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1. Lembar konsultasi
2. Surat ijin studi pendahuluan
3. Surat ijin penelitian
4. Surat keterangan penelitian
5. Lembar permohonan menjadi responden
6. Lembar persetujuan menjadi responden
7. Lembar kuesioner pengetahuan perawat
8. Prosedur tetap manajemen nyeri non farmakologi
9. Lembar observasi tindakan perawat
10. Rekapitulasi hasil penelitian
11. Hasil analisa data penelitian
Arif Saifullah
Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Abstrak
Perawat dengan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik mandiri maupun kolaboratif. Perawat jaga ketika dihadapkan keluhan nyeri, selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang menggunakan teknik non farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi.
Penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional pada 36 perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Variabel yang diamati: pengetahuan perawat dan tindakan perawat. Analisis data menggunakan uji korelasi Rank Spearman .
Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah, sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri yang baik yaitu 19 responden (53%). Hasil penelitian dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan perawat secara bermakna mempengaruhi tindakan perawat dalam manajemen nyeri dengan p-value sebesar 0,000.
Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Kata kunci: pengetahuan perawat, tindakan perawat, manajemen nyeri, post operasi.
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Arif Saifullah
Correlation between Nurses’ Knowledge Level and Their Intervention on Post-operative Patients’ Pain Management at the Surgical Wards of dr.
Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen
ABSTRACT
Nurses with their knowledge can deal with the post-operative pain problem individually and collaboratively. The nurses in charge when faced with pain complaints all this time take the initial measures by having collaboration with doctors for the analgesic drug administration. The collaboration rarely uses the non-pharmacological technique.
The objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patients’ pain management.
This research used the descriptive corelational method with the cross-sectional approach. The samples of research consisted of 36 nurses employed at the surgical wards (Wards Mawar and Wijaya Kusuma) of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. The research used the Spearman’s Rank correlation test to analyze the nurses’ knowledge level and their intervention.
The result of the research shows that 20 nurses (56%) had the good knowledge level. 19 respondents (53%) had the good intervention on the pain management as indicated by the significance-value (p-value) = 0.000 which was less than 0.05, meaning that the nurses’ knowledge level affected their intervention on the pain management.
Thus, there was a correlation between the nurses’ knowledge level and their intervention on the post-operative patient’s pain management at the surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen.
Keywords: Nurses’ knowledge, nurses’ intervention, pain management, post-operative.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anestesi, individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anestesia atau pembiusan yang meliputi anestesi lokal, regional atau umum (Smeltzer & Bare, 2007). Proses pembedahan memerlukan perawatan perioperatif yang terdiri dari pra-operasi, intra-operasi, pasca-operasi sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien setelah operasi dan tidak terjadi infeksi nosokomial (Hidayat, 2008). Pembedahan atau operasi merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan) yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).
Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual (Asmadi, 2008). Nyeri pada pasien post operasi merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri awitannya mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasinya singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan), meningkatkan respon autonum, komponen psikologis yang berperan adalah ansietas, berhubungan dengan kerusakan jaringan (Brunner & Suddart, 2005)
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang normal, namun meskipun demikian nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh pasien post operasi. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh yang semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh obat anestesi. Nyeri yang dialami oleh pasien post operasi adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan. Nyeri akut yang dirasakan oleh pasien post operasi merupakan penyebab stress, frustasi dan gelisah yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan dan ekspresi tegang (Perry & Potter, 2006).Selain hal itu nyeri post operasi juga dapat menimbulkan peningkatan laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan prodiksi kortisol, dan retensi cairan (Brunner & Suddart, 2005).
Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara berbeda-beda, misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang
dialami pasien (Asmadi, 2008).Namun sayangnya belum banyak yang diketahui dan belum dikelola dengan baik, padahal perawat memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga kesehatan lain untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart, 2005).
Menurut Undang-Undang No 38 tahun 2014, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. Penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi. Penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik Keperawatan juga harus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Notoatmodjo (2012) mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek perawatan perioperatif mencakup fungsi pernapasan yang optimal, meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pasca-operasi (mual dan mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cidera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal, dan tidak adanya komplikasi (Baradero et al, 2008). Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat menyebabkan komplikasi dan keluhan yang membahayakan bagi pasien sehingga dapat menyebabkan kematian (Nashrulloh, 2009).
Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri (Brunner & Suddart, 2005). Sedangkan pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi syaraf eliktris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2005).
Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun
(Weiser et al. 2008). Studi pada negara-negara industri, angka komplikasi tindakan pembedahan diperkirakan 3-16% dengan kematian 0,4-0,8% (Weiser et al. 2008). Tingginya angka komplikasi dan kematian akibat pembedahan menyebabkan tindakan pembedahan seharusnya menjadi perhatian kesehatan global. Asumsi angka komplikasi 3% dan angka kematian 0,5%, menunjukkan hampir tujuh juta pasien mengalami komplikasi mayor termasuk satu juta orang yang meninggal selama atau setelah tindakan pembedahan per tahun (Weiser et al. 2008).Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007).
Hasil studi pendahuluan tanggal 14 - 15 November 2014 peneliti memperoleh data berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi dari Januari 2013 sampai Desember 2013 sebanyak 3538 pasien. Jumlah pasien operasi di ruang Mawar dan Wijaya Kusuma dari bulan Januari sampai Juni 2014 sebanyak 487 pasien. Peneliti juga mendapatkan data jumlah perawat di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) ada 36 perawat, dengan pendidikan S2 ada 1 orang, S1 ada 11 orang, DIV ada 1 orang dan DIII ada 23 orang.
Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa perawat yang bertugas di bangsal bedah didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil
adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang yang menggunakan teknik non farmakologi.Ketika peneliti menanyakan mengapa hal tersebut dilakukan, ada yang mengatakan karena sudah ada program terapi dari dokter, ada pula yang mengatakan mereka mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan juga sekaligus memberikan obat analgetik sesuai program terapi dokter.
Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.
1.2 Rumusan Masalah
Fenomena yang terjadi di bangsal bedah ketika perawat jaga dihadapkan dengan keluhan nyeri, kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik. Perawat dapat menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologi untuk mengatasi masalah nyeri tersebut. Berdasarkan hal diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen?”
1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
c. Mendiskripsikan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. d. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan
perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya dengan pelayanan pasien khususnya perawatan pada pasien post operasi. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar terkait tentang perawatan manajemen nyeri pada pasien pasca-operasi sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya dalam penelitian keperawatan perioperatif.
3. Manfaat bagi peneliti lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait dengan topik yang masih berhubungan dengan manajemen nyeri.
4. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan hubungan tingkat pengetahuan perawat post operasi dengan tindakan keperawatan dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2012).
2.1.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai enam tingkat, yakni :
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis )
Analisis adalah suatu kompuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis )
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian
itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.
5. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.1.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2012), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :
1. Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah a. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
b. Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.
d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
e. Cara Akal Sehat
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang
tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
f. Kebenaran Melalui Wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.
g. Kebenaran secara Intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.
h. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
i. Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau hal-hal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak.
j. Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu.
2. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research
methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
a. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan
b. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.
2.1.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Nursalam (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Baik : Hasil presentase 76%-100%. 2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%. 3. Kurang : Hasil presentase ≤55%. 2.1.1.5 Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2011), perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas. Bahkan kegiatan internal
(internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses belajar (Notoatmodjo 2011).
2.1.2 Konsep Nyeri 2.1.2.1 Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang di rusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton and Hall, 2008).
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa itu ada (Brunner & Suddarth, 2005).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain (Kozier & Erb, 2009).
2.1.2.2 Penyebab Nyeri
Penyebab nyeri menurut Asmadi (2008) dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
1. Penyebab yang berhubungan dengan fisik
Penyebab fisik misalnya trauma (mekanik, termis, kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan, dan gangguan sirkulasi darah.
2. Penyebab yang berhubungan dengan psikis
Merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. 2.1.2.3 Stimulus Nyeri
Seseorang dapat menoleransinya, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul (2006), di antaranya :
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jarigan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat. 5. Spasme otot, dapat mestimulus mekanik.
2.1.2.4 Klasifikasi Nyeri
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008)ada tiga klasifikasi nyeri berdasarkan sumbernya yaitu:
1. Nyeri Perifer.
Nyeri ini ada tiga macam, yaitu:
a. Nyeri superfisial, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri.
2. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus.
3. Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.
Sedangkan klasifikasi nyeri menurut bentuknya menurut Mubarak dan Chayatin (2008) meliputi :
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri Kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyerinya bisa diketahui bisa juga tidak diketahui.
2.1.2.5 Teori nyeri
Menurut Asmadi (2008), Nyeri merupakan suatu fenomena yang penuh rahasia dan menggugah rasa ingin tahu para ahli. Begitu pula untuk menjelaskan bagaimana nyeri tersebut terjadi masih merupakan suatu misteri. Namun demikian ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Teori tersebut diantaranya:
1. The Specificity Theory (Teori Spesifik).
Menurut teori spesifik nyeri ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.
2. The Intensity Theory (Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
3. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu)
Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya bergantung pada aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau kecil yang dapat mempengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu ditutup, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka.
2.1.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut:
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respons nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
6. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
7. Pengalaman Sebelumnya
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Gaya Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Dukungan Sosial dan Keluarga
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
2.1.2.7 Tingkat Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Skalaq intensitas nyeri menurut Smeltzer dan Bare (2007) adalah sebagai berikut :
1. Skala intensitas nyeri deskritif
Gambar 2.1 Skala Nyeri deskritif 2. Skala identitas nyeri numerik
Skala numerik adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada
skala numeral dari 0 atau 100 berarti
Gambar 2.2 Skala Nyeri numeric 3. Skala analog visual atau
VAS (Visual Analog Scale
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS 4. Skala nyeri menurut Bourbanis
Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis Keterangan :
0 : Tidak nyeri
skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat).
.2 Skala Nyeri numeric
Skala analog visual atau VAS (Visual Analog Scale)
Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS Skala nyeri menurut Bourbanis
Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis Keterangan :
0 : Tidak nyeri
100. Angka 0 berarti no pain dan 10
) adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian kebebasan penuh
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri berat tidak terkontrol: pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
2.1.2.8 Penatalaksanaan nyeri
Menurut Price & Wilson (2006), menghilangkan nyeri merupakan tujuan dari penatalaksanaan nyeri yang dapat dicapai dengan dua pendekatan yaitu: pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan klien secara individu. 1. Pendekatan farmakologis
Pendekatan farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Terdapat 4 kelompok obat nyeri yaitu:
a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAISN) Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan sedang
terutama asetaminofen (Tylenol) dan OAISN dengan efek anti piretik, analgetik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin) dan
ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OIANS yang sering digunakan
untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan. b. Analgetik Opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengObat-obatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat.
c. Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid
Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis ini yang efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dibandingkan dengan opioid murni.
d. Adjuvan atau Koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah Karbamazopin (Tegretol)
atau Fenitoin (Dilantin).
Menurut Price & Wilson (2006), bentuk-bentuk penatalaksanaan non farmakologi meliputi:
a. Stimulasi dan Massage Kutaneus
Massage adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada pinggang dan bahu. Massage menstimulasi reseptor tidak nyeri. Massage juga membuat pasien lebih nyaman karena membuat relaksasi otot.
b. Terapi Es dan Panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri. c. Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS)
TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan atau menggetar pada area nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gate kontrol dimana mekanisme ini akan menutup transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden sistem syaraf pusat untuk menurunkan intensitas nyeri.
d. Distraksi
Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Keefektifan transmisi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri.
e. Teknik Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress yang mampu memberikan individu kontrol ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri/stress fisik dan emosi pada nyeri. f. Imajinasi Terbimbing
Individu di instruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekhalasikan (dihembuskan) secara lambat akan menurunkan ketegangan otot dan ketidak nyamanan dikeluarkan.
g. Hipnosis
Efektif untuk menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu pereda nyeri terutama dalam periode sulit. 2.1.2.9 Skor tindakan perawat dalam manajemen nyeri
Menurut Nursalam (2013) skor yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan peringkat dalam penelitian dalam bentuk prosentase. Misalnya:
1. Baik : Hasil presentase 76%-100%. 2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%. 3. Kurang : Hasil presentase ≤55%. 2.1.2.10 Nyeri Post Operasi
Nyeri post operasi merupakan nyeri akut yang berlangsung kurang dari 6 bulan dengan serangan yang muncul mendadak dengan sebab dan daerah nyerinya yang dapat diketahui ( Brunner & Suddart, 2005 ). Nyeri post operasi adalah nyeri akut yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (Nuraini, 2005). Pengertian lain mengatakan nyeri post operasi merupakan nyeri menetap selagi luka dalam masa penyembuhan yang ditandai dengan nyeri yang berlebihan bila daerah luka tersebut terkena rangsangan yang biasanya hanya sebabkan nyeri ringan (Guyton and Hall, 2008).
2. Bentuk nyeri post operasi
Menurut Brunner & Suddart (2005), bentuk nyeri pada post operasi merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri sebagai berikut:
1) Awitannya mendadak.
2) Intensitas ringan sampai berat.
3) Durasinya singkat ( dari beberapa detik sampai 6 bulan ).
4) Meningkatkan respon otonum seperti: konsisten dengan stress simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot meningkat, motilitas gastrointestinal dan prodoksi saliva menurun.
5) Komponen psikologis yang berperan adalah ansietas. 6) Berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3. Mekanisme nyeri post operasi
Mekanisme nyeri berawal dari reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang hanya berespon pada stimulus yang kuat yang secara potensial merusak jaringan (Brunner & Suddart, 2005).
Pada nyeri post operasi rangsangan nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanik yaitu luka (insisi) dimana insisi ini akan merangsang mediator-mediator kimia dari nyeri seperti histamin,
bradikinin, asetilkolin dan subtansi prostaglandin dimana zat-zat ini
diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu merangsang kepekaan nyeri, tubuh juga memiliki zat yang mampu menghambat
(inhibitor) nyeri yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan
nyeri (Brunner & Suddart, 2005).
2.2 Keaslian penelitian
Table 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Riezky Dwi
Eriawan (2013)
Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi dengan General Anesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. metode cross sectional dengan uji chi-square
Analisis data didapatkan p value: 0,005, yang lebih kecil dari tingkat signifikan (p <0,05), sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dan tindakan keperawatan pasien
Soebandi Jember pasca operasi dengan anestesi umum.
Setiyawan
(2010) Hubungan pengetahuan antara dan tingkat sikap dengan perilaku perawat dalam upaya pencegahan dekubitus di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten
metode cross sectional dengan uji chi- square
Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan dengan perilaku perawat dalam mencegah dekubitus dengan nilai p=0,077 (p< 0,05) sedangkan sikap mempunyai hubungan yang signifikan dalam mencegah dekubitus dimana nilai p=0,008 (p< 0,05)
Ni Komang Rai Artini (2009)
Pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pasca operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten one group pretest-postest dengan uji paired t-test
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pasca operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan nilai sigifikasi p = 0,000 dimana t hitung = 10,661 sedangkan t tabel = 1,684 dan taraf signifikan 5 %.
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat dilihat dibawah. Pengetahuan tentang managemen nyeri Kerusakan jaringan (Luka Insisi) Nyeri Manajemen nyeri Pasien post operasi
Non Farmakologi Farmakologi Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: • Pendidikan • Pekerjaan • Umur •
Gambar 2.5 Kerangka Teori
Sumber: Notoatmodjo (2011), Brunner & Suddart (2005), Price & Wilson (2006).
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.6
Kerangka konsep penelitian
2.5 Hipotesis
Tingkat pengetahuan perawat Tindakan perawat dalam managemen nyeri Variabel independen Varibel dependen
Tindakan perawat dalam managemen nyeri
Perubahan intensitas nyeri
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010).
Hipotesa Nol (H0) adalah tidak ada hubungan antaratingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hipotesa alternative (Ha) adalah ada hubungan antaratingkat pengetahuan
perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang sudah ada (Arikunto, 2010). Metode pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan
waktu pengukuran/observasi data variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjumlah 36 orang. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.
3.2.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013).
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
Berdasarkan jumlah perawat yang bertugas di Bangsal Bedah RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjumlah 36 orang, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 Mei 2015. Jadwal terlampir.
3.3.2 Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan Ruang Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variable Definisi Alat ukur Parameter Skala Pengetahuan
perawat
tingkat pemahaman atau hal-hal yang diketahui oleh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah RSUDdr.Soehadi
PrijonegoroSragen tentang managemen nyeri non farmakologi.
Kuesioner skor 76-100% = baik, skor 56-75% = cukup dan skor ≤55% = kurang
Tindakan perawat dalam managemen nyeri
suatu tindakan perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi keluhan nyeri post operasi yang dihadapi pasien saat itu.
Checklist
Observasi Skor 16-20 = Baik, skor 12-15= cukup, skor ≤ 11 kategori kurang.
Ordinal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto, 2010).
1. Instrumen untuk pengetahuan perawat
Instrument yang digunakan untuk mengukur pengetahuan perawat adalah kuesioner.Data tingkat pengetahuan tentang managemen nyeri diperoleh dengan mengukur menggunakan kuesioner yang berjumlah 20 item dengan jawaban benar (B) atau salah (S). pertanyaan terdiri dari 10 item pertanyaan favorable dan 10 item pertanyaan unfavorable. Untuk pertanyaan favorable penilainnya B=1 dan S=0. untuk pertanyaan unfavorable penilaiannya B=0 dan S=1. Pertanyaan
favorable terdapat pada nomor 1,3,5,6,11,14,15,16,18,19, sedangkan
yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu 2,4,7,8,9,10,12,13, 17,20. Untuk mendapat prosentase dari setiap jawaban yaitu hitung jumlah jawaban yang benar, kemudian dibagi jumlah soal dan dikalikan 100%. Hasil nilai di atas kemudian ditafsirkan sebagai berikut :
Berarti pengetahuan baik apabila jawaban benar 16-20 soal b. Cukup : 56 – 75 %
Berarti pengetahuan dianggap cukup apabila jawaban benar 12-15 soal
c. Kurang: ≤ 55 %
Berarti pengetahun dianggap kurang apabila jawaban benar ≤ 11 soal ( Nursalam, 2013).
2. Instrumen untuk tindakan perawat dalam manajemen nyeri
Instrument yang digunakan untuk tindakan perawat adalah lembar observasi sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen berisi 20 item pernyataan tentang prosedur tindakan perawat dalam manajemen nyeri, pernyataan jenis Dichotomy question.Masing-masing pernyataan ada 2 pilihan jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”, apabila dilakukan diberi skor 1 dan apabila tidak dilakukan diberi skor 0. Observasi atau pengamatan ini dilakukan oleh peneliti. Peneliti hanya memberikan tanda chek (√) pada kolom jawaban. Dari hasil observasi ini akan menghasilkan tiga kemungkinan yaitu tindakan perawat kategori baik bila skor 16-20, kategori cukup bila skor 12-15, dan kategori kurang baik bila skor ≤ 11.
3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas
Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) menyatakan apa adalah yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adanya
suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda.
Untuk uji validitas butir kuesioner pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri, digunakan tekhnik korelasi pearson
product moment, karena teknik ini mengorelasikan masing-masing skor
item dengan skor total ( Priyatno, 2009). Rumus yang digunakan adalah :
(
)( )
(
)
{
. 2 2}
{
. 2( )
2}
Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dimana : rxy = koefisien korelasi ∑X = jumlah skor item ∑Y = jumlah skor total (item) N = jumlah respondenUntuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil
rhitungdengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus diganti, diperbaiki atau dihilangkan.
Sedangkan untuk menguji reliabilitas butir angket kuesioner pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri digunakan rumus alpha cronbach yaitu :
r11 = −Σ − 2 2 2 1 t t b k k σ σ σ
Dimana :
r11 = reliabilitas
k = banyaknya butir pertanyaan ∑ σ2b = jumlah varian butir
σ2
t = varian total
Menurut Riwidikdo (2008), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,70.
Instrumen penelitian tingkat pengetahuan perawat ini pernah digunakan oleh Febri (2010), dengan hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 20 orang responden diperoleh r hitung 0,533-0,929 dan r tabel 0,444 dalam taraf signifikan 0,05 sehingga menunjukkan bahwa seluruh butir soal r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal pengetahuan dinyatakan valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan perawat diperoleh hasil nilai alpha 0,948 menunjukkan bahwa nilai alpha lebih besar dari 0,70, maka instrumen penelitian tersebut reliabel.
Instrumen penelitian tindakan perawat ini lembar observasi yang sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sehingga tidak memerlukan uji validitas dan uji reliabilitas.
3.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008). Untuk kuesioner tingkat pengetahuan perawat, sebelum dilakukan pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner, peneliti memberi penjelasan tentang cara-cara pengisisan kuesioner kemudian membagikan kepada responden dan diisi saat itu juga sehingga data yang diperoleh adalah data primer. Sedangkan untuk kuesioner tindakan perawat, peneliti mengobservasi ketika perawat melakukan tindakan manajemen nyeri pada pasien post operasi, kemudian peneliti hanya memberikan tanda chek (√) pada kolom jawaban.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan :
1. Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung diambil dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan perawat dan lembar observasi tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
2. Data sekunder yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung dari obyek atau subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data di rekam medik dan data dari bidang keperawatan yang relevan yang mendukung penelitian ini.
Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 1. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara langsung kepada responden untuk memperoleh data mengenai data pendahuluan penelitian dan tindakan manajemen nyeri yang dilakukan.
2. Angket kuesioner.
Peneliti memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi secara lengkap setelah sebelumnya diberi penjelasan cara pengisian kuesioner terlebih dahulu.
3. Observasi responden
Peneliti melakukan pengamatan langsung dengan membawa check list observasi yang telah disusun sebelumnya.
4. Dokumentasi
Peneliti melakukan dokumentasi pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai bukti pelaksanaan penelitian.
5. Tinjauan literatur
Peneliti membaca buku-buku yang dapat membantu peneliti melakukan penelitian untuk memperoleh data yang relevan.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :
1. Editing
Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang diberikan dengan jawaban. Peneliti mengoreksi / memeriksa kembali data-data yang sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias atau
error dengan cara mengecek nama dan kelengkapan identitas responden
serta mengecek kelengkapan data. 2. Coding
Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk memudahkan dalam analisis data. Pada kuesioner tingkat pengetahuan, untuk pengetahuan baik diberi kode 1, pengetahuan cukup diberi kkode 2, dan pengetahuan kurang diberi kode 3. Pada check list observasi untuk tindakan manajemen nyeri baik diberi kode 1, untuk tindakan manajemen nyeri cukup diberi kode 2, dan untuk tindakan manajemen nyeri kurang diberi kode 3.
3. Transfering
Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan program excel.
4. Tabulating
Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini, data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna mempermudah pembacaan.
5. Entry data
Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.
3.6.2 Analisa Data
Analisa data hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu sebagai berikut:
a. Analisis univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang dinarasikan (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini distribusi frekuensi terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
b. Analisis bivariat terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi yaitu analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan dua variable (Notoatmojo, 2010). Data yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini berasal dari variabel pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri yang pengukurannya menggunakan skala ordinal. Melalui pengukuran ini, peneliti membagi respondennya kedalam urutan rangking atas dasar sikapnya pada objek atau tindakan tertentu, maka digunakan teknik statistik non parametrik.Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Rank
Spearman (ρ). Korelasi Rank Spearmandigunakan untuk mencari
berbentuk ordinal atau rangking dan sumber data antar variabel tidak harus sama (Sugiyono, 2010).
Rumus dasar yang bisa digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan:
rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
Ʃd² = selisih mutlak antara rangking data variable X dan variable Y n = banyaknya responden atau sampel
Pengujian ini menggunakan program komputer SPSS versi 20.0.
Kriteria keputusan:
a. Apabila p value > 0,05 maka hipotesa nol (Ho) diterima dan Ha ditolak yang berarti tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
b. Apabila p value < 0,05 maka hipotesa nol (Ho) ditolak dan Ha diterima yang berarti tingkat pengetahuan mempunyai hubungan dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
Menurut Arikunto (2010), koefisien korelasi (r) yang menunjukkan keeratan hubungan mempunyai rentang nilai dari 0 sampai 1. Indeks korelasi tidak pernah lebih dari 1,00.
3.7 Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu pada:
1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent).
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,000 – 0,200 0,200 – 0,400 0,400 – 0,600 0,600 – 0,800 0,800 – 1,00 Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011 telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan. Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi 2012.
Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi: rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam, Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa.
Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster, Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU, ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi.
Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik,