• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEROLEHAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM ACEH SIDIKALANG (Pogostemon cablin BENTH) MENGGUNAKAN PROSES DESTILASI UAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEROLEHAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM ACEH SIDIKALANG (Pogostemon cablin BENTH) MENGGUNAKAN PROSES DESTILASI UAP"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEROLEHAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN NILAM ACEH

SIDIKALANG (Pogostemon cablin BENTH) MENGGUNAKAN PROSES

DESTILASI UAP

Yora Faramitha* dan Setiadi

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*e-mail: yora.faramitha@ymail.com

Abstrak

Minyak nilam merupakan bahan fiksatif yang paling banyak digunakan pada industri wewangian. Namun masih terdapat kendala dalam memproduksi minyak nilam, yakni rendahnya rendemen dan mutu minyak nilam. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rendemen minyak nilam yang tinggi dan mempelajari fenomena terambilnya minyak nilam dari jaringan daun nilam. Penelitian dilakukan menggunakan teknik destilasi uap dan berhasil didapatkan rendemen sebesar 3,36%, selama 4 jam penyulingan dengan menggunakan bahan daun nilam sebesar 200 g. Hasil GC-MS menunjukkan kadar komponen utama penyusun minyak nilam (patchouli alcohol) adalah sebesar 33,59%. Hasil analisis SEM menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan morfologi daun nilam setelah penyulingan, akibat dari panas dan tekanan uap air yang menerobos masuk lewat jaringan epidermis dan dinding sel, kemudian menguapkan dan membawa minyak atsiri keluar jaringan Kata kunci: destilasi uap; jaringan daun nilam; minyak nilam; patchouli alkohol

Abstract

Patchouli oil is the most widely use in fragrances industry as fixative agent. But there are still problem in producing patchouli oil, which is low yield and low quality of patchouli oil. This research is purposed to get high yield of patchouli oil and study phenomenom of getting out the patchouli oil from patchouli leaf tissue. This research is done by using steam distillation technique and successfully obtained yield 3,36%, for 4 hours distillation with use 200 g patchouli leaf. Result of GC-MS showed main component of patchouli oil (Patchouli alcohol) is 33,59%. Result of SEM Analysis showed occurance morphological tissue damage of patchouli leaf after distillation, due to heat and water vapour break through epidermal tissue and cell wall, then vaporize and carry out patchouli oil from tissue.

Keywords: patchouli alcohol; patchouli leaf tissue; patchouli oil; steam distillation

1. Pendahuluan

Industri wewangian mempunyai aplikasi produk yang luas dan akan selalu dibutuhkan karena sesuai dengan gaya hidup masyarakat. Untuk menjaga ketahanan aroma wewangian, Industri wewangian menggunakan bahan fiksatif. Bahan fiksatif (pengikat) mutlak diperlukan dalam produk wewangian agar wangi lebih tahan lama. Sampai saat ini, bahan fiksatif yang paling banyak

(2)

digunakan di dunia adalah minyak nilam. Hal ini dikarenakan minyak nilam mempunyai fungsi sebagai bahan fiksatif terbaik dibanding minyak atsiri lainnya.

Indonesia mempunyai peluang besar dalam mengekspor minyak nilam. Sampai saat ini, Indonesia merupakan pemasok utama minyak nilam di dunia, dengan ekspor sebesar 90% per tahunnya. Kebutuhan dunia akan minyak nilam dapat berkisar 1200 -1500 ton/ tahun dengan pertumbuhan 5% per tahun [1]. Meskipun begitu, terdapat permasalahan yang dihadapi berupa rendahnya rendemen dan mutu minyak nilam Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya dikarenakan proses penyulingan yang masih belum optimal.

Di Indonesia, perkebunan minyak nilam didominasi oleh perkebunan rakyat dan produksinya didominasi oleh industri skala kecil dan menengah. Produksi minyak nilam yang dilakukan oleh para petani mayoritas menggunakan metode destilasi uap (penyulingan uap). Penggunaan destilasi uap selain efektif juga karena lebih praktis dan ekonomis bila dibandingkan dengan proses ekstraksi.

Pemahaman yang baik untuk proses destilasi uap membuat penelitian mengenai perolehan minyak nilam melalui proses destilasi uap menjadi perlu dilakukan. Terdapat beberapa penelitian destilasi uap minyak nilam Aceh yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan rendemen yang dihasilkan. Perlakuan penyulingan dengan kenaikan tekanan bertahap 1; 1,5; dan 2 atm dengan lama penyulingan 5 jam menghasilkan rendemen minyak nilam sebesar 3,25% [2]. Penyulingan minyak nilam Aceh pada temperatur penyulingan 135oC, waktu penyulingan 6 jam, dan tekanan penyulingan 1,5 bar menghasilkan rendemen optimum sekitar 3,772% [3]. Adapun fokus dari penelitian ini adalah mendapatkan yield dan rendemen minyak nilam yang optimal dari sistem penyulingan sederhana dan mempelajari fenomena proses terlepasnya minyak nilam dari jaringan daun nilam menggunakan metode penyulingan.

2. Metode Penelitian 2.1 Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman nilam Aceh Sidikalang (Pogostemon cablin Benth) yang diambil dari ladang nilam di Gunung Tampomas, Sumedang, Jawa Barat. Daun nilam yang didapat telah dalam keadaan kering karena telah melewati proses pelayuan dan penjemuran selama 4 hari.

2.2 Perakitan Alat Destilasi Uap

Rangkaian alat untuk proses penyulingan uap terdiri dari pemanas, boiler, ketel suling, pipa uap, kondensor, dan gelas Erlenmeyer. Sistem alat yang dirancang lebih dikenal dengan nama

(3)

destilasi uap dan air. Namun, bila merujuk ke fenomena proses, destilasi uap dan air tergolong dalam destilasi uap karena yang dikontakkan dengan bahan adalah uap bukan air. Maka dari itu, dalam penelitian ini sistem alat yang dibuat disebut sistem destilasi uap. Skema sistem destilasi uap yang dirakit ditunjukkan pada Gambar 1.

b

c

d

f

a

e

Gambar 1. Skema Sistem Destilasi Uap

2.3 Proses Destilasi Uap

Aquades yang digunakan sebagai sumber uap dimasukkan kedalam boiler sebanyak 80% dari volum boiler. Daun nilam kering dimasukkan ke dalam ketel suling. Pemanas berupa induction cooker dinyalakan. Proses keluarnya destilat mulai terjadi setelah 35 menit dari waktu pemanas dinyalakan. Saat inilah waktu penyulingan mulai dihitung. Hasil distilat diambil setiap 40 menit. Distilat air dan minyak nilam dipisahkan menggunakan corong pemisah, tabung sentrifuge, dan penambahan Na2SO4.

2.3.1 Penentuan Waktu Operasi Penyulingan

Bahan daun nilam kering yang digunakan adalah sebanyak 200gr. Proses penyulingan dihentikan saat minyak nilam yang terlihat dalam distilat hanya sedikit sekali.

2.3.2 Penentuan Massa Bahan Optimal

Massa bahan optimal adalah Massa bahan daun nilam kering yang dapat menghasilkan minyak nilam dengan rendemen terbesar. Proses penyulingan dilakukan dengan menggunakan variasi massa 50, 100, 150, 175, 200, 225, dan 250 g. Waktu operasi penyulingan yang digunakan adalah waktu operasi optimal yang didapat dari percobaan sebelumnya.

(4)

2.3.3 Pengambilan Minyak Nilam Berdasarkan Rentang Waktu Penyulingan

Waktu operasi dan massa bahan optimal yang digunakan adalah yang didapat dari percobaan sebelumnya. Pengambilan distilat air dan minyak nilam di ambil pada menit ke 10,20, 30, dan 40 penyulingan.

2.4 Rendemen Minyak Nilam

Perhitungan rendemen minyak nilam ditentukan dengan persamaan berikut.  

!"#$"%"# =  !"##"  !"#$%&  !"#$%  !"#$  !"ℎ!"#$%!&

!"##"  !"ℎ!"  !"#$ !  100%

2.5 Kualitas Minyak Nilam

Pengujian kualitas minyak nilam dilakukan dengan mengacu pada standar SNI 06-2385-2006 untuk minyak nilam. Uji yang dilakukan adalah uji warna, bobot jenis, bilangan asam, kadar patchouli oil, kandungan alpha coaene, kandungan besi, dan kelarutan dalam alkohol.

2.6 Komponen kimia Penyusun Minyak Nilam

Minyak nilam dianalisis dengan GC-MS (Gas Cromatography – Mass Spectroscopy) jenis Agilent GC-MSD 5975s yang dilengkapi kolom Hewlett-Packard 5MS (30 m X250 µm X 0.25 µm), dan gas pembawa helium. Suhu injektor 250 °C, kondisi oven diatur suhu awalnya 100 °C untuk menit 0 kemudian dinaikkan 3°C/menit sampai 220 °C selama 15 menit. Volume injeksi 2 µL dan split flow 200 mL/menit. Spektrum massa masing-masing puncak hasil analisis GC-MS diidentifikasi dengan spektrum massa senyawa yang telah diketahui pada basis data pustaka Wiley7n.L.

2.7 Morfologi Daun Nilam Sebelum dan Sesudah Penyulingan.

Morfologi daun nilam dianalisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). Hasil dari SEM adalah foto morfologi daun nilam dengan perbesaran 100 kali, 250 kali, dan 500 kali.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Waktu Operasi Penyulingan Optimal.

Hasil perolehan minyak nilam selama waktu proses penyulingan ditunjukkan pada Gambar 2. Perolehan minyak nilam terbesar didapat saat 40 menit pertama penyulingan. perolehan minyak

(5)

nilam semakin sedikit seiring lamanya waktu penyulingan. Dari Gambar 2 terlihat pola grafik yang menuju fase stasioner pada menit ke 240. Bila proses penyulingan tetap dilanjutkan, minyak nilam yang dihasilkan sangat sedikit sekali dan proses menjadi tidak efisien dan tidak ekonomis, karena besar energi yang digunakan tidak sebanding dengan volum minyak nilam yang dihasilkan. Maka dari itu, waktu operasi penyulingan optimal dari sistem destilasi uap yang dirakit adalah selama 4 jam.

Gambar 2. Perolehan Minyak Nilam Selama Waktu Proses Penyulingan

3.2 Penentuan Massa Bahan Optimal.

Besar rendemen minyak nilam berdasarkan variasi massa ditunjukkan pada gambar 3. Rendemen tertinggi diperoleh pada saat mempergunakan bahan dengan massa 200 g, yaitu sebesar 3,36 %. Saat menggunakan massa bahan dibawah 200 g, rendemen yang dihasilkan lebih sedikit dikarenakan masih terdapat banyak celah kosong untuk uap bisa langsung lolos dari ketel suling tanpa membawa uap minyak atsiri nilam. pengisian bahan kedalam ketel harus diatur sedemikian rupa, agar uap dapat berpenetrasi secara merata ke dalam bahan, sehingga rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Jika bahan terlalu renggang, uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh terhadap bahan yang disuling [4].

Sebaliknya, semakin padat bahan dalam ketel menyebabkan semakin rendah rendemen yang diperoleh. Hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi jumlah bahan dalam ketel yang disuling, akan

5,11   5,95   6,57   6,84   6,94   7,00   0   1   2   3   4   5   6   7   8   0   40   80   120   160   200   240  

Peroleham minyak nilam (mL)

(6)

semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang dialami uap air akan mengakibatkan semakin lambat kecepatan penyulingan [5]. Dari hasil percobaan variasi massa, penggunaan massa bahan daun nilam melebihi 200 g menunjukkan unggun massa yang terlalu padat sehingga uap sulit menembus tumpukan bahan. Hal ini menyebabkan kontak antara uap dan bahan menjadi tidak sempurna karena tidak semua bahan dapat tersuling. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa massa daun nilam optimal untuk sistem destilasi uap penelitian ini adalah 200 gr. Pada massa ini didapatkan rendemen tertinggi, yaitu sebesar 3,36%.

Gambar 3. Pengaruh Variasi Massa Daun Nilam Terhadap Rendemen Minyak Nilam Yang Dihasilkan

3.3 Kualitas Minyak Nilam.

Hasil uji kualitas minyak nilam berdasarkan standar SNI ditunjukkan pada Tabel 1. Dari uji-uji yang dilakukan, dapat disimpulkan minyak nilam pada penelitian ini berkualitas baik, karena memenuhi persyaratan SNI.

2.11   2.11   2.69   3.18   3.36   3.16   3.09   0   1   1   2   2   3   3   4   4   50   100   150   175   200   225   250  

rendemen minyak atsiri (%)

(7)

Tabel 1. Kualitas Minyak Nilam Penelitian Berdasarkan Standar SNI

No Jenis Uji Persyaratan

SNI

Kualitas Minyak

Nilam Penelitian

1 Warna Kuning

muda-coklat kemerahan

Kuning jernih

2 Bobot jenis 0,95-0,975 0,9607

3 Bilangan Asam Maks 8 0,56

4 Patchouli Alkohol

Min 30% 33,59%

5 Aplha coaene Maks 0,5% -

6 Kandungan Besi Maks 25 Mg/kg -

3.4 Analisa Kandungan Komponen Minyak Nilam

Kromatogram hasil analisis komponen kimia penyusun minyak nilam Aceh Sidikalang menggunakan GC-MS ditunjukkan pada Gambar 4. Sedangkan komponen-komponen kimia penyusun minyak nilam hasil analisis terdapat dalam Tabel 2. Pada Tabel 2, komponen-komponen kimia penyusun minyak nilam yang mempunyai presentase terbesar berdasarkan persentase area adalah patchouli alcohol (33,59%), Alpha-bulnesene (18,19%), Alpha-Guaiene (14,55%), Seychellene (7,31%), dan Alpha-Patchoulene (4,9%). Terdapatnya perbedaan komponen-komponen penyusun minyak nilam dari spesies yang sama secara kualitatif dan kuantitatif bisa disebabkan karena perbedaan faktor-faktor lingkungan daerah asal yang berbeda yang sangat mempengaruhi komposisi kimia dari minyak atsiri tersebut [6].

(8)

Gambar 4. Kromatogram Analisa Komposisi Kimia Penyusun Minyak Nilam Tabel 2. Komponen – Komponen Kimia Penyusun Minyak Nilam.

No Komponen RT Area % 1 beta-Patchoulene 20.001 2.08 2 beta- Elemene 20.12 0.61 3 trans-Caryophyllene 21.409 2.9 4 alpha-Guaiene 21.997 14.55 5 Seychellene 22.499 7.31 6 alpha-humulene 22.702 0.57 7 alpha-patchoulene 22.966 4.9 8 Isoledene 23.076 1.69 9 Patchoulene 23.187 1.08 10 trans-caryophyllene 23.255 0.44 11 alpha-Guaiene 23.45 0.44 12 2-Isopropenyl-4a,8-Dimethyl- 1,2,3,4,4a,5,6,8a-Octahydro-Naphthalen 24.283 3.67 13 Alpha-bulnesene 24.639 18.19 14 7-epi-alpha-selinene 25.141 0.22 15 caryophyllene oxide 27.621 0.71 16 veridiflorol 29.048 0.75 17 Alpha-selinene 30.229 2.55 18 Patchouli alcohol 30.747 33.59

(9)

3.5 Analisis Kandungan Minyak Nilam Berdasarkan Rentang Waktu Penyulingan

Pengambilan minyak nilam berdasarkan rentang waktu penyulingan bertujuan tujuan untuk mempelajari faktor difusi minyak nilam. Data hasil penelitian perolehan minyak nilam berdasarkan rentang waktu penyulingan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa komponen dengan berat molekul 136 g/mol dan 204 g/mol mempunyai kecendrungan persentase area yang menurun dari rentang waktu 0-10 ke rentang waktu 30-40. Sebaliknya, Komponen kimia penyusun minyak nilam dengan berat molekul 220 g/mol dan 222 g/mol mempunyai kecendrungan persentase area yang meningkat dari rentang waktu 0-10 ke rentang waktu 30-40. Dari data yang didapatkan menunjukkan ada pengaruh berat molekul terhadap proses difusi minyak nilam dari jaringannya. Komponen-komponen kimia yang mempunyai berat molekul lebih kecil akan tersuling dahulu sehingga pada rentang waktu 0-10 didapatkan persentase area yang besar. Hal tersebut berlaku pula sebaliknya untuk komponen kimia dengan berat molekul yang lebih besar. Untuk Patchouli Alcohol, persentase areanya mengalami peningkatan yang cukup besar dari rentang 0-10 ke rentang 30-40, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama proses penyulingan maka semakin besar kadar patchouli alcohol yang terkandung dalam minyak nilam.

(10)

Tabel 3. Persentase Area Beberapa Komponen Kimia Penyusun Minyak Nilam

Berdasarkan Rentang Waktu

No Komponen

Senyawa

Berat molekul (g/mol)

Persentase Area komponen

senyawa pada rentang waktu penyulingan(menit ke-) 0-10 10-20 20-30 30-40 1 alpha.-Terpinene 136 0,13 0,14 0,14 0,11 2 beta-Patchoulene 204 3,59 2,2 1,55 1,23 3 beta- Elemene 204 0,83 0,78 0,72 0,56 4 trans-Caryophyllene 204 4,5 3,46 2,6 2,1 5 alpha-Guaiene 204 21,43 17,25 13,02 10,52 6 Seychellene 204 10,55 8,79 6,91 5,72 7 alpha-humulene 204 0,81 0,73 0,61 0,5 8 alpha-patchoulene 204 7 5,97 4,69 3,87 9 Patchoulene 204 2 1,77 1,43 0,85 10 alpha-Guaiene 204 0,63 0,59 0,5 0,41 11 germacrene 204 0,16 0,15 0,14 0,11 12 2-isopropenyl-4a,8- dimethyl- 1,2,3,4,4a,5,6,8a- octahydro-naphthalen 204 4,44 4,69 3,98 3,35 13 Alpha-bulnesene 204 20,73 22,42 19,41 16,65 14 7-epi-alpha-selinene 204 0,23 0,27 0,25 0,22 15 caryophyllene oxide 220 0,83 0,6 0,8 0,91 16 Patchouli alcohol 222 15,15 22,41 33,94 42,26

(11)

3.6 Morfologi Daun Nilam Sebelum Dan Sesudah Penyulingan.

Uji SEM dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui letak produksi minyak atsiri pada daun nilam dan mengetahui pengaruh tekanan dari uap yang mendorong minyak atsiri berdifusi keluar dari jaringan daun terhadap bentuk morfologi daun. Gambaran umum morfologi daun nilam hasil karakterisasi SEM terdapat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa permukaan daun nilam terdiri dari banyak tonjolan sel epidermis atau dikenal dengan nama trikoma. Terdapat banyak trikoma non-glandular dan trikoma glandular. Trikoma non-glandular diidentifikasi dari strukturnya yang berbentuk rambut, yang merupakan sel basal yang besar dan panjang. Trikoma glandular yang diidentifikasi dari strukturnya yang berbentuk bulatan. Pada gambar terlihat trikoma glandular jenis short-stalk capitae. Short-stalk capitae terdiri dari 1 sel basal, pendek, dan uniselular atau biselular [7]. Trikoma glandular jenis short-stalk capitae merupakan jenis trikoma glandular yang paling umum ditemui pada tanaman Lamiaceae [8]. Hasil analisis SEM yang dilakukan menunjukkan perbedaan morfologi daun sebelum dan sesudah penyulingan. Hal ini terlihat dari banyaknya jaringan yang rusak setelah penyulingan. Pada Gambar 6 terlihat morfologi permukaan daun yang berantakkan dan trikoma non-glandular menjadi tidak beraturan. Menurut dugaan, kerusakan ini terjadi akibat dorongan uap saat proses destilasi uap berlangsung yang membuat minyak atsiri keluar dari jaringan.

Gambar 5. Hasil Karakterisasi SEM Morfologi Daun Nilam Perbesaran 100 Kali

Keterangan : A = trikoma glandular B = trikoma non-glandular

(12)

Gambar 6. Hasil Karakterisasi SEM Morfologi Daun Nilam Sesudah

Penyulingan Perbesaran 100 Kali

3.7 Analisis Fenomena Proses Terlepasnya Minyak Atsiri dari Jaringan Daun Nilam

Gambaran fenomena proses terlepasnya minyak atsiri dari jaringan nilam dianalisa dari percobaan, pengolahan data, dan uji yang dilakukan yang dikaitkan dengan sumber literatur. Dari uji SEM yang dilakukan, didapatkan gambaran trikoma glandular yang merupakan tempat minyak nilam diproduksi (Gambar 5). Meskipun minyak nilam diproduksi di jaringan terluar, yaitu epidermis, minyak nilam tidak dapat keluar dari membran epidermis begitu saja. Minyak nilam tersimpan banyak di dalam vakuola daun [9]. Vakuola daun terdapat di dalam membran sel yang dilindungi oleh dinding sel. Selain itu, komponen kimia penyusun minyak nilam mempunyai berat molekul yang besar (Tabel 3) dan struktur molekul yang rumit, sehingga komponen-komponen kimia penyusun minyak nilam mempunyai titik didih yang tinggi [10]. Oleh karenanya, minyak nilam yang terdapat di dalam jaringan daun tidak dapat berdifusi keluar dari jaringan daun tanpa adanya energi yang mendorong minyak tersebut untuk keluar.

Pada proses destilasi uap, minyak nilam teruapkan atau terbebaskan dari jaringan daun akibat adanya uap air dan panas. Tekanan dari uap air berdifusi melalui pori-pori jaringan daun, menembus dinding sel, dan kemudian menguapkan minyak nilam yang tersimpan di vakuola. Adanya panas dan tekanan dari uap air yang menembus jaringan membuat jaringan daun nilam rusak (Gambar 6). Bila melihat kondisi operasi yang digunakan saat penelitian, suhu yang digunakan hanya 100oC dengan tekanan 1 atm. Sedangkan pada minyak nilam,

(13)

komponen utamannya, yaitu Patchouli Alcohol mempunyai titik didih yang tinggi, yaitu 287,4oC pada tekanan 1 atm. Dalam logikanya, liquid baru dapat menguap ketika dikenakan suhu yang mencapai titik didihnya. Sedangkan dari hasil penelitian, uap air dan panas 100oC dapat menguapkan dan membawa minyak nilam yang bertitik didih tinggi keluar dari jaringan daun. Fenomena yang janggal ini dijawab dengan menggunakan Hukum Raoult dan Hukum Dalton mengenai tekanan uap parsial dari masing-masing komponen liquid yang bercampur. Liquid yang bercampur akan menguap saat total tekanan uap dari liquid yang bercampur tersebut sama dengan tekanan disekitarnya (tekanan atm) [11]. Dari pengolahan data yang dilakukan, campuran uap air dan minyak nilam mempunyai titik didih mendekati 100oC. Sehingga, pada suhu 100oC minyak nilam dapat teruapkan jauh dibawah titik didih

seharusnya karena hadirnya uap air dalam jaringan tersebut.

4. Kesimpulan

• Penyulingan minyak nilam menggunakan sistem destilasi uap sederhana dalam penelitian ini dapat menghasilkan rendemen sebesar 3,36 %, dengan menggunakan kondisi operasi optimal yang didapat dari percobaan, yaitu penyulingan selama 4 jam dan massa daun nilam sebesar 200 g. Berdasarkan hasil GC-MS, kadar komponen kimia utama penyusun minyak nilam (patchouli alcohol) adalah sebesar 33,59%.

• Berat molekul komponen kimia penyusun minyak nilam mempengaruhi kecepatan tersulingnya minyak nilam.

• Terdapat perbedaan morfologi daun nilam sebelum dan sesudah penyulingan. Morfologi permukaan daun nilam setelah penyulingan terlihat rusak dan lebih berantakan.

• Minyak nilam dapat terdifusi keluar dari jaringan daun nilam akibat adanya tekanan uap air dan panas yang menerobos jaringan daun nilam yang bersifat semipermeabel, lalu menguapkan minyak nilam dan membawanya keluar dari jaringan.

(14)

Daftar Rujukan:

[1] Pusat Data dan Informasi Pertanian. (2010). Outlook komoditas pertanian perkebunan. Jakarta : Penulis.

[2] Barus, Pina. (2008). Desain alat penyulingan minyak nilam untuk meningkatkan rendemen dan mutu. Jurnal Penelitian Rekayasa,1, 37-40

[3] Harunsyah. (2012). Peningkatan rendemen dan mutu minyak nilam aceh dalam rangka merebut peluang pasar internasional. 288-295.

[4] Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: PN Balai Pustaka. [5] Rusli, S. (1974). Pengaruh kepadatan dan lama penyulingan terhadap rendemen dan

mutu minyak nilam. Bogor: Balai Besar Tanaman Rempah dan obat.

[6] Aisyah, Y., et al . (2008). Komposisi kimia dan sifat antibakteri minyak nilam (Pogostemon cablin). Majalah Farmasi Indonesia, 151-156.

[7] Talip, N., Rahman, R. A., Latip, J., Sharif, I., & Rusydi, A. (2013). Morphology of trichomes in Pogostemon cablin Benth (Lamiceae). Australian Journal of Crop Science, 744-749.

[8] Ascensao, L., Mota, L., Castro, MD. (1999). Glandular trichomes on the leaves and flowers of Plectranthus ornatus: morphology, distribution and histochemistry. Ann BotLondon, 84, 437-447.

[9] Guenther, E. (1949). Essential Oils. New York: Van Nostrand Reinhold Company. [10] Luebke, W. (2012). The Good Scents Company. The Good Scents Company:

http://www.thegoodscentscompany.com/

[11] Tandon, S. (2008). Distillation technology for essential oils. In S. Handa, S. Khanuja, G. Longo, & D. Rakesh, Extraction technologies for medicinal and aromatic plants (pp. 115-127). Italy: ICS-UNIDO.

Gambar

Gambar 1. Skema Sistem Destilasi Uap
Gambar 2. Perolehan Minyak Nilam Selama Waktu Proses Penyulingan
Gambar 3.  Pengaruh  Variasi  Massa  Daun  Nilam  Terhadap  Rendemen  Minyak  Nilam Yang Dihasilkan
Tabel 1. Kualitas Minyak Nilam Penelitian Berdasarkan Standar SNI  No  Jenis Uji  Persyaratan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa lotion minyak nilam memiliki aktifitas anti nyamuk, formula 4 dengan konsentrasi minyak 6%b/v memiliki daya proteksi paling tinggi

Faizal Amri Harahap : Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Daun Nilam ( Pogostemon cablin Benth.) Asal Aceh Tenggara, 2009. Hasil

Teknologi produksi minyak atsiri yang banyak digunakan adalah destilasi uap yang dapat dilakukan dengan tiga macam teknik yaitu hidrodestilasi, destilasi dengan uap basah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk mengkaji pengaruh lama penyulingan dan komposisi bahan baku terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri dari daun

Proses penyulingan minyak nilam produksi laboratorium dan produksi petani tidak mengalami reaksi oksidasi sehingga fraksi massa yang terkandung dalam minyak nilam

Hal tersebut juga dinyatakan oleh Guenther (1948) bahwa pada penyulingan minyak nilam yang menghasilkan mutu yang lebih baik diperlukan adanya pengawasan

Dari gambar score plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa ketiga sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang, varietas Lhoksumawe, dan

Teknologi produksi minyak atsiri yang banyak digunakan adalah destilasi uap yang dapat dilakukan dengan tiga macam teknik yaitu hidrodestilasi, destilasi dengan uap basah