• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH

1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah kepada nasabahnya, tak jarang dalam pelaksanaanya terjadi

suatu kondisi dimana nasabah mengalami kesulitan atau tidak mampu lagi melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan. Dalam kondisi pembiayaan seperti ini Bank syariah akan melakukan upaya penyelamatan pembiayaan agar dana yang telah disalurkan dapat diterima kembali oleh bank syariah.

Dalam upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah, bank syariah akan melakukan perubahan terhadap syarat-syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan al-musyarakah. Untuk perubahan terhadap syarat-syarat dan ketentuan Akad Pembiayaan yang sudah ditandatangani oleh Bank dan Nasabah diperlukan suatu cara yang disebut dengan Addendum.

Istilah Addendum dalam perbankan syariah biasa digunakan untuk melakukan perubahan terhadap Akad Pembiayaan yang dimaksudkan untuk merubah syarat-syarat dan ketentuan terhadap akad pembiayaan yang sudah ditandatangani dan berlaku bagi para pihak didalamnya. Namun perubahan

(2)

yang dimaksud tersebut harus dilakukan secara tertulis dan dapat dilakukan dengan adanya kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.

Akad pembiayaan yang sudah ditandatangani oleh para pihak, dalam salah satu pasalnya para pihak sepakat untuk membuka kemungkinan terjadinya perubahan terhadap akad pembiayaanya dan apabila ada hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Akad, maka nasabah dan bank akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat kedalam suatu Addendum.

Apabila klausula mengenai addendum tidak dicantumkan dalam Akad, hal tersebut tidak menyebabkan para pihak tidak dapat membuat addendum di kemudian hari saat akad berlangsung. Addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara pihak bank dan nasabah dalam akad, dengan tetap memperhatikan ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek (BW). Secara fisik, addendum terpisah dari akad/perjanjian pokoknya, namun secara hukum suatu addendum melekat dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari akad pembiayaan awal.

Addendum merupakan solusi yang mudah untuk melakukan perubahan terhadap suatu akad/perjanjian. Perubahan yang dilakukan adalah pada pasal-pasal yang disepakati untuk dirubah sedangkan pasal-pasal yang tidak dirubah atau masih dipertahankan dinggap masih berlaku untuk para pihak di dalamnya.

(3)

Istilah Addendum dalam suatu akad/perjanjian dapat diartikan sebagai tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari akad/perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada akad/perjanjian pokoknya itu. Pada umumnya addendum berisi ketentuan yang merubah, memberbaiki, atau merinci lebih lanjut isi dari suatu perjanjian atau sebagai klausula tambahan dari sebuah perjanjian pokoknya. Addendum biasanya muncul karena adanya perubahan atau adanya hal-hal yang belum diatur dari suatu perjanjian pokoknya.

Hubungan hukum yang terjadi dalam addendum akad pembiayan musyarakah ini adalah hubungan hukum berdasarkan akad pembiayan musyarakah. Keberadaan addendum ini adalah sebagai tambahan dari akad pembiayaan musyarakah awal, sehingga apa yang menjadi ketentuan dasar di dalam Akad pembiayaan musyarakah awal tetap diberlakukan sebagai syarat yang mengikat antara subjek hukum dalam hubungan hukumnya pada addendum akad pembiayaan musyarakah.

Addendum akad pembiayaan musyarakah sangat tepat diterapkan dalam bank syariah, terutama ketika bank syariah melakukan penyelamatan pembiayaan bermasalah. Addendum disini dimaksudkan untuk melakukan perubahan sebagian dari isi klausula pembiayaan musyarakah. Addendum terhadap suatu perjanjian atau akad pembiayaan dapat dilakukan sebagai berikut:67

6. Akta addendum dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau dengan akta notaris.

(4)

7. Pasal-pasal dalam akta addendum adalah mengatur perubahan pasal-pasal dalam perjanjian atau akad pembiayaan awal yang disepakati untuk dirubah. Sedangkan pasal atau syarat-syarat lainnya dalam akad pembiayaan awal yang tidak dirubah tetap dinyatakan untuk dipertahankan atau dinyatakan berlaku selama tidak dirubah atau bertentangan dengan addendumnya.

8. Pengisian komparisi pada akta addendum harus dilakukan secara benar seperti pada saat membuat akad pembiayaan awal. Harus dipelajari kembali mengenai Anggaran Dasar perusahaan nasabah apakah ada perubahan direksi dam komisaris atau peribahan isi anggaran dasar. Jadi, membuat addendum harus teliti dan cermat dari aspek hukum seperti saat membuat akad pembiayaan awal.

9. Dengan adanya addendum akad pembiayaan perlu diberitahukan kepada pihak terkait dengan akad pembiayaan, misalnya diberitahukan kepada penjamin hutang nasabah (borg).

10. Addendum yang dibuat dapat berbentuk:

c. Lampiran atau tambahan yang merupakan kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari akad pembiayaan awal. Hal ini dapat dilakukan jika perubahannya tidak terlalu banyak dan hanya merubah sebagai kecil saja dari ini akad.

d. Merubah seluruh akad pembiayaan awal. Hal ini terjadi jika perubahan menyangkut seluruh atau sebagaian besar dari isi dari akad pembiayaan awal. Perubahan menyeluruh dari akad pembiayaan awal perlu diperhatikan dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan yang eksistentinya berdasarkan pada akad pembiayaan awal.

Sebelum melaksanakan addendum, bank syariah melakukan evaluasi terhadap pembiayaan yang dinilai bermasalah. Dari hasil evaluasi tersebut nantinya akan diadakan musyawarah dengan nasabah bilamana nasabah dinilai kooperatif dan usahanya masih mempunyai prospek baik, maka Selanjutnya akan diadakan proses revitalisasi. Proses revitalisasi meliputi:68

1. Rescheduling

Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.

2. Reconditioning

Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan.

3. Restructuring

Perubahan sebagaian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan.

4. Batuan management

68 Geys, Op. Cit. h. 73

(5)

Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insane pada posisi management oleh bank, hal ini dilakukan bila:

a. Permasalahan terjadi karena kesalahan management b. Sumber pengembalian masih potensial.

Perubahan yang sering terjadi dalam praktik perbankan syariah, adalah perubahan terhadap isi dari akad pembiayaan musyarakah yang berupa perubahan obyektif. Perubahan obyektif menyangkut perubahan isi akad pembiayaan musyarakah, berarti perubahan syarat-syarat dan ketentuan yang meliputi jadwal pembayaran, jumlah angsuran dan jangka waktu. Sedangkan perubahan terhadap obyek kerjasama tidak diperbolehkan dikarenakan bentuk dari addendum yang diterapkan merupakan prinsip untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah.

2. Kedudukan Jaminan dalam Addendum Pembiayaan Musyarakah

Sudah menjadi maklum adanya bahwa bank syariah bukanlah sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial. Namun bank sayariah juga merupakan suatu lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomiam umat. Sesuai dengan itu, maka dana yang dihimpun dari masyarakat haruslah disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu, para nasabah penabung pada bank syariah juga mengharapkan agar modal yang disetorkan dapat seefektif mungkin disalurkan dalam usaha investasi sehingga keuntungan yang optimal bisa dicapai dengan prinsip bagi hasil.69

69 Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, UIN-Malang Prees, UIN-Malang, 2009, h.1.

(6)

Dalam perjalanan selanjutnya, tidak selamanya semua pembiayaan investasi yang dilakukan Bank syariah dengan menggunakan modal dana yang berasal dari nasabah penabung berjalan dengan sebagaimana diharapkan, demikian juga dengan keuntungan yang didapatkan menjadi sangat minim atau bahkan mengalami kerugian investasi, sehingga dalam hal ini nasbah sebagai bagian dari pihak investor bank syariah memerlukan adanya jaminan yang berkaitan dengan prospek keuntungan maupun penekanan terhadap risiko.70

Jaminan dalam pembiayaan bank syariah mempunyai makna yang sangat penting, hal ini dikarenakan jaminan merupakan benteng terakhir ketika nasbah melakukan wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank syariah. Oleh karena itu, adanya jaminan dalam pembiayaan bank syariah dalam memberikan suatu tekanan psikologis terhadap untuk memenuhi kewajibannya, yaitu dengan mengelola dengan baik usaha investasinya, sehingga ketuntungan yang didapat bisa optimal dan risiko kerugian akibat dari kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah bisa berkurang.

Jaminan juga merupakan sebuah kebijakan bank syariah untuk mengelola manajement pengawasan risiko dalam pembiayaan yang dilakukannya, sehingga kemungkinan kerugian maupun kegagalan investasi dapat diminimalkan dan pada akhirnya mampu menarik minat dan kepercayaaan masyarakat untuk menginvestasikan modalnya di bank syariah.

70 Ibid.

(7)

Suatu barang atau benda dapat diterima menjadi jaminan, apabila barang atau benda tersebut mempunyai nilai ekonomi dan memenuhi aspek yuridis dalam hal kepemilikannya. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi suatu masalah di kemudian hari misalnya ketika terjadi pembiayaan bermasalah, maka bank syariah tidak dalam posisi yang lemah karena bank syariah telah memiliki barang atau benda jaminan dari nasabah. Barang atau benda jaminan mempunyai nilai ekonomis bila memenuhi kreteria sebagai berikut:

1. Dapat diperjualbelikan atau dapat dipindahtangankan;

2. Jaminan tersebut bersifat marketable (laku dipasaran atai dapat diperjualbelikan);

3. Mempunyai nilai yang tetap dan diusahakan mempunyai tendensi meningkat;

4. Barang atau benda jaminan tidak gampang rusak atau cacat yang dapat mengurangi harga jual; dan

5. Nilai taksiran jaminan harus lebih besar dari fasilitas pembiayaan yang disetujui.

Jaminan juga harus memenuhi aspek yuridis apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Barang atau benda jaminan harus Memiliki bukti kepemilikan yang sah;

2. Barang atau benda jaminan tidak dalam status sengketa; dan 3. Jaminan tidak dalam status dijaminkan ke bank atau pihak lain.

(8)

Dalam ketentuan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat dijadikan landasan hukum pembebanan jaminan dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang dinyatakan bahwa:

1. Bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas.

2. Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas.

Dari ketentuan ayat 2 tersebut diatas, disebutkan bahwa dalam menyalurkan dananya Bank Syariah diwajibkan untuk melakukan penilaian terhadap calon nasabahnya dengan menggunakan prinsip “The Five C‟s of Credit” yaitu watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan keadaan (condition). Dari ini sudah jelas bahwa jaminan merupakan suatu hal yang harus ada dalam persyaratan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan dari Bank Syariah.

Dalam pembiayaan musyarakah ketentuan mengenai pembebanan jaminan dapat ditemui pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dimana juga

(9)

merupakan pedoman pelaksanaan operasional dari Bank Syariah. Pada ketentuan nomor 3 huruf a butir 3 dinyatakan bahwa “Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dapat meminta jaminan”.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa hukum positif perbankan di Indonesia telah memberikan landasan hukum mengenai adanya pembebannan jaminan dalam pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil, termasuk didalamnya pembiayaan musyarakah. Oleh karena itu dalam praktik operasionalnya bank syariah selalu menyertakan dan membebankan jaminan kepada semua calon nasabahnya dalam pembiayaan-pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil.

Eksistensi jaminan dalam pembiayaan bank syariah adalah suatu hal yang mutlak, dalam arti disini bahwa untuk mendapatkan pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah, nasabah harus dapat menyediakan jaminan. Nilai jaminan yang harus disediakan oleh nasabah adalah sebesar 125% dari jumlah pembiayaan yang akan diajukan. Apabila objek jaminan yang diserahkan oleh debitur dan telah disetujui oleh pihak Bank syariah, maka bank syariah harus segera melakukan pengikatan terhadap jaminan tersebut dalam suatu perjanjian Jaminan.

Perjanjian jaminan adalah perjanjian accessoir, tambahan, atau ikutan. Perjanjian jaminan tidak bisa berdiri sendiri, karena perjanjian ini bersifat accessoir yang eksistensinya tergantung oleh ada atau hapusnya

(10)

perjanjian terdahulu atau perjanjian pokoknya. Dalam pembiayaan musyarakah, adanya perjanjian jaminan merupakan suatu perjanjian yang terpisah dari perjanjian pembiayaan musyarakah itu sendiri sebagai perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan walaupun merupakan perjanjian yang terpisah dari perjanjian pokoknya, akan tetapi eksistentinya tetap berkaitan dengan perjanjian pokoknya sampai perjanjian pokoknya hapus atau terjadi pelunasan.

Sehingga, ketika dilakukan addendum terhadap Akad pembiayaan musyarakah, kedudukan perjanjian jaminan dalam akad pembiayaan musyarakah tersebut tetap berlaku. Hal ini dikarenakan keberadaan addendum adalah sebagai tambahan dari akad pembiayaan musyarakah awal, sehingga apa yang menjadi ketentuan dasar di dalam Akad pembiayaan musyarakah awal tetap diberlakukan sebagai syarat yang mengikat antara subjek hukum dalam hubungan hukumnya pada addendum akad pembiayaan musyarakah.

Bentuk Perjanjian jaminan dalam dunia perbankan harus dilakukan dalam bentuk tertulis yang dilakukan dengan menggunakan akta autentik. Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwenang untuk itu, seperti notaris, dimana bentuk aktanya telah ditentukan oleh undang-undang. Apabila perjanjian jaminan tersebut tidak menggunakan akta autentik, maka perjanjian jamina tersebut batal demi hukum.71

(11)

Pada praktik pembiayaan musyarakah, lembaga jaminan yang digunakan dalam pembebanan benda sebagai objek jaminan, yaitu sebagai berikut:

1. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan

Dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan memberikan pengertian hak tanggungan sebagai berikut:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan tertentu, yang diberikan kedudukan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.”

Selanjutnya dijelaskan juga dalam Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang menyatakan:

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain.”

Ciri-ciri dari Hak Tanggungan termuat dalam Penjelasan Umum angka 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference).

(12)

2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun objek itu berada (droit de suite).

3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapay mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 11 ayat 1 dan Pasal 13 UUHT).

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Sifat-sifat yang terdapat dalam Hak Tanggungan adalah sebagai berikut:

1. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar). 2. Perjanjian tambahan atau ikutan (accesoir).

3. Pembebanan objek Hak Tanggungan lebih dari satu kali. 4. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya (Parete

Executie).

Jadi, pada saat bank syariah memberikan fasilitas kepada nasabahnya dan nasabah tersebut memberikan jaminan hak atas tanah nasabah kepada bank syariah, maka bank syariah segara membenai hak atas tanah tersbut dengan lembaga jaminan Hak tanggungan. Dengan ada lembaga jamian hak tanggungan, bank syariah mendapatkan kepastian untuk pelunasan atas pembiayaannya dan mempunyai kedudukan yang diutamakan terhadap bank/kreditur lain.

2. Lembaga Jaminan Fidusia

Fiduciare Eigendoms Overdracht atau lazim disebut fidusia berasal dari kata fides yang berarti kepercayaan. Pada dasarnya Fidusia adalah suatu perjanjian accessoir antara debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-bendfa bergerak milik debitur kepada kreditur namun

(13)

benda-benda tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan hanya untuk jaminan atas pembayaran kembal uang pinjaman.72

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Fidusia adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atsa benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dalam pelaksanaan Fidusia telah terjadi penyerahan atau pemindahan dalam hal kepemilikan suatu benda bergerak yang dilakukan dengan syarat bahwa benda bergerak yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia (bank), tetap dalam penguasaan pemilik benda atau pemberi fidusia (nasabah). Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan oleh nasabah kepada bank adalah hak kepemilikan atas

72 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan perdata: Hak-hak yang Memberi Keminmatan (Jilid 1), Ind-Hill.Co, Jakarta, 2002, h.43.

(14)

suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan atas benda tersebut secara yuridis beralih kepada pihak bank sebagai penerima fidusia. Sedangkan hak kepemilikan secara ekonomis atas benda tersebut tetap berada ditangan atau masih dalam penguasaan nasabah sebagai pemilik benda.

Jaminan fidusia ini merupakan jaminan kebendaan. Oleh karena itu bank sebagai penerima fidusia diberikan hak yang diutamakan terhadap bank/kreditur lainnya. Hal ini dikarenakan fidusia mempunyai sifat Droit de Preference. Hak yang diutamakan kepada bank selaku penerima fidusia adalah hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jamina fidusia. Fidusia ini adalah akibat dari adanya akad pembiayaan antara bank dan nasabah yang terjadi lebih dulu. Sehingga fidusia ini hanya bersifat accessoir terhadap akad pembiayaan sebagai perjanjian pokoknya. Apabila nasabah telah memenuhi segala kewajiban yang ada pada akad pembiayaannya, maka jaminan fidusia ini hapus demi hukum.

Bank syariah dalam kedudukannya sebagai penerima fidusia, mempunyai hak untuk menjual benda jaminan fidusia milik nasabahnya yang dijaminkan kepadanya, seakan-akan bank menjadi atau sebagai pemilik dari benda tersebut apabila nasabahnya melakukan wanprestasi. Selama nasabah belum melunasi hutangnya, maka selama itu pula bank mempunyai hak untuk menjual benda

(15)

jaminan fidusia yang di jaminkan kepadanya. Ini berati apabila hutang nasabah kepada bank telah lunas, maka hak kebendaan yang dijaminkan kepada bank tersebut akan diserahkan kembali oleh bank.

Nasabah sebagai pihak yang memerlukan fasilitas dana dari Bank Syariah dan Bank Syariah juga sebagai pihak yang memberikan fasilitas pembiayaan, sudah semestinya mendapatkan perlindungan hukum melalui suatu lembaga hak jaminan sehingga memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Hak tanggungan digunakan dalam akad pembiayaan bank syariah adalah untuk memenuhi tujuan tersebut. Perlindungan khusus kepada pihak bank syariah yang diberikan oleh hak tanggungan adalah Bank syariah memperoleh pelunasan atas piutangnya terlebih dahulu atas pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Sehingga hak tanggungan dan jaminan fidusia dalam akad pembiayaan bank syariah memiliki kesamaan terkait dengan salah satu ciri hak tanggungan yaitu Droit de Preference.

Referensi

Dokumen terkait

Di Kelurahan Botoran Kecamatan Tulungagung misalnya, disini dalam pandanag peneliti, masyarakat Kelurahan Botoran dalam mereka mengamalkan Alquran dengan

Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur, bahkan seseoranng yang terbangun dari tidur tapi merasa belum cukup tidur dapat di sebut

Tujuan: Tujuan: setelah dilakukan setelah dilakukan tindakan tindakan keperawatan keperawatan  pasien  pasien menunjukkan menunjukkan aliran urine yang aliran urine yang

Penulis menggunakan metode kuantitatif, pengumpulan data melalui kuisioner yang melibatkan 400 responden yang disebar secara acak dan memakai teknik analisis faktor dimana

Perwujudan kondisi kehidupan sejahtera yang demikian ini akan sangat tergantung pada berlangsung atau tidaknya interaksi secara tepat dengan sumberdaya alam, khususnya

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Seli Noeratih, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Pada awal tahun berdasarkan hasil end year review departemen HR SIPL membuat rencana pelatihan sesuai kebutuhan karyawan, ada yang sifatnya wajib biasanya untuk level supervisor dan