• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEDOMAN TEKNIS

BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kementerian Pertanian 2014

(3)

PEDOMAN TEKNIS

BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA

Penanggung Jawab: Kepala BPTP Bengkulu Dr. Dedi Sugadi, MP Penulis: Eddy Makruf Heriyan Iswadi Redaksi Pelaksana: Agus Darmadi Diterbitkan oleh:

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030, Fax. (0736) 345568 E-mail: bptp_bengkulu@litbang.pertanian.go.id Website: www.bengkulu.litbang.deptan.go.id

(4)

PENGANTAR

Lahan sub optimal yang terdiri dari lahan

kering masam dan lahan rawa

merupakan sumberdaya alam yang mempunyai potensi cukup baik untuk

pengembangan budidaya pertanian.

Lahan rawa merupakan salah satu agroekosistem yang sangat potensial dan sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai sumber pertumbuhan baru. Selama ini belum dimaksimalkan dengan baik, pemamfaatannya masih sangat rendah dibandingkan dengan lahan sawah irigasi.

Potensi lahan rawa di Propinsi Bengkulu dengan luas 6.746 hektar yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota. Potensi sumberdaya lahan harus dibangkit untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif pertumbuhan baru produksi padi untuk mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional. Upaya optimalisasi lahan rawa oleh Badan Litbang Pertanian telah dilakukan BPTP Bengkulu dengan perbaikan teknis budidaya dan penggunaan varietas unggul.

Pengembangan lahan rawa menjadi lahan usaha tani baru bukanlah hal yang mudah, hal itu harus didukung oleh inovasi teknologi serta partisipasi petani dan stakeholders dalam membantu sosialisasi teknologi untuk meningkatkan keberhasilan usaha tani padi lahan rawa maka disusunlah Buku Pedoman Teknis Budidaya Padi di Lahan Rawa ini yang diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan sistem produksi padi di lahan

(5)

rawa dengan pemilihan teknologi yang tepat dan penggunaan varietas unggul baru padi lahan rawa.

Bengkulu, Oktober 2014 Kepala BPTP Bengkulu,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. MENGENAL LAHAN RAWA ... 3

III. TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA ... 7

1. Persiapan Lahan ... 7

2. Penggunaan Benih Bermutu ... 9

3. Varietas Unggul ... 10 4. Membuat Persemaian ... 13 5. Penanaman ... 14 6. Pengelolaan Air ... 21 7. Pemupukan ... 22 8. Pengendalian Gulma ... 26 9. Pengendalian Hama ... 28 10. Pengendalian Penyakit ... 32

11. Panen dan Pasca Panen ... 42

PENUTUP ... 44

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Beberapa varietas unggul padi rawa yang ditanam di

Provinsi Bengkulu melalui kegiatan pengkajian dan diseminasi (tahun 2008 - 2014)... 11 2. Varietas padi unggul serta ketahanannya terhadap

hama dan penyakit yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa lebak... 12 3. Dosis Pemupukan pada pertanaman padi lebak di

musim kemarau... 23 4. Waktu dan takaran pemberian pupuk pada

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Penerapan Legowo 2 : 1 (a) dan Legowo 4 : 1 (b),

varietas Inpara 2 pada rawa lebak dangkal tanah

mineral di Desa Karang Anyar Kabupaten Seluma... 2 2. Lahan sawah rawa gambut dangkal... 8 3. Hand traktor mini untuk mengolah lahan rawa

gambut dangkal... 9 4. Persemaian di lahan gambut dangkal; (a) Benih

yang sudah direndam selama 24 jam, (b) Persiapan lahan persemaian, (c) Pertumbuhan bibit di persemaian, (d) Bibit siap dipindah ke lahan sawah.. 14 5. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 4 : 1 di lahan

rawa lebak pematang lahan mineral... 17 6. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 2 : 1 di lahan

rawa lebak pematang lahan mineral... 18 7. Penerapan legowo 2 : 1 di lahan rawa gambut

dangkal... 18 8. Panen padi rawa Inpara 2 di lahan rawa lebak

pematang tanah mineral Desa Karang Anyar Kabupaten seluma tahun2011/2012... 42 9. Panen padi Inpara 2 di lahan rawa lebak gambut

dangkal Desa Panca Mukti Kec. Pondok Kelapa Kabupateng Bengkulu Tengah tahun 2014... 43

(9)

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan pangan, khususnya beras, terus

meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan sangat lambat. Peningkatan produksi padi nasional tetap menjadi prioritas pemerintah, karena beras selain sebagai makanan pokok penduduk Indonesia, juga sebagai barang ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu, perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas padi dan bahan pangan lainnya menjadi suatu keharusan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam upaya perluasan areal tanam padi, lahan-lahan suboptimal seperti lahan kering, lahan sawah tadah hujan dan lahan rawa pasang surut (termasuk lahan gambut dan rawa lebak) dengan berbagai kendala biotik (hama dan penyakit) serta abiotik (kekeringan dan kesuburan rendah) dapat dimanfaatkan dengan teknologi tepat guna untuk mendukung kebutuhan produksi nasional.

Potensi sumber daya lahan Indonesia cukup besar memiliki wilayah daratan sekitar 188,2 juta ha, terdiri atas 148 juta lahan kering dan sisanya berupa lahan basah termasuk lahan rawa (gambut, pasang surut, lebak) dan lahan yang sudah menjadi sawah permanen. Keragaman tanah, bahan induk, fisiografi, elevasi, iklim, dan lingkungannya menjadikan sumber daya lahan yang beranekaragam, baik potensi maupun tingkat kesesuaian lahannya untuk berbagai komoditas pertanian.

(10)

Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas (6.746 ha) yang terdiri dari lahan rawa lebak mencapai 6.171 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 575 ha, dengan rincian rawa lebak di Kabupaten Bengkulu Selatan 202 ha, Rejang Lebong 624 ha, Bengkulu Utara 1.707 ha, Seluma 1.380 ha, Mukomuko 1.936 ha, Lebong 20 ha, Kepahiyang 105 ha, Bengkulu Tengah 123 ha dan Kota Bengkulu 74 ha. Sedangkan lahan pasang surut tersebar di Kabupaten Bengkulu Selatan seluas 84 ha, Bengkulu Utara 138 ha, Seluma 196 ha, Mukomuko 30 ha, Bengkulu Tengah 15 Ha dan Kota Bengkulu 112 ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2013).

Potensi pengembangan lahan rawa untuk komoditas padi masih terbuka tetapi saat ini petani padi rawa di Bengkulu masih menggunakan teknologi sederhana dengan varietas padi sawah seperti Ciherang, Ciliwung dan IR 64 serta padi lokal yang berumur dalam (5-6 bulan). Dengan pendekatan PTT, lahan rawa mempunyai potensi untuk dikembangkan dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras di Provinsi Bengkulu.

Gambar 1. Penerapan Legowo 2 : 1 (a) dan Legowo 4 : 1 (b), varietas

Inpara 2 pada rawa lebak dangkal tanah mineral di Desa Karang Anyar Kabupaten Seluma.

(11)

II. MENGENAL LAHAN RAWA

Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase atau saluran alami terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan rawa tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Perbedaan Lahan rawa dengan danau adalah, danau tergenang sepanjang tahun dan genangannya lebih dalam, tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air. Sedangkan lahan rawa dapat diusahakan untuk budidaya pertanian dengan penerapan teknologi tepat guna, seperti pengaturan air dengan perbaikan drainase.

Lahan rawa gambut merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai potensi cukup baik untuk pengembangan budidaya pertanian. Pengelolaannya harus dilakukan secara bijak agar kelestarian sumber daya alam dapat dipertahankan. Dengan mengetahui tipe lahan rawa gambut dapat dibuat perencanaan yang baik dalam pengelolaannya secara bijaksana.

Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, dan luapan air sungai. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa di bagi tiga yaitu rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa lebak peralihan.

Rawa Pasang Surut adalah lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil terjadi secara harian

(12)

yaitu 1-2 kali sehari. Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi menjadi empat tipe:

1. Tipe A, genangan terjadi pada waktu pasang besar dan pasang kecil;

2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;

3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada waktu pasang kurang dari 50 cm;

4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang, kedalaman air tanah lebih dari 50 cm tetapi pasang surutnya air masih terasa atau terlihat pada saluran tersier.

Rawa Lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau oleh air hujan di daerah cekungan di pedalaman sehingga genangan umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut atau hilang pada musim kemarau. Rawa lebak dibagi menjadi tiga;

1. Rawa lebak dangkal atau lebak pematang dengan genangan airnya kurang dari 50 cm. Lahan rawa lebak dangkal biasanya terletak di sepanjang tanggul/ bantaran sungai dengan lama genangannnya kurang dari 3 bulan.

2. Rawa lebak tengahan dengan kedalaman air genangan 50-100 cm. Terjadi genangan selama 3-6 bulan.

3. Rawa lebak dalam, genangan air lebih dari 100 cm selama lebih dari 6 bulan. Rawa lebak dalam biasanya terdapat di pedalaman menjauhi sungai.

(13)

Rawa Lebak peralihan adalah lahan rawa yang

pasang surutnya air masih dipengaruhi pasang surut air laut atau sungai. Pada lahan rawa lebak peralihan terjadi endapan air laut berupa lapisan pirit, biasanya pada kedalaman 80-120 cm di bawah permukaan tanah.

Lahan Rawa Potensial adalah lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit (kadar piritnya kurang dari 0,75%) atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman 50 cm. Lahan rawa ini cukup subur dan potensial untuk pertanian. Tanah yang mendominasi lahan rawa ini adalah tanah alluvial hasil pengendapan yang dibawa oleh air hujan, air sungai atau air laut.

Rawa Sulfat Masam Potensial atau Lahan Aluvial bersulfida dangkal adalah lahan yang tidak memiliki tanah gambut dan kedalaman lapisan piritnya kurang dari 50 cm. Pirit (FeS) adalah senyawa yang terbentuk dalam suasana payau. Lapisan pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit. Dalam keadaan tergenang senyawa pirit tidak berbahaya. Dalam keadaan kering senyawa pirit akan teroksidasi dan bila terkena air akan menjadi asam sulfat (air aki) yang sangat asam sehingga akar tanaman akan terganggu, unsur hara sukar diserap tanaman, unsur besi dan aluminium akan larut hingga meracuni tanaman. Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi tidak direkomendasikan untuk budidaya pertanian. Tanda-tanda lahan yang ada lapisan pirit adalah; 1) lahan ditumbuhi penuh oleh rumput purun tikus; 2) pada tanggul saluran terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning jerami;

(14)

3) di saluran drainase terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuning kemerahan.

Gambut adalah tanah hasil pelapukan bahan organik seperti daun, ranting kayu, semak dalam keadaan jenuh air dalam jangka waktu yang sangat lama. Di alam gambut sering bercampur dengan tanah liat dan berada pada lapisan paling atas.

Lahan Bergambut adalah Lahan dengan ketebalan tanah gambut kurang dari 50 cm. Lahan Gambut adalah

lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu;

1. Lahan gambut dangkal, lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm.

2. Lahan gambut sedang, lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm.

3. Lahan gambut dalam, lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm.

4. Lahan gambut sangat dalam, lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm.

(15)

III. TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAWA

1. PERSIAPAN LAHAN

Rawa Dangkal

 Membuat pematang sehingga terbentuk petakan-petakan, guna pematang tersebut untuk menahan air,  Tanah diolah sempurna dengan cangkul pada awal

musim penghujan. Traktor dapat digunakan pada awal musim hujan sebelum genangan air di petakan lahan tinggi. Diupayakan agar permukaan tanah rata di dalam setiap petakan,

 Persiapan lahan dengan traktor dapat mengurangi kepadatan tanah, untuk lahan bergambut dan gambut sebaiknya pengolahan tanah cukup menggunakan cangkul karena kalau menggunakan traktor sering terperosok,

 Pengolahan tanah lebih awal dapat mempercepat waktu tanam dan pertumbuhan padi. Disaat genangan air tinggi tanaman padi sudah tinggi sehingga terhindar dari rendaman air yang dapat mematikan tanaman padi.  Sebelum hujan datang di saat lahan masih kering, persiapan lahan dapat juga dilakukan dengan

menyemprotkan herbisida non selektif untuk

memberantas gulma.

Rawa Tengahan dan Rawa Dalam

 Diawal musim penghujan, persiapan lahan dapat dilakukan dengan cara membersihkan gulma dan sisa tanaman bekas pertanaman sebelumnya. Pembersihan

(16)

lahan dilakukan dengan arit sebelum petakan digenangi air, kemudian dapat digunakan traktor tangan.

 Sistem TOT (Tanpa Olah Tanah), penyemprotan gulma/rumput harus dilakukan di awal musim penghujan pada saat petakan lahan belum digenangi

air. Penyemprotan gulma lebih awal harus

diperhitungkan supaya proses pembusukan gulma tidak menunda waktu tanam. Penyemprotan gulma menjelang musim kemarau (setelah genangan air surut) berisiko tinggi yaitu terlambat waktu tanam sehingga akan kekeringan pada fase generative dan banyak bulir yang hampa.

 Jenis racun rumput (herbisida) yang digunakan biasanya herbisida non selektif seperti glifosat atau paraquat.

 Persiapan lahan dengan cara dibakar tidak dianjurkan karena lahan yang mengandung gambut akan terbakar dan menurunkan kesuburan tanah.

(17)

Gambar 3. Hand traktor mini untuk mengolah lahan rawa gambut dangkal.

2. PENGGUNAAN BENIH BERMUTU

Disadari bahwa benih menjadi salah satu input produksi yang mempunyai kontribusi nyata terhadap peningkatan produksi tanaman. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak, benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam. Bibit yang berasal dari benih yang baik ketika dipindahkan ke lahan pertanaman tumbuh lebih cepat dan akan memberikan hasil tinggi.

Cara mendapatkan benih bermutu

 Gunakan benih berlabel yang dapat dibeli di kios saprodi.

 Membuat benih sendiri dengan cara:

 Pilih tanaman yang tumbuhnya seragam, tidak ada tanaman yang berbeda pertumbuhannya seperti

(18)

tinggi, bentuk daun dan bila ada tanaman yang berbeda jangan diikut sertakan panen,

 Lakukan panen padi secara khusus untuk benih,  Hasil panen segera dirontok, dibersihkan dan

dikeringkan,

 Hasil penen untuk benih yang sudah dikeringkan dan sudah bersih disimpan dalam wadah yang aman seperti kantong plastik dan dimasukkan dalam kaleng,

 Simpan di tempat yang kering. Cara memilih benih

 Memilih benih yang baik dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan ZA atau larutan garam 3% dengan perbandingan 1 kg ZA dilarutkan dengan 3 liter air atau 30 gram garam dilarutkan dalam satu liter air. Jumlah benih yang dimasukkan disesuaikan dengan volume larutan ZA atau garam. Benih yang mengapung dibuang.

 Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek batang, sebelum benih disebarkan pada petak persemaian lakukan perlakuan benih dengan insektisida fipronil. Untuk hama keong mas dilakukan dengan cara dipungut/diambil atau menggunakan molokusida atau pestisida nabati.

3. VARIETAS UNGGUL

Untuk pertanaman padi di lahan rawa tahap pertama yang harus diperhatikan adalah memilih varietas yang

(19)

sesuai dengan kondisi lahan dan preferensi wilayah yang berhubungan dengan; 1) bentuk gabah; 2) kejernihan beras; dan 3) tekstur nasi sehingga memudahkan untuk pengembangannya. Disamping itu umur varietas dan toleransinya terhadap hama penyakit. Varietas yang berumur pendek (genjah) akan memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi dibandingkan varietas yang berumur panjang (dalam), terutama bila diperkirakan akan terjadi cekaman kekeringan. Beberapa varietas unggul sebagai alternatif yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa lebak seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Beberapa varietas unggul padi rawa yang ditanam di Provinsi

Bengkulu melalui kegiatan pengkajian dan diseminasi (tahun 2008 - 2014). Nama varietas Pengkajian Diseminasi Keterangan Visitor plot UPBS

Banyuasin   -  bentuk beras agak bundar, pulen Mendawak -  -  bentuk beras agak bundar agak pulen Lambur -  -  bentuk beras agak bundar, pulen Inpara-1    kurang disenangi,

perah

Inpara-2     disenagi, pulen Inpara-3    kurang disenagi,

(20)

Tabel 2. Varietas padi unggul serta ketahanannya terhadap hama dan

penyakit yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa lebak. Nama Varietas Umur

Panen Hasil (t/ha)

Tekstur Nasi

Ketahanan terhadap hama dan penyakit WCK HDB BCk Blast Barito 140-145 3 pera T-1 AT - - Mahakam 135-140 3-4 pera P-1,2,3 AT - - Kapuas 127 4-5 sedang T-1 T - - Musi 135-140 3-4 pera T-2 T - T

Sei Lilin 115-125 4-6 pera AT-2 - - AP

Sei Lalan 125-130 4-6 pera T-1,2,3 - - T

Lematang 125-130 4-6 pera T-1 - - AT

Banyuasin 115-120 4-6 pulen T-3 - T T

Batang Hari 125 4-6 pera T-1,2 T - T

Dendang 125 3-5 pulen T-1,2 - AT AT

Indragiri 117 4,5-5,5 Sedang T-2 T - T

Punggur 117 4,5-5 Sedang T-2,3 - - T

Margasari 120-125 3-4 Sedang AT-2 - - T

Martapura 120-125 3-4 Sedang AP - - T

Air tenggulang 125 5 pera T-1,2,3 T - T

Lambur 120 4 pulen AT-3 - - T

Mendawak 115 4 pulen AT-3 - - AT

IR-42 135-145 4,5-5,5 pera T-1,2 T - - Inpara-1 131 6,67 pera AT-WCk 1,2 T - T Inpara-2 128 6,08 pulen AT-WCk 1,2 T - T

Inpara-3 127 5,6 pulen AT-WCk 3 - - T

Keterangan:

T = Tahan WCK = Wereng Coklat AT = Agak Tahan 1,2,3 = Biotipe 1, 2, 3 AP = Agak Peka HDB = Hawar Daun Bakteri P = Peka BCk = Bercak Coklat

(21)

4. MEMBUAT PERSEMAIAN

Untuk varietas unggul baru supaya bibit tidak terlalu tua, persemaian untuk rawa dangkal, rawa tengahan dan rawa dalam harus terpisah sesuai dengan waktu tanam dan kedalaman genangan air.

Cara membuat persemaian

Persemaian padi di lahan rawa dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

 Persemaian basah, dilakukan di petakan sawah sebelum penyiapan lahan dengan membuat bedengan dan saluran drainase keliling.

 Persemaian kering, dilakukan pada lahan kering di tempat tertentu seperti di pematang.

 Persemaian terapung, dapat dilakukan dengan membuat rakit dari bambu atau batang pisang yang di atasnya di beri hamparan tanah/lumpur. Ukuran rakit 1 x 2 m2 dan di letakan di permukaan air.

 Keperluan benih 20-25 kg/ha, luas pesemaian ± 500 M2 untuk pertanaman 1 ha.

 Lahan untuk persemaian diolah sempurna, lebar bedengan 1 m dan panjang sesuai dengan ukuran petak lahan. Di atas bedengan taburkan pupuk organik seperti pupuk kandang dan sekam 2 kg/m2 agar bibit mudah

dicabut dan akar tidak banyak yang rusak.

 Rendam benih selama 24 jam, kemudian tiriskan, taburkan benih dengan merata kemudian tutup dengan lapisan tanah tipis.

(22)

Gambar 4. Persemaian di lahan gambut dangkal; (a) Benih yang

sudah direndam selama 24 jam, (b) Persiapan lahan persemaian, (c) Pertumbuhan bibit di persemaian, (d) Bibit siap dipindah ke lahan sawah.

5. PENANAMAN

Cara tanam dan populasi tanaman sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Cara tanam yang dianjurkan dengan system jajar legowo 4: 1 dan 2:1.

Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa, secara

harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo (panjang)”. Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-selingan antara dua atau lebih

(a) (b)

(23)

(biasanya dua tau empat) barisan tanaman padi dan satu baris kosong.

Pengertian Sistem Tanam Jajar Legowo

Prinsip dari system tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam.

 Legowo adalah cara tanam padi sawah/rawa yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah.

 Hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1.

 Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

 Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong.

 Tanaman padi yang berada di pinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dari pada tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi.

(24)

 Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada di pinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir).

Manfaat Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo  Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 %

yang diharapkan akan meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro.

 Dengan adanya baris kosong akan mempermudah

pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan

pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan kosong/lorong.

 Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya dan dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.

 Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan.

Jajar Legowo 4 : 1

Cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

(25)

Gambar 5. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 4 : 1 di

lahan rawa lebak pematang lahan mineral.

Jajar Legowo 2 : 1

Cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanaman antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

 Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya.

(26)

Gambar 6. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 2 :

1 di lahan rawa lebak pematang lahan mineral.

Gambar 7. Penerapan legowo 2 : 1

di lahan rawa gambut dangkal.

(27)

Cara Penerapan Jajar Legowo

Pembuatan barisan tanam

 Persiapkan alat garis tanam dengan ukuran jarak tanam yang dikehendaki. Bahan untuk alat garis tanam bisa digunakan kayu atau bahan lain yang tersedia serta biaya terjangkau.

 Lahan sawah yang telah siap ditanami, 1-2 hari sebelumnya dilakukan pembuangan air sehingga lahan dalam keadaan macak-macak.

 Ratakan dan datarkan sebaik mungkin. Selanjutnya dilakukan pembentukan garis tanam yang lurus dan jelas dengan cara menarik alat garis tanam (caplak) yang sudah dipersiapkan sebelumnya yang dibuat dengan ukuran legowo 2:1 atau 4:1, untuk lahan rawa lebak/rawa bergambut digunakan tali yang dibentang dari ujung ke ujung lahan.

Tanam

 Umur bibit padi yang digunakan sebaiknya kurang dari 21 hari. Gunakan 1-3 bibit per lubang tanam pada perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara tanam sebaiknya maju agar perpotongan garis untuk lubang tanam bisa terlihat dengan jelas.

 Apabila kebiasaan tanam mundur tidak menjadi masalah, yang penting populasi tanaman yang ditanam dapat terpenuhi.

 Pada alur pinggir kiri dan kanan dari setiap barisan legowo, populasi tanaman ditambah dengan cara menyisipkan tanaman di antara 2 lubang tanam yang tersedia.

(28)

Pemupukan pada system legowo

 Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Posisi orang yang melakukan pemupukan berada pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo.

 Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melalukan pemupukan 2 barisan legowo.

 Khusus cara pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan legowonya.

Penyiangan

 Penyiangan bisa dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan alat siang seperti landak/gasrok.

 Apabila penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu dipotong seperti penyiangan pada cara tanam bujur sangkar.

 Sisa gulma yang tidak tersiang dengan alat siang di tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

 Pada pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan alat semprot atau handsprayer, posisi orang berada pada barisan kosong di antara dua barisan legowo.

 Penyemprotan diarahkan ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo.

(29)

6. PENGELOLAAN AIR

Di lahan rawa lebak pengelolaan air sangatlah penting, terutama untuk menghindari fluktuasi genangan air yang tinggi dan yang datang sewaktu-watu bila ada hujan. Usaha yang sudah dilakukan oleh pemerintah ialah dengan membangun polder. Dalam pengelolaan air ditingkat skala mikro atau tingkat petani perlu dilakukan antara lain;

 Membuat galangan untuk mencegah masuknya air yang tinggi kedalam petakan pada musim penghujan atau untuk menahan air di dalam petakan pada musim kemarau.

 Membuat tebat (dam overflow) pada saluran tersier atau kuarter saat menjelang kemarau untuk menahan aair agar tidak habis terkuras dan aras (level) muka air tanah dapat dipertahankan < 60 cm khususnya pada musim kemarau.

 Membuat saluran atau kemalir di sekeliling petakan serta kemalir pada musim hujan. Kemalir dibuat dengan interval jarak 6-8 m dengan kedalaman saluran 20 cm dan lebar 30 cm di dalam petakan untuk drainase air sehingga tanaman padi tidak mati terendam.

 Saluran air perlu terutama untuk menghindari serangan keong mas yang cukup dominan di lahan rawa lebak, ataupun pencucian racun besi bila ada.

 Meratakan permukaan tanah sangat penting supaya air tergenang merata di dalam petakan. Kalau hal tersebut tidak dilakukan maka heteroginitas kesuburan tanah di

(30)

dalam satu hamparan tanah sangat tinggi dan akibatnya pertumbuhan tanaman padi tidak merata.

7. PEMUPUKAN

Beberapa kendala yang harus diperhatikan dalam pengelolaan pemupukan padi di lahan rawa:

1. Tanah di lahan rawa mempunyai kandungan unsur hara tanah relatif rendah. Untuk memperoleh hasil panen padi yang tinggi maka pengelolaan hara perlu menjadi salah satu perhatian yang serius.

 Berdasarkan hasil-hasil penelitian pemupukan di lahan rawa lebak secara umum rekomendasinya adalah Dosis pupuk anjuran: 90 kg N + 45-67,5 kg P2O5 + 50-60 kg K2O. Kalau di lahan rawa lebak

“bergambut/gambut” tambahkan 5 kg CuSO4 + 5 kg

ZnSO4 Per-ha.

 Pemberian unsur N sebaiknya dalam bentuk urea tablet, urea granul, urea briket dengan dosis 150-200 kg/ha, karena urea yang dipadatkan lambat melepaskan N sehingga sesuai untuk lahan yang selalu tergenang oleh air.

 Pupuk P dan K berdasarkan status unsur hara tanah, dan Pemberian pupuk daun PPC dan ZPT sesuai dengan rekomendasi.

(31)

Tabel 3. Dosis Pemupukan pada pertanaman padi lebak di musim

kemarau.

No. Jenis Tanah Dosis Pupuk Waktu dan cara pemberian 1 Bergambut - Urea 175 -200 kg/ha - SP-36 100-150 kg/ha - KCl 100 kg/ha - CuSO4 5 kg/ha - Kapur (dolomite) dosis rendah 500 kg/ha - Sepertiga bagian pupuk urea dan seluruh pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam. 2 Mineral - Urea 200 kg/ha - SP-36150 kg/ha - KCl 100 kg/ha - Sepertiga bagian pupuk urea dan seluruh pupuk SP-36 dan KCl - Dua pertiga

bagian pupuk urea diberikan pada saat tanaman berumur 1 bulan

Sumber: Balai Penelitian Lahan Rawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005.

2. Fluktuasi genangan air yang tidak menentu serta muka air yang tinggi menjadi kendala serius untuk menerapkan cara pemupukan yang efektif. Sebaiknya pupuk diberikan saat lahan macak-macak.

3. Untuk mendapatkan dosis pupuk spesifik lokasi gunakan alat perangkat uji tanah cepat seperti Perangkat Uji tanah rawa (PUTR).

(32)

 Dengan alat ini dapat diketahui status kisaran pH, hara N, hara P dan hara K dengan rekomendasinya Rendah, sedang dan tinggi. Dari hasil uji tanah dengan perangkat PUTR yang dilakukan diketahui berdasarkan deret standar warna (pH 2 hingga 8) misalnya < 4, maka kapur yang harus diberikan 500 kg/Ha, pH 4-8 kapur yang diberikan 1000 kg/ha dan pH > 8 kapur yang diberikan 2.000 kg/ha.

 Pengelompokan status hara N tanah pada bagan warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna kuning maka dikatagorikan status hara tanah N rendah artinya dosis pupuk urea yang diperlukan 300 kg/ha, status hara tanah N sedang dengan warna reaksi tanah pada tabung bewarna hijau mudah artinya pupuk urea yang harus diberikan 200 kg/ha, apabila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwana hijau, staus hara N tinggi maka pupuk urea yang diperlukan 100 kg/ha.

 Pengelompokan status hara P tanah pada bagan warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna biru sangat muda maka di katagorikan status hara tanah P rendah artinya dosis pupuk SP-36 yang diperlukan 150 kg/ha, status hara tanah P sedang dengan warna reaksi tanah pada tabung bewarna biru muda artinya pupuk SP-36 yang diperlukan 100 kg/ha, apa bila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwa

(33)

biru, staus hara P tinggi maka pupuk SP-36 yang diperlukan 50 kg/ha.

 Pengelompokan status hara K tanah pada bagan warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna orange maka dikatagorikan status hara tanah K rendah artinya dosis pupuk KCl yang diperlukan dengan pemberian jerami 2,5 t/ha, pupuk KCl yang diperlukan 125 kg/ha, status hara tanah K sedang dengan warna reaksi tanah pada tabung bewarna kuning dengan pemberian jerami 2,5 t/ha pupuk KCl yang diperlukan 75 kg/ha, apabila status hara K tinggi warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwana kuning muda, dengan pemberian jerami 2,5 t/ha maka pupuk KCl yang diperlukan 25 kg/ha. Kalau jeraminya tidak dikembalikan ke lahan maka keperluan pupuk KCl untuk yang status hara K rendah dosis pupuk KCl 150 kg/ha, status hara K sedang dosis pupuk KCl 100 kg/ha dan status hara K tinggi dosis KCl yang diperlukan 50 kg/ha.

4. Waktu Pemupukan

Pupuk diberikan secara bertahap dan dosis pupuk disesuaikan dengan hasil analisis tanah, namun sebagai panduan umumnya sebagai berikut:

(34)

Tabel 4. Waktu dan takaran pemberian pupuk pada pertanaman

padi lebak di musim kemarau.

Waktu pemupukan

Dosis dan Jenis Pupuk Urea

(kg/ha) (kg/ha) SP-36 (kg/ha) KCl Pupukan Dasar (7-14 ST) 33% 100% - Pupuk Susulan I (21-30 HST) 33% - 50% Pupuk Susulan II (35-45 HST) 33% - 50% 8. PENGENDALIAN GULMA

Gulma di lahan rawa lebak, pada musim kemarau akan tumbuh cepat karena genangan air menurun dan suhu relatif tinggi. Selama genangan air dan pengolahan tanah dikerjakan dengan baik maka infestasi gulma rendah. Pada Musim hujan biasanya infestasi di dominasi oleh gulma berdaun lebar yang senang dengan genangan air.

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara:  Penyiangan dengan tangan atau manual, gulma/rumput

disiang dengan tangan pada umur 21 dan 42 hari setelah tanam (hst).

 Penyiangan mekanis, dengan menggunakan landak atau gasrok selama genangan air tidak melebihi 10 cm. Cara

(35)

ini juga sekaligus menggemburkan dan memperbaiki aerasi tanah.

 Pemakaian herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh yang selektif. Herbisida pra tumbuh adalah herbisida yang disemprotkan sebelum guma tumbuh atau tumbuh awal seperti kecambah gulma. Herbisida purna tumbuh adalah herbisida yang disemprotkan pada saat gulma tumbuh aktif. Herbesida selektif artinya hanya membunuh gulma sasaran, dan sebaiknya pada saat penyemprotan alat semprot dilengkapi dengan sungkup agar bidang semprotan terarah. Sistem tanam jajar legowo dapat mempermudah pekerjaan penyemprotan. Penggunaan herbisida untuk pengendalian gulma harus dilaksanakan dengan hati-hati dan bijaksana dengan enam tepat, yaitu: tepat gunakan seperti Ally 76 WP, cara penyiangan dengan herbisida/racun rumput harus memenuhi persyaratan kondisi petakan harus macak-macak sehingga cairan herbisida sewaktu penyemprotan membasahi daun-daun gumla dan sampai kepermukaan tanah dan apabila menggunakan herbisida pasca tumbuh herbisida harus membasahi daun-daun gulma. Hujan yang datang setelah penyemprotan hanya akan menyebabkan pekerjaan menjadi sia-sia dan pemborosan. Contoh jenis herbisida yang dianjurkan ialah:

 Tepat mutu, herbisida yang digunakan berkualtas baik, efektifitas tinggi.

 Tepat sasaran, herbisa yang digunakan harus sesuai dengan kondisi dan jenis gulma.

(36)

 Tepat takaran, karena herbisida adalah racun, dosis yang digunakan harus terukur dan tepat sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

 Tepat waktu, digunakan/disemprotkan sesuai dengan fase pertumbuhan yang tepat. Herbisida pra tumbuh digunakan pada saat gulma belum tumbuh dan herbisida purna tumbuh digunakan pada saat gulma tumbuh aktif.

 Tepat aplikasi, cara yang digunakan harus tepat apakah ditabur dan larutan semprot sesuai dengan jenis herbisida.

 Tepat alat, alat semprot tidak bocor, nozel yang digunakan harus sesuai seperti nozel kipas.

9. PENGENDALIAN HAMA

Dasar dasar pengendalian hama dan penyakit pada padi rawa hampir sama dengan pengendalian padi sawah irigasi. Karena pengairan sulit diatur pengendalian secara kultur teknis sebagai salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) sulit dilakukan.

Tikus

Serangan hama tikus mulai dari persemaian sampai dengan hampir panen. Serangan hama tikus umumnya lebih berat pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara mekanis, musuh alami, fumigasi, penggunaan umpan beracun dan perbaikan aspek budidaya seperti waktu tanam yang tepat dan serempak, perbaikan sanitasi

(37)

lingkungan tanaman. Hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan antara lain adalah:

 Gropyokan rutin secara gotong royong

 Pemasangan umpan beracun dengan rodentisida

 Pemeliharaan musuh alami seperti anjing, kucing, burung hantu.

Wereng Coklat dan Wereng Hijau

Serangan Wereng Coklat dapat mengakibatkan kerusakan ringan sampai berat dari semua fase tumbuh, bibit, anakan, matang susu. Hama menghisap cairan dalam jaringan penangkutan tanaman padi. Serangan wereng hijau menyebabkan pertumbuhan padi terhambat dan penurunan jumlah anakan.

Cara pengendalian

 Hama Wereng Coklat dapat dikendalikan dengan varietas yang tahan.

 Dengan menggunakan jarak tanam yang tidak terlalu rapat atau menggunakan sistem tanam Jajar legowo.  Pergiliran varietas tanaman yang sesuai dengan

ekosistem daerah tersebut.

 Aplikasi insektisida yang berbahan aktif amiztran, karbofuran, bupofrezin, BPMC, karbosulfan dan fipronil Hama Putih Palsu

Serangan hama putih palsu umunya terjadi karena penanaman terlalu awal dari jadual tanam dan pemupukan Nirtogen yang tinggi (>200 kg N/ha).

Cara pengendalian

(38)

 Penyemprotan dengan insektisida secara bijaksana agar musuh alaminya seperti laba-laba tetap terpelihara. Penyemprotan dapat dilakukan apabila serangan mencapai  14%.

 Memusnakan tumbuhan inang seperti gulma purun tikus.

Penggerak Batang Padi

Hama penggerek batang padi yang disebabkan oleh serangga hamaTryphoriza innotata, dan Tryphoriza. Insertulas atau dikenal dengan sundep dan beluk. Hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan pada pengendalian hama penggerak batang adalah:

 Hama penggerek batang harus diamati secara intensif sejak dipersemaian sampai dengan panen. Apabila populasi ngengat tinggi dapat dikendalikan dengan insektisida seperti karbofuran dan fipronil.

 Insektisida butiran dapat digunakan pada saat genangan air surut dan insektisida cairan digunakan pada saat genangan air tinggi.

 Apabila fase generatif populasi ngengat tangkapan 300 ekor/minggu pada perangkap lampu aplikasikan insektisida cairan.

 Pada saat panen tunggul jerami dipotong rendah supaya perkembangan larvanya terganggu dan mengurangi populasi generasi berikutnya.

Keong Mas

Serangan yang keong mas mulai dari masih

(39)

Pengendalian yang paling utama adalah mencegah penyebaran keong mas pada areal baru. Pada lahan yang selalu tergenang keong akan berkembang cepat dan sulit dikendalikan. Pengendalian keong mas harus berkelanjutan untuk mencegah serangan pada tanaman musim berikutnya.

Cara pengendalian

 Membersihkan saluran air dari keong mas dengan cara mengambil dan memusnahkannya.

 Memasang saringan pada aliran air masuk untuk menjaring keong mas.

 Mengeringkan sawah 7 hari setelah tanam.

 Mengumpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya.

 Memasang ajir agar keong mas bertelur pada ajir dan telurnya dimusnahkan.

 Mengambil telur keong mas yang ada pada tanaman padi.

 Aplikasi pestisida pada saluran air (caren). Orong-Orong

 Serangan hama orong-orong sangat potensial di lahan gambut.

 Serangan hama orong-orong terjadi pada perakaran tanaman di bawah permukaan tanah.

 Tanaman yang terserang menjadi layu dan mati. Cara pengendalian

 Penggenangan daerah yang terserang terutama waktu tanam 1-2 minggu.

(40)

 Aplikasi insektisida berbahan aktif karbofuran. Kepinding Tanah

Serangan hama ini dengan cara menghisap cairan dari daun bagian pinggir dan menyebabkan tanaman menjadi kuning sampai orange. Pertumbuhan padi terhambat, penurunan jumlah anakan.

Cara pengendalian

 Hindari pemupukan nitrogen yang tinggi yang memicu perkembangan wereng hijau.

 Menanam dengan varietas yang tahan.

 Aplikasi insektisida dengan bahan aktif BPMC, Bufrezin, imidkloprid, Karbofuran, MIPC dan tamektosam.

10. PENGENDALIAN PENYAKIT Penyakit Blast

Penyakit Blast disebabkan oleh serangan jamur Pyricularia oryzae (P. grisea). Jamur ini menyerang tanaman padi pada berbagai ekosistem. Penyakit blast merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya padi karena bila terserang jamur Pyricularia oryzae ini akan mengakibatkan penurunan produksi hingga 70.

 Serangan masa vegetatif menimbulkan gejala blast daun (leaf blast) ditandai adanya bintik-bintik kecil pada daun berwarna ungu kekuningan. Bercak menjadi besar, berbentuk seperti belah ketupat pada bagian tengahnya berupa titik berwarna putih atau kelabu dengan bagian tepi kecoklatan.

(41)

 Serangan pada fase generatif menyebabkan pangkal malai membusuk, berwarna kehitaman dan mudah patah (busuk leher).

 Serangan pada daun muda, menyebabkan proses pertumbuhan tidak normal, daun menjadi kering dan mati. Blast daun banyak menyebabkan kerusakan antara fase pertumbuhan hingga fase anakan maksimum.

 Infeksi pada daun setelah fase anakan maksimum biasanya tidak menyebabkan kehilangan hasil yang terlalu besar, namun infeksi pada awal pertumbuhan sering menyebabkan puso terutama varietas yang rentan.

 Penggunaan fungisida pada fase vegetatif sangat dianjurkan apabila guna menekan tingkat intensitas serangan blast daun dan juga dapat mengurangi infeksi pada tangkai malai (blas leher).

Faktor yang mempengaruhi berkembangnya penyakit Blast:

Lingkungan, hamparan yang sudah pernah terjadi serangan blast, besar kemungkinan blast akan segera menyebar didukung oleh kelembaban dan suhu 24 ºC - 28 ºC.

Jarak Tanam, jarak tanam yang rapat bisa mengakibatkan kelembaban di sekitar tanaman akan meningkat, sehingga bisa mempercepat perkembangan jamur blast.

 Pemupukan, pemupukan unsur Nitrogen yang tinggi

(42)

Pyricularia oryzae. Pemupukan nitrogen yang tinggi menyebabkan ketersediaan nutrisi yang ideal dan lemahnya jaringan daun, sehingga spora blast pada awal pertumbuhan dapat menginfeksi optimal dan menyebabkan kerusakan serius pada tanaman padi.  Kebersihan Lahan, kebersihan lahan dari gulma juga

sangat mempengaruhi serangan blas. Pada lahan yang gulmanya tidak dikendalikan serangan blast lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang bebas gulma.

Benih yang tidak sehat, Benih padi yang digunakan bebas dari jamur Blast. Jangan menggunakan benih padi yang terserang blast, karena jamur blat bisa bertahan lama di dalam benih padi.

Pencegahan dan Pengendalian blast dengan menerapkan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada tanaman padi:  Penggunaan varietas tahan dan pembenaman jerami.  Penggunaan varietas baru yang tahan terhadap blast

sangat dianjurkan bagi daerah yang endemi terhadap blast.

 Pemupukan berimbang, Penggunaan pupuk sesuai anjuran terutama pada daerah-daerah endemi penyakit blast.

 Penggunaan Nitrogen yang tidak berlebihan dan dengan penggunaan kalium dan phosfat, dianjurkan agar dapat mengurangi infeksi blast di lapangan.

 Penggunaan kalium mempertebal lapisan epidermis pada daun sehingga masuknya spora pada jaringan daun akan terhambat dan tidak akan berkembang.

(43)

 Waktu tanam yang tepat, penanaman yang bertepatan banyak embun perlu dihindari agar pertanaman terhindar dari serangan penyakit blas yang berat. Oleh karena itu data iklim spesifik dari wilayah-wilayah pertanaman padi setiap lokasi perlu diketahui.

Penggunaan Fungisida:

 Penggunaan fungisida dianjurkan untuk daerah endemis penyakit blast dengan ketentuan pengendalian secara terpadu dan tepat guna.

Penyakit Tungro

Penyebab Penyakit dan Penularannya

 Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilli Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV) yang ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor).

 Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien perlu diwaspadai keberadaannya.

 Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat.

Gejala Serangan

 Tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna coklat.

(44)

 Perubahan warna daun dimulai dari ujung, meluas ke bagian pangkal.

 Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa.

 Infeksi virus tungro menurunkan jumlah malai per rumpun, malai pendek, jumlah gabah per malai rendah. Intensitas Serangan serangan tungro ditentukan:

 Tersedianya sumber tanaman terserang, adanya vektor (penular)

 Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman.

 Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro.

 Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak serempak.

Pengendalian penyakit tungro

 Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan

meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit.

Upaya pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang meliputi:

Waktu tanam tepat

 Waktu tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi populasi wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-bulan tertentu.

(45)

 Waktu tanam diupayakan agar pada saat terjadinya puncak populasi, tanaman sudah memasuki fase generatif (berumur 55 hari atau lebih).

 Karena serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Tanam serempak

 Diupaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak dilakukan secara serempak.

 Bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan sumber inokulum.

Menanam varietas tahan

 Menanam varietas tahan merupakan komponen penting dalam pengendalian penyakit tungro.

 Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh wereng hijau. Walaupun terserang.

 Varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal.

Memusnahkantanaman yang terserang

 Memusnahkan (Eradikasi) harus dilakukan sesegera mungkin setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut seluruh tanaman sakit kemudian dibenamkan dalam tanah atau dibakar.

 Untuk efektifitas upaya pengendalian, eradikasi mesti dilakukan di seluruh areal dengan tanaman terinfeksi, eradikasi yang tidak menyeluruh berarti menyisakan sumber inokulum.

(46)

Pemupukan N yang tepat

 Pemupukan N berlebihan menyebabkan tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi inveksi tungro.

 Penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu pemupukan yang paling tepat.

 Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman tidak akan menyerap N secara berlebihan.

Penggunaan pestisida

 Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau pada pertanaman padi yang menerapkan pola tanam serempak.

 Infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian, menggunakan insektisida confidor ternyata cukup efektif.

 Penggunaan insektisida sistemik butiran (carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro.

Penyakit Hawar Daun Bakteri

Penyakit kresek atau hawar daun bakteri (bacterial leaf blight) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae. Penyakit umumnya banyak terdapat pada padi yang dipindah pada umur yang lebih muda. Selain itu juga terdapat lebih banyak pada tanaman yang dipotong ujungnya pada saat pemindahan. Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun bakteri (HDB) dapat mencapai 60% - 70 %.

(47)

Gejala Serangan

 Gejala Penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari bentuk garis lebam berair pada bagian tepi daun.

 Bercak bisa mulai dari salah satu atau kedua tepi daun yang rusak dan berkembang menutup seluruh helaian daun.

 Tanaman padi yang terserang penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada fase awal pertumbuhan, tanaman layu dan akhirnya mati. Gejala inilah yang biasanya oleh petani disebut dengan penyakit kresek.

 Sedangkan pada tanaman dewasa serangan mulai dari tepi daun berwarna keabu-abuan dan akhirnya

mengering sehingga tanaman tidak dapat

berfotosintesis dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman terganggu.

 Serangan pada saat tanaman berbunga, hawar daun bakteri dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan mengurangi hasil sampai 50-70% akibat pengisian gabah terhambat sehingga gabah hampa meningkat.

 Serangan penyakit hawar daun bakteri menyerang tanaman padi mulai dari persemaian sampai tanaman padi menjelang panen.

 Infeksi dimulai dari bagian daun melalui luka seperti bekas potongan bibit padi atau lubang alami daun seperti stomata (lubang daun) dan merusak klorofil daun, sehingga kemampuan daun untuk melakukan

(48)

fotosintesis menjadi menurun dan pertumbuhan tanaman terhambat.

 Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini biasanya menyerang tanaman padi pada saat musim hujan.  Kondisi pertanaman dengan kelembaban yang tinggi

dan pemupukan yang tidak berimbang dengan dosis pupuk nitrogen yang tinggi.

Menanam Varietas Padi Tahan Hawar Daun Bakteri (HDB)  Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dengan

menanam varietas yang tahan terhadap serangan penyakit hawar daun bakteri ini.

 Tingkat ketahananan terhadap hawar daun bakteri ini bervariasi antara agak tahan dan tahan.

 Varietas yang tahan ditanam pada suatu wilayah tertentu dapat menjadi varietas yang rentan jika ditanam pada wilayah lainya, hal ini disebabkan karena strain/patotipe HDB ini cepat bergeser dari wilayah yang satu ke wilayah yang lain.

Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dengan teknik budidaya:

 Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dilakukan secara terpadu dengan menggunakan teknik budidaya.  Teknik budidaya yang disarankan antara lain dengan

perlakuan bibit dan pergiliran varietas.

 Menanam dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat,  Irigasi/pengairan secara berselang (intermiten),

(49)

 Tidak dianjurkan memotong daun bibit dan akar pada saat tanam, karena akan mempermudah infeksi bakteri HDB.

 Strain/Patogen HBD ini biasanya menginfeksi melalui luka bekas potongan pada bibit padi yang ditanam.  Serangan Penyakit hawar daun bakteri dipicu juga oleh

keadaan lingkungan sekitar pertanaman dengan kelembaban yang tinggi.

 Untuk menekan perkembangan HBD ini dilakukan dengan menanam padi dengan jarak yang tidak terlalu rapat.

 Pengairan dilakukan secara berselang (intermiten) sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dan jangan menggenangi tanaman padi secara terus menerus.  Hawar daun bakteri juga berkembang pada tanaman

padi yang dipupuk dengan pupuk Nitogen dengan dosis yang tinggi tanpa diimbangi dengan pupuk Kalium.  Pupuk Nitrogen yang tinggi akan memacu pertumbuhan

vegetatif tanaman, tetapi tanaman kurang tahan terhadap infeksi bakteri patogen Xoo.

 Untuk menekan perkembangan hawar daun

bakteri pemupukan tanaman padi harus dilakukan secara berimbang. Pupuk Nitrogen yang diaplikasikan harus diimbangi dengan aplikasi pupuk Kalium.

 Penggunaan bakterisida secara bijaksana dan sesuai dengan rekomendasi setempat.

(50)

11. PANEN DAN PASCA PANEN

Panen dilakukan dengan menggunakan sabit bergerigi atau sabit biasa yang tajam. Biasanya yang melakukan panen tenaga kerja wanita dan hasil sabitan diketakkan pada tunggul padi selama 1 hari agar gabah kering oleh sinar matahari. Tenaga kerja laki-laki mengumpulkan hasil panen ke tempat yang sudah disiapkan untuk dirontok dengan power thresher atau pedal thresher (tergantung alat perontok yang dimiliki petani/kelompok tani). Hasil perontokan dimasukkan dalam karung dan disimpan di rumah/gudang. Panen dapat juga dilakukan dengan menggunakan mesin panen, dan kondisi lahan saat panen harus kering.

Gambar 8. Panen padi rawa Inpara 2 di lahan rawa lebak pematang tanah mineral Desa Karang Anyar Kabupaten seluma tahun2011/2012.

(51)

Gambar 9. Panen padi Inpara 2 di lahan rawa lebak gambut dangkal Desa Panca Mukti Kec. Pondok Kelapa Kabupateng Bengkulu Tengah tahun 2014.

(52)

PENUTUP

Lahan sub optimal baik lahan kering masam maupun lahan rawa yang mempunyai potensi cukup besar tidak akan memberikan mafaat bagi kehidupan umat manusia. Buku yang kami buat ini dengan judul PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA bersumber dari beberapa bahan bacaan dan pengalaman penerapan komponen teknologi budidaya padi rawa melalui kegiatan Pengkajian dan diseminasi yang dilaksanakan BPTP Bengkulu dari tahun 2008 sampai 2014. Buku ini diharapkan dapat membantu memberikan pengertian dan pemahaman kepada petugas lapang atau siapa saja yang berusahatani di lahan rawa.

Potensi yang cukup besar harus segera di manfaatkan secara optimal dengan penerapan inopasi teknologi tepat guna sesuai dengan kareteristik sumberdaya lahan dan sumber daya mnusianya untuk kesejahteraan petani yang mencari penghidupan pada ekosistem lahan rawa.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabri, Muhammad., Ladiyani Retno Widowati, Eviat. 2011. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Rawa (Swampland Soil TesKit: Acid Sulpate Soils) Versi 0.1. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 19 halaman.

Ahmad Suryana. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak. Pedoman Bagi Penyuluh Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 42 halaman.

Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman Pangan 2010. Pedoman Produksi Benih Sumber Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30 halaman.

Eddy, dkk. 2011/2012. Laporan kegiatan diseminsi Visitor Plot Teknologi Budidaya di Kabupaten Seluma dan Laporan Pengkajian Lahan Sub Optimal di Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2013. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.

BPS Provinsi Bengkulu, 2013. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Ar-Riza, I. 2005. Pedoman Teknis Budidaya Padi di Lahan Lebak. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28 halaman.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2003. Kerja sama BLITPA, BP2TP, BPTP SUMUT, BPTP JATIM, BTP NTB, BPTP SULSEL, BPTP KALTIM, IRRI.

Gambar

Gambar 1. Penerapan Legowo 2 : 1 (a) dan Legowo 4 : 1 (b), varietas  Inpara  2  pada  rawa  lebak  dangkal  tanah  mineral  di  Desa  Karang Anyar Kabupaten Seluma
Gambar 2. Lahan sawah rawa gambut dangkal.
Gambar 3.  Hand traktor   mini untuk mengolah lahan rawa  gambut dangkal.
Tabel 1.  Beberapa varietas unggul padi rawa yang ditanam di Provinsi  Bengkulu melalui kegiatan pengkajian dan diseminasi (tahun  2008 - 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan informan dilakukan dengan sengaja (purposif) yakni meliputi individu-individupada kedua kelompok teman sebaya dalam hal ini kelompok punk, juga orang tua dan

Dengan mempertimbangkan hal melalui proses perhitungan production rate sulphuric acid plant, steam turbine generator, dan coal boiler plant , ditemukan kebutuhan produksi

Ketiga : Kebijakan panduan rujukan pasien HIV/AIDS di RSAU Dr.M.Salamun sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Tingginya zona hambat pada ekstrak air kulit kayu rambai menunjukkan bahwa ekstrak air memiliki kepolaran senyawa antibakteri yang lebih tinggi daripada ekstrak etanol,

Social studies learning competency is divided into four integrated parts, such as spiritual, social, knowledge and skill. In order to achieve those competencies,

Termasuk diantaranya lembaga pendidikan Islam seperti sekolah/madrasah, pondok pesantren bahkan kini bermunculan modifikasi sekolah/madrasah dengan sistem pondok yang disebut

Mengumumkan besar dana yang diterima dan dikelola oleh sekolah dan rencana penggunaan dana BOS (RKAS) di papan pengumuman sekolah yang ditandatangani oleh

We undertook a study to de®ne the impacts of management strategies and grazing histories on the spatial distribution of soil microbial biomass in zones around different species