• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

63

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN

PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI

AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK

SISWA SEKOLAH DASAR

KARTIKA WANDINI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

KARTIKA WANDINI. A54104046. Pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik terhadap Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH.

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar. Tujuan khususnya adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga pada lingkungan pembelajaran, 2) Mengidentifikasi pola asuh belajar, motivasi belajar, potensi akademik dan prestasi akademik siswa pada situasi lingkungan pembelajaran, 3) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar siswa, 4) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar siswa, 5) Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa, 6) Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik dengan prestasi akademik siswa, 7) Menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa.

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian dilakukan di tiga sekolah dasar dari tiga model lingkungan pembelajaran berbeda yang dipilih secara purposive, yaitu SDN Sukadamai 3 (kelompok 1), SD Amaliah (kelompok 2) dan SD Citra Alam (kelompok 3). Pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei 2008. Contoh adalah keluarga inti lengkap yang memiliki anak kelas IV dan V sekolah dasar. Pada masing-masing sekolah dipilih secara purposive 30 contoh untuk dianalisis lebih lanjut.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, pola asuh belajar (gaya pengasuhan dan fasilitas belajar), motivasi belajar, dan potensi akademik. Data sekunder meliputi prestasi akademik dan keadaan umum lingkungan pembelajaran. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Pengolahan dan analisis data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) 10,0 for Windows.Untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel contoh di ketiga lingkungan pembelajaran digunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Duncan. Untuk menganalisis hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Spearman dan Chi-Square. Untuk menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik terhadap prestasi akademik contoh digunakan analisis regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur contoh pada ketiga lingkungan pembelajaran adalah 10,4 tahun, dengan kisaran umur antara 10,0-11,4 tahun (73,3%) dan jenis kelamin perempuan (53%) sebagai proporsi terbesar. Proporsi terbesar tingkat pendidikan orang tua adalah Perguruan Tinggi (83,9%), pekerjaan ayah adalah pegawai swasta (50%) dan pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga (42%). Sementara itu, proporsi terbesar pendapatan utama ayah adalah Rp.7.500.001-10.000.000 (24,4%), dan tidak memiliki pendapatan tambahan (77,8%), untuk ibu tidak memiliki pendapatan utama (35,6%) dan tambahan (90%). Rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, terdapat perbedaan tingkat pendidikan orang tua (p<0,01), jenis pekerjaan orang tua (p<0,01), tingkat pendapatan utama ibu (p<0,01) dan tingkat pendapatan tambahan ayah (p<0,01) antar kelompok lingkungan pembelajaran.

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, tidak terdapat perbedaan motivasi belajar, gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar antar kelompok lingkungan pembelajaran, namun terdapat perbedaan pada potensi akademik contoh (p<0,01) dan prestasi akademik (p<0,01). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan potensi

(3)

akademik dan prestasi akademik, terdapat pada contoh di Kelompok 1 dengan contoh di kelompok 2 dan di kelompok 3.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara umur dengan motivasi belajar (p<0,01; rs=-0,416). Berdasarkan hasil uji

Chi-Square, tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi belajar.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan gaya pengasuhan orang tua, namun terdapat hubungan negatif antara umur dengan fasilitas belajar (p<0,05; rs=-0,211). Berdasarkan hasil uji Chi-Square,

terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan gaya pengasuhan orangtua (p<0,01), namun tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan fasilitas belajar. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar. Berdasarkan hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan antara jenis pekerjaan ayah dengan gaya pengasuhan orang tua (p<0,01), namun tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan gaya pengasuhan orang tua, dan antara jenis pekerjaan orang tua dengan fasilitas belajar contoh. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan antara besar keluarga dengan gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar contoh.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara gaya pengasuhan orang tua dengan motivasi belajar (p<0,05; rs=0,270) dan

antara fasilitas belajar dengan motivasi belajar (p<0,05; rs=0,261). Berdasarkan hasil uji

Chi-Square, tidak terdapat hubungan antara lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan, terdapat hubungan positif antara gaya pengasuhan orang tua dengan prestasi akademik (p<0,05; rs=0,254) dan antara fasilitas

belajar dengan prestasi akademik (p<0,01; rs=0,333). Berdasarkan hasil uji Chi-Square,

terdapat hubungan (p<0,01) antara lingkungan pembelajaran dengan prestasi akademik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan, tidak terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi akademik, namun terdapat hubungan positif antara potensi akademik dengan prestasi akademik (p<0,01; rs=0,651). Hasil analisis regresi linear

berganda menunjukkan bahwa 59,8 persen prestasi akademik dipengaruhi oleh faktor gaya pengasuhan orang tua, lingkungan pembelajaran dan potensi akademik.

Mengingat gaya pengasuhan berpengaruh terhadap prestasi akademik, maka disarankan kepada para orang tua agar dapat menerapkan gaya pengasuhan yang baik. Orang tua diharapkan dapat memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun dengan kebebasan yang tidak mutlak dan bimbingan yang penuh pengertian. Mengingat sekolah berpengaruh terhadap prestasi akademik, maka disarankan kepada pihak sekolah agar dapat menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang minat siswa untuk giat belajar. Guru diharapkan dapat menerapkan cara mengajar yang memungkinkan siswa untuk mudah memahami materi pelajaran dan melakukan aktivitas belajar dengan penuh percaya diri

(4)

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN

PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI

AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK

SISWA SEKOLAH DASAR

KARTIKA WANDINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

JUDUL : PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

NAMA : Kartika Wandini NOMOR POKOK : A54104046

Disetujui Dosen Pembimbing

Ir. Melly Latifah, M.Si Nip. 131879327

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam kehadirat Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis.

2. Ir. Ratna Megawangi, M.Sc, Ph.D yang telah meluangkan waktu untuk memberi masukan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing seminar dan dosen penguji atas arahan dan saran yang diberikan.

4. Katrin Roosita, Sp, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

5. SD Negeri Sukadamai 3 Bogor, SD Islam Amaliah Ciawi, dan SD Citra Alam Ciganjur atas ijin yang telah diberikan sehingga penulis dapat melakukan penelitian. 6. Teman-teman Pondok Surya, Wiwik dan Fiska (STK 41) atas masukan kepada

penulis selama masa pengolahan data.

7. Best friends (Devita, Rizka, Ima, Veny, Ratna, Lia, Angel, Dedew, Ani, Devy, Inur, Rika, Ira, Ana (GMK 40)) dan seluruh GAMASAKERS 41 yang tidak penulis sebutkan satu per satu.

8. M. Idris yang telah banyak memberi perhatian dan bantuan kepada penulis.

9. Kakak, Ayah, dan Ibu atas kasih sayang, doa serta dukungan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini menjadi awal kebanggaan untuk Ayah dan Ibu.

10. Pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memperhatikan dunia pendidikan.

Bogor, Agustus 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Kartika Wandini, lahir di Jakarta, pada 11 Desember 1986 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 02 Pagi Rambutan Jakarta Timur pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri 7 Model Jakarta dan menyelesaikan studi pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU negeri 58 Jakarta dan menyelesaikan studi pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi antara lain Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA), GMSK English Club (GEC), dan Bina Desa. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitian dan menjadi ketua panitia Food Nutrition Competition X dalam rangkaian Nuansa Pangan dan Gizi Keluarga X. Tahun 2006, penulis menjadi finalis dalam Project Proposal Competition yang diadakan oleh Meat and Livestock Australia. Penulis juga menjadi finalis dalam rangka Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Bidang Pendidikan tingkat IPB.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL…... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Perumusan Masalah... Tujuan Penelitian... Kegunaan Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA ... Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar... Prestasi Akademik………... Potensi Akademik…... Motivasi Belajar…... Pola Asuh Belajar………... Lingkungan Pembelajaran... Karakteristik Keluarga... Pendidikan Orang Tua... Pekerjaan Orang Tua... Pendapatan Keluarga... Besar Keluarga... Karakteristik Individu... Umur... Jenis Kelamin………... KERANGKA PEMIKIRAN ... METODE PENELITIAN ... Desain, Tempat dan Waktu ... Penarikan Contoh... Jenis dan Cara Pengambilan Data ... Pengolahan dan Analisis Data... Definisi Operasional... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Karakteristik Individu Contoh... Karakteristik Keluarga Contoh...

iii v vi 1 1 3 4 4 5 5 6 7 8 9 12 13 13 14 14 15 16 16 17 18 20 20 20 20 21 23 25 25 26

(9)

Keadaan Umum Lingkungan Pembelajaran…... Pola Asuh Belajar, Motivasi Belajar, Potensi Akademik, dan Prestasi

Akademik Contoh pada Lingkungan Pembelajaran…….…………... Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Motivasi Belajar Contoh Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dengan Pola

Asuh Belajar Contoh………..…. Hubungan antara Pola Asuh Belajar dan Lingkungan Pembelajaran

dengan Motivasi Belajar Contoh……… Hubungan antara Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik dengan Prestasi Akademik Contoh………...… Pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, dan Potensi

Akademik terhadap Prestasi Akademik Contoh

KESIMPULAN DAN SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 30 32 36 38 47 49 54 57 59 62

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data... 21

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan rentang umur ... 25

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin... 26

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua... 26

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua... 27

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan utama orang tua ... 28

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan tambahan orangtua... 29

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga... 30

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan gaya pengasuhan... 33

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan gaya pengasuhan ... 33

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas belajar... 34

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar... 34

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik... 35

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik... 36

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan umur dan motivasi belajar... 37

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan motivasi belajar ... 38

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan umur dan gaya pengasuhan ... 39

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan fasilitas belajar ... 40

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan gaya pengasuhan.... 40

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan fasilitas belajar... 41

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan gaya pengasuhan... 42

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan fasilitas belajar ... 43

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua dan gaya pengasuhan ... 44

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua dan fasilitas belajar ... 45

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pola asuh belajar (gaya pengasuhan dan fasilitas belajar )... 46

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh belajar dan motivasi belajar……… ... 47

(11)

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan pembelajaran dan

motivasi belajar ... 49 Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas belajar dan prestasi

Akademik ... 50 Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan pembelajaran dan

prestasi akademik ... 51 Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar dan prestasi

akademik ... 52 Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik dan prestasi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Hubungan Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran,

Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik dengan Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar ... 19

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil analisis Kruskal-Wallis... 63

Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendidikan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran... 63

Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendidikan ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran ... 64

Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan untuk pekerjaan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran ... 64

Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan untuk pekerjaan ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran ... 64

Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendapatan tambahan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran ... 64

Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendapatan utama ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran ... 65

Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan untuk potensi akademik contoh pada tiga lingkungan pembelajaran... 65

Lampiran 9 Hasil uji lanjut Duncan untuk prestasi akademik contoh pada tiga lingkungan pembelajaran... 65

Lampiran 10 Hasil analisis korelasi Rank-Spearman ... 66

Lampiran 11 Hasil analisis Chi-Square ... 67

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prestasi akademik adalah cerminan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah dan dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses belajar. Berdasarkan teori Erikson, anak usia sekolah berada pada fase industry versus inferiority (Papalia & Olds 1989; Gunarsa 2006). Pada fase tersebut, anak sedang membangun kepribadiannya. Apakah anak akan menjadi pribadi yang merasa mampu dan percaya diri (industry) atau sebaliknya, merasa rendah diri (inferiority) sangat tergantung kepada stimulasi psikososial yang diperoleh di rumah, sekolah, dan lingkungan teman sebaya.

Nilai rapor dapat menjadi pemacu anak dalam mengembangkan rasa industry. Nilai rapor yang memuaskan akan membuat anak merasa mampu dan percaya diri di bidang akademik. Selanjutnya, hal tersebut akan memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Menurut Suryabrata (2005), rasa industry membantu anak mencapai prestasi akademik yang diharapkan, sehingga makin menumbuhkan rasa percaya diri. Sebaliknya, bila prestasi akademik anak kurang atau buruk, maka akan menumbuhkan rasa inferiority yang selanjutnya menghambat prestasi akademik. Dengan demikian, prestasi akademik menjadi penting artinya bagi anak usia sekolah dalam membangun kepribadiannya.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri atau pun luar diri anak. Faktor dalam diri yang dapat mempengaruhi prestasi akademik anak antara lain, motivasi belajar dan potensi akademik. Menurut Suciaty dan Irawan (2001), motivasi belajar memberi kontribusi sebesar 36% terhadap prestasi belajar, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kecerdasan (potensi akademik). Apabila anak mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal, maka secara potensi, anak dapat mencapai prestasi yang baik. Namun, potensi saja tidak dapat dijadikan jaminan keberhasilan. Sadli (1986) menyatakan bahwa potensi akademik tanpa rangsangan pendidikan, pengalaman, serta latihan yang tepat, akan membuat potensi tidak berkembang optimal, sehingga prestasi yang dicapai juga tidak optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai prestasi yang diharapkan, dibutuhkan dukungan positif dari faktor luar (orang tua dan sekolah).

Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan motivasi belajar dan mencapai prestasi akademik. Peran tersebut diterapkan orang tua melalui pola asuh belajar. Cara orang tua dalam menerapkan pola asuh belajar dipengaruhi oleh kondisi

(15)

keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2006; Hurlock 1981). Selain itu, untuk mewujudkan prestasi akademik, diperlukan adanya kerjasama antara orang tua dengan pihak sekolah. Peran sekolah dalam mewujudkan prestasi akademik, dapat dijelaskan melalui berbagai hal, antara lain kegiatan belajar mengajar, keadaan dan fasilitas sekolah, peraturan sekolah, guru, dan cara penyajian materi pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran di sekolah, motivasi belajar, dan potensi akademik berperan dalam menunjang prestasi akademik anak. Mengingat pentingnya prestasi akademik bagi pengembangan kepribadian anak, maka penting untuk meneliti pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi akademik.

(16)

Perumusan Masalah

Prestasi akademik berperan penting dalam membangun kepribadian anak usia sekolah. Dengan prestasi akademik yang baik akan terbangun rasa percaya diri (industry) pada anak. Sebaliknya, bila prestasi akademiknya buruk, akan timbul rasa rendah diri (inferiority) pada anak.

Prestasi akademik dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam atau pun luar. Motivasi belajar dan potensi akademik adalah dua dari beberapa faktor dalam diri yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Dalam pengembangannya, motivasi dan potensi membutuhkan stimulus dari lingkungan (orang tua dan sekolah) agar bisa mencapai hasil yang optimal. Stimulus yang diberikan orang tua, diterapkan melalui pola asuh belajar di rumah, sedangkan stimulus dari sekolah diwujudkan melalui situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran.

Untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prestasi akademik, perlu diketahui melalui penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi saran yang mendukung peningkatan prestasi akademik.

Berdasarkan hal tersebut, maka yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar, hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar, hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar, hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik dengan prestasi akademik. Pada akhirnya, sejauh mana pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik menjadi penting untuk diteliti. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi masukan untuk perbaikan prestasi akademik.

(17)

Tujuan Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar.

Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga pada lingkungan pembelajaran siswa sekolah dasar.

2. Mengidentifikasi pola asuh belajar, motivasi belajar, potensi akademik dan prestasi akademik siswa pada lingkungan pembelajaran.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar siswa sekolah dasar.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar siswa sekolah dasar.

5. Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa sekolah dasar.

6. Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik dengan prestasi akademik siswa sekolah dasar.

7. Menganalisis pengaruh motivasi belajar, pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar.

Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para orang tua dan para pendidik tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa sekolah dasar. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia generasi penerus bangsa melalui peningkatan kualitas pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa sekolah dasar. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan keilmuan, khususnya di bidang perkembangan dan pendidikan anak usia sekolah.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

Berdasarkan teori perkembangan Papalia dan Old, pada usia 6 hingga 12 tahun anak berada pada masa usia sekolah. Menurut Kogan (1966) dalam Turner dan Helms (1990), pada usia sekolah anak berada pada periode kritis. Periode tersebut merupakan periode tertentu ketika lingkungan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kognitif seorang anak. Hawadi (2001) menambahkan, bila pada masa tersebut anak membentuk kebiasaan untuk mencapi sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Apabila anak mengembangkan kebiasaan untuk bekerja sesuai, di bawah, atau di atas kemampuan, maka kebiasaan ini akan menetap dan cenderung mengenai semua bidang kehidupan tidak hanya di bidang akademik. Menurut Hurlock (1991), perbedaan seks dalam pertumbuhan fisik hampir tidak tampak secara nyata hingga akhir masa kanak-kanak. Namun, anak laki-laki cenderung lebih pendek dan ringan daripada anak perempuan dengan usia yang sama hingga matang secara seksual.

Salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah adalah mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung (Hurlock 1991). Menurut Suryabrata (1982), pada akhir sekolah dasar terdapat beberapa sifat khas pada anak, antara lain minat realistik ingin tahu dan ingin belajar, minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, sampai kurang lebih usia sebelas tahun anak pada umumnya menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas, anak berusaha menyelesaikan tugas sendiri, dan anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah.

Menurut pandangan Sigmund Freud, pada usia sekolah terjadi perkembangan yang luar biasa secara menyeluruh pada setiap aspek perkembangan (Gunarsa 2006). Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, usia 7-12 tahun tergolong masa konkrit operasional. Pada masa itu, anak sudah dapat berfikir logis dan mulai mengenal adanya hubungan fungsional (Soeitoe 1982). Anak mempunyai struktur kognitif untuk dapat berpikir dan melakukan tindakan tanpa bertindak secara nyata. Namun, apa yang dipikirkan masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik, dan benda yang nyata. Oleh karena itu, benda-benda atau kejadian yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas masih sulit dipikirkan oleh anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson, pada masa usia sekolah, anak berada pada fase industry versus inferiority. Fase industry adalah fase ketika anak memiliki keyakinan untuk mampu melakukan sesuatu. Namun disisi lain, Erikson juga

(19)

menyebutkan bahwa fase inferiority seringkali timbul pada anak usia sekolah. Fase ini terjadi ketika anak menemui kegagalan dan merasa kegagalan tersebut terlihat dihadapan orang lain sehingga akan timbul rasa rendah diri (Gunarsa 2006).

Prestasi Akademik

Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie, yang berarti hasil usaha (Abdullah 2008). Menurut Winkel (1996) dalam Ridwan (2008), belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan. Belajar menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, dan nilai sikap. Prestasi akademik merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa untuk menerima, menolak, dan menilai informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar (Ridwan 2008).

Setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan. Prestasi akademik yang dicapai seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran setelah mengalami proses belajar. Menurut Somantri (1978) dalam Nurani (2004), prestasi akademik adalah hasil yang dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu pada mata pelajaran tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka dan dirumuskan dalam rapor.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Untuk mencapai prestasi akademik yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Hawadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat berasal dari dalam diri (faktor-faktor intrinsik) dan luar diri seseorang (faktor ekstrinsik). Adapun faktor intrinsik yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain potensi akademik, bakat, minat dan motivasi belajar, sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain keadaan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah (Ridwan 2008). Menurut (Gunarsa dan Gunarsa 2006), kurangnya hasrat untuk berprestasi pada siswa dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain ketidakpuasan terhadap prestasi yang diperoleh dan kurangnya rangsangan dari pihak sekolah atau orang tua dan guru yang terlalu menekan.

Potensi Akademik

Potensi adalah salah satu kemampuan manusia untuk melakukan suatu kegiatan. Turner dan Helms (1990) mengindikasikan bahwa potensi yang dimiliki seseorang berasal dari faktor genetik yang diwarisi orang tua, sementara dalam

(20)

perkembangannya ada pengaruh dari faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Turner dan Helms, bila anak kembar identik dibesarkan pada lingkungan yang sama, maka kecerdasan anak dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Apabila anak kembar tersebut dibesarkan pada lingkungan yang berbeda dan ternyata memiliki kecerdasan berbeda, maka lingkungan berperan penting untuk membantu anak mengoptimalkan potensi, sedangkan bila kecerdasan anak tersebut sama, diasumsikan karena adanya persamaan genetik. Sementara itu, bila anak kembar dengan genetik yang berbeda dibesarkan pada lingkungan yang sama dan lingkungan menunjukkan sebagai faktor yang signifikan, maka hal ini sama seperti hubungan yang terjadi pada anak kembar identik.

Potensi menyangkut persoalan kecerdasan atau inteligensi yang merupakan struktur mental untuk mewujudkan kemampuan dalam memahami sesuatu (Sardiman 2005). Kecerdasan (potensi akademik) merupakan salah satu aspek penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. jika anak mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi anak dapat mencapai prestasi yang tinggi. Semakin tinggi kemampuan intelegensi anak, maka semakin besar peluang untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang maka semakin kecil peluang untuk meraih sukses (Muhibbin 1999 dalam Ridwan 2008).

Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif Piaget, usia sekolah berada pada tahapan konkrit operasional. Tahapan ini menjelaskan bahwa kemampuan anak untuk berkomunikasi dan berpikir semakin baik dibanding tahapan sebelumnya tetapi cara berpikir anak masih terbatas pada apa yang ada dihadapan anak dan apa yang terjadi saat itu (Papalia & Olds 1989).

Terdapat dua pendapat mengenai dapat tidaknya inteligensi dikembangkan. Pertama, menurut Binet dan W. Stern, inteligensi tidak dapat di kembangkan. Kedua, menurut Kohnstamm, inteligensi dapat dikembangkan, namun hanya mengenai segi kualitas dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Karena setiap manusia memiliki batas yang berlainan, maka pengembangan hanya sampai pada batas kemampuan (Sujanto 2004). Menurut Atmodiwirjo (1993) dalam Novita (2007), untuk mencapai kompetensi intelektual yang optimal diperlukan potensi intelektual yang cukup, lingkungan yang positif yang mampu merangsang dan menunjang direalisasikannya potensi yang telah ada serta peran aktif anak dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut. Sadli (1986) menyatakan bahwa bakat inteligensi tanpa rangsangan

(21)

pendidikan, pengalaman serta latihan yang tepat dan memadai tidak akan berkembang optimal, sehingga prestasi yang dicapai seseorang juga tidak optimal.

Menurut Rilley (1992) dalam Latifah dan Dina (2002), untuk mencapai prestasi akademik yang diharapkan, anak usia sekolah hendaknya menguasai lima keterampilan dasar dalam proses pembelajaran. Lima keterampilan tersebut adalah Seeing selectively (melihat secara selektif), Hearing accurately (mendengar secara akurat), Reading and understanding words (membaca dan memahami kata-kata), Coordinating visual-motor activities (mengkoordinasikan aktivitas visual-motorik) dan Thinking logically (berpikir logis).

Seeing selectively merupakan proses visual yang diukur berdasarkan kemampuan seseorang untuk mengingat kembali pola-pola visual (Visual Memory). Hearing accurately merupakan proses mendengar yang diukur dari kemampuan untuk mengingat kembali urutan informasi yang telah didengar (Auditory Sequencing) dan kemampuan seseorang untuk menyebutkan kembali informasi-informasi yang telah didengar (Auditory Memory). Reading and understanding words merupakan proses verbal yang diukur dari kemampuan seseorang berkaitan dengan seberapa besar pengetahuan anak tentang kata-kata yang telah dikenal (Vocabulary). Coordinating visual-motor activities merupakan proses kinesthetic Learning yang diukur dari kemampuan seseorang untuk mempelajari bentuk-bentuk perubahan. Sementara itu, Thinking logically merupakan proses berpikir abstrak yang diukur dari kemampuan seseorang untuk mengkombinasikan beberapa proses (Integration) dan kemampuan seseorang untuk memperhatikan stimulasi atau rangsangan tertentu (Concentration) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002).

Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti “menggerakkan”. Menurut Wlodkowski (1985) dalam Suciaty dan Irawan (2001) motivasi dalam pandangan behaviorisme merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan memberi arah serta ketahanan pada suatu tingkah laku. Menurut Ames dan Ames (1984) dalam Suciaty dan Irawan (2001) Motivasi menurut pandangan kognitif adalah perspektif yang dimiliki seseorang mengenai diri dan lingkungan.

Heckhaussen dalam Hawadi (2001) menyatakan bahwa, motivasi belajar amat penting dalam keberhasilan belajar. Menurut Suciaty dan Irawan (2001), motivasi merupakan faktor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Motivasi memberi kontribusi sebesar 36% terhadap prestasi akademik. Sadli (1986) menyatakan bahwa, potensi yang dimiliki seseorang akan tetap kurang berkembang bila tidak cukup

(22)

disertai dengan motivasi. Individu yang mempunyai kemampuan memotivasi tinggi, akan memiliki daya juang yang lebih tinggi dalam mencapai cita-cita dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan masalah. Sukmadinata (2003) menyatakan, dengan kemampuan memotivasi diri seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu.

Menurut Hawadi (2001), ragam motivasi belajar memiliki dua bentuk. Pertama, motivasi belajar yang berasal dari dalam diri (intrinsik). Motivasi ini muncul tanpa adanya dorongan dari pihak luar, siswa belajar karena kesadaran atau keinginan untuk belajar dan berpendapat bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan. Kedua, motivasi belajar yang berasal dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi ini muncul karena faktor di luar diri baik dari lingkungan keluarga atau dari sekolah. Penelitian Ames dan Achter (1987) dalam Hawadi (2001) menyebutkan, pada ibu yang amat menekankan nilai rapor anaknya, maka motivasi yang berkembang lebih ke arah ekstrinsik, sedangkan ibu yang lebih mengutamakan bagaimana anaknya bekerja dan melihat bahwa keberhasilan adalah hasil dari usaha, maka motivasi yang berkembang lebih ke arah intrinsik.

Selain faktor keluarga, faktor sekolah turut mempengaruhi pembentukan ragam motivasi siswa. Situasi belajar, besar kecilnya kelas serta konsep dan metode pembelajaran yang diterapkan merupakan aspek yang terkait dengan lingkungan sekolah. Pada umumnya, siswa akan terdorong bekerja lebih tekun pada mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang disenangi (Hawadi 2001).

Pola Asuh Belajar

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak (Anonim 2008). Stimulasi orang tua merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan kognitif seorang anak (Hoghughi & Long 2004). Dibidang pendidikan, orang tua memiliki pengaruh besar terhadap prestasi akademik anak. Adapun peran yang dapat orangtua lakukan untuk menunjang prestasi akademik anak usia sekolah antara lain, menyediakan tempat yang kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan buku-buku referensi sebagai sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan kegiatan anak di rumah dan di sekolah (Papalia & Olds 19889).

Selain peran yang telah disebutkan, peran pengasuhan tidak kalah penting dalam mempengaruhi prestasi akademik anak. Secara umum, ayah cenderung menerapkan gaya pengasuhan melalui otoritas dan merangsang realitas anak. Sedangkan ibu cenderung memberi kesenangan pada keinginan anak untuk memberi

(23)

dorongan pada anak. Akan tetapi, pada dasarnya dalam mengasuh anak, ayah dan ibu harus memiliki filosofi manajemen yang sama. Hawadi (2001) menyatakan bahwa orang tua yang efektif adalah orang tua yang senantiasa terlibat dalam pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan anak termasuk bertemu dengan guru di awal tahun pelajaran. Oleh karena itu, partisipasi orang tua terhadap belajar anak merupakan sumbangan yang signifikan pada prestasi anak.

Menurut Becker (1964) dalam Hawadi (2001), baik buruknya hubungan orang tua dengan anak akan mempengaruhi sikap agresif dan disiplin anak di sekolah. Selain itu, adanya afeksi, penerimaan dan kehangatan yang diterima seorang anak dari orang tua terlihat dari adanya penyesuaian diri dan nilai prestasi akademik yang baik dari anak di sekolah.

Terdapat beberapa gaya pengasuhan pada anak yakni secara otoriter, permisif dan demokratis. Pada cara otoriter, orang tua menentukan aturan dan batasan-batasan yang mutlak dan harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh, tunduk, dan tidak boleh bertanya, tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapat anak. Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh otoriter antara lain, kekuasaan orang tua sangat dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat dan anak akan diancam atau dihukum jika tidak menjalankan aturan (Gunarsa & Gunarsa 2006; Latifah 2008).

Dengan demikian akan timbul perasaan takut pada anak sehingga peraturan yang dijalani anak bukan karena kesadaran atau senang hati. Cara otoriter dapat menyebabkan hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktifitas anak menjadi tumpul. Secara umum kepribadian dan kepercayaan diri anak akan lemah. Hawadi (2001) menyatakan bahwa keluarga dengan status ekonomi rendah pada umumnya lebih otoritarian.

Cara permisif yang dilakukan orang tua adalah membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan terhadap tingkah laku anak. Orang tua baru bertindak jika anak dianggap telah melanggar batasan. Cara permisif membiarkan anak mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik, orang tua memberi kebebasan penuh pada anak untuk berbuat (Gunarsa & Gunarsa 2006; Latifah 2008).

Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh permisif antara lain, anak mendominasi dirinya sendiri, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, serta sangat kurangnya kontrol dan perhatian orang tua terhadap anak (Latifah 2008). Umumnya cara ini terdapat pada keluarga yang kedua orang tuanya bekerja dan terlalu

(24)

sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga hubungan anak dengan orang tua menjadi tidak akrab. Perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah dan akan tumbuh jiwa “keakuan” (egosentrisme), sehingga mudah menimbulkan kesulitan jika harus menghadapi peraturan dalam lingkungan sosial (Gunarsa & Gunarsa 2006).

Cara demokratis dilakukan dengan memperhatikan dan menghargai kebebasan anak dengan kebebasan yang tidak mutlak dan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dengan orang tua (Gunarsa & Gunarsa 2006). Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh demokrasi antara lain, adanya kerjasama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pribadi, orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan serta kontrol yang tidak kaku (Latifah 2008). Melalui cara tersebut, pada anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan selanjutnya memupuk kepercayaan diri sehingga anak akan mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada untuk memperoleh kepuasan (Gunarsa & Gunarsa 2006).

Cara demokratis merupakan cara yang paling ideal untuk diterapkan. Mengingatkan pada anak sesuatu yang salah tanpa tekanan dan emosi serta menunjukkan apa yang sebaiknya dilakukan akan sangat bermanfaat dalam menghadapi anak terutama pada masa usia sekolah dasar (Gunarsa & Gunarsa 2006). Menurut Hawadi (2001), anak dengan pola asuh demokratis lebih dapat mengekspresikan diri minat dan aktivitasnya sendiri. Terlebih lingkungan memberi kesempatan pada anak untuk meraih pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan.

Lingkungan Pembelajaran

Pasal I Undang- undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat (Ridwan 2008). Hampir sepertiga dari kehidupan anak sehari-hari berada di dalam gedung sekolah, sehingga sekolah turut membantu dan membimbing anak agar berhasil (Gunarsa & Gunarsa 2006).

Manrique (1994) dalam studi kasusnya menyebutkan, pendidikan dasar terbagi menjadi tiga tahap yang berhubungan dengan tahap perkembangan siswa berkaitan dengan minat dan sifat siswa. Masing-masing tahap memiliki tiga tingkatan kelas. Tahap pertama terdiri dari kelas I, II dan III. Tahap ini menekankan pengembangan membaca, menulis dan kemampuan matematik pada anak usia 6 sampai 10 tahun. Proses kognitif ini membantu perkembangan daya fikir abstrak, logis dan verbal. Tahap kedua terdiri

(25)

dari kelas IV, V dan VI ketika siswa berusia antara 10 sampai 13 tahun. Tahap ini menekankan pada kemampuan komunikasi, penggunaan bahasa, pengembangan pemikiran logis dan penguatan nilai-nilai budaya nasional. Selebihnya, pada tahap ketiga yakni pada kelas VII, VIII dan IX ketika anak berusia antara 13 sampai 15 tahun, penekanan ditujukan pada ilmu, teknologi dan seni secara merata.

Lindgren dalam Gunarsa dan Gunarsa (2006) mengemukakan bahwa, situasi belajar dapat mempengaruhi prestasi sekolah anak. Bagaimana keadaan ruangan yang digunakan sebagai tempat belajar, apakah memenuhi syarat agar anak dapat belajar dengan baik turut mempengaruhi prestasi anak. Selain situasi, fasilitas belajar juga dapat mempengaruhi proses belajar seseorang. Kekurangan fasilitas belajar dapat mengakibatkan siswa kurang dapat mengaktualisasikan kemampuan dasar sehingga menimbulkan kegagalan dalam prestasi akademik.

Agar nyaman digunakan untuk belajar, sekolah harus bersih, tertata rapi, aman dan jauh dari kebisingan serta tersedia sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum berarti tersedia ruang kelas, ruang UKS, perpustakaan, jamban, lapangan upacara, halaman sekolah, kantin, dan kebun sekolah. Sarana khusus berarti tersedianya kantor kepala sekolah, ruang guru, kantor tata usaha, dan rumah penjaga sekolah (Latifah, Djamaludin, Damayanthi, Atmojo 2002).

Selain situasi dan fasilitas, alat pendidikan yang dimiliki oleh suatu lingkungan pembelajaran termasuk jumlah siswa dalam suatu ruangan kelas turut mempengaruhi sistem pendidikan. Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ditinjau dari segi wujud, alat pendidikan dapat berupa nasihat atau pun dalam bentuk benda sebagai alat bantu penunjang tercapainya tujuan pendidikan (Hasbullah 2006).

Kualitas pendidikan dalam lingkungan pembelajaran tidak terlepas dari peran tenaga pendidik (guru). Apabila tenaga pendidik selain secara rutin mengajar di kelas juga berperan menciptakan kondisi yang memungkinkan hadirnya profesionalisme ke dalam kelas untuk berbagi pengalaman, maka peran guru sebagai motivator dapat tercapai (Ibrahim 1993).

Karakakteristik Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh kemampuan dasar. Keluarga berperan penting dalam perkembangan seorang anak. Peran yang dijalankan orang tua dalam perkembangan anak dipengaruhi antara lain oleh kondisi keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2006; Hurlock 1981).

(26)

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan memegang peran penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan (pendidikan) anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar seorang anak. Sebagaimana pendapat Alsa dan Bachroni (1984) dalam Nurani (2004) bahwa tingkat pendidikan orang tua berkorelasi positif dengan cara mendidik anak.

Menurut Csikezentnihalyi (1996) dalam Ginting (2005), orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Hal ini secara langsung maupun tidak, akan berpengaruh pada prestasi belajar anak karena orang tua berperan penting dalam memenuhi faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan anak.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga dan ketersediaan waktu untuk keluarga, khususnya untuk anak. Menurut Hawadi (2001), keluarga yang mempunyai latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga untuk bekerja lebih keras. Kondisi tersebut akan menyebabkan ibu sebagai orang yang ikut bertanggung jawab terhadap keluarga juga bekerja untuk mencari tambahan pendapatan. Hal ini menyebabkan waktu untuk kebersamaan keluarga semakin berkurang. Semakin sibuk orangtua, semakin sedikit waktu yang tersedia untuk anak semakin sedikit perhatian yang anak peroleh, kecuali bila di sela-sela kesibukan orang tua dapat memberi perhatian dengan kualitas yang baik. Perhatian orang tua terhadap pendidikan anak adalah perhatian pada kebutuhan belajar anak untuk mencapai prestasi yang diharapkan.

Piotrowski (1978) dalam Megawangi (1993) menyatakan apabila suasana pekerjaan cukup menyenangkan dan tidak terlalu melelahkan, maka ayah atau ibu akan pulang dengan suasana emosi yang menyenangkan sehingga akan terbina hubungan yang baik dengan masing-masing anggota keluarga. Jika suasana pekerjaan tidak menyenangkan dan ada perasaan tidak berdaya untuk mengatasi keadaan, maka ayah atau ibu akan pulang dalam keadaan frustasi dan marah. Hal ini akan membawa dampak negatif pada hubungan antar anggota keluarga. Apabila pekerjaan dianggap sangat membosankan dan melelahkan, maka ayah atau ibu akan pulang dengan

(27)

keadaan fisik yang sangat lelah dan tidak ada lagi energi untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota keluarga lain.

Menurut Megawangi (1993), semakin sedikit waktu yang digunakan orang tua untuk anak, maka semakin besar resiko yang dihadapi anak. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), sedikitnya waktu yang digunakan orang tua untuk anak akan menyebabkan hubungan antara orang tua dengan anak menjadi tidak akrab. Hal ini akan meyebabkan orang tua cenderung menerapkan gaya pengasuhan permisif. Apabila orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk mengawasi kegiatan anak dan memperhatikan kebutuhan anak, akan berdampak pada kegagalan anak dalam mencapai prestasi yang diharapkan.

Pendapatan Keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan anak, perhatian orang tua akan tercurah lebih mendalam kepada anak jika orang tua tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan primer (Gerungan 1981 diacu dalam Nurani 2004). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), keluarga yang telah mampu mencukupi kebutuhan ekonomi akan memiliki banyak waktu untuk membimbing anak, sebaliknya keluarga yang rendah ekonominya banyak disibukkan untuk mencari nafkah. Tidak jarang anak juga dituntut untuk ikut membantu orang tua mencari nafkah, sehingga anak tidak dapat menghasilkan prestasi yang baik karena kekurangan waktu belajar

Conger dan Elder (1994) dalam Priantini (2006), menyatakan bahwa keluarga yang mendapat tekanan ekonomi akan berpengaruh pada keadaan emosi dan perilaku individu dalam keluarga, termasuk perilaku orang tua dalam mengasuh anak. Menurut Freeman dan Munandar (2000) dalam Nurani (2004), semakin aman orang tua dari segi ekonomi dan emosional maka semakin tercurah perhatian orangtua dalam membimbing, merawat serta mendidik anak.

Hawadi (2001) menyatakan bahwa keluarga dengan status ekonomi tinggi pada umumnya lebih demokratis. Namun, bukan berarti keluarga dengan pendapatan yang kurang memadai tidak dapat mendidik anak dengan baik. Effendi (1995) menyatakan bahwa keluarga dengan ukuran ekonomi menengah ataupun lemah dapat berhasil mendidik anak-anak mereka dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya dorongan motivasi, dorongan moril dan orang tua yang mengikuti perkembangan anak yang selalu membutuhkan perhatian, sehingga anak memiliki kepercayaan diri untuk berusaha menapak kehidupan melalui jenjang pendidikan.

(28)

Besar Keluarga

Hurlock (1981) membagi jenis keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga. Keluarga kecil memiliki dua atau tiga anak. Keluarga sedang memiliki tiga, empat atau lima anak. Sedangkan keluarga besar memiliki enam anak atau lebih. Menurut Hurlock, besar keluarga akan mempengaruhi gaya pengasuhan dan fasilitas belajar yang disediakan orang tua. Secara langsung maupun tidak, kedua hal tersebut akan mempengaruhi prestasi akademik anak di sekolah.

Menurut Hurlock (1981), pada keluarga kecil pengasuhan orang tua umumnya bersifat demokratis dan orang tua mampu mencurahkan waktu serta perhatian yang cukup pada anak. Namun, orang tua cenderung menekan anak untuk mencapai prestasi akademik, sehingga orang tua cenderung membandingkan prestasi anak yang satu dengan yang lain. Pada keluarga kecil orang tua memiliki kemauan dan kemampuan untuk memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak.

Pengasuhan orang tua pada keluarga sedang, umumnya kurang demokratis dan bertambah otoriter dengan meningkatnya anggota keluarga. Tekanan orang tua untuk prestasi biasanya terpusat pada anak pertama. Selain itu, terdapat keterbatasan untuk memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak. Pada keluarga besar, pendidikan otoriter diperlukan untuk menghindari kekacauan atau anarki. Sedangkan dari segi fasilitas dan lambang status, orang tua seringkali tidak mampu untuk memberikan hal yang sama dengan teman sebaya anak (Hurlock 1981).

Effendi (1995) menyatakan bahwa orang tua yang berhasil dalam mendidik anak ditunjang dengan jumlah anggota keluarga yang kecil sesuai dengan taraf kehidupan keluarga itu sendiri. Lebih lanjut Effendi menyatakan bahwa keluarga kecil merupakan salah satu usaha menuju tercapainya keluarga sejahtera. Usaha tersebut dapat menghasilkan anak-anak yang cerdas dan terdidik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Disisi lain Hawadi (2001) menyatakan bahwa pada keluarga besar sifat pola asuh anak lebih otoritarian dan hal ini lebih banyak dijumpai pada keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan.

Karakteristik Individu

Karakteristik individu merupakan bagian dari identitas diri seseorang yang antara lain dapat dilihat melalui umur dan Jenis kelamin. Berikut ciri-ciri yang terdapat pada anak usia sekolah terkait dengan umur dan jenis kelamin.

Umur

Bertambahnya usia anak akan menjadikan lingkup sosial anak semakin luas. Kehidupan pada masa anak-anak dengan berbagai pengaruhnya adalah masa

(29)

kehidupan yang sangat penting, khususnya berkaitan dengan diterimanya stimulasi lingkungan. Pada masa usia sekolah, anak-anak dirasa telah mampu menerima pendidikan formal dan dapat menyerap berbagai hal yang ada di lingkungan.

Menurut Hawadi (2001) anak selalu tertarik pada sesuatu yang baru dan berbeda dengan dunia yang dimiliki. Namun, rasa ingin tahu dan dorongan untuk belajar semakin berkurang dengan bertambahnya usia anak. Hal ini terjadi apabila cara siswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan dirasa begitu majemuk dan memakan waktu sehingga membuat sebagian minat siswa menghilang.

Menurut Piaget, pada setiap tahapan perkembangan, proses belajar setiap anak berbeda. Semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur dan abstrak cara bepikir seseorang (Suciaty & Irawan 2001). Namun, tidak berarti bertambahnya umur akan membuat seseorang semakin pintar karena stimulasi lingkungan juga berperan penting dalam menunjang keberhasilan.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan orang tua dalam berinteraksi dengan anak. Keadaan biologis manusia dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku manusia (Megawangi 1993). Hawadi (2001) menyatakan bahwa praktik pengasuhan yang berbeda antar jenis kelamin disebabkan karena adanya pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosial anak terutama pada masa akhir sekolah. Anak laki-laki dianggap lebih diberi kesempatan untuk mandiri, sehingga mereka lebih menunjukkan inisiatif dan spontan. Hurlock (1993b) menyatakan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi sikap orangtua yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku dan hubungan orangtua dengan anak.

Horner (1968) dalam Hawadi (2001) mengatakan bahwa prestasi akademik sering diasosiasikan sebagai sesuatu yang sifatnya maskulin. Menurut Megawangi (2001) meskipun ada perbedaan mendasar secara biologis antara laki-laki dan perempuan, hal ini tidak menjadikan perempuan lebih inferior dalam hal kemampuan intelektual. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal intelegensi antara anak laki-laki dan perempuan. Menurut Megawangi (2001), rata-rata IQ anak laki-laki usia balita di Indonesia tidak berbeda nyata dengan anak perempuan. Penemuan terakhir menunjukkan meskipun rata-rata kemampuan inteligensi antara laki-laki dan perempuan sama, tetapi pengaruh biologi tetap berperan dalam perkembangan otak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya hormon seks (esterogen) yang berpengaruh terhadap perkembangan otak wanita.

(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Adanya hubungan timbal balik antara prestasi akademik dengan fase industry versus inferiority pada anak usia sekolah menjadikan prestasi akademik anak usia sekolah penting untuk diteliti. Prestasi akademik yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri (industry), sehingga akan mendorong anak untuk meningkatkan prestasi akademik yang didapat sebelumnya. Sebaliknya, prestasi akademik yang buruk akan menumbuhkan rasa rendah diri (inferiority), sehingga membuat anak merasa tidak mampu untuk mencapai prestasi akademik yang diharapkan.

Prestasi akademik dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni individu anak, keluarga, dan lingkungan pembelajaran di sekolah. Motivasi belajar dan potensi akademik adalah faktor yang berasal dari individu anak, sedangkan faktor dari luar berasal dari lingkungan pembelajaran dan keluarga yang diterapkan melalui pola asuh belajar. Pola asuh belajar yang diterapkan orang tua terdiri dari gaya pengasuhan dan fasilitas belajar. Motivasi belajar pada diri anak dipengaruhi oleh karakteristik anak, yakni umur dan jenis kelamin. Sementara itu, gaya pengasuhan dan fasilitas belajar yang disediakan orang tua dipengaruhi oleh karakteristik individu dan keluarga.

Dengan demikian jelas bahwa motivasi belajar, potensi akademik, pola asuh belajar, dan lingkungan pembelajaran berperan dalam menunjang prestasi akademik anak usia sekolah. Secara ringkas, faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap prestasi akademik dapat dilihat pada gambar 1.

(31)

KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 1. Hubungan antara Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Potensi Akademik dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar.

Keterangan :

= Variabel yang diteiliti = Hubungan yang diteliti

Karakteristik Keluarga:

• Tingkat Pendidikan Orangtua

• Jenis Pekerjaan Orangtua

• Tingkat Pendapatan Keluarga Karakteristik Individu: • Jenis Kelamin • Umur Lingkungan Pembelajaran di Sekolah Pola Asuh Belajar:

• Gaya Pengasuhan • Fasilitas Belajar Potensi Akademik Prestasi Akademik Motivasi Belajar

(32)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan waktu

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian dilakukan di tiga lokasi yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan mewakili tiga lingkungan pembelajaran yang berbeda yaitu di SDN Sukadamai 3 Kabupaten Bogor, SD Amaliah Ciawi, dan SD Citra Alam Ciganjur. Untuk selanjutnya, SDN Sukadamai 3 disebut sebagai kelompok 1, SD Amaliah sebagai kelompok 2, dan SD Citra Alam sebagai kelompok 3. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2008.

Penarikan Contoh

Contoh adalah keluarga inti lengkap yang memiliki anak kelas IV dan V sekolah dasar dengan asumsi contoh mendapatkan pengasuhan dari orang tua secara utuh. Untuk mewakili setiap lingkungan pembelajaran, dipilih masing-masing secara purposive 30 siswa dari ketiga lokasi.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan siswa kelas IV dan V sebagai contoh adalah pada kelas IV dan V anak berada pada tahap kemampuan komunikasi, penggunaan bahasa dan pengembangan pemikiran logis, sedangkan pada tahap sebelumnya, yakni kelas I, II dan III anak berada pada tahap pengembangan membaca, menulis dan kemampuan matematik (Manrique 1994). Proses kognitif ini membantu perkembangan daya fikir abstrak, logis dan verbal. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan pada tahap kedua yakni ketika berada di kelas IV dan V, siswa telah menguasai tugas perkembangan di tahap pertama sekolah dasar sehingga memudahkan pelaksanaan penelitian.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: (1) Karakteristik individu (umur dan jenis kelamin); (2) Karakteristik keluarga (tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, tingkat pendapatan keluarga, dan besar keluarga); (3) Pola asuh belajar (gaya pengasuhan dan fasilitas belajar); (4) Motivasi belajar; (5) Potensi akademik (visual processing, auditory processing, verbal processing, kinesthetic processing, dan thinking logically). Untuk mengukur potensi akademik digunakan modifikasi instrument Rilley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002). Data sekunder meliputi prestasi akademik siswa dan keadaan umum lingkungan pembelajaran yang diperoleh melalui data sekolah. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.

(33)

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Alat Bantu Skala

-Umur Rasio

Karakteristik Individu

-Jenis kelamin Kuesioner Nominal

-Besar keluarga Rasio

-Pendidikan orang tua Ordinal

-Pekerjaan orang tua Nominal

Karakteristik keluarga

-Pendapatan Keluarga

Kuesioner

Interval

-Cara permisif Ordinal

-Cara Otoriter Ordinal

Gaya pengasuhan

-Cara Demokratis

Kuesioner

Ordinal

Fasilitas Belajar Kuesioner Ordinal

Motivasi Belajar Kuesioner Ordinal

Potensi Akademik Instrument RIBLS Ordinal

Prestasi Akademik Rapor Siswa Interval

Jumlah Siswa Data Sekolah Rasio

Keadaan Umum

Lingkungan Pembelajaran Data Sekolah

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan program komputer Statistical Package for Sosial Science (SPSS) versi 10,0. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Tingkat pendidikan orang tua digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi. Jenis pekerjaan orang tua meliputi wiraswasta, karyawan swasta, pegawai negeri, ABRI/Polisi, dan ibu rumah tangga. Tingkat pendapatan keluarga diukur berdasarkan pendapatan utama dan tambahan ayah dan ibu contoh per bulan. Besar keluarga dikategorikan menjadi tiga, yaitu kecil (< 4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (> 8 orang) (Hurlock 1993a).

Prestasi akademik dilihat dari rata-rata nilai rapor dari mata pelajaran yang sama-sama dimiliki oleh ketiga sekolah pada semester satu tahun ajaran 2007/2008, yakni Agama, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, dan Penjaskes. Prestasi akademik dikategorikan berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada kriteria in take yaitu rendah (50-64), sedang (65-80), dan tinggi (81-100). Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007, KKM merupakan batas minimal ketercapaian standar kompentensi dari aspek penilaian mata pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik.

Motivasi belajar dan pola asuh belajar diukur melalui penjumlahan skor, standarisasi dengan skala 0-100 dan dikategorikan berdasarkan rumus interval kelas. Pengkategorian menggunakan rumus berikut (Slamet 1993).

(34)

Interval Kelas (i) = Skor maksimum (NT) – Skor minimum (NR)

Jumlah kategori

Kategori :

Kurang = NR sampai (NR+i)

Sedang = (NR + i) sampai [(NR+i)+i] Baik = [(NR+i)+i] sampai NT

Berdasarkan rumus tersebut didapat kategori kurang (0-33), sedang (34-67), baik (68-100). Penilaian tingkat kecerdasan kognitif dilakukan berdasarkan standar RIBLS yang digolongkan dalam lima kategori, yaitu jauh dibawah rata-rata (<7), di bawah rata-rata (7,1-9,0), rata-rata (9,1-11,0), di atas rata-rata (11,1-13,0) dan jauh di atas rata-rata (>13,0) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002). Untuk mengidentifikasi dan mengetahui ada tidaknya perbedaan karakteristik individu, karakteristik keluarga, pola asuh belajar, motivasi belajar, potensi akademik, dan prestasi akademik pada lingkungan pembelajaran digunakan analisis deskriptif dan uji Kruskal Wallis, jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, maka akan digunakan uji lanjut Duncan untuk mengetahui letak perbedaan tersebut.

Untuk menganalisis hubungan antar variabel yang berskala ordinal digunakan uji korelasi Spearman, sedangkan untuk variabel yang berskala nominal digunakan uji Chi-Square. Untuk menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik digunakan analisis regresi linear berganda.

Model umum analisis regresi linear berganda:

Keterangan :

Y = Prestasi akademik (variabel dependen) a = Konstanta

b1-b5 = Koefisien regresi

X1 = Motivasi belajar (variabel independen)

X2 = Gaya pengasuhan (variabel independen)

X3 = Fasilitas belajar (variabel independen)

X4 = Lingkungan pembelajaran (variabel independen)

X5 = Potensi akademik (variabel independen)

(35)

Definisi Operasional

Anak Usia Sekolah adalah anak berusia 6-12 tahun (berdasarkan teori Papalia dan Old). Contoh dalam penelitian berada pada kelas IV dan V Sekolah Dasar (usia 9,0-11,9 tahun).

Keluarga adalah unit terkecil dalam sosial masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan serta hubungan darah atau adopsi, terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap.

Tingkat Pendidikan Orang Tua adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti ayah atau ibu contoh, yang ditandai dengan surat tanda tamat belajar/ijazah, tanpa memperhitungkan lama tinggal kelas. Pendidikan orangvtua dikategorikan menjadi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi.

Tingkat Pendapatan Keluarga adalah penghasilan per bulan yang diperoleh dari pendapatan utama dan tambahan orangvtua.

Besar Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari keluarga kecil (<4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (>8 orang) (Hurlock 1993a).

Pola Asuh Belajar adalah interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan dalam mendidik anak. pengasuhan dalam mendidik anak diukur berdasarkan gaya pengasuhan (permisif, otoriter, dan demokratis) dan penyediaan fasilitas belajar.

Gaya Pengasuhan Otoriter adalah cara orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak dengan menentukan aturan dan batasan-batasan yang mutlak dan harus ditaati oleh anak, sehingga pendapat anak tidak di dengar oleh orang tua. Penerapan cara otoriter pada anak usia sekolah akan menyebabkan daya inisiatif dan kepercayaan diri anak melemah (Gunarsa & Gunarsa 2006).

Gaya Pengasuhan Permisif adalah cara orang tua dalam menerapkan disiplin dengan membiarkan anak mengatur dan menentukan sendiri apa yang anak anggap baik, sedangkan pada usia sekolah anak masih sangat membutuhkan bimbingan orang tua. Cara permisif akan membuat perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah dan menumbuhkan sikap egosentrisme, sehingga menimbulkan kesulitan saat anak menghadapi peraturan dalam lingkungan sosial (Gunarsa dan Gunarsa 2006; Latifah 2008).

(36)

Gaya Pengasuhan Demokratis adalah cara orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak dengan memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun dengan kebebasan yang tidak mutlak dan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dengan anak. Melalui cara otoriter akan tumbuh rasa tanggung jawab yang selanjutnya mengembangkan kepercayaan diri, sehingga anak akan memperoleh kepuasan sesuai dengan norma yang berlaku (Gunarsa & Gunarsa 2006).

Lingkungan Pembelajaran adalah kondisi pembelajaran di sekolah yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, seperti keadaan gedung sekolah, fasilitas sekolah, peraturan sekolah, guru, dan cara penyajian materi pelajaran di sekolah.

Motivasi Belajar adalah daya penggerak dalam diri anak untuk mencapai taraf prestasi akademik, sesuai dengan yang anak tetapkan (Suciaty dan Irawan 2001). Potensi Akademik adalah kemampuan inteligensi berdasarkan tingkat kecerdasan

kognitif yang dinilai dari kemampuan visual processing (mengingat berdasarkan penglihatan), auditory processing (mengurutkan berdasarkan pendengaran), verbal processing (kosa kata), kinesthetic processing (kinestetik), dan thinking logically (kemampuan berpikir logis) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002).

Prestasi Akademik adalah gambaran mengenai penguasaan anak terhadap materi pelajaran di sekolah. Prestasi akademik diukur melalui rata-rata nilai rapor dari mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, dan Penjaskes.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu Contoh

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Sejak usia sekolah anak mulai memasuki tahap awal dari lingkungan pembelajaran formal dan tidak lagi sepenuhnya berada di bawah pengawasan orangtua. Variabel karakteristik individu pada penelitian ini dilihat berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Umur Contoh

Berdasarkan teori Papalia dan Old, masa usia sekolah berada ketika individu berusia 6-12 tahun (Hawadi 2001). Umur contoh pada penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan instrumen Rilley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002). Sebaran contoh berdasarkan umur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Umur (Tahun) n % n % n % 9,0-9,4 2 6,7 1 3,3 5 16,7 9,5-9,9 1 3,3 6 20,0 6 20,0 10,0-10,4 10 33,3 4 13,3 7 23,3 10,5-10,9 10 33,3 11 36,7 6 20,0 11,0-11,4 7 23,3 8 26,7 3 10,0 11,5-11,9 0 0,0 0 0,0 3 10,0 Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 Min 9,1, Max 11,9,

x

: 10,4, SD + 0,6

Berdasarkan hasil penelitian, umur maksimum contoh adalah 11,9 tahun, umur minimumnya 9,1 tahun dan rata-rata umurnya 10,4 tahun. Persentase terbesar contoh pada kelompok 1 (89,9%), kelompok 2 (76,7%) dan kelompok 3 (53,3%) berumur antara 10,0-11,4 tahun. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada umur contoh antar kelompok lingkungan pembelajaran.

(38)

Jenis Kelamin Contoh

Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik individu pada penelitian ini yang ingin diidentifikasi. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Jenis kelamin n % n % n % Laki-laki 13 43,3 10 33,3 19 63,3 Perempuan 17 56,7 20 66,7 11 36,7 Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 Modus Perempuan

Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar jenis kelamin contoh adalah perempuan (53%). Lebih dari separuh contoh pada kelompok 1 (56,7%) dan kelompok 2 (66,7%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan lebih dari separuh contoh (63,3%) pada kelompok 3 berjenis kelamin laki-laki. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada proporsi jenis kelamin contoh antar kelompok lingkungan pembelajaran.

Karakteristik Keluarga Contoh

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberi stimulasi dalam perkembangan seorang anak. Kualitas pengasuhan yang orang tua berikan, umumnya tergantung pada kondisi keluarga. Karakteristik keluarga yang ingin diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, tingkat pendapatan keluarga dan besar keluarga.

Tingkat Pendidikan Orang Tua Contoh

Pendidikan memegang peran penting yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin tinggi pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan anak. Tingkat pendidikan orang tua pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua disajikan pada Tabel 4.

(39)

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu Tingkat Pendidikan Orangtua n % n % n % n % n % n % Sekolah Menengah 5 16,7 5 16,7 5 16,7 14 46,7 0 0,0 0 0,0 Perguruan Tinggi 25 83,3 25 83,3 25 83,3 16 53,3 30 100,0 30 100,0 Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

Modus: Perguruan Tinggi

Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar tingkat pendidikan orang tua contoh adalah Perguruan Tinggi (83,9%). Persentase terbesar orang tua pada kelompok 1 (83,3%), kelompok 2 (ayah 83,3%; ibu (53,3%), dan kelompok 3 (100%) berpendidikan hingga Perguruan Tinggi.

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada tingkat pendidikan ayah (p<0,01) dan ibu (p<0,01) di ketiga kelompok lingkungan pembelajaran. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan, terdapat perbedaan tingkat pendidikan antara ayah di kelompok 2 dengan ayah di kelompok 3, sedangkan perbedaan tingkat pendidikan ibu terdapat antar ketiga kelompok lingkungan pembelajaran.

Jenis Pekerjaan Orang Tua Contoh

Jenis pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga dan ketersediaan waktu orang tua untuk anak. Secara umum, semakin sibuk orang tua, semakin sedikit waktu yang tersedia untuk keluarga, khususnya untuk anak, kecuali bila orang tua dapat member kualitas yang baik di sela-sela waktu luang. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua. SDN Sukadamai 3 SD Amaliah SD Citra Alam Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu Jenis Pekerjaan Orangtua n % n % n % n % n % n % Wiraswasta 5 16.7 4 13.3 14 46.7 7 23.3 6 20.0 11 36.7 Pegawai swasta 13 43.3 4 13.3 12 40.0 4 13.3 20 66.7 14 46.7 Pegawai negeri 10 33.3 3 10.0 4 13.3 3 10.0 3 10.0 0 0 ABRI/Polisi 0 0 0 0.0 0 0 0 0 1 3.3 0 0 IRT 0 0 17 56.7 0 0 16 53.3 0 0 5 16.7 Lainnya 2 6.7 2 6.7 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 30 100 30 100

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Potensi Akademik dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kelompok 1 Kelompok  2  Kelompok 3Besar Keluarga n  % n % n  % Kecil  14  46,7  20 66,7 19 63,3 Sedang 16 53,3 10  33,3  11  36,7 Total 30  100,0  30  100,0  30  100,0 Max: 7, Min: 3, x : 4, SD + 0,91
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diberikan perlakuan, rata- rata skor posttest kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Collaborative Problem Solving adalah 13,343

Sedangkan pada patah satu gigi, amplitudo pada frekuensi gearmesh naik 10 kalinya sebesar 123,5 volt dengan diikuti dengan munculnya sideband yang jaraknya sebesar satu

Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa sirup glukosa yang paling baik kandungan gula reduksinya adalah produk dengan variasi waktu hidrolisis 150 menit

[r]

Dengan transmisi synchronous, ada level lain dari synchronisasi yang perlu agar receiver dapat menentukan awal dan akhir dari suatu blok data.. Untuk itu, tiap blok dimulai

dengan kapasitas tetap. Sebagai tambahan, konsumen harus dikunjungi dalam satu kali dan total demand dari konsumen dalam rute tersebut tidak dapat melebihi kapasitas

Rambang sudah memiliki strategi bisnis yang didukung dengan teknologi informasi, untuk mencapai tujuan visi misi.. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi

keinginan untuk berpindah, yaitu budaya organisasi yang kurang sesuai. Budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai,