• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN KEPALA KELUARGA TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN KEPALA KELUARGA TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN

KEPALA KELUARGA TENTANG KESEHATAN

LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU HIDUP

BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Yuli Kusumawati, Dwi Astuti dan Ambarwati

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UMS Jl A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta 57102

Abstract

The effective expedient to surpass health problems is to care of health, to promote health and to prevent illnesses by doing healthy behavior. But it has not been realized and done well by most Indonesian people. Because of the lack of education, it becomes one of the causes of the low awareness to environmental health. This observational research with cross sectional approach used sample as many as 175 family leaders. The result obtained is family leaders who have elementary education is equal to 69.1% and secondary education is equal to 30.9%. The family leaders who have the environmental health knowledge with middle categories is equal to 57.7%, while the family leaders with healthy and hygiene life behavior is equal to 44.6% and low category is equal to 11.4%. Statistical test shows that there is relation of family leader’s education and knowledge of environmental health with the p-value equal to 0.001. Suggestion given to related parties in this case is Health Department, to increase the health knowledge in general continuously and environmental health especially through health promotion effort simultaneously.

Key words : Education, Knowledge, Hygiene, Healthy Behaviors

PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang salah satunya ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat (Depkes, 1999). Dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal tersebut, pembangunan lebih diarahkan pada perubahan perilaku masyarakat.

Menurut Blum dalam Notoatmodjo (1997) derajat kesehatan seseorang ataupun

masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Hasil penelitian di negara maju, di antara faktor tersebut, yang mempunyai andil paling besar terhadap status kesehatan adalah ling-kungan. Di negara berkembang, perilaku mempunyai kontribusi yang lebih besar. Oleh karena itu, sebenarnya perilaku akan mem-pengaruhi pula kondisi

lingkungan yang ada di sekitar manusia

.

Sebagian besar masalah kesehatan, dalam hal ini penyakit yang timbul pada manusia, disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Penyakit menular seperti demam berdarah dan diare, lebih sering terjadi karena

(2)

perilaku masyarakat kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, sehingga menjadi tempat perkembangbiakan dan sumber penularan penyakit. Demikian pula penyakit-penyakit tidak menular, seperti kekurangan dan kelebihan zat gizi, kecelakaan dan lain sebagainya, juga lebih disebabkan karena perilaku manusia sendiri.

Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan (penyakit), masih banyak berori-entasi pada penyembuhan penyakit. Dalam arti apa yang dilakukan masyarakat dalam bidang kesehatan hanya untuk mengatasi penyakit yang telah terjadi atau menimpanya, di mana hal ini dirasa kurang efektif karena banyak mengeluarkan biaya.

Upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya adalah dengan memelihara dan mening-katkan kesehatan serta mencegah penyakit dengan berperilaku hidup sehat, namun hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat.

Menurut Budiharjo (2003), berdasarkan beberapa survei di dinas kesehatan, masyarakat yang berperilaku hidup sehat masih kurang dari 10%. Kurangnya perilaku hidup sehat itu mengundang munculnya kebiasaan-kebia-saan tidak sehat di masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan itu cenderung mengabaikan keselamatan diri dan lingkungan, sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit (Suara Merdeka, 2003).

Perilaku hidup sesorang, termasuk dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari

orang itu sendiri, pengaruh orang lain yang dapat mendorong untuk berperilaku baik atau buruk, maupun kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung terhadap berubahnya perilaku.

Perilaku terhadap lingkungan ke-sehatan (environmental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku kesehatan lingkungan ini meliputi : (1) Perilaku sehubungan dangan air bersih, termasuk di dalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan, (2) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya, (3) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik, (4) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya, (5) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya (Notoatmodjo, 1993).

Menurut hasil penelitian Zaahara yang dilakukan di Bekasi (2001), status sosial ekonomi yang meliputi (1) jenis pekerjaan, (2) pendidikan, (3) pemilikan aset dan (4) prestise berupa penghormatan masyarakat dilihat dari kedudukan formal, informal maupun lembaga adat dan agama mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan perilaku hidup sehat ibu dalam keluarga. Makin tinggi status sosial ekonomi ibu, maka makin tinggi pula atau

(3)

semakin baik perilaku hidup sehat ibu, dan sebaliknya semakin rendah tingkat sosial ekonomi ibu makin buruk perilaku hidup sehatnya. Zaahara (2001) mengemukaan pula bahwa ada hubungan positif sikap terhadap kebersihan lingkungan dengan perilaku hidup sehat ibu dalam keluarga. Sikap seseorang terhadap sesuatu hal akan positif apabila didukung dengan pengetahuan atau pemahaman yang baik akan hal tersebut. Makin positif sikap ibu terhadap kebersihan lingkungan, maka makin tinggi pula kualitas perilaku hidup sehat ibu, dan sebaliknya makin negatif sikap ibu terhadap kebersihan lingkungan, maka makin buruk pula perilaku hidup sehatnya dalam keluarga.

Berdasarkan survei pendahuluan diperoleh data dari Puskesmas Kratonan Surakarta bahwa pada akhir tahun 2003 di Kelurahan Joyotakan tercatat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perilaku yang tidak sehat masih tinggi, antara lain diare sebesar 5,4 % dan ISPA sebesar 39 %, angka ini lebih besar dibandingkan dengan target Indonesia Sehat 2010 yakni untuk ISPA 28 %.

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pendidikan kepala keluarga dan pengetahuan kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan dengan peri-laku hidup bersih dan sehat di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

dimanfaatkan oleh (1) Pemerintah kota Surakarta dalam hal ini Kelurahan Joyotakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam melaksanakan kegi-atan-kegiatan yang

berhubungan dengan kesehatan di masyarakat, (2) Dinas kesehatan Surakarta sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan promosi kesehatan, khususnya peningkatan perilaku hidup sehat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian

Explanatory research yaitu untuk meng-hubungkan variabel bebas yaitu pendidikan kepala keluarga dan pengetahuan kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan dengan variabel terikat yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Rancangan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan model pendekatan, karena variabel bebas dan variabel terikat diambil pada waktu bersamaan.sekaligus pada saat itu (point Time

Approach) (Pratiknya, 2000)

Populasi penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang tinggal menetap di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan, Surakarta dengan jumlah 1820 KK.

Sampel yang akan diambil dihitung dengan mempertimbangkan jumlah populasi dan proporsi terjadinya penyakit akibat lingkungan yang kurang sehat dengan rumus Sugiarto (2000) :

1820.(1,96)2. (0,4).(0,6)

n =

1820 . (0,07)2 + (1,96).(0,4).(0,6)

n = 170,5  171

berdasarkan perhitungan tersebut, maka responden sebanyak 175 KK dan pengambilan sampel menggunakan Stratified Random.

(4)

Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : (a). Pendidikan kepala keluarga, yaitu jumlah tahun sukses pendidikan formal yang ditempuh oleh kepala keluarga dalam satuan tahun dan (b). Pengetahuan kesehatan lingkungan kepala keluarga, yaitu Pemahaman kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan rumah yang diukur menggunakan kuasioner pengetahuan kesehatan lingkungan dan dihitung melalui total skor jawaban yang benar.

2. Variabel terikat : Perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu tindakan yang dilakukan oleh kepala keluarga yang diukur dengan menggunakan kuesioner perilaku dan dihitung melalui total skor.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer (umur KK, Pekerjaan, Pendidikan, Pengetahuan Kesehatan Ling-kungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat KK, dan data sekunder dari kantor kelurahan.

Intrumen penelitian, menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai identitas kepala keluarga, pengetahuan tentang kesehatan ling-kungan dan perilaku hidup bersih dan sehat yang meliputi indikator perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan. Masing-masing terdiri dari 20 pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan indikator PHBS tanan rumah tangga menurut departemen kesehatan. Skor ditentukan dengan jumlah jawaban benar dibagi jumlah pertanyaan dikali 100, sehingga skor minimal 0 dan maksimal 100.

Pengolahan data dilakukan melalui tahapan Editing, Coding, Entry, Cleanning dan

Tabulating. Selanjutnnya analisis data, meliputi analisis univariat dengan nilai statistik dan dalam bentuk frekuensi dan nilai-nilai statistik, dan analisis bivariat menggunakan uji statistik korelasi Rank Spearman dengan signifikansi 5%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diper-oleh adanya variasi tingkat pendidikan kepala keluarga yakni antara 0 tahun (tidak sekolah) sampai 17 tahun (sarjana). Menurut Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No.0306 / V/ 1995, tentang pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar adalah 9 tahun, maka pendidikan responden dapat dikategorikan dalam tabel 1. Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dari penelitian ini diperoleh hasil pada tabel 2 bahwa sebagian besar responden berpendidikan dasar yaitu sebanyak 113 orang dengan persentase 64,4% sedangkan responden yang berpendidikan lanjutan sebanyak 53 orang dengan persentase 30,3% dan masih terdapat kepala keluarga yang tidak sekolah yaitu sebanyak 9 orang (5,1%). Tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara dan diukur dengan menggunakan skor jawaban responden. Adapun skor rata-rata sebesar 56,63. Setelah dikategorikan dalam tiga tingkatan pengetahuan berdasarkan kemampuan menjawab dari 20 pertanyaan dalam kuesioner, tingkat pengetahuan respoden dapat dilihat pada tabel 1.

(5)

Tabel 1. Distribusi Pendidikan, Pengetahuan dan PHBS Responden

Variabel

Frekuensi (N=175)

Persentase (%)

Pendidikan

ƒ Tidak sekolah

9

5,1

ƒ Dasar 113 64,6

ƒ Lanjutan 53 30,3

Pengetahuan

ƒ Kurang 31 17,7

ƒ Sedang 101 57,7

ƒ Baik 43

24,6

PHBS

ƒ Kurang Sehat

20

11,4

ƒ Cukup Sehat

77

44,0

ƒ Sehat 78 44,6

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan sebagian besar dikatakan sedang, yakni sebanyak 101 dengan persentase 57,7%, yang dikatakan kurang sebanyak 31 dengan persentase 17,7%, sedangkan yang dikategorikan baik sebanyak 43 dengan persentase 24,6%.

Hasil wawancara dengan kepala keluarga menunjukkan bahwa penge-tahuan kesehatan lingkungan yang baik, yakni kepala keluarga yang dapat menyebutkan syarat-syarat rumah sehat dengan tepat, baik secara fisik seperti adanya ventilasi, fungsi penerangan alami, menjaga kelembaban ruang maupun syarat sanitasi yang meliputi penggunaan sarana air bersih, cara pembuangan limbah yang benar dan menjaga kebersihannya, cara pembuangan sampah

tepat, pemberantasan vektor penyakit yang tidak membahayakan penghuni rumah. Untuk Pengetahuan yang dikategorikan kurang yakni bahwa kepala keluarga biasanya hanya dapat menyebutkan syarat secara fisik saja, sedang syarat sanitasi lingkungan dan bagaimana memelihara kondisi sanitasi lingkungan tidak disebutkan atau kurang tepat.

Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat yang diperoleh dengan wawancara terhadap responden pada penelitian ini, skor rata-ratanya 70,81 skor minimalnya 30 dan skor maksimal 100. Setelah dikategorikan berdasarkan 20 pertanyaan perilaku yang meliputi 9 indikator perilaku yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan 7 indikator lingkungan dalam tatanan rumah tangga menurut Depkes (2003), maka

perilaku yang sehat adalah t 70 skor jawaban,

(6)

jawaban dan kurang sehat adalah < 35 skor jawaban. Hasil kategori dapat dilihat pada tabel 2.

Pada tabel dapat diketahui bahwa responden yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 78 dengan persentase 44,6%, dan masih terdapat responden yang perilakunya kurang sehat yakni sebanyak 20 dengan persentase 11,4%.

Perilaku kepala keluarga yang kurang sehat, berdasarkan hasil wawancara hanya mencakup apa yang dilakukan terhadap kebersihan dirinya, seperti mandi dan gosok gigi, buang air besar di jamban, yang sudah merupakan kebiasaan dan keperluan hidup. Sedangkan untuk cuci tangan sebelum makan dan setelah BAB belum menjadi kebiasaan yang harus dilakukan, disamping itu perilaku yang kurang sehat juga mencakup perilaku merokok, tidak pernah melakukan olah raga dan belum mencakup perilaku terhadap kesehatan lingkungannya.

Perilaku yang termasuk kategori cukup sehat, selain melakukan kebersihan terhadap dirinya, juga sudah mulai melakukan tindakan dalam kesehatan lingkungan, seperti menjaga kebersihan rumah dan halaman, menguras bak mandi dan tempat penampungan air, membersihkan saluran limbah secara teratur. Sedangkan untuk perilaku yang termasuk kategori sehat, ditunjukkan oleh kepala keluarga yang telah melakukan tindakan meliputi menjaga kesehatan/kebersihan badan termasuk tidak merokok dan berolah raga teratur, menjaga kesehatan lingkungan, dan menciptakan kondisi kesehatan lingkungan rumah dengan benar yang mencakup cara membuang sampah dengan memisah sampah basah dan kering, menjaga kelembaban dan pencahayaan rumah serta memberantas vektor penyakit dengan tepat dan tidak membahayakan penghuni rumah.

S k o r P e r i l a k u H i d u p B e r s i h d a n S e h a t 1 0 0 9 5 9 0 8 5 8 0 7 6 7 5 7 0 6 5 6 0 5 5 5 0 4 5 4 0 3 0 2 0 1 5 1 0 M e a n 1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 0 P e n d i d i k a n a k h i r K K S k o r P e n g e t a h u a n K e s l i n g K K

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Pendidikan dan Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(7)

Grafik di atas memperlihatkan bahwa semakin lama tahun pendidikan akhir formal yang dialami kepala keluarga diikuti dengan naiknya skor perilaku hiduap bersih dan sehat. Demikian pula untuk pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, semakin tinggi skor pengetahuan diikuti naiknya skor perilaku.

Hasil uji statistik Rank Spearman pada taraf kesalahan 5% menyimpulkan adanya hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat nilai p sebesar 0,001. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zaahara (2000) yang mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang didalamnya termasuk pendidikan mempunyai hubungan dengan perilaku hidup sehat.

Adanya keterkaitan antara pendidikan kepala keluarga dengan perlaku hidup bersih dan sehat mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan.

Menurut Hadiyanto (2003) kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia yang kurang baik, karena kurangnya kesadaran kesehatan lingkungan yang diperparah dengan perilaku masyarakat dalam memandang pentingnya kesehatan lingkungan. Tingkat pendidikan yang kurang mendukung, merupakan salah satu penyebab rendahnya kesadaran kesehatan lingkungan. Semakin baik tingkat pendidikan formal, maka semakin baik pengetahuan tentang kesehatan, sehingga akan mematangkan pemahaman tentang pengetahuan kesehatan lingkungan dan

kesadaran menjaga kesehatan lingkungan termasuk penerapan prinsip-prinsip hidup sehat.

Kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal akan sangat mempengaruhi kesehatan penghuninya. Tidak hanya kondisi fisik yang harus baik, melainkan juga kondisi kebersihan yang harus dijaga dengan baik dan dilakukan secara teratur dan benar. Pendapat bahwa perilaku hidup sehat masyarakat yang pada umumnya kurang positif dalam air kurang benar, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai hidup bersih dan sehat, ini terjadi karena masyarakat belum termotivasi berdasarkan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai sehat. Oleh karena itu, pengetahuan kesehatan lingkungan perlu pemahaman yang baik, sehingga tumbuh kesadaran untuk berperilaku yang sehat.

Dalam penelitian ini, kepala keluarga dianggap sebagai orang pertama dalam keluarga yang sangat menentukan kondisi rumah tangga, termasuk kondisi lingkungan rumah. Selain itu kepala keluarga dapat menjadi sumber informasi dan bina suasana (social support) yang dapat memberikan informasi dan melakukan edukasi dalam memelihara kesehatan lingkungan rumah tangga dan menerapkan cara-cara hidup sehat.

Secara teori menurut WHO (1992) pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga sesorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan pengetahuan kesehatan lingkungan yang baik diharapkan dapat

(8)

meningkatkan sikap positif dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menciptakan kondisi lingkungan yang sehat, sehingga dapat memutus rantai penularan penyakit melalui lingkungan serta berperilaku hidup bersih dan sehat agar tidak mudah tertular penyakit.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pendidikan kepala keluarga sebagian besar yakni 64,1% adalah pendidikan dasar, pengetahuan kesehatan lingkungan sebagian kepala keluarga termasuk kategori sedang yakni sebesar 57,7%, sedangkan responden yang berperilaku sehat sebesar 44,6%. Ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan kesehatan lingkungan kepala keluarga dengan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan nilai p masing-masing sebesar 0,001.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengetahuan kepala keluarga tentang kesehatan lingkungan rumah dan pemukiman belum memadai, maka diharapkan kepada petugas sanitasi puskesmas dan Dinas Kesehatan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya promosi kesehatan secara terus menerus, sehingga masyarakat lebih paham akan arti pentingnya menciptakan dan menjaga kesehatan lingkungan, sehingga penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

Budihardja, 2004, Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Kurang, http://www.suaramerdeka.com, Semarang, diakses tanggal 7 Juni 2004.

Depkes RI, 1999, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indoenesia Sehat 2010, Depkes RI, Jakarta.

Depkes RI, 2003, Penelitian PHBS Gambaran Perilaku Hidp Bersih dan Sehat dan Tatanan Rumah Tangga di Lima Provinsi Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi tahun 2003, http://www.promosikesehatan.com/program/research/index.php?, Jakarta, diakses tanggal 7 Juni 2004.

Hardiyanto, 2003, Rendah Kesadaran Kesehatan Lingkungan, http://www.suaramerdeka.com/hrian/0305/25/kol3.htm, Semarang, diakses tanggal 25 Januari 2004

Notoatmodjo, S, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

Notoatmodjo, S, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Pratiknya, AW., 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(9)

Zaahara, T, D, 2001, Upaya Peningkatan Perilaku Hidup Sehat Dalam Keluarga Dalam Rangka Pembangunan Keluarga Sejahtera, http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/30/ upaya_peningkatan_perilaku_hidup.htm, Jakarta, diakses tanggal 14 Januari 2004.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Pendidikan, Pengetahuan dan PHBS Responden
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Pendidikan dan Pengetahuan   dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Referensi

Dokumen terkait

Saya adalah mahasiswi Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yang sedang melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa stimu- lus untuk melakukan Belanja Daerah pada tahun t dipengaruhi oleh transfer pemerintah pusat yang diterima

Survei larva merupakan kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan larva Aedes untuk mengetahui ada tidaknya larva. Pemeriksaan

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Sistem Informasi Peringatan Dini Banjir

1 Pengembangan Teknologi Budidaya Leisa Berbasis Biofertilizer Dan Bahan Organik Untuk Mengoptimalkan Kesehatan, Produksi, Dan Mutu Benih Tanaman Kedelai Pada Lahan

9 Disini jelas bahwa terdapat perbedaan antara organ PT di Negara Indonesia yang menganut sistem Civil Law dan Negara Singapura yang menganut sistem Common Law,

Membaca akta pernyataan permohonan banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilaan Negeri Bogor yang menyatakan bahwa pada hari Rabu tanggal 11 Februari 2015 Tergugat

Selain itu karena probabilitas yang diperoleh 0.000 lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis alternatif yang berbunyi ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial