• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Edible Coating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Edible Coating"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Aplikasi Edible Coating dari Karagenan dan Gliserol untuk Mengurangi Penurunan

Kerusakan Apel Romebeauty

Application of Edible Coating from Carrageenan and Glycerol to Reduce Damage

Decrease of Romebeauty Apel

Moch Anugerah Huse

1)*

, Wignyanto

2)

, Ika Atsari Dewi

2)

1)

Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya

2)

Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya

*

email_korespondensi: Homestay_huse@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan konsentrasi karagenan dan gliserol pada pembuatan edible coating dengan tingkat penurunan kerusakan fisik dan kimia apel Romebeauty yang paling tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif usaha dalam mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpan apel serta menambah wawasan pengetahuan bagi pedagang, distributor, serta pasar-pasar modern dalam mempertahankan mutu buah selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan dengan 4 kali ulangan. Data hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) metode Rancangan Acak Kelompok (RAK). Apabila dari hasil uji menunjukkan jika tidak ada interaksi antara kedua faktor, tetapi tiap faktornya ada pengaruh maka dilanjutkan uji BNT 5% Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil yang diperoleh pada Apel Romebeauty adalah perlakuan K2G3 yaitu dengan karagenan 2% dan

gliserol 1,5% merupakan perlakuan terbaik dengan nilai susut bobot 7,24%, nilai TPT 13,5 0Brix

dan nilai vitamin C 0,53%.

Kata Kunci : Edible coating, Gliserol, Apel Romebeauty, Karagenan Abstract

The purpose of the study was to get a combination of carrageenan and concentration of glycerol treatment in the manufacture of edible coating with reduced rate of physical and chemical damage to Apple Romebeauty the most high. This research was expected to provide an alternative effort in maintaining the quality and extended the power saved knowledge insights as well as add Apple for merchants, distributors, as well as modern markets in sustaining the quality of the fruit during storage. This research was performed using Random Design Group to two treatment factors 4 times repeat. The first treatment was a factor in the concentration of carrageenan (K) aquades volume consisting of 2 levels, namely: K1 = 1% (w/v) and K2 = 2% (w/v). The second factor was the concentration of glycerol

(G) against the aquades volume was composed of three levels, namely: G1 = 0,5% (v/v); G2 = 1% (v/v);

and G3 = 1.5% (v/v). The observations obtained data were then analyzed using a variety of analysis

(ANOVA) Random Design methods Group. When the test results show if there was no interaction between these two factors, but each of the factors affect the continued test BNT 5%. The conclusion that could be drawn based on the results obtained on the Apple Romebeauty is K2G3 treatment with

carrageenan 2% and 1.5% glycerol was the best treatment with reduced weights 7.24%, a value ºBrix and the value of TPT 13.5 vitamin C 0,53%.

Keywords: Edible coating, Karagenan, Gliserol, Apel Romebeauty PENDAHULUAN

Apel merupakan salah satu buah-buahan non-klimaterik yang pemanenannya harus dilakukan pada saat buah tua optimal. Kota Batu terkenal dengan apelnya, karena petani di daerah tersebut sebagian besar menanam apel. Lebih dari 80% jenis apel yang ditanami petani, adalah apel

Romebeauty. Sebagai komoditas hortikultura pada umumnya apel Romebeauty memiliki sifat mudah rusak karena pada saat dipanen buah ini masih mengalami proses respirasi (Soelarso, 1996). Penanganan pascapanen Apel Romebeauty yang tidak tepat dapat mengakibatkan penurunan mutu buah (bentuk, susut bobot,

(2)

2 serta penurunan nilai gizi) yang tinggi (Handoko dkk., 2005).

Usaha pascapanen yang dapat dilakukan untuk memperlambat pematangan buah dan mempertahankan mutu buah adalah dengan cara memperlambat proses respirasi dan menangkap gas etilen yang terbentuk. Beberapa cara untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan buah-buahan adalah dengan cara pendinginan dan penyimpanan pada kondisi atmosfir terkendali, serta pengemasan dengan plastik. Tetapi cara-cara tersebut memiliki kelemahan seperti pendingin dan penyimpanan yang memerlukan biaya investasi yang tinggi, sedangkan pengemasan dengan plastik yang tidak tepat malah mengakibatkan kerusakan pada buah karena plastik tidak tahan panas dan mudah terjadi pengembunan uap air di dalamnya. Cara yang tepat untuk menurunkan tingkat kerusakan Apel Romebeauty adalah dengan menggunakan aplikasi Edible Coating.

Edible Coating dapat diterapkan dengan cara dikuas, penyemprotan, pencelupan, atau pencairan (Cuq et al., 1996). Karagenan adalah polimer yang larut dalam air dari rantai linear dari sebagian sulfat galaktan yang mengandung potensi tinggi sebagai pembentuk lapisan tipis yang dapat mengakibatkan berkurangnya penyusutan, kebocoran, serta kerusakan rasa (Skurtys et al., 2010). Karagenan berasal dari rumput laut merah dan merupakan campuran kompleks dari beberapa polisakarida. Lapisan tipis polisakarida (karagenan) memberikan perlindungan efektif terhadap pencoklatan permukaan dan oksidasi lemak serta oksidasi komponen makanan lainnya. Lapisan tipis polisakarida selain mencegah hilangnya kelembaban juga kurang permeabel terhadap oksigen, karena penurunan permeabilitas oksigen yang ada dapat menjaga makanan agar tahan lebih lama (Lacroix dan Tien, 2005). Gliserol merupakan plasticizer yang ditambahkan dalam pembuatan edible coating sehingga dapat menghasilkan edible yang fleksibel dan halus.

Menurut hasil penelitian Tamaela dan Lewerissa (2007), konsentrasi karagenan dan gliserol berpengaruh terhadap karakteristik

edible film. Semakin tinggi konsentrasi karagenan dan gliserol yang digunakan maka ketebalan edible film yang dihasilkan juga semakin tinggi. Konsentrasi pelapis yang digunakan harus diperhatikan karena jika terlalu kental akan menyulitkan didalam penggunaanya serta dapat menyebabkan terjadi respirasi anaerobik yang akan menyebabkan kerusakan (Rachmawati, 2010). Sejauh ini belum diketahui berapakah konsentrasi karagenan dan gliserol yang tepat pada edible coating untuk menurunkan tingkat kerusakan fisik dalam artian susut bobot dan kimia buah apel dalam artian vitamin C yang terkandung di dalam buah apel.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan analitik, bekker glass 1000 ml, gelas ukur 10 ml, termometer, hot plate HP220, magnetic stirrer dan nampan. Alat yang digunakan untuk analisa antara lain timbangan analitik, refraktometer ATAGO, Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, labu takar 100 ml, pipet ukur 210 ml, gelas ukur 25 ml, biuret dan statif.

Apel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Apel Romebeauty yang diperoleh dari petani apel di Nongkojajar, Pasuruan, Jawa timur. Bahan-bahan untuk pembuatan edible coating berupa tepung karagenan, aquades, gliserol, asam stearat, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan kalium sorbat. Bahan yang digunakan untuk analisa antara lain aquades, pati dan Iod 0,01 N. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan dengan 4 kali ulangan. Penentuan level dari faktor dalam rancangan percobaan ditentukan berdasarkan hasil perlakuan terbaik dari penelitian Tamaela dan Lewerissa (2007). Faktor perlakuan pertama adalah konsentrasi karagenan (K) terhadap volume aquades yang terdiri 2 level, yaitu : K1 = 1%

(b/v) dan K2 = 2% (b/v). Faktor kedua

adalah konsentrasi gliserol (G) terhadap volume aquades yang terdiri dari 3 level, yaitu : G1 = 0,5 % (v/v) ; G2 = 1% (v/v) ; dan

(3)

3 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan dan alat

Bahan dan alat yang dibutuhkan dipersiapkan dan bahan-bahan ditimbang sesuai kebutuhan.

Proses Pembuatan Larutan Edible Coating Bahan-bahan dan alat-alat dipersiapkan. Tepung karagenan, CMC, asam stearat, dan kalium sorbat ditimbang. Aquades dipanaskan dengan hot plate sampai suhu ±80oC dan suhu dikontrol

dengan menggunakan termometer. CMC 0,1% (b/v) ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk dengan menggunakan stirrer selama ± 3 menit pada suhu ±80oC dan suhu

dikontrol dengan menggunakan termometer. Tepung karagenan ditambahkan sesuai dengan perlakuan sedikit demi sedikit dan diaduk selama ± 3 menit pada suhu ± 80ºC dan suhu dikontrol dengan menggunakan termometer. Gliserol ditambahkan sesuai dengan perlakuan dan diaduk sampai larut ± 1 menit pada suhu ± 80ºC dan suhu dikontrol dengan menggunakan termometer. Kalium sorbat 0,5% (b/v) ditambahkan dan diaduk ± 1 menit pada suhu ± 80ºC dan suhu dikontrol dengan menggunakan termometer. Asam stearat 0,5% (b/v) ditambahkan dengan tetap diaduk sampai homogen ± 6 menit pada suhu ± 80ºC dan suhu dikontrol dengan menggunakan termometer. Larutan Edible Coating telah siap.

Aplikasi Edible Coating pada Apel Romebeauty

Apel Romebeauty dibersihkan dari kotoran dan disortasi. Apel Romebeauty dicelupkan pada larutan edible coating hangat dengan suhu ±55oC selama ±30 detik

menggunakan stopwatch. Ketebalan lapisan kurang dari 0,3 mm diukur menggunakan mikrometer. Apel Romebeauty diangkat. Apel Romebeauty ditiriskan dengan cara digantung dan dikeringkan selama ±45 menit. Apel disimpan pada suhu kamar ±25oC selama 21 hari.

Analisa

Analisa yang dilakukan terhadap apel Romebeauty adalah analisa fisik dan kimia meliputi susut bobot (AOAC, 1995), vitamin C (Sudarmaji dkk, 2007) dan total padatan terlarut (Apriyantono, 1989).

Analisa Data

Data yang diperol dianalisi menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak kelompok (RAK) apabila dari uji menunjukkan ada pengaruh maka dilanjutkan dengan uji lanjutan menggunakan BNT 5%. Selanjutnya dilakukan pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982). Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan kontrol terhadap semua rerata perlakuan maka dilakukan uji t dengan selang kepercayaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik dan Kimia Apel Romebeauty Susut Bobot

Susut bobot apel Romebeauty pada umumnya semakin berkurang seiring dengan peningkatan lamanya penyimpanan suhu ruang. Nilai susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bobot yang hilang pada apel semakin besar yang berarti kerugian juga semakin besar. Susut bobot terjadi karena hilangnya komponen air dan volatil lainnya pada proses respirasi (penguapan air, gas dan energi) dan transpirasi (terlepasnya air dalam bentuk uap air) selama masa penyimpanan (Alsuhendra dkk, 2011).

Gambar 4.1 Nilai Rerata Susut Bobot Tiap Perlakuan Hari ke-21

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin besarnya konsentrasi karagenan menyebabkan semakin berkurangnya nilai susut bobot. Hal ini dapat dilihat dari nilai

(4)

4 susut bobot untuk konsentrasi karagenan 2% yang lebih besar dari nilai susut bobot untuk konsentrasi karagenan 1%. Seperti halnya pada peningkatan konsentrasi karganenan, pada Gambar 4.1 juga menunjukkan peningkatan konsentrasi gliserol menyebabkan semakin berkurangnya nilai susut bobot. Nilai susut bobot berturut-turut berkurang seiring pertambahan konsentrasi gliserol yaitu susut bobot tertinggi pada konsentrasi gliserol 0,5%, kedua pada konsentrasi 1% dan terkecil pada konsentrasi 1,5%. Hal ini terjadi karena apel Romebeauty masih mengalami proses respirasi lanjutan. Proses respirasi tidak hanya terjadi pada waktu buah masih berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-buahan juga masih melangsungkan proses respirasi.Dalam proses respirasi oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Dwiari, 2008). Pengeluaran CO2

dan air inilah yang menyebabkan buah mengalami susut bobot. Selain itu, pada grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa nilai susut bobot apel yang diberi perlakuan edible coating lebih kecil daripada kontrol yang berarti bahwa dengan melakukan edible coating pada apel dapat menurunkan nilai susut bobot selama masa penyimpanan. Edible coating pada buah dapat membuat susut bobot relatif rendah karena edible coating memiliki kemampuan untuk mencegah kehilangan air dalam buah. Edible coating merupakan barrier yang baik terhadap air dan oksigen serta mampu mengendalikan laju respirasi (Alsuhendra dkk, 2011).

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat peningkatan susut bobot tiap perlakuan selama 21 hari. Pada tiap perlakuan susut bobot akan bertambah seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan, yang disebabkan masih terjadinya proses metabolismeyaitu respirasi dan transpirasi pada apel pasca panen. Proses respirasi akan mengeluarkan air, disamping itu juga akan terjadi proses transpirasi dari permukaan jaringan yang dapat meningkatkan susut bobot (Winarno, 1993). Pada hari ke-3 susut bobot keenam perlakuan berkisar antara 0,485% dan

2,138% hingga pada hari ke-21 susut bobot tersebut mencapai kisaran antara 7,241% dan 11,408%. Hasil dari perlakuan menunjukkan bahwa dari awal penyimpanan hingga hari ke-18, perlakuan K2G2 (Karagenan 2%, Gliserol 0,5%)

memiliki nilai susut bobot yang paling besar. Namun selanjutnya pada hari ke-18 hingga hari ke-21 perlakuan K1G1

(Karagenan 1%, Gliserol 0,5%) yang memiliki nilai susut bobot terbesar.

Gambar 4.2 Nilai Rerata Susut Bobot Selama 21 Hari Penyimpanan Pada Tiap Perlakuan Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut (TPT) merupakan salah satu perubahan sifat kimia yang terjadi selama penyimpanan Apel Romebeauty, komponen utama yang terdapat pada TPT adalah gula yang dihasilkan dari proses metabolisme yaitu pemecahan polisakarida (Kader et al, 1985 dalam Leksono, 2008). Nilai TPT selama masa penyimpanan cenderung mengalami kenaikan. Hasil analisis ragam TPT pada hari ke-21 tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai TPT adalah konsentrasi karagenan. Konsentrasi gliserol dan interaksi kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai TPT apel.

(5)

5 Gambar 4.3 Nilai Rerata TPT Tiap

Perlakuan Hari ke-21

Gambar 4.4 Nilai Rerata TPT Selama 21 Hari Penyimpanan Pada Tiap Perlakuan.

Edible coating pada buah menyebabkan permukaan buah terlindungi sehingga proses respirasi yang memicu pembentukan gula menjadi terhambat. Proses pemecahan polisakarida menjadi gula-gula sederhana telah selesai, selanjutnya proses respirasi untuk menyediakan energi yang akan digunakan pada metabolisme buah terus berlangsung hingga menyebabkan gula terus teroksidasi (Muchtadi, 1992). Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa konsentrasi karagenan 1% menghasilkan nilai TPT yang lebih besar daripada konsentrasi karagenan 2%, sehingga dapat diartikan bahwa konsentrasi karagenan yang tinggi akan menurunkan

nilai TPT pada apel. Selanjutnya pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai TPT yang dihasilkan untuk setiap konsentrasi relatif sama yang berarti tidak terdapat perbedaan yang jauh untuk ketiga konsentrasi gliserol. Selain itu, berdasarkan hasil tersebut juga dapat dinyatakan bahwa dengan adanya edible coating peningkatan nilai TPT dapat ditekan yang ditunjukkan dari nilai TPT untuk setiap perlakuan yang lebih kecil daripada nilai TPT kontrol.

Gambar 4.4 menunjukkan peningkatan nilai TPT pada tiap perlakuan selama 21 hari. Pada grafik dapat dilihat bahwa untuk seluruh perlakuan nilai TPT meningkat secara perlahan dari awal pengamatan hingga hari ke 21. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka glukosa yang teroksidasi semakin besar. Nilai TPT terbesar yang dihasilkan tiap perlakuan berbeda untuk setiap lama penyimpanan. Dapat dikatakan bahwa nilai total padatan terlarut cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Peningkatan kadar total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecehan polimer karbohidrat khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa, fruktosa (Mardiana, 2008). Peningkatan nilai total padatan terlarut berjalan lambat pada semua perlakuan. Perubahan kandungan total padatan terlarut pada buah non klimaterik cenderung tetap atau perubahan yang terjadi cukup kecil (Mardiana, 2008) Pada hari ketiga nilai TPT terbesar terdapat pada perlakuan K1G1 (Karagenan 1%,

Gliserol 0,5%) sebesar 12,25 0Brix, dan nilai

TPT terkecil terdapat pada perlakuan K1G2

(Karagenan 1%, Gliserol 1%) sebesar 11,250Brix. Sementara itu, pada hari ke-21

nilai TPT terbesar terdapat pada perlakuan K1G2 (Karagenan 1%, Gliserol 1%) sebesar

14,8750Brix, sedangkan nilai terkecil

terdapat pada perlakuan K2G1(Karagenan

2%, Gliserol 1,5%) sebesar 13,50Brix.

Nilai TPT tertinggi pada hari penyimpanan hari ke-21 terjadi pada kontrol yaitu sebesar 15,250ºBrix. Matto et al 1993 dalam Latifah (2000) menyatakan bahwa selama proses pemasakan buah, TPT akan mengalami peningkatan akibat meningkatnya konsentrasi senyawa-senyawa terlarut dalam buah terutama gula. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(6)

6 Pujimulyani (2009), yang menyatakan buah yang mengalami pematangan, maka zat padat terlarutnya akan meningkat. Peningkatan ini akan semakin tajam jika terjadi transpirasi yang sangat cepat. Hal ini berarti bahwa perlakuan edible coating tersebut mampu membentuk lapisan yang cukup baik untuk menurunkan laju proses respirasi dan transpirasi sehingga dapat menghambat peningkatan kandungan TPT.

Perubahan kandungan gula dalam bahan pangan digunakan untuk mengukur atau mengetahui keaktifan respirasi, akan tetapi secara praktis sukar dilakukan karena gula yang terdapat dalam bahan jumlahnya tidak tetap. Hal ini dikarenakan pembentukan gula hasl degradasi karbohidrat bersama dengan degradasi gula dalam proses glikolisis (Dwiari dkk, 2008). 4.1.3 Vitamin C

Proses oksidasi selama penyimpanan menyebabkan penurunan vitaminC. Vitamin C sangat mudah teroksidasi menjadi asam L-dehidroaskorbat yang cenderung mengalami perubahan lebih lanjut menjadi L-dikotigulonat (Winarno, 1997). Hasil menunjukkan bahwa kedua perlakuan yaitu konsentrasi karagenan dan konsentrasi gliserol mempunyai pengaruh yang nyata terhadap vitamin C. Namun interaksi antara karagenan dan gliserol tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap vitamin C.

Hasil perlakuan pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa vitamin C terbesar terdapat pada perlakuan K2G1 (Karagenan

2%, Gliserol 1%) yaitu sebesar 53,043mg dan vitamin C terkecil terdapat pada perlakuan K1G2 (Karagenan 1%, Gliserol 1%) sebesar

47,080mg. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentasi karagenan maka nilai vit C semakin tinggi, semakin tinggi gliserol maka nilai vit C semakin tinggi.

Pada Gambar 4.6 menunjukkan peningkatan nilai vitamin C pada tiap perlakuan selama 21 hari. Dapat dikatakan vitamin C pada apel Romebeauty terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal in disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan

Gambar 4.5 Nilai Rerata Vitamin C Tiap Perlakuan Hari ke-21

Gambar 4.6 Nilai Rerata Vitamin C Selama 21 Hari Penyimpanan Pada Tiap Perlakuan Pada gambar dapat dilihat bahwa untuk seluruh perlakuan nilai vitamin C menurun dari hari ke-3 hingga hari ke 21 yang ditunjukkan dari nilai vitamin C ke-enam perlakuan pada hari ke-3 dengan kisaran antara 58,52mg dan 62,04mg hingga hari ke-21 yang turun sampai kisaran antara 46,77mg dan 53,04mg. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan vitamin C yang dihasilkan semakin kecil.

Nilai vit C tertinggi pada hari ke-21 terjadi pada perlakuan K2G2 (konsentrasi 2%

(7)

7 ini didudga karena pengaruh konsentrasi karagenan yang digunakan, lapisan yang terbentuk dari konsentrasi 2% lebih tebal dari konsentrasi karagenan 1% sehingga permeanilitas terhadap gas semakin kecil. Menurut pendapat Donhowe dan Fennema (1994) dalam Krochta et al (1994) bahan dasar edible coating yang bersifat hidrofilik (seperti karagenan) memiliki sifat penghalang yang baik terhadap oksigen, karbondioksida, lipida. Adanya lapisan edible coating dapat menekan masuknya oksigen ke dalam buah yang menjadi penyebab rusaknya vitamin C lewat reaksi oksidasi. Vitamin C yang ada di dalam daging buah mudah mengalami kerusakan akibat oksigen karena teroksidasi (Pujimulyani, 2009).

Diantara semua perlakuan edible coating perlakuan K1G2 (konsentrasi

karagenan 1% dan gliserol 1%) memiliki nilai vitamin C terendah pada hari penyimpanan ke-21 yaitu sebesar 47,08mg. Hal ini diduga karena pengaruh konsentrasi gliserol yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi gliserol yang digunakan maka laju transmisi uap air juga semakin tinggi dan menyebabkan penurunan kandungan vitamin C semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Gunawan (2009) yang menyatakan penambahan gliserol akan menyebabkan kerapatan molekul berkurang sehingga terbentuk ruang bebas pada matriks film yang memudahkan difusi air dan gas. Penurunan kandungan vitamin C disebabkan karena adanya penguapan atau difusi air tersebut. Penurunan vitamin disebabkan karena sifat vitamin C yang mudah larut dalam air.

Nilai vitamin C terendah pada hari penyimpanan pada hari ke-21 terjadi pada kontrol. Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak, mudah larut , dan mudah teroksidasi. Tidak adanya edible coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barrier terhadap oksigen yang masuk ke dalam apel Romebeauty menyebabkan rusaknya kandungan vitamin C di dalam apel karena proses oksidasi. Selain itu, tidak adanya barrier terhadap proses transipirasi sehingga penguapan air tinggi dan menyebabkan berkurangnya kandungan vitamin C. Hal ini berarti bahwa perlakuan edible coating tersebut mampu membentuk lapisan yang cukup baik untuk menekan proses respirasi

dan transpirasi sehingga penurunan kandungan vitamin C apel Romebeauty juga dapat ditekan.

Pemilihan Perlakuan Terbaik

Perlakuan terbaik dipilih dengan menentukan nilai ideal untuk setiap parameter dengan menggunakan metode Multiple Atribut (Zeleny, 1982). Hasil analisa sifat fisik dan kimia dari apel hari ke-21 pada setiap perlakuan digunakan untuk menentukan nilai ideal setiap parameter dalam pemilihan model terbaik. Parameter susut bobot dan TPT memiliki nilai ideal minimal, sedangkan parameter vitamin C memiliki nilai ideal maksimal dimana dari nilai ideal dan parameter setiap perlakuan diperoleh nilai jarak kerapatan terkecil yang merupakan perlakuan terbaik.

Tabel 4.1 Sifat Fisik dan Kimia Apel Romebeauty Perlakuan Terbaik.

Parameter Nilai Susut Bobot 7,24% TPT 13,5 0Brix

Vitamin C 0,53%

Tabel 4.1 menunjukkan hasil sifat fisik dan kimia Apel Romebeauty perlakuan terbaik. Hasil ini diperoleh dari perlakuan terbaik dari proses edible coating yaitu pada perlakuan K2G2 yang merupakan edible

coating dengan konsentrasi karagenan 2% dan konsentrasi gliserol 1,5%.

Hasil Uji Perbedaan Kontrol dan Perlakuan pada DataSusut Bobot, TPT, dan Vit C

Untuk mengetahui Perbedaan Kontrol dan Perlakuan pada Data Susut Bobot, TPT, dan Vit C dapat dilakukan dengan Independent t-test. Sebelum melakukan uji beda maka harus diperiksa apakah data yang didapat menyebar normal. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Pengujian Normalitas

Uji normalitas menggunakan statistic uji Kolmogorov Smirnov. Jika data menyebar normal maka bisa dilakukan uji paired sampel t atau independent t dan jika data tidak menyebar normal maka diuji

(8)

8 dengan prosedur non parametrik yaitu uji Wilcoxon atau uji Mann Withney. Hipotesis untuk uji kenormalan adalah:

Ho: data menyebar normal H1: data tidak menyebar normal

Hasil pengujian yang didapatkan menggunakan pake software SPSS adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Dengan Kolmogorov Smirnov

Data Sig / p-value Susut Bobot 0,791

TPT 0,054

Vit C 0,408

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas untuk semua data mendapatkan p-value yang lebih dari alpha 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti keempat kelompok data tersebut menyebar normal. Oleh karena data menyebar normal maka uji yang digunakan adalah uji parametrik yaitu independent sample t test.

Hasil Uji beda Menggunakan Uji t

Uji t yang digunakan pada penelitian ini adalah independent sample t test. Independent sample t test digunakan untuk menguji perbedaan 2 sample yang tidak saling berhubungan yaitu dalam penelittian ini adalah digunakan untuk menguji apakah terdapat Perbedaan Kontrol dan Perlakuan pada Data Susust Bobot, TPT, dan Vit C Hipotesis untuk t test adalah sebagai berikut:

Ho: data mempunyai rata-rata nilai yang sama ( )

H1: data mempunyai rata-rata nilai yang berbeda ( )

Untuk pengujian independent sample t, sebelum dilakukan uji t harus dilakukan uji kesamaan ragam dua sampel terlebih dahulu. Jika dua kelompok yang dibandingkan menunjukkan mempunyai ragam yang sama , maka statistik uji yang digunakan adalah nilai output SPSS pada baris Equal Varians Assumed, namun sebaliknya jika dua kelompok yang

dibandingkan menunjukkan mempunyai ragam yang berbeda , maka statistik uji yang digunakan adalah nilai output SPSS pada baris Equal Varians Not Assumed. Uji yang digunakan dinamakan levene test dengan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Ho: data mempunyai ragam yang sama H1: data mempunyai ragam yang berbeda

Tabel di bawah menunjukkan hasil Levene Test (Uji Kehomogenan) dan Indipendent t test menguji apakah terdapat Perbedaan Perbedaan Kontrol dan Perlakuan pada Data Susut Bobot, TPT, dan Vitamin C.

Tabel 4.3 Hasil Levene Test dan Independent t-test

Data Sig / p-value Levene Test Sig / p-value Indipendent t - Test Susut Bobot 0,064 0,001 TPT 0,021 0,000 Vit C 0,098 0,000 Keterangan :

Ragam Data Heterogen

Terdapat Perbedaan yang Signifikan antara Kontrol dan Perlakuan

Pada pengujian Levene mengenai kehomogenan kedua sampel dapat dilihat bahwa nilai signifikansi untuk data susut bobot dan vitamin c lebih dari 0.05, sehingga keputusan yang diambil adalah terima Ho dan simpulkan bahwa ragam dua sampel adalah sama. Namun pada data TPT nilai signifikansi Uji levenenya kurang dari 0,05 sehingga pada data ini ragamnya tidak homogen.

Untuk ketiga data menunjukkan bahwa perbandingan p-value dengan alpha didapatkan bahwa p-value <alpha maka Ho ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan antara kontrol dan perlakuan.

(9)

9 Gambar 4.7 Perbedaan Peningkatan Susut

Bobot antara rerata perlakuan terhadap Kontrol

Gambar 4.8 Perbedaan Peningkatan TPT antara rerata perlakuan terhadap Kontrol

Gambar 4.9 Perbedaan Peningkatan Vitamin C antara rerata perlakuan terhadap Kontrol

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil yang diperoleh pada Apel Romebeauty adalah perlakuan K2G3 yaitu

dengan karagenan 2% dan gliserol 1,5% merupakan perlakuan terbaik dengan nilai susut bobot 7,24%, nilai TPT 13,5 0Brix dan

nilai vitamin C 0,53%.

SARAN

Dalam proses mempersiapkan bahan serta pengaplikasian edible coating pada apel lebih diperhatikan lagi sehingga tidak merusak bahan dan dapat diperoleh hasil yang lebih sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra, Ridawati, Santoso, A. I. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating Terhadap Susut Bobot, Ph, dan Karakteristik Organoleptik Buah Potong Pada Penyajian Hidangan Dessert. Skripsi Teknik Universitas Negeri Jakarta.

AOAC. 1995. Methods of Analysis. Association of Official AnalyticalChemist.Washington D.C. Appriyantono, D. Fardiaz, N. Puspitasari,

Sedanamati, S. Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium, Analisa Pangan. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor.

Cuq, B., N. Gonthard, J.L. Cuq, and S. Guilbert. 1996. Functional Properties of Myofibrillar Protein-Based Biopacking as Affected by Film Thickenes. Journal of Food Science. 61(3).

Dwiari, Sri R. 2008. Teknologi Hasil Pangan. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Fennema, O. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Chemical Publishing Cmpany Inc. New York.

Gunawan, Veronica. 2009. Skripsi : Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika (Capsicum annuum varietas Athena). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(10)

10 Handoko. D. D., Naitupulu B., dan hasil

Sembiring. 2005. Penanganan Pascapanen Buah Jeruk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian.

Krochta, J.M., E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating andFilm to Improve food Quality. Technomik Publ. Co. In. Pennsylvania, USA.

Latifah, Tita S. 2000. Skripsi : Pengaruh Umur Panen dan Periode Simpan Terhadap Kualitas Buah Jeruk Besar (Citrus grandis L. Osbeck). Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lacroix, M., dan C. L. Tien. 2005. Edible Films and Edible Coating from Starch Polysaccahrides dalam Buku In Food Packaging. Elsavier. New York. Leksono, Eko Budi B. 2008. Skrips : Kajian

Umur Simpan Sawo Sukatalasi pada Penyimpanan Suhu Dingin. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muchtadi, T. R. 1992. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Depdikbud PAU Pangan dan Gizi. IPB Bogor. Pujimulyani, Dwiyati. 2009. Teknologi

Pengolahan Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Rachmawati, M. 2010. Kajian Sifat Kimia Salak Pondoh (Salaka edulis Reinw) dengan Pelapisan Khitosan selama Penyimpanan untuk Memprediksi Masa Simpannya. Jurnal Teknologi Pertanian.

Skurtys, O dkk. 2010. Food Hydrocoloid Edible Films and Coatings. Department offood Science and Technology Universidad de Santiago

de Chile. Chile .http://imtrawww.ing.puc.cl/siding/ datos/publicfiles/profes/fpedreschiG TSNWOEDCWJOGDA/Food%20Hyd rocolloid%20Edible%20%Films%20an d%20Coatings.pdf.

Soelarso, B. 1996. Budidaya Apel. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa untuk BahanMakanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Jakarta.

Tamaela, Pieter dan Sherly Lewerissa. 2007. Karakteristik Edible Film dari Karagenan. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ambon.

Winarno, F G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill. New York.

Gambar

Gambar 4.1 Nilai Rerata Susut Bobot Tiap  Perlakuan Hari ke-21
Gambar 4.2 Nilai Rerata Susut Bobot Selama  21 Hari Penyimpanan  Pada Tiap Perlakuan  Total Padatan Terlarut
Gambar 4.4 Nilai Rerata TPT Selama 21 Hari  Penyimpanan Pada Tiap Perlakuan.
Gambar 4.6 Nilai Rerata Vitamin C Selama  21 Hari Penyimpanan Pada Tiap Perlakuan  Pada  gambar  dapat  dilihat  bahwa  untuk  seluruh  perlakuan  nilai  vitamin  C  menurun  dari  hari  ke-3  hingga  hari  ke  21  yang  ditunjukkan  dari  nilai  vitamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan kali ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman ordo arthropoda serta mengetahui dominasi arthropoda pada kawasan hutan alami Taman Wisata

Ini sudah cukup OK untuk mengidentifikasi siaran yang ingin Anda putar, namun saya tidak bisa menekan tombol untuk mendapatkan informasi acara yang dipancarkan

Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, perdagangan, politik,

Maka konklusinya, kita sebagai remaja perlulah memainkan peranan untuk menjadi remaja yang benar-benar berwawasan, remaja yang benar-benar berdedikasi, remaja yang benar-

Pada tahap perencanaan program kerja, PRO RS Advent Bandung merumuskannya dalam tahapan program kerja, Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu membuat kesadaran publik

Hasil penelitian ini juga konsisten dengan pernyataan teoritik dari Munawir (2007) yang mengungkapkan perputaran piutang mempengaruhi rentabilitas ekonomi karena

Hasil studi ini menunjukkan, dimensi-dimensi relationship marketing (komunikasi, penanganan konflik, komitmen, dan kepercayaan) yang digunakan dalam penelitian ini,

Kaupan toimipaikat olivat selvästi teollisuustoimi- paikkoja alttiimpia rikoksille sekä rikosmäärillä mitattu- na että sen perusteella, kuinka moni toimipaikoista oli vuoden