1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah
masyarakat dunia ini, dan juga selalu menjadi isu penting untuk ditinjau. Di
negara berkembang masalah ketimpangan telah menjadi pembahasan utama dalam
menetapkan kebijakan sejak tahun tujuh puluhan yang lalu. Perhatian ini timbul
karena adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang
mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan semakin tingginya
tingkat kesenjangan yang terjadi. Pembangunan ekonomi masyarakat pada
hakekatnya merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
pendapatan masyarakatnya. Menurut Meier (Gemmel; 1994) pembanguanan
adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sbuah negara
dapat meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, sejumlah orang
hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik dan distribusi pendapatan
semakin tidak timpang.
Ketimpangan pembangunan pada prinsipnya merupakan kjetimpangan
ekonomi yang mengandung makna kemiskinan dan kesenjangan. Agar
ketimpangan dan perkembangan suatu daerah dengan daerah lain tidak
menciptakan jurang yang semakin besar, maka implijakasi kebijaksanan terhadap
daur perkembangan dari pembangunan haruslah dirum uskan secara cepat
2 Permasalahan ketimpangan pendapatan tidak dapat dipisahkan dari
permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang.
Menurut Lincolin Arsyad (1997), banyak negara sedang berkembang yang
mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1960-an mulai
menyadari bahwa pertumbuhan yang semacam itu hanya sedikit manfaatnya
dalam memecahkan masalah kemiskinan. Di negara-negara miskin yang menjadi
perhatian utama adalah masalah pertumbuhan versus distribusi pendapatan.
Banyak orang merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi gagal untuk
mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut di Negara
Sedang Berkembang (NSB). Dengan kata lain, pertumbuhan GNP (Gross
National Product) per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Bahkan, pertumbuhan GNP per kapita di beberapa negara
yang sedang berkembang (seperti India, Pakistan, Kenya) telah menimbulkan
penurunan absolut dalam tingkat hidup penduduk miskin baik di perkotaan
maupun pedesaan. Apa yang disebut dengan proses “trickle down effect” dari
manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi. Sebagian
besar NSB yang mengalami laju pertumbuhan relatif tinggi tidak membawa
manfaat yang berarti bagi penduduk miskinnya. Kemiskinan dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu : pertama, kemiskinan absolut, di mana dengan pendekatan ini
diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu.
Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh
masing-masing golongan pendapatan. Kemiskinan relatif amat erat kaitannya
3 Sebagai suatu negara yang terdiri dari ribuan pulau, perbedaan
karakteristik wilayah adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari oleh
Indonesia. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada
terciptanya pola pembangunan ekonomi, sehingga suatu kewajaran bila pola
pembangunan ekonomi di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini
berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh yang pada gilirannya
mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara
wilayah lainnya tumbuh lambat. Kemampuan tumbuh ini kemudian menyebabkan
terjadinya ketimpangan baik pembangunan maupun pendapatan antar daerah.
Kondisi ini merupakan tantangan pembangunan yang harus kita hadapai
mengingat masalah kesenjangan itu dapat mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa serta dapat menyulitkan kita dalam melaksanakan pembangunan ekonomi
nasional yang berlandaskan pemerataan. Ketimpangan merupakan permasalahan
klasik yang dapat ditemukan dimana saja. Oleh karena itu ketimpangan tidak
dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa dikurangi sampai pada tingkat yang
dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu agar keselarasan dalam sistem
tersebut tetap terpelihara dalam proses pertumbuhannya (Basri, 1995).
Ketidakpuasan dan kritik yang timbul dalam proses pembangunan pada
dasarnya bukanlah sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai akan
tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut
kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, bahkan
4 seperti meningkatnya pengangguran, kurangnya sarana kesehatan dan pendidikan,
perumahan, kebutuhan pokok, rasa aman, dan lain-lain.
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto di Wilayah Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)
Periode 2007- 2011
Wilayah / Tahun 2011 2010 2009 2008 2007
Boyolali 4.472.217 4.248.048 4.100.520 3.899.373 3.748.102
Klaten 4.938.051 4.843.247 4.761.019 4.567.201 4.394.688
Sukoharjo 5.206.688 4.978.263 4.756.902 4.540.752 4.330.993
Wonogiri 3.134.182 3.071.964 2.901.577 2.770.436 2.657.069
Karanganyar 5.752.065 5.452.435 5.172.268 4.900.690 4.654.054
Sragen 3.270.053 3.069.751 2.893.427 2.729.450 2.582.492
Kota Surakarta 5.411.912 5.103.886 4.817.878 4.549.343 4.304.287
Sumber: BPS Povinsi Jawa tengah
Tabel 1.1 menunjukan tingkat pertumbuhan PDRB di masing kabupaten dan Kota. Kenaikan dan penurunan pertumbuhan PDRB yang terjadi di tujuh
Kabupaten dan Kota tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor
utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Negara)
adalah Pertama, Pertumbuhan Penduduk (angkatan kerja) disertai lapangan
5 Modal, pemilik modal akan memiliki kesempatan untuk melakukan investasi
sehingga akan meningkatkan output perekonomian. Ketiga, Kemajuan Teknologi,
dan yang terakhir adalah Sumber Daya Institusi (sistem kelembagaan) (Arsyad,
2010).
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah
sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk dan
hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labour force)
secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi. Pernyataan tersebut berarti: (1) Semakin banyak jumlah
angkatan kerja semakin banyak pasokan tenaga kerja, dan (2) semakin banyak
jumlah penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik (Arsyad, 2010).
Tabel 1.2
Jumlah Total Penduduk di Wilayah karisidenan Surakarta (Jiwa) Periode 2007- 2011
Wilayah 2011 2010 2009 2008 2007
Boyolali 935,242 930,531 943,978 938,469 932,698
Klaten 1,134.529 1,130,047 1,136,829 1,133,012 1,128,852
Sukoharjo 829,566 824,238 833,575 826,699 819,621
Wonogiri 930,969 928,904 985,024 982,73 980,132
Karanganyar 818,817 813,196 819,186 812,423 805,462
Sragen 861,548 858,266 862,91 860,509 857,844
Kota Surakarta 501,324 499,337 528,202 522,935 517,557
6 Dengan jumlah penduduk sebesar itu maka seharusnya dapat membantu
pembangunan, akan tetapi jika tidak diberdayakan maka hanya akan menambah
beban pembangunan. Namun melihat keadaan yang sekarang dimana tingkat
pertumbuhan penduduk terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan
pemerataan penyebaran penduduk.
Ada berbagai macam permasalahan yang dihadapi 7 kabupaten/kota di
propinsi Jawa Tengah, diantaranya kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan
distribusi pendapatan. Aspek yang penting untuk diperhatikan selain peningkatan
pendapatan adalah pemerataan pendapatan, karena salah satu strategi dan tujuan
pembangunan nasional ialah pemerataan pendapatan.
Menurut Profesor Kuznets, pada tahap – tahap awal pertumbuhan ekonomi
pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap – tahap
berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis
“U-terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan
distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per
kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U-terbalik. Menurut
Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi (Todaro, 2000).
Berdasarkan analisis diatas, penulis menganalisa sejauh mana peran
pendapatan perkapita daerah dapat mempengaruhi ketimpangan pendapatan
7 B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap ketimpangan pendapatan
antar kabupaten di se-eks Karesidenan Surakarata?
2. Bagaimana pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan
antar kabupaten di se-eks Karesidenan Surakarata?
3. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pendapatan antar
kabupaten di se-eks Karesidenan Surakarata ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis :
1. Mengetahui bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap ketimpangan
pendapatan antar kabupaten di se-eks Karesidenan Surakarata .
2. Mengetahui bagaimana pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan
pendapatan antar kabupaten se-eks Karesidenan Surakarata .
3. Mengetahui bagaimana pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pendapatan
antar kabupaten di se-eks Karesidenan Surakarata .
D.Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Provinsi
Diharapkan menjadi tambahan informasi agar lebih memantapkan
8 2. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan penerapan dari teori-teori akademis yang
telah diperoleh selama studi di perguruan tinggi dan juga sebagai tugas
akhir yang merupakan syarat dalam meraih gelar kesarjanaan dalam
bidang ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait.
4. Menambah , melengkapi dan sekaligus sebagai pembanding hasil
penelitian-penelitian yang lain.
5. Sebagai informasi dan refrensi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik
yang sama.
6. Semoga penelitian menjadi sumbangan bagi mahasiswa fakultas ekonomi
khususnya ekonomi pembangunan.
E.METODE ANALISIS DATA
1.Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif.
Kuantitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada pengujian
teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka
dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Data diambil dari
9 2. Metode Analisis Data
a. Indeks Williamson
Y
IDW = Indeks kesenjangan Williamson
Yi = PDRB per kapita wilayah ke-i
Y = Rata–rata PDRB per kapita nasional, kawasan, pulau, provinsi, wilayah
Pi = fi/n, dimanaJumlah penduduk kabupaten/kota ke-i dan n
adalah total penduduk nasional, provinsi, pulau, atau
kawasan.
Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan
ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Kriteria pengukuran
adalah, semakin besar nilai indeks yang menunjukan variasi produksi
ekonomi antar wilayah semakin besar pula tingkat perbedaan ekonomi dari
masing-masing wilayah dengan rata-ratanya, sebaliknya semakin kecil
10 Nilai IDW terletak antara 0 sampai dengan 1, apabila nilai IDW
mendekati 0 (nol), maka suatu wilayah dapat dikatakan merata dan apabila
nilai IDW mendekati 1 (satu) berarti suatu wilayah ada ketimpangan.
b. Ordinary Least Square (OLS)
Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan
variabel-variabel yang mempengaruhi ketimpangan digunakan analisis
regresi berganda Ordinary Least Square (OLS). Persamaan estimasi yang
digunakan adalah :
IDW = β0 +β1 X1t+ β2 X2t +β3 X3t+Ut
Keterangan
IDW : Nilai Indeks Williamson
X1 : Jumlah Penduduk (jiwa)
X2 : PDRB (Juta)
X3 : APBD (sisi pengeluaran pemerintah) (Juta)
F.SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
11 BAB II Landasan Teori
Dalam bab ini merupakan penjabaran dari teoristik yang terdapat
pada usulan penelitian dan memuat materi-materi yang
disimpulkan dan diperoleh dari sumber tertulis yang dipakai
sebagai bahan acuan pembahasan atas topik permasalahan.
BAB III Metodologi Penelitian
Dalam bab ini memuat identifikasi variabel-variabel penelitian,
definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data dan model
penelitian.
BAB IV Analisis Data Dan Pembahasan
Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum hasil penelitian,
berdasarkan nilai indeks Williamson dan hasil analisis keterkaitan
variabel berdasarkan Model Ordinary Least Square.
BAB V Penutup
Dalam bab ini berisi tentang simpulan dan serangkaian pembahasan
skripsi pada bab IV serta saran-saran yang perlu disampaikan.