Universitas Kristen Maranatha
芸者 最初 現代 常 連 客
う
楽 存在
自分 生活 支え 者 要 求
う う
満 存在
関わ 非常
う
閉鎖的 え 日本
文化 変化 生 芸者 江戸時代
え
現代 存在
正 真 正 銘
う う
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Kata pengantar ... i
Daftar isi ... iv
Bab I pendahuluan Perubahan-perubahan dalam ruang lingkup Geisha 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Pembatasan masalah ... 4
1.3Tujuan penelitian ... 4
1.4Metodelogi penelitian ... 4
1.5Organisasi penulisan ... 10
Bab II Landasan Teori Sejarah,tahap pelatihan,dan gaya hidup Geisha 2.1 Sejarah Geisha ... 11
2.2 Tahap Pelatihan Geisha ... 17
2.2.1 Tahap Shikomi ... 18
2.2.2 Tahap Minarai ... 18
2.2.3 Tahap Maiko ... 19
2.2.4 Tahap geisha ... 20
Universitas Kristen Maranatha Bab III Analisis
Hot Spring Geisha.Punk Geisha,Geisha Eksekutif
3.1 Hot spring Geisha ... 28
3.2 Punk Geisha ... 32
3.3 Geisha Eksekutif ... 35
Bab IV Kesimpulan ... 41
Daftar Pustaka ... 45 Sinopsis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
1. DATA PRIBADI
Nama : Henry Sucipto Sukasmin
Tempat/Tanggal Lahir : Ranoyapo MINSEL, 18 Maret 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
Alamat : Jl. Budi Luhur 1 No. 1 Setia Budi Bandung
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama Ayah : Idris Rudiyanto Sukasmin
Nama Ibu : Ylse Yvonne Waworuntu
2. PENDIDIKAN
1988 – 1994 : Sekolah Dasar GMIM, Amurang
1994 – 1997 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1, Amurang
1997 – 2000 : Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Amurang
2002 – 2010 : Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Universitas Kristen
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan-perubahan dalam ruang lingkup Geisha
1.1Latar Belakang Masalah
Menurut Williams (Chris Barker, 2000, Cultural Studies: Theory and
practice, London, SAGE Publications, hal 19), kata culture pertama kali muncul
sebagai kata benda, yaitu cultivation (pembudidayaan), yang berkaitan dengan
proses pertumbuhan tanaman pangan. Selanjutnya pembudayaan itu mengalami
perluasan makna sehingga mencakup hal yang berhubungan dengan jiwa manusia
atau “roh” yang memunculkan ide tentang orang yang berbudi daya (cultivated)
atau berbudaya (cultured).
Pada abad 19 muncul definsi yang lebih antropologis yang
memandang kebudayaan sebagai “keseluruhan cara hidup yang khas” dengan
penekanan pada pengalaman sehari-hari1. Sementara budaya tradisional berarti
sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma
dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun2.
Jepang adalah salah satu negara termaju di dunia, teknologi adalah
obsesinya dan usaha efisiensi negara ini menciptakan perubahan yang sangat
cepat. Seperti yang diketahui bahwa negara ini menomor-satukan hal-hal yang
berbau teknologi sehingga teknologi-teknologi tersebut menyebabkan modernisasi
yang sangat signifikan untuk negara Jepang sendiri. Baik dari media sampai ke
1
Chris Barker,2000, Cultural Studies : Theory and Practice, London, SAGE Publications, hal 20-21 2
2 Universitas Kristen Maranatha
pelayanan masyarakat, semuanya mengalami perubahan yang signifikan, hal ini
secara tidak langsung mempengaruhi kebudayaan di negara tersebut, khususnya
pada sebuah kebudayaan yang telah bertahun-tahun ada dan kehadirannya masih
ditemui oleh masyarakat Jepang sendiri. Budaya tersebut adalah Geisha (芸者).
Geisha (芸者) sendiri dianggap menjadi suatu lambang kecantikan dalam
diri wanita Jepang yang menggunakan kimono sambil membawa payung yang
terbuat dari bambu serta pada bagian muka di putihkan, alis di garis tipis, bagian
mulut diberi pewarna agar supaya terlihat menarik dan rambutnya disisir
berbentuk persi. Geisha (芸者) selalu memiliki ciri khas tradisional wanita jepang.
Pada saat perang dunia kedua, Geisha (芸者) diberi tugas untuk menemani para
pejuang Jepang sebelum berperang, para pejuang ini diberi nama pasukan
Kamikaze hal ini bermaksud untuk memberikan dukungan pada para pejuang
tersebut. Menurut pandangan dari orang-orang barat dalam buku karangan
Sumiko Iwao, tertulis bahwa kecantikan seorang wanita Jepang dapat dilihat
ketika wanita tersebut memakai kimono, membawa payung yang dibuat dari
bambu dan berjalan sambil menunduk berada di belakang Danna-nya3.
Pada awalnya keberadaan Geisha (芸者) dinilai rendah oleh masyarakat
Jepang, tapi secara perlahan mereka bisa mengubah status tersebut dan menjadi
terkemuka dalam masyarakat Jepang. Geisha (芸者) pertama kali muncul pada
zaman Edo (tahun 1603-1867)4 dan awalnya mereka adalah pria. Pada mulanya,
fungsi Geisha (芸者) sebagai pelawak panggung yang mengisi acara pada
3
Sumiko Iwao, 1993, Japanese woman : Traditional Image and Changing reality
4
3 Universitas Kristen Maranatha
pesta para pelacur eksklusif yang menemani para samurai atau pedagang di
rumah-rumah hiburan.
Walaupun tradisi Geisha (芸 者) masih bertahan, tapi seiring dengan
kemajuan pesat negara Jepang secara tidak langsung terjadi perubahan dalam
ruang lingkup Geisha (芸者) itu sendiri. Sejak kependudukan bangsa Amerika di
Jepang (pada tahun 1860), citra Geisha (芸 者) dinodai oleh bayang-bayang
prostitusi. Ada pihak yang ingin merubah kesan ini tapi beberapa Geisha (芸者)
memanfaatkan situasi ini dan Geisha (芸 者) yang paling terkenal adalah Hot
Spring Geisha (芸 者). Geisha (芸 者) ini dianggap sebagai golongan terendah
dalam hierarki Geisha (芸 者), ini dikarenakan para Geisha (芸 者) tersebut
menjalankan bisnis prostitusi.
Pada saat ini peluang wanita Jepang untuk menjadi seorang Geisha (芸者)
terbilang banyak, tapi hal ini justru sangat sulit untuk rumah-rumah Geisha (芸者)
menemukan seseorang yang benar-benar berdedikasi dalam dunia Geisha (芸者).
Hal ini disebabkan adanya seorang Geisha (芸者) di Tokyo yang bernama Hana
Chan di mana ia memperkenalkan dirinya ke Eropa sebagai Punk Geisha (芸者)
yang pertama. Sementara di Tokyo, dikarenakan desakan untuk bertahan, para
Geisha (芸者) eksekutif Tokyo membuka bar-bar untuk memenuhi selera modern
para pelanggan. Sedangkan di Kyoto, ada seorang warga negara Kanada yang
bernama Peter Mac menjadi pelanggan tetap Geisha (芸 者). Biasanya ia
4 Universitas Kristen Maranatha
rumah-rumah teh dan para Geisha (芸 者) tersebut biasanya menemani Peter
berkaraoke atau minum-minum di bar.
Tidak hanya sampai disitu saja, kehidupan para Geisha (芸者) pun telah
berubah dari tradisional menjadi modern bertumpu pada kemajuan tekhnologi
Jepang yang berkembang pesat.
Dengan melihat aspek-aspek Geisha (芸 者) yang ada di film tersebut
sehingga penulis menganggap bahwa ada perubahan-perubahan yang terjadi
dalam ruang lingkup Geisha (芸者) hingga saat ini, sehingga penulis memutuskan
untuk meneliti lebih jauh tentang perubahan-perubahan itu.
1.2Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini dibatasi pada film
dokumenter The Secret Life of Geisha (芸 者) sebagai sumber data utama dan
data-data lain sebagai penambah untuk mempersepsikan perubahan-perubahan
yang terjadi.
1.3Tujuan Penelitian
Untuk menggambarkan bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam
ruang lingkup Geisha (芸者) yang telah mengakar sampai sekarang ini.
1.4Metodologi Penelitian
Dengan adanya fenomena ini di Jepang, penyusunan skripsi ini penulis
5 Universitas Kristen Maranatha
Yunani, yang diambil dari kata phainomenon yang berarti sesuatu yang tampak,
terlihat karena bercahaya, atau disebut “gejala” dalam bahasa Indonesia. Jadi,
fenomenologi merupakan suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala
sesuatu yang menampakan diri. Dalam hal ini, fenomenologi adalah bidang
filsafat yang mempelajari manusia sebagai fenomena. Maksudnya, pengalaman
manusia dihubungkan dengan yang ada di luar benda itu sendiri tanpa perlu
bergantung pada teori, logika, ataupun pendapat subyektif dari aturan-aturan yang
sudah ada sebelumnya.
Kita bisa melihat pengalaman kita sebagai suatu fenomena yang terjadi di
hadapan kita. Pada saat itu kita melihat seperti kejadian biasa tanpa mengaitkan
dengan berbagai bentuk teori, logika ataupun pendapat orang lain yang bersifat
subyektif atau sepihak. Edmund Husserl, seorang ilmuwan Jerman yang dikenal
sebagai Bapak pendiri sebuah pendekatan yang sampai sekarang terkenal dengan
nama “fenomenologi”, memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif
mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman
langsung baik secara religius, moral, estetis, konseptual, serta inderawi.
Perhatian filsafat hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang
Lebenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah)
yang hendaknya menekankan watak intensional kesadaran dan tanpa
mengandaikan praduga-praduga konseptual. Semboyannya yang terkenal adalah
“Zuruck zu den sachen selbst” (kembalilah kepada benda-benda itu sendiri).
Metode ini dimaksudkan untuk melepaskan jalan pikiran dari apa saja yang
6 Universitas Kristen Maranatha
terpenting adalah masalah itu sendiri, bukan gagasan tentang hal tersebut. Bagi
Husserl, yang terpenting adalah hasil dari proses yang terjadi bukan proses yang
terjadi. Metode yang negatif disebut Voraussetzungslosigkeit (terjemahan bebas:
kekurangan pengandaian yang mutlak). Dalam kaitan ini, Husserl mendekatkan
diri pada metode yang dikemukakan oleh Descartes, walaupun terdapat
perbedaannya.
Descartes memulainya dengan sikap ragu-ragu, ia menyangkal segala
sesuatu dan ingin memulai proses pemikirannya dari titik yang benar-benar nol.
Husserl ingin memberikan tanda petik pada keraguanya atau memberikan kualitas
dipertanyakan pada objek-objek. Sebagai contoh misalnya: eksistensi objek tidak
esensial bagi objek itu sendiri atau sebuah segitiga akan tetap merupakan segitiga.
Dengan menggunakan kedua metode yang diketengahkan di atas, yang menurut
semboyannya yaitu “kembali kepada hal itu sendiri” dan “kekurangan
pengandaian yang mutlak”, boleh dikatakan ia memulai karyanya dengan tepat.
Ketika ia membicarakan tentang tiga tingkatan kesadaran, di mana pada salah satu
tingkatannya Husserl membicarakan tentang Phenomenologisches Residuum atau
“objek murni” atau “esensi murni”.
Fenomenologi mencoba untuk memahami bahwa masih ada objek-objek
yang berada di dunia ini yang menjadikan hidup lebih jelas dan nyata.5 Seorang
filsuf sekaligus kritikus yang berasal dari Jerman, Martin Heidegger, mengatakan
bahwa untuk dapat mengerti konsep dari fenomenologi, kita perlu menelusuri
masalah dari konsep fenomenologi itu sendiri karena konsep fenomenologi
5
7 Universitas Kristen Maranatha
memiliki konsep yang bermacam-macam. Akan tetapi, untuk membatasi masalah
tersebut secara kongkrit, kita tidak perlu memotong habis dan mengerti
sepenuhnya dari konsep fenomenologi. Maksudnya untuk dapat mengambil inti
dari faham fenomenologi ini, kita harus mengikuti dan mengerti permasalahan
dari masalah itu karena kita tidak akan bisa mengambil inti permasalahannya.6
(http://phenomenologyonline.cominquiry/49htm)
Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode,
fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita
sampai pada fenomena yang murni. Fenomenologi sendiri mempelajari dan
melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen itu sendiri
menyingkapkan diri pada kesadaran. Kita harus bertolak dari subyek (manusia)
serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “Kesadaran Murni”.
Disini, fenomenologi lebih mengutamakan kenyataan yang terlihat
daripada prasangka-prasangka yang dibuat dari pemikiran yang sudah ada. Serta
menjelaskan masalah tersebut secara rasional.
Fenomenologi mempunyai slogan: “kembali pada kenyataan itu sendiri!”. Dengan kata lain tunda dulu semua keputusanmu
tentang kenyataan. Biarlah kenyataan, atau istilah filosofinya, fenomen, mewujudkan kebenarannya sendiri. Misalnya fenomen-fenomen seperti keadilan, cinta, dan simpati. Ketiganya jangan di ukur berdasarkan utilitarianime dan hedonisme (faham yang mengagungkkan kebebasan). Diukur berdasarkan untung rugi, nikmat sakit, dan lain sebagainya. Persahabatan yang tulus tetap sebuah kemungkinan terbuka.
6
8 Universitas Kristen Maranatha
Hubungan antara objek penelitian (Geisha (芸 者)) dengan metode
fenomenologi dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup
Geisha (芸者), yang tergambar dalam film dokumenter The secret Life of Geisha (
芸者). Penulis berusaha untuk mengungkapkan penyebab perubahan-perubahan
tersebut sebagai suatu fenomena karena jika dilihat lebih jauh sesuai dengan film
bahwa perubahan-perubahan tersebut memberi pengaruh terhadap citra Geisha (
芸 者) yang sebenarnya. Sesuai dengan data yang didapatkan, Geisha (芸 者)
merupakan suatu profesi yang jauh dari citra negatifnya (prostitusi). Dalam
penelitian ini, melalui metode penelitian fenomenologi penulis berharap dapat
menemukan inti dari permasalahan Geisha (芸者) tersebut.
Dalam kasus ini penulis ingin mencoba menguraikan apakah sumber data
ini valid dengan menggunakan metodelogi fenomenologi ini. Film ini diproduksi
pada tahun 2006 oleh BBC, diarahkan oleh Janice Sutherland, dan produsernya
adalah Anthony Geffen. Film ini diangkat dari buku top seller “Memoirs of
Geisha (芸者)” karya Arthur Golden. The Secret Life of Geisha (芸者) membawa
kita melewati rahasia yang tidak dapat dimasuki, yaitu institusi wanita Jepang
yang terkenal.
Film yang berdurasi hampir dua jam ini menelusuri cerita Geisha (芸者)
dan melihat keaslian Geisha (芸者) di zaman Jepang kuno di mana penuh dengan
latihan yang hebat untuk mencapai status sebagai Geisha (芸 者). Film ini
9 Universitas Kristen Maranatha
modern Jepang, dan pelayanan seperti apakah yang sebenarnya disediakan oleh
Geisha (芸者).
Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki apakah ada hubungan sebab
akibat berdasar pada pengamatan yang ada dan mencari fakta yang mungkin
terjadi melalui data-data yang ada.
Berikut adalah langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian ini:
1. Mendefinisikan masalah.
2. Melakukan telaah pustaka.
3. Merumuskan hipotesis
4. Merumuskan asumsi yang mendasari hipotesis serta prosedur yang akan
digunakan.
5. Menyusun rancangan cara pendekatannya:
a. Memilih subyek serta prosedur yang akan digunakan.
b. Memilih teknik yang digunakan untuk pengumpulan data.
c. Menetukan kategori untukpengklasifikasian data yang jelas, sesuai
dengan tujuan studi.
6. Mencari validitas teknik dalam mengumpulkan data dan diinterpretasikan
hasilnya dengan jelas dan cermat.
10 Universitas Kristen Maranatha 1.5Organisasi Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menjabarkan penelitian ke dalam
organisasi penulisan yang dibagi ke dalam beberapa susunan, yaitu:
Bab 1, berisikan: 1.1 Latar Belakang Masalah mengenai sejarah Geisha (
芸者) dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ruang lingkup Geisha (芸
者) menurut film dokumenter The Secret Life of Geisha (芸者),1.2 Pembatasan
masalah di mana penelitian ini dibatasi pada film dokumenter sebagai sumber data
utama dan data-data lain sebagai penambah untuk mempersepsikan
perubahan-perubahan yang terjadi. 1.3 Tujuan Penelitian yaitu untuk menggambarkan bentuk
perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup Geisha (芸者) yang telah
mengakar sampai sekarang ini. 1.4 Metodologi Penelitian di mana peneliti
menggunakan metode fenomenologi sebagai pendukung dari penelitian ini.
Bab II peneliti menggambarkan sejarah Geisha (芸 者) dan tahap-tahap
pelatihan Geisha (芸 者). Sedangkan Bab III menganalisis tradisi-tradisi yang
mengalami perubahan. Bab IV sendiri berisi tentang kesimpulan hasil analisis Bab
III. Organisasi penulisan ini dirancang demikian agar pembaca mudah menelusuri
43 Universitas Kristen Maranatha
BAB IV
KESIMPULAN
Geisha (芸者) adalah wanita yang menghibur pelanggannya dengan
menari,teman ngobrol,dan bermain.tetapi oleh masyarakat dari luar Jepang
mereka menganggap bahwa Geisha (芸者) identik dengan dunia prostitusi, tapi
jika dicermati lagi dari awal bahwa Geisha (芸者) merupakan sebuah profesi yang
menghibur para pelanggan dengan cara melawak pada pesta-pesta pelacur
ekslusif yang menemani para samurai atau para pedagang di rumah-rumah
hiburan. Para Geisha (芸者) ini tidak akan melakukan hubungan intim dengan
sembarang pelanggan mereka hanya akan melakukannya dengan danna atau
penyokong hidupnya. Adapun peran Geisha (芸者) terhadap dannanya yaitu
Geisha (芸者) berperan sebagai istri bagi dannanya, bagi laki-laki yang belum
menikah Geisha (芸者) dapat dianggap sebagi seorang istri, sedangkan bagi yang
sudah menikah Geisha (芸者) dianggap sebagai pelengkap kebutuhan suami, ini
maksudnya adalah Geisha (芸者) sebagai pelengkap kebutuhan yang tidak di
dapat dari istri para laki-laki yang sudah menikah, misalnya kejadian-kejadian
yang terjadi di luar rumah maka hal itu bisa di bicarakan dengan para Geisha
(芸者) tanpa perlu takut jika hal-hal tersebut bisa diketahui oleh istrinya karena
44 Universitas Kristen Maranatha
Jika hal tersebut dilanggar maka para Geisha (芸者) ini akan mendapatkan
hukuman dari kenban karena telah melanggar peraturan-peraturan yang ada,
adapun peraturan-peraturan tersebut.
Para Geisha (芸者) tidak lagi diperbolehkan untuk meniggalkan tempat
mereka bekerja untuk menghibur orang lain. Mereka hanya boleh meninggalkan
tempat tersebut hanya pada saat tahun baru dan saat festival Obon berlangsung.
Pada hari festival tersebut para Geisha (芸者) harus kembali ke tempatnya pada
pukul 4 sore.
Geisha (芸者) dilarang keras memakai pakaian yang mewah, dan mereka
dibatasi untuk memakai pakaian polos. Kerah pakaian mereka pun harus berwarna
putih, gaya rambut yang sama yang dinamakan gaya rambut shimada. Para Geisha
(芸者) hanya di pebolehkan memakai 3 ornamen pada rambutnya seperti sebuah
sisir, dan dua buah tusuk konde yang berbeda ukuran panjangnya.
Untuk menghindari keakraban dengan para tamu, maka Geisha (芸者) di
pekerjakan dalam sebuah grup yang terdiri dari 3 orang, para Geisha (芸者) pun
tidak boleh duduk bersebelahan dengan tamunya kecuali jika keadaan yang
mengharuskan Geisha (芸者) harus duduk di sebelah tamunya. Jika Geisha (芸者)
terlalu intim dengan tamunya maka Geisha (芸者) tersebut akan di periksa oleh
kenban dan jika tidak taat pada peraturan maka Geisha (芸者) tersebut akan di
45 Universitas Kristen Maranatha
Waktu yang di berikan bagi para Geisha (芸者) untuk bekerja di mulai
dari sore hari sampai pada jam sepuluh malam, walaupun waktu kerjanya masih
bisa di tambah sampai tengah malam.
Tapi pada film dokumenter “ The Secret Life Of Geisha (芸者)” sudah
terdapat perubahan-perubahan dimana para Geisha (芸者) sudah tidak berada
pada jalur budaya yang seharusnya di pertahankan sesuai dengan hukum –hukum
yang telah di buat oleh kenban. Hal ini dapat dilihat dari film tersebut dimana para
Geisha (芸者) di Tokyo mendirikan bar untuk memenuhi selera modern para
pelanggannya, Geisha (芸者) yg menghibur pelanggannya tidak di ochaya lagi
tapi biasanya dibawa oleh pelanggannya, kemudian munculnya punk Geisha
(芸者), dan adanya kelompok-kelompok Geisha (芸者) yang memanfaatkan
statusnya untuk menjalankan bisnis profesi. Hal-hal ini kemungkinan besar terjadi
dikarenakan adanya pola hidup barat dimana pemikiran-pemikiran barat telah
mempengaruhi kehidupan di Jepang sehingga tidak dapat dielakkan lagi maka
terjadilah perubahan-perubahan tersebut.
Pada bab III telah dijelskan beberapa perubahan oleh penulis dan salah
satunya adalah seorang perempuan yang bernama Hana Chan yang merubah
image Geisha (芸者)nya dan memperkenalkan dirinya ke dunia barat sebagai
seorang Punk Geisha (芸者). Seperti yang penulis ketahui bahwa orang yang
hidup dengan gaya Punk adalah orang yang hidup dengan menentang kemapanan
yang ada, dengan cara inilah Hana Chan ingin memperkenalkan dirinya dia ingin
46 Universitas Kristen Maranatha
dengan aturan-aturan yang ada dalam ruang lingkup Geisha (芸者) itu sendiri. Dia
ingin menjalankan hidup Geisha (芸者)nya sesuai dengan yang dia mau.
Sebagai kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah dengan masuknya
budaya barat ke dalam berbagai lapisan masyarakat di Jepang maka tidak bisa
dihindari juga bahwa ruang lingkup Geisha (芸者) ini bisa terpengaruh juga tetapi
menurut penulis bahwa bisa atau tidak bisanya dipertahankan kebudayaan ini
dengan baik kembali lagi kepada individu-individu sebagai pelaku kegiatan
budaya khusunya dalam dunia budaya dan seni Geisha (芸者) itu sendiri. Karena
mereka merupakan dasar atau fundamental dari budaya ini dapat tetap bergerak
pada jalurnya dengan baik, dapat tetap mempertahankan nilai-nilai budayanya
dalam bentuk apapun dari pengaruh-pengaruh budaya barat khususnya pengaruh
yang dapat membawa ke arah negatif.
Sebagai kata penutup bahwa Geisha (芸者) baik dari mulanya sampai
sekarang merupakan penghibur bagi pelanggannya sekaligus menjadi seorang
pelengkap kebutuhan bagi para penyokong hidupnya tapi tak lepas dari itu Geisha
(芸者) merupakan penghibur sejati yang ada sejak zaman edo sampai sekarang
walaupun telah terjadi perubahan-perubahan dalam pejalanan sejarah budaya
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris, 2000, Cultural Studies: Theory and Practice, SAGE Publications, London
Dalby, Liza, 2000, The Life of Geisha, Tuttle
Kodansha, 1993; Japan an Illustrated Encyclopedia, 446
Fenomenologi, http://Wikipedia.org/wiki/fenomenologi
Fenomenologi, http://phenomenologyonline.com/inquiry/49.htm
Prabasmoro, Aquarini Priyatna, 2006, Kajian Budaya Feminis (Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop), Jalansutra
The Secret Life of Geisha, BBC World Wide Limited, 2006