EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL YOGYAKARTA
Christina Ari Listiyani 128114033
INTISARI
Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin di rahim. Risiko infeksi kelahiran sesar meningkat 5-20 kali dibandingkan dengan persalinan normal. Risiko infeksi paska operasi dapat dikurangi dengan antibiotika profilaksis. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar.
Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada pasien operasi sesar bulan April 2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens yaitu suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.
Hasil analisis dari 32 kasus dengan persentase terbanyak, yaitu: pasien berusia 20-34 tahun (69%), usia kehamilan >37 minggu (88%), riwayat kehamilan I (41%), belum pernah melahirkan sebelumnya (47%), tidak memiliki riwayat operasi sesar (87%), tipe operasi sesar emergency (78%), dan indikasi operasi karena induksi gagal (17%). Antibiotika profilaksis yang diresepkan adalah sefotaksim 1 gram (97%) dengan rute pemberian intravena (100%). Pemberian antibiotika dilakukan ±60 menit setelah operasi (88%) dengan durasi pemberian selama >48-72 jam (63%). Hasil evaluasi dengan metode Gyssens diperoleh 32 peresepan masuk kategori IVA yaitu ada antibiotika lain yang lebih efektif, meskipun outcome terapi baik.
ABSTRACT
Caesarean surgery is a pregnancy surgery through abdominal wall slice and lower uterine segment to take the fetus from uterus. Caesarean delivery risk is 5-20 times than vaginal delivery. Prophylaxis antibiotics can decreases infection risk of post-surgery. This research goal is to evaluate prophylaxis antibiotics infiltration accuracy.
The research was conducted in Panembahan Senopati Public Hospital Bantul, Yogyakarta towards caesarean patients on April 2015. It is a descriptive study using case series as plan research with retrospective data. Gyssens evaluation is used as the research method and flow diagram to find antibiotics infiltration accuracy.
EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Christina Ari Listiyani
NIM: 128114033
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA
BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Christina Ari Listiyani
NIM: 128114033
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Jesus Said “You’re-shape up”
You are the salt of the earth, but it salt has lost its taste, how can its saltiness be
restored? You are the light of the world. No one after lighting a lamp puts it under the
bushel basket, but on the lampstand, and it gives light to all in the house. In the same
way, let your light shine before others, so that they may see your good works and give
glory to your Father in heaven
Matthew 5:13-16
Kupersembahankan skripsi ini untuk:
-Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
-Orang tuaku beserta keluargaku yang selalu menemani dalam suka dan suka
-Semua orang yang bersedia ada disekitarku yang aku sayangi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat cinta kasih, penyertaan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Antibiotika Profilaksis pada
Pasien yang Menjalani Operasi Sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta”.
Penulis sungguh menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik. Dengan tulus dan rendah hati, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat-Nya yang luar biasa sehingga
penulis diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma dan sekaligus sebagai dosen pembibing I yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan, dukungan, waktu, saran dan doa selama proses
penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Ibu Witri Susila Astuti, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang dengan
sabar memberikan arahan, bimbingan, semangat dan dukungan serta doa selama
proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt., dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt.,
sebagai dosen penguji atas kritik dan saran yang membangun selama penyelesaian
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...
PENGESAHAN...
HALAMAN PERSEMBAHAN...
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...
PRAKATA...
DAFTAR ISI...
DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR LAMPIRAN...
INTISARI...
ABSTRACT...
BAB I PENGANTAR...
A. Latar Belakang...
1. Rumusan masalah...
2. Keaslian karya...
3. Manfaat penelitian...
B. Tujuan Penelitian...
1. Tujuan umum...
2. Tujuan khusus...
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xiii
xv
xvi
xviii
xix
1
1
3
4
6
6
6
6
x
A. Operasi Sesar...
1. Definisi operasi sesar...
2. Tipe-tipe operasi sesar...
3. Indikasi operasi sesar...
4. Resiko operasi sesar...
B. Infeksi...
1. Definisi infeksi...
2. Infeksi pasca operasi...
3. Faktor risiko infeksi pasca operasi...
C. Antibiotika...
1. Definisi antibiotika...
2. Penggolongan antibiotika...
3. Prinsip penggunaan antibiotika...
4. Penggunaan antibiotika pada ibu hamil...
D. Antibiotika Profilaksis...
1. Definisi antibiotika profilaksis...
2. Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien operasi
sesar...
E. Evaluasi Penggunaan Antibiotika...
F. Keterangan Empiris...
BAB III METODE PENELITIAN...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
B. Variabel Penelitian... 8
8
8
9
10
10
10
11
12
13
13
13
14
16
18
18
18
22
24
25
25
xi
C. Definisi Operasional...
D. Bahan Penelitian...
E. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian...
F. Instrumen Penelitian...
G. Tata Cara Penelitian...
H. Analisis Data Penelitian...
I. Keterbatasan Penelitian...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...
A. Profil Pasien...
B. Profil Peresepan Antibiotika Profilaksis...
1. Variasi peresepan antibiotika profilaksis...
2. Rute pemberian antibiotika profilaksis...
3. Waktu pemberian antibiotika profilaksis...
4. Durasi pemberian antibiotika profilaksis...
C. Evaluasi Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens...
1. Kategori VI (data lengkap)...
2. Kategori V (peresepan antibiotika tanpa indikasi)...
3. Kategori IVA (ada antibiotika lain yang lebih efektif)...
4. Kategori IVB (ada pilihan antibiotika lain yang lebih aman)...
5. Kategori IVC (ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah)...
6. Kategori IVD (ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang
lebih sempit)...
7. Kategori IIIA (peresepan antibiotika yang terlalu lama)... 26
28
29
29
30
31
35
36
36
41
41
43
44
45
46
49
49
49
51
52
52
xii
8. Kategori IIIB (peresepan antibiotika terlalu singkat)...
9. Kategori IIA (peresepan antibiotika tidak tepat dosis)...
10.Kategori IIB (peresepan antibiotika tidak tepat interval)...
11.Kategori IIC (pemberian antibiotika yang tidak tepat rute
pemberian)...
12.Kategori I (peresepan antibiotika tidak tepat waktu pemberian)....
13.Kategori 0 (peresepan tepat)...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS... 53
53
54
54
54
55
56
56
57
58
63
xiii DAFTAR TABEL Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X.
Tabel XI.
Tabel XII.
Karakteristik pasien dan prosedur operasi yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi luka operasi...
Kategori obat pada ibu hamil menurut FDA...
Kategori untuk antibiotika dan resikonya terhadap janin menurut
FDA...
Rekomendasi antibotika profilaksis untuk prosedur obstetri...
Waktu paruh antibiotika...
Penyesuaian dosis sefazolin untuk pasien dengan gangguan ginjal
Kategori Gyssens...
Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015
di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...
Indikasi operasi sesar dengan tipe operasi emergency pada bulan
April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...
Indikasi operasi sesar dengan tipe operasi elektif pada bulan April
2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...
Variasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar bulan April 2015 di RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta...
Rute pemberian antibotika profilaksis pada pasien yang menjalani
operasi sesar di bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati
xiv
Tabel XIII. Distribusi hasil evaluasi peresepan tiap jenis antibiotika
profilaksis berdasarkan metode Gyssens pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
.
Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika
metode Gyssens...
Skema pemilihan bahan penelitian pasien yang menjalani
operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Penembahan
Senopati Bantul Yogyakarta...
Pola waktu pemberian antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...
Pola durasi pemberian antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...
Distribusi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis sesar
pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April
2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta... 24
28
45
46
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat atau instrumen pengambilan data...
Lampiran 2. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………...
Lampiran 3. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………...
Lampiran 4.Surat keterangan telah melakukan penelitian di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...…...
Lampiran 5. Rekam Medis Kasus 1………..
Lampiran 6. Rekam Medis Kasus 2………..
Lampiran 7. Rekam Medis Kasus 3………..
Lampiran 8. Rekam Medis Kasus 4………..
Lampiran 9. Rekam Medis Kasus 5………..
Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 6..………..
Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 7..………..
Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 8..………..
Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 9..………..
Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 10………..
Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 11………..
Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 12………..
Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 13………..
Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 14………..
Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 15………..
Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 16………..
Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 17………..
64
65
66
67
68
71
74
77
80
83
86
89
92
95
98
101
104
107
110
113
xvii
Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 18………..
Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 19………..
Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 20………..
Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 21………..
Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 22………..
Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 23………..
Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 24………..
Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 25………..
Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 26………..
Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 27………..
Lampiran 32. Rekam Medis Kasus 28………..
Lampiran 33. Rekam Medis Kasus 29………..
Lampiran 34. Rekam Medis Kasus 30………..
Lampiran 35. Rekam Medis Kasus 31………..
Lampiran 36. Rekam Medis Kasus 32………..
119
122
125
128
131
134
137
140
143
146
149
152
155
158
xviii
INTISARI
Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin di rahim. Risiko infeksi kelahiran sesar meningkat 5-20 kali dibandingkan dengan persalinan normal. Risiko infeksi paska operasi dapat dikurangi dengan antibiotika profilaksis. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar.
Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada pasien operasi sesar bulan April 2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens yaitu suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.
Hasil analisis dari 32 kasus dengan persentase terbanyak, yaitu: pasien berusia 20-34 tahun (69%), usia kehamilan >37 minggu (88%), riwayat kehamilan I (41%), belum pernah melahirkan sebelumnya (47%), tidak memiliki riwayat operasi sesar (87%), tipe operasi sesar emergency (78%), dan indikasi operasi karena induksi gagal (17%). Antibiotika profilaksis yang diresepkan adalah sefotaksim 1 gram (97%) dengan rute pemberian intravena (100%). Pemberian antibiotika dilakukan ±60 menit setelah operasi (88%) dengan durasi pemberian selama >48-72 jam (63%). Hasil evaluasi dengan metode Gyssens diperoleh 32 peresepan masuk kategori IVA yaitu ada antibiotika lain yang lebih efektif, meskipun outcome terapi baik.
xix ABSTRACT
Caesarean surgery is a pregnancy surgery through abdominal wall slice and lower uterine segment to take the fetus from uterus. Caesarean delivery risk is 5-20 times than vaginal delivery. Prophylaxis antibiotics can decreases infection risk of post-surgery. This research goal is to evaluate prophylaxis antibiotics infiltration accuracy.
The research was conducted in Panembahan Senopati Public Hospital Bantul, Yogyakarta towards caesarean patients on April 2015. It is a descriptive study using case series as plan research with retrospective data. Gyssens evaluation is used as the research method and flow diagram to find antibiotics infiltration accuracy.
Among 32 caesarean patient cases, these are the biggest precentage list: 20–34
years old (69%), less than 37-weeks pregnancy (88%), pregnancy I (41%), first time delivery pregnancy profile (47%), no caesarean surgery profile (87%), had never undergone abortion (91%), emergency caesarean type (78%), failed induction indication (17%). The biggest prophylaxis antibiotics precrisption was 1 gram of cefotaxime (97%) through intravena route. Antibiotics is given in approximately 60 minutes after surgery (88%) in more than 48-72 hours (63%). From the evaluation result using Gyssens method, 32 prescriptions are in category IVA -there is more effective antibiotics- even though therapy outcome is good.
1
BAB 1
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut
dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin dirahim. Operasi sesar
dilakukan apabila persalinan melalui vagina tidak memungkinkan dan penundaan
persalinan dapat membahayakan ibu serta bayi. Kelahiran sesar terus meningkat
selama 20 tahun terakhir di berbagai negara (El–Ardat, Izetbegovic, Djulabic,
Hozic, 2014).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk menjaga
tingkat kelahiran sesar yaitu 5-15% dari total kelahiran. Batas bawah merupakan
tingkat intervensi yang diharapkan untuk mencegah morbiditas sedangkan batas
atas menunjukkan tidak adanya perbaikan yang diharapkan untuk ibu dan anak
(Gibbons, Belizan, Lauer, Betran, Merialdi, and Altha, 2010). Menurut
Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) tahun 2012 terjadi
peningkatan kelahiran melalui operasi sesar yang sebelumnya ditahun 2007
sebanyak 7% menjadi 12%. Persentase kelahiran sesar di provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah 15,5% (Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes,
2013). Angka ini melebihi dari angka yang direkomendasikan oleh WHO. Tahun
2014 jumlah pasien dengan kelahiran sesar di RSUD Panembahan Senopati
Bantul Yogyakarta mencapai 583 pasien. Jumlah ini masuk dalam daftar 10 besar
Banyaknya jumlah kelahiran sesar menjadi hal yang perlu dikhawatirkan karena
dapat meningkatkan risiko pasca operasi sesar seperti pendarahan dan infeksi.
Risiko pasca operasi sesar yang sering timbul yaitu terjadinya infeksi.
Risiko terjadinya infeksi pada kelahiran sesar 5-20 kali lebih tinggi dibandingkan
kelahiran melalui vagina. Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi saluran kemih,
pneumonia, mastitis, septik tromboflebitis panggul, demam, endometritis, dan
infeksi tempat pembedahan (Surgical Site Infection/SSI) (Conroy, et al., 2012).
Risiko terjadinya infeksi pasca operasi sesar dapat diatasi dengan
penggunaan antibiotika profilaksis yang tepat. Antibiotika profilaksis yaitu
antibiotika yang digunakan sebelum terjadinya infeksi. Penggunaan antibiotika
yang tidak tepat dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif,
meningkatkan risiko resistensi serta meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas,
dan biaya kesehatan. Ketidaktepatan penggunaan antibiotika masih sering
dijumpai di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian di RSUD Dr.
Soetomo dan RSUD Dr. Kariadi pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 84%
pasien di rumah sakit mendapatkan resep antibiotika, 53% sebagai terapi, 15%
sebagai profilaksis dan didapatkan bahwa 32% untuk indikasi yang tidak
diketahui. Selain itu pula ditemukan beberapa mikroorganisme patogen yang telah
resisten (Kemenkes, 2011). Di Yogyakarta telah dilakukan penelitian penggunaan
antibiotika profilaksis operasi sesar di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada
tahun 2007 menunjukkan bahwa 8 kasus terapi antibiotika tidak diperlukan, 5
kasus salah obat, 12 kasus dosis terlalu rendah, dan 41 kasus efek samping obat
Penggunaan antibiotikaprofilaksis sesar yang tepat harus memperhatikan
pemilihan jenis obat, dosis, waktu penggunaan, rute pemberian dan
pertimbangkan kemungkinan pengaruh pada bayi sehingga obat dapat mencegah
infeksi bakteri tanpa menyebabkan dampak buruk pada bayi. Metode Gyssens
adalah suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan
penggunaan antibiotika, yaitu: ketepatan indikasi, lama pemberian, dosis, interval,
rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika.
Banyaknya jumlah pasien dengan kelahiran sesar dan kebutuhan antibiotika
profilaksis sesar maka perlu dilakukan penelitian evaluasi pengunaan antibiotika
profilaksis pada pasien dengan kelahiran sesar pada bulan April 2015 di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
1. Rumusan masalah
a. Seperti apakah profil pasien yang menjalani operasi sesar yang berlangsung
pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta?
b. Seperti apakah profil peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2014 di RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta?
c. Seperti apakah ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan
2. Keaslian karya
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan
antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar yang pernah
dilakukan antara lain :
a. Tinjauan Penggunaan Antibiotika pada Pasien Seksio Sesarea di BLU RSUP.
Prof. Dr.R.D. Kandaou Manado Periode Januari-Desember 2011 oleh Tanan,
Tjitrosantoso dan Fatimawali (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
jenis antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan ialah golongan
sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone yang dikombinasikan dengan
metronidazole (55,81%), dan jenis antibiotika terapi yang paling banyak
digunakan ialah golongan sefalosporin generasi pertama yaitu sefadroksil yang
dikombinasikan dengan metronidazole (53,59%), dengan rute pemberian
antibiotika profilaksis secara intravena (100%) dan antibiotika terapi secara
oral (100%). Dosis antibiotika yang digunakan telah memenuhi kesesuaian
dosis, dengan lama penggunaan antibotika profilaksis terbanyak ialah 1 hari
(80,92%).
b. Efektifitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Seksio Sesarea Elektif di
Rumah Sakit X Sidoarjo oleh Prasetya (2013). Data yang diAnalisiss meliputi
kesesuaian jenis, dosis dan frekuensi antibiotika serta lama perawatan pasien
dibandingkan dengan pedoman terapi dan jurnal. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jenis antibiotika profilaksis dan antibiotika terapi yang
paling banyak digunakan berturut- turut yaitu cefotaksim sebesar 66,21% dan
Dosis dan frekuensi antibiotika 100% sesuai. Lama perawatan pasien 87.83%
sesuai. Penilaian efektifitas dilihat dari penggunaan antibiotika yakni 89,18%
efektif, 4,05% tidak efektif dan 6.75% tanpa keterangan.
c. Studi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria
Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang oleh Lestari,
Almahdy, Zubir, Darwin (2011). Hasil penelitian penggunaan antibiotika
dengan sistem ATC/DDD adalah ceftriaxone 38,955 DDD/100 pasien-hari,
sefotaksim 14,363 DDD/100 pasien-hari, ciprofloxacin 11,600 DDD/100
pasien-hari, metronidazole 13,240 DDD/100 pasien-hari, meropenem 3,808
DDD/pasien-hari, seftazidime 2,013 DDD/100 pasien-hari, gentamisin 0,507
DDD/100 pasien-hari, ampisilin 2,013 DDD/100 pasien-hari, isoniazid 6,311
DDD/100 pasien-hari, rifampicin 4,733 DDD/100 pasien-hari, pirazinamid
4,207 DDD/100 pasien-hari, etambutol 3,945 DDD/100 patient hari dan
cotrimoxazole 4,244 DDD/100 pasien-hari. Sedangkan studi penggunaan
antibiotika dengan kriteria Gyssens yang berasal I (telah sesuai) 43,81%, IIA
(tidak sesuai dosis) 0,95%, IIIA (durasi antibiotika terlalu panjang) 14,29%,
IIIB (durasi antibiotika terlalu pendek) 2,86%, IVA (antibiotika yang lebih
efektif) 10,48%, IVD (antibiotika dengan spektrum sempit) 9,52%, V (ada
indikasi penggunaan antibiotika) 18,09%.
Penelitian mengenai evaluasi antibiotika profilaksis dengan metode
Gyssen pada pasien yang menjalani operasi sesar di RSUD Panembahan Senopati
Bantul Yogyakarta belum pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan penelitian ini
dan waktu pelaksanaannya. Persamaan dengan peneliti terdahulu yaitu terletak
pada topik penelitian yaitu evaluasi antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar dan penilaian secara kualitatif dengan metode Gyssens.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Memberikan gambaran mengenai penggunaan antibiotika
profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
untuk melaksanakan terapi antibiotika profilaksis yang tepat untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien yang menjalani operasi sesar
di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peresepan antibiotika
profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mendiskripsikan profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan
April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
b. Mendiskripsikan profil peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan
c. Mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Operasi Sesar
1. Definisi operasi sesar
Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut
dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin dirahim. Operasi sesar
dilakukan apabila persalinan melalui vagina tidak memungkinkan dan
penundaan persalinan dapat membahayakan ibu serta janin (El-Ardat et al.,
2014). Operasi sesar merupakan prosedur pembedahan dimana satu atau lebih
sayatan dilakukan melalui dinding abdomen (laparotomi), dinding uterus
(histerotomi) atau vagina (Mochtar, 1998).
2. Tipe- tipe operasi sesar
Operasi sesar diklasifikasikan berdasarkan indikasi atau alasan
dilakukannya operasi, yaitu:
a. Menurut Calvo (cit., Torloni et al., 2011) operasi sesar dibagi menjadi dua
yaitu operasi sesar preschedule dan operasi sesar emergency. Operasi sesar
preschedule dilakukan dengan perencanaan yang matang jauh-jauh hari
sebelum persalinan. Kondisi ini dilakukan apabila dokter menemukan ada
masalah kesehatan yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara
normal, misalnya: bayi sungsang, plasenta previa totalis, plasenta previa
parsial, ibu hamil yang telah menjalani operasi rahim sebelumnya dengan
tidak dalam presentasi cephalic, atau kondisi lain yang mungkin telah
disepakati oleh pasien dengan dokter, sedangkan operasi sesar emergency
dilakukan ketika terjadi kegawatan selama proses persalinan berlangsung
sehingga operasi sesar harus segera dilakukan, misalnya: risiko gawat
janin, gagal induksi dan disproporsi fetopelvik.
b. Tipe-tipe operasi sesar menurut Rustam (1998) adalah operasi sesar ulang,
histeroktomi dan porro. Operasi sesar ulang (repeat caesarean section)
adalah operasi yang dilakukan pada ibu yang telah menjalani operasi sesar
pada kehamilan sebelumnya. Operasi sesar histerektomi adalah suatu
operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan operasi sesar langsung
dilakukan pengangkatan rahim atas indikasi obstetrik, sedangkan operasi
sesar porro adalah operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri pada
janin yang sudah mati dan langsung dilakukan histerektomi.
3. Indikasi operasi sesar
Usia ibu di bawah 20 tahun atau ≥35 tahun cenderung untuk
mengalami komplikasi kesehatan. Kematangan organ reproduksi pada pasien
berusia kurang dari 20 tahun masih belum sempurna, sedangkan apabila usia
lebih dari 35 tahun fungsi organ reproduksinya sudah mengalami kemunduran
(Umiati, Hasifah, Magdalena, 2013). Ibu dengan usia ≥35 tahun terjadi
peningkatan risiko kematian akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan,
hingga 42 hari setelah penghentian kehamilan atau melahirkan dibandingkan
dengan ibu yang berusia 20-34 tahun (Laopaiboon et al., 2014). Komplikasi
Operasi sesar dilakukan apabila ada indikasi untuk ibu atau bayi.
Indikasi untuk ibu, seperti: persalinan macet, diameter panggung kecil,
preeklamsia, induksi gagal, partus tak maju, plasenta previa dan plasenta
abruptio. Indikasi untuk bayi, misalnya: gawat janin dengan timbulnya asfiksia,
letak lintang, bayi sungsang, presentasi bokong, bayi dengan berat lebih dari
4500 gram, kelahiran bayi kembar atau lebih yang tidak memungkinkan untuk
kelahiran normal (Kemenkes, 2013; Linn Becher and Siril Stokke, 2013; SPM,
2010).
4. Risiko operasi sesar
Operasi sesar dapat menyebabkan risiko bagi ibu yaitu seperti
pendarahan, infeksi saluran kemih, nyeri, demam, pembekuan vena yang
menyebabkan emboli, endometritis, Surgical Site Infection (SSI), abses pelvis,
bakterimia, jaringan parut dan kerusakan jaringan di dinding rahim (Conroy et
al., 2012). Operasi sesar dapat pula menyebabkan risiko pada bayi yaitu risiko
luka bedah, kelahiran prematur akibat operasi sesar emergency, komplikasi
pernapasan, perawatan kembali ke rumah sakit, dan risiko kematian di 28 hari
pertama setelah kelahiran. Risiko komplikasi operasi sesar pada bayi prematur
yaitu gangguan respirasi, pencernaan, fungsi hati, pengaturan suhu tubuh,
infeksi, dan penyakit kuning (CIMS, 2010).
B. Infeksi
1. Definisi infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi
2005). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungi atau jamur
(Smeltzer and Bare, 2002).
2. Infeksi pasca operasi
Infeksi pasca operasi yang sering terjadi adalah infeksi saluran
kencing pada pasien yang memakai kateter. Pasien mengalami panas, nyeri
pada saat kencing dan hasil pemeriksaan air kencing terdapat leukosit
(Prawirohardjo, 2007). Infeksi pasca operasi sesar dapat berupa endometritis
yang merupakan infeksi dan radang selaput yang melapisi rahim. Angka
kejadian endometritis setelah operasi sesar elektif (preschedule) adalah 7% dan
untuk operasi emergency adalah 30%. Bakteri penyebab endometritis adalah
Streptococcus group B (Olsen et al., 2010). Infeksi sepsis dapat terjadi apabila
dalam operasi terdapat sumber infeksi piogen yang terbuka, drainase yang
kurang baik, atau daya tahan tubuh pasien yang kurang baik (Prawirohardjo,
2007).
Infeksi lain yang paling sering terjadi yaitu infeksi luka operasi (ILO)
atau Surgical Site Infection (SSI). Surgical Site Infection adalah infeksi kulit
dan jaringan subkutan dilokasi sayatan bedah dan paling banyak disebabkan
oleh bakteri gram positif yaitu spesies Streptococcus dan spesies
Staphylococcus, atau campuran bakteri aerobik/anaerobik (Conroy et al.,
2012). Menurut The Centers for Disease Control (CDC), SSI adalah infeksi
yang terjadi 30 hari pasca operasi ditandai dengan adanya tanda dan gejala
infeksi, yaitu: suhu tubuh >380C, adanya cairan, nanah, rasa sakit atau nyeri,
and Morrell, 2012). Angka kejadian SSI yaitu sebesar 31% dari total penyakit
infeksi yang terjadi di rumah sakit (CDC, 2015).
3.Faktor risiko infeksi pasca operasi
Infeksi yang sering terjadi pada kasus pembedahan adalah infeksi luka
operasi. Infeksi luka operasi dapat terjadi karena faktor dari pasien yang
menjalani operasi dan prosedur operasi. Berikut adalah karakteristik pasien dan
prosedur operasi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka
[image:34.595.102.516.250.563.2]operasi.
Tabel I. Karakteristik pasien dan prosedur operasi yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka operasi (Kanji and Devlin, 2008)
Pasien Prosedur operasi
Usia Durasi pembersihan bedah
Nutrisi Persiapan preoperatif
Diabetes Pencukuran daerah operasi
Perokok Durasi operasi
Obesitas Antibiotika profilaksis
Adanya infeksi sebelum operasi Ventilasi ruangan operasi
Kolonisasi mikroba yang resisten Sterilisasi peralatan bedah
Respon imun Pemasangan implan prostetik
Lama tinggal sebelum operasi Drainase operasi
Teknik operasi
Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi luka
operasi adalah tingkat pengetahuan dan personal hygiene. Pasien yang
memiliki pengetahuan yang kurang terhadap perawatan luka operasi, tanda
awal terjadinya infeksi, dan cara mencegah terjadinya infeksi akan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Personal hygiene merupakan tindakan
pencegahan terutama yang menyangkut tanggung jawab perorangan dalam
memelihara kesehatan dan mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
baik dan benar untuk mencegah terjadinya infeksi (Asyifa, Suarnianti, Mato,
2012).
C. Antibiotika
1. Definisi antibiotika
Antibiotika adalah zat biokimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
atau hasil biosintetik mikroorganisme dengan mensintesis senyawa antibiotika
berdasarkan antibiotika alami yang dalam jumlah yang kecil dapat
menghambat atau membunuh organisme lain (Harmita dan Maksum, 2006).
2. Penggolongan antibiotika
Menurut Goodman and Gilman (2008) dalam menghambat
pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme, antibiotika dapat digolongan
sebagai berikut.
a. Antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya terdiri dari:
1). Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel seperti
penisilin dan sefaloporin; 2). Antibiotika yang menghambat sintesis
protein seperti aminoglikosida dan kloramfenikol; 3). Antibiotika yang
menghambat metabolisme folat seperti trimetoprim dan sulfonamid; 4).
Antibiotika yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat
seperti golongan rifampisin dan golongan kuinolon; 5). Antibiotika yang
bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme seperti polimiksin.
b. Antibiotika berdasarkan konsentrasi yang mencapai plasma, meliputi:
1). Zat-zat bakterisid yaitu antibiotika yang pada dosis biasa bisa
bakteriostatis yaitu antibiotika yang pada dosis biasa dapat menghentikan
pertumbuhan kuman, contohnya adalah sulfonamida dan kloramfenikol.
c. Antibiotika berdasarkan luas aktivitasnya, meliputi:
1). Antibiotika narrow-spectrum yaitu antibiotika yang memiliki aktivitas
sempit sehingga hanya aktif pada beberapa mikroorganisme saja seperti
penisilin-G dan steptomisin; 2). Antibiotika broad-spectrum yaitu
antibiotika dengan aktivitas yang luas sehingga lebih banyak melawan
bakteri gram positif dan negatif seperti sulfonamid dan sefalosporin.
3. Prinsip penggunaan antibiotika
Menurut Kemenkes (2011) penggunaan antibiotika untuk terapi dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Antibiotika terapi empiris digunakan pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebabnya untuk mengeradikasi bakteri yang
diduga menjadi penyebab infeksi. Lama pemberian antibiotik empiris
adalah 48-72 jam kemudian dilakukan evaluasi berdasarkan hasil kultur
mikrobiologis dan kondisi pasien.
b. Antibiotika terapi definitif digunakan pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya untuk
mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.
c. Antibiotika profilaksis digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi yang
biasanya digunakan pada kasus bedah.
Menurut Kemenkes (2011) ada beberapa faktor yang perlu
a. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika yaitu kemampuan
mikroorganisme untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik
sehingga dapat menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.
b. Faktor farmakokinetika dan farmakodinamika perlu dipertimbangkan
untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat sesuai kondisi
pasien.
c. Faktor interaksi antibiotika bersama dengan antibiotika lain, obat lain atau
dengan makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti
penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi sehingga dapat
meningkatkan efek toksik obat lainnya.
d. Faktor biaya juga perlu diperhatikan dalam peresepan antibiotika.
Peresepan antibiotika dengan harga diluar batas kemampuan keuangan
pasien menyebabkan pasien tidak mampu membeli antibiotika yang
diresepkan sehingga mengakibatkan kegagalan terapi meskipun antibiotika
yang diresepkan sudah tepat.
Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor tersebut maka prinsip dalam
penggunaan antibiotika secara bijak menurut Kemenkes (2011) adalah sebagai
berikut:
a. Penggunaan antibiotika secara bijak adalah penggunaan antibiotika lini
pertama yang berspektrum sempit, indikasi yang ketat dengan
menegakkan diagnosis berdasarkan informasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium dengan dosis yang tepat serta interval dan lama pemberian
b. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasarkan pada informasi tentang
spektrum kuman penyebab, pola kepekaan kuman terhadap antibiotika,
pemeriksaan mikrobiologi, profil farmakokinetik dan farmakodinamik.
c. Pembatasan penggunaan antibiotika dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotika.
4. Penggunaan antibiotika pada ibu hamil
Penggunaan antibiotika pada ibu hamil perlu memperhatikan risiko
dan manfaat bagi ibu dan bayi. The Food and Drug Administration (FDA)
mengkategorikan obat pada ibu hamil yang memerlukan perhatian terhadap
[image:38.595.100.514.160.621.2]kemungkinan efek terhadap janin.
Tabel II. Kategori obat pada ibu hamil menurut FDA (2001)
Kategori A obat-obatan yang sudah pernah digunakan pada ibu hamil dan terbukti tidak ada risiko terhadap janin sehingga aman untuk digunakan.
Kategori B obat-obatan yang tidak berisiko terhadap janin hewan uji namun belum ada penelitian pada ibu hamil.
Kategori C obat-obatan yang menunjukkan ada efek buruk pada janin hewan uji namun belum ada penelitian pada manusia. Obat ini dapat digunakan apabila manfaat lebih besar terhadap risikonya.
Kategori D obat-obatan yang sudah terbukti mempunyai risiko terhadap ibu hamil sehingga obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil tetapi bisa digunakan apabila dengan memper-timbangkan keselamatan ibu
Tabel III. Kategori untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin menurut FDA (Gondo, 2007)
Golongan (Nama
Generik) Kategori
Golongan (Nama
Generik) Kategori
Gol Penisilin B Gol antivus C
Gol sefalosporin B Gol Anti TBC:
Moxalactam C Ethambutol B
Gol Aminoglikosida: PAS C
Amikasin C INH C
Gentamisin C Rifampisin C
Neomisin C Gol Anti malaria:
Kanamisin D Chloroquine C
Streptomisin D Primaquine C
Tobramisin D Pyrimenthamin C
Gol terasiklin D Quinine D / X
Basitrasin C Gol Sulfa:
Kloramfenikol C Sulfazalazin B / D
Clindamisin B Sulfonamida B / D
Colistimethate B Gol Urinary germicide:
Eritromisin B Cinoxasin B
Furazolidon C Mandelic acid C
Lincomisin B Metehenamine C
Novobiosin C Nalidixic acid B
Oleondomisin C Nitrofurantoin B
Polymyxin BB B Gol Anti scabies:
Spectinomisin B Lindane C
Trimetoprim C Pyrethrins C
Troleandomisin C Gol Anti jamur:
Vancomisin C Amfoterasi B
Gol Anti Amoeba:
Carbarzone D
Iodoquinol C
Metronidasol B
D. Antibiotika Profilaksis
1. Definisi antibiotika profilaksis
Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi (Enzler, Berbari, Osmon, 2011). Dasar pemilihan
antibiotika profilaksis yaitu sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen
pada kasus yang bersangkutan, spektrum sempit, toksisitas rendah, bersifat
bakterisidal, tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap obat anestesi dan
harga obat terjangkau. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum, saat dan
hingga 24 jam setelah operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan
tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka
operasi (Kemenkes, 2011).
2. Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis pada operasi sesar
Penggunaan antibiotika harus mengikuti prinsip pemilihan antibiotika
yang tepat. Tujuan dari pemberian antibiotika profilaksis pada kasus
pembedahan adalah untuk menurunkan dan mencegah terjadinya infeksi luka
operasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca operasi, menghambat
adanya resistensi bakteri, dan meminimalkan biaya pelayanan kesehatan
(Kemenkes, 2011).
Indikasi penggunaan antibiotika profilaksis didasarkan pada kelas
operasi yaitu operasi bersih dan bersih-kontaminasi. Pada umumnya kelas
operasi bersih terencana tidak memerlukan antibiotika profilaksis kecuali untuk
operasi mata, jantung, dan sendi, sedangkan pada operasi bersih-kontaminasi
risikonya. Operasi bersih-kontaminasi adalah operasi yang dilakukan pada
traktus digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium
atau operasi tanpa disertai kontaminasi yang nyata (Kemenkes, 2011). Menurut
National Healthcare Safety Network (2010) operasi sesar merupakan operasi
bersih-kontaminasi. Pemberian antibiotika profilaksis sangat direkomendasikan
pada operasi sesar untuk mengurangi infeksi luka operasi (SIGN, 2014).
Menurut Kemenkes (2011) rekomendasi antibiotika profilaksis bedah
yaitu sefalosporin generasi I atau II dan tidak dianjurkan menggunakan
sefalosporin generasi III atau IV, golongan karbapenem, dan golongan
kuinolon. Pemberian antibiotika profilaksis dengan spektrum yang lebih luas
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam menurunkan risiko infeksi
luka operasi. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat, terapi antibiotika yang
tidak komplit, dan pengunaan antibiotika dengan spektrum luas yang tidak
perlu dapat meningkatkan resistensi (ACOG, 2011; SOGC, 2010).
Prinsip pemilihan antibiotika profilaksis dalam operasi sesar menurut
ACOG (2011), SIGN (2014), SOGC (2010), adalah sebagai berikut:
a. Semua wanita yang menjalani operasi sesar elektif atau emergency harus
menerima antibiotika profilaksis.
b. Pemilihan antibiotika untuk operasi sesar yaitu sefazolin 1 gram single
dose diberikan dengan rute intravena. Jika pasien memiliki alergi penisilin
maka dapat diganti dengan klindamisin 600 mg atau eritromisin 500 mg
c. Waktu pemberian antibiotika profilaksis sesar yaitu 60 menit sebelum
insisi kulit.
d. Jika prosedur operasi lebih dari 3 jam atau perkiraan kehilangan darah
lebih dari 1500 mL maka dosis tambahan dari antibiotika profilaksis
diberikan kembali dengan interval 1-2 kali waktu paruh antibiotika.
e. Pada pasien obesitas (BMI >30) dianjurkan untuk memberikan dua kali
[image:42.595.102.513.245.597.2]lipat dosis anjuran.
Tabel IV. Rekomendasi antibotika profilaksis untuk prosedur obstetri (SOGC, 2010; ACOG, 2011)
Prosedur Antibiotik Dosis
Operasi sesar emergency atau elektif
Sefazolin 60 menit
sebelum insisi kulit
1 gram secara IV
Apabila alergi penisilin Klindamisin
Eritromisin
600 mg secara IV
500 mg secara IV
Kelahiran melalui vagina Tidak direkomendasikan -
Perbaikan laserasi derajat
3 atau 4
Sefotetan
Sefoxitin
1 gram secara IV
1 gram secara IV
Pengambilan plasenta secara manual
Tidak direkomendasikan -
Dilatasi postpartum dan kuretasi
Tidak direkomendasikan -
Cerclage serviks Tidak direkomendasikan -
Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis selain tepat dalam
pemilihan jenis juga harus mempertimbangkan kadar antibiotika dalam
jaringan selama operasi berlangsung. Pemberian antibiotika single dose sudah
efektif namun untuk prosedur operasi yang lebih dari 3 jam atau perkiraan
kehilangan darah lebih dari 1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan dosis
merupakan waktu paruh beberapa antibiotika pilihan yang digunakan dalam
[image:43.595.98.514.185.570.2]prosedur obstetri.
Tabel V. Waktu paruh antibiotika (Kemenkes, 2011)
Antibiotik Waktu Paruh (Jam)
Sefazolin 1,5-2,5
Vancomyn 6
Sefoxitin 0,7-1,0
Sefotetan 2,8-4,6
Aminoglycosides 2-5
Metronidazole 8
Klindamycin 2,4-3
Ciprofloxacin 3-5
Pemberian antibiotika profilaksis single dose menunjukkan efektivitas
yang sama dengan pemberian multiple dose (ACOG, 2011). Menurut Waspodo
(2008) pemberian dosis tambahan pasca operasi justru akan menimbulkan
banyak kerugian yaitu risiko efek samping meningkat, dan merangsang
timbulnya resistensi bakteri. Pemberian single dose juga akan mengurangi
biaya pengobatan, beban kerja staf medis, dan meningkatkan kepatuhan pasien
(Westen et al., 2015).
Antibiotika dapat diberikan apabila terdapat tanda infeksi hingga 48
jam atau hingga pasien sembuh. Salah satu tanda adanya infeksi adalah pasien
mengalami demam dengan suhu di atas 380C. Keadaan ini harus dicari
penyebabnya apakah karena adanya infeksi atau bukan. Sebelum pasien
diijinkan untuk pulang harus dipastikan bahwa 24 jam sebelum pulang pasien
tidak demam. Pasien diminta datang untuk kontrol setelah 7 hari pasien pulang
dan apabila terdapat pendarahan, demam, dan nyeri perut berlebihan, pasien
operasi selama proses penyembuhan dapat dilakukan dengan perawatan luka
yaitu pembalutan dan penggantian kasa (Kemenkes, 2013; Waspodo, 2008).
Penggunaan antibiotika juga perlu memperhatikan fungsi ginjal
pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal pemberian dosis harus
disesuaikan dengan clearance creatinin. Sebagian besar antibiotika golongan
beta laktam eliminasi utama adalah melalui ginjal, oleh karena itu pemberian
sefazolin untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal perlu dilakukan
penyesuaian. Tabel VI menunjukkan bahwa pemberian sefazolin 1 gram single
dose masih diperbolehkan untuk diberikan pada pasien dengan clearance
[image:44.595.100.515.241.578.2]creatinin ≤10 mL/menit.
Tabel VI. Penyesuaian dosis sefazolin untuk pasien dengan gangguan ginjal (Golightly et al., 2013)
Clearance Creatinin Dosis Frekuensi
≥55mL/menit 500 mg-2 g Setiap 8 jam sekali
35-54 mL/menit 11-34 mL/menit
500 mg-2 g 250 mg-1 g
Setiap 12 jam sekali Setiap 12 jam sekali
≤10 mL/menit 250 mg-1 g Setiap 18-24 jam sekali
E. Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Evaluasi penggunaan antibiotika menurut pedoman penggunaan
antibiotika (Kemenkes 2011) dapat dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan
ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/ Defined Daily Dose) 100
bed-days untuk dirumah sakit dan DDD/1000 penduduk untuk dikomunitas,
sedangkan pendekatan secara kualitatif yaitu dilakukan evaluasi penggunaan
antibiotik berdasarkan ketepatan pemilihan antibiotik, dosis, lama pemberian,
Evaluasi penggunaan antibiotika secara kualitatif salah satunya dapat
menggunakan metode Gyssens. Metode Gyssens merupakan diagram yang
memuat alur untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika, seperti:
ketepatan indikasi, lama pemberian, dosis, interval, rute pemberian, waktu
pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika (Gyssens, 2001).
Penilaian kualitas penggunaan antibiotika dinilai dengan menggunakan Rekam
Pemberian Antibiotika (RPA), catatan medik dan kondisi klinis pasien. Data
tersebut kemudian dinilai sesuai dengan alir penilaian kualitatif menggunakan
[image:45.595.104.520.266.672.2]Gyssens Classification yang terbagi dalam beberapa kategori.
Tabel VII. Kategori Gyssens (Kemenkes, 2011)
Kategori 0 penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD ada antibiotik lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit
Kategori V penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi
Gambar 1. Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika metode Gyssens (Gyssens, 2001)
F. Keterangan Empiris
Peresepan antibotika profilaksis merupakan prosedur penting
dalam operasi sesar untuk mencegah infeksi pasca operasi. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran ketepatan peresepan antibiotika
profilaksis yang dievaluasi dengan metode Gyssens pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series dan
data yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena bertujuan
untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan yang dilakukan dengan
pengumpulan, analisis, dan penafsirkan data, serta tidak adanya perlakuan dan
tidak untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; Imron dan Munif, 2010).
Rancangan penelitian ini adalah case series karena penelitian ini merupakan
kumpulan dari kasus yang sama dalam periode waktu tertentu yang kemudian
dievaluasi dan dideskripsikan (Strom and Kimmel, 2006). Data dalam penelitian
ini bersifat retrospektif karena data didapatkan melalui penelusuran dokumen
terdahulu (Notoatmodjo, 2010), yaitu rekam medis pasien yang menjalani operasi
sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif berdasarkan literatur dengan
menggunakan metode Gyssens.
B. Variabel Penelitian
1. Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015.
2. Profil peresepan antibiotika profilaksis.
C. Definisi Operasional
1. Subyek penelitian adalah semua pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan
menggunakan antibiotika profilaksis.
2. Profil pasien yang menjalani operasi sesar dalam penelitian ini meliputi usia
pasien, usia kehamilan, riwayat kehamilan, riwayat melahirkan, riwayat
operasi sesar, jenis operasi, dan indikasi dilakukannya operasi sesar.
3. Rekam medis adalah semua berkas yang berisikan catatan mengenai identitas,
pengobatan, hasil pemeriksaan, tindakan serta pelayanan yang diberikan
kepada pasien selama pasien menjalani terapi di rumah sakit.
4. Antibiotika profilaksis yang dimaksud adalah antibiotika yang diberikan
sebelum, saat, dan hingga 24 jam setelah operasi sesar dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi luka operasi.
5. Outcome klinis dinilai dari ada tidaknya tanda dan gejala infeksi luka operasi
(ILO), seperti: suhu tubuh >380C, keluarnya cairan, nanah, rasa nyeri,
kemerahan, dan bengkak didaerah luka operasi.
6. Profil peresepan antibiotika profilaksis pada penelitian ini meliputi golongan,
jenis, rute pemberian, waktu pemberian, dan durasi pemberian.
a) Golongan antibiotika profilaksis adalah semua nama golongan antibiotika
yang diberikan pada pasien, misalnya sefalosporin, penisilin, dan lain-
lain.
b) Jenis antibiotika profilaksis adalah semua nama jenis antibiotika yang
c) Rute pemberian adalah jalur yang digunakan untuk memasukkan
antibiotika kedalam tubuh, misalnya oral, intravena, dan lain- lain.
d) Waktu pemberian yang dimaksud adalah waktu pertama kali antibiotika
profilaksis diberikan kepada pasien.
e) Durasi pemberian adalah lamanya antibiotika profilaksis yang diberikan
setelah operasi selesai.
7. Ketepatan peresepan antibiotika dalam penelitian ini adalah kesesuaian
peresepan antibiotik profilaksis yang dievaluasi secara kualitatif dengan
menggunakan metode Gyssens. Evaluasi yang dilakukan menggunakan
literatur sebagai referensi, yaitu: Kemenkes (2011 & 2013), Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada Clinical Practice Guideline
(SOGC, 2010), American College of Obstetrician and Gynecologists
(ACOG, 2011), Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN, 2014)
dan berbagai jurnal terkait.
8. Metode Gyssens merupakan suatu diagram alir yang memuat indikator untuk
menilai ketepatan penggunaan antibiotika, yaitu: ketepatan indikasi, lama
pemberian, dosis, interval, rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas,
toksisitas, dan spektrum antibiotika yang kemudian dikategorikan menjadi 13
kategori dengan skala 0-VI untuk menggolongkan ketepatan pemberian
D. Bahan Penelitian
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 dengan memenuhi kriteria
inklusi.
2. Kriteria inklusi: rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan
April 2015 dengan mendapatkan terapi antibiotika profilaksis.
3. Kriteria eksklusi:
a) Rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar dengan data yang
tidak lengkap, tidak terbaca dan tidak dapat dikonfirmasi.
b) Rekam medis pasien yang mendapatkan antibiotika pulang paksa atau
[image:50.595.101.512.210.699.2]melanjutkan pengobatan di tempat lain.
Gambar 2. Skema pemilihan bahan penelitian pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati
E. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
Jalan Doktor Wahidin Sudirohusodo Bantul Yogyakarta. Waktu Penelitian
dilakukan pada Juni sampai Juli 2015.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Formulir untuk mengambil data
Formulir yang digunakan adalah untuk memuat data rekam medis
pasien yaitu identitas pasien, diagnosa pasien, nama antibiotika profilaksis,
indikasi, dosis, waktu pemberian, durasi pemberian, rute pemberian, data
klinis, dan data laboratorium.
2. Diagram Gyssens dan kategori Gyssens
Diagram Gyssens adalah diagram yang memuat alir untuk menilai
ketepatan penggunaan antibiotika, seperti: ketepatan indikasi, lama pemberian,
dosis, interval, rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas, toksisitas dan
spektrum antibiotika. Kategori Gyssens digunakan untuk menggolongkan
ketepatan pemberian antibiotika profilaksis dengan skala 0-VI setelah penilaian
dengan diagram Gyssens.
3. Literatur sebagai referensi evaluasi
Literatur yang digunakan sebagai referensi evaluasi, yaitu: Kemenkes
(2011 & 2013), Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada
and Gynecologists (ACOG, 2011), Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(SIGN, 2014) dan berbagai jurnal terkait.
G. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Peneliti melakukan survei jumlah pasien yang menjalani operasi sesar
pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
kemudian membuat proposal dan melakukan pengurusan ijin untuk melakukan
penelitian di rumah sakit tersebut.
2. Uji coba instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu formulir untuk
mencatat data rekam medis (Lampiran 1) yang diuji coba untuk memastikan
apakah data yang diambil sudah memadai untuk dilakukan evaluasi. Tahap
awal dari tahap ini adalah menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis
kemudian disusun dalam bentuk formulir kemudian dilakukan uji coba dengan
memasukkan data dalam rekam medis dan dievaluasi dengan literatur. Tahap
selanjutnya adalah menentukan hal-hal apa saja yang perlu ditambahkan dan
dikurangi dari formulir. Pengumpulan data dan analisis diulang hingga data
yang diperoleh sudah memadai untuk dilakukan analisis.
3. Melakukan seleksi data dan pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pemilihan data rekam medis yang memenuhi
kriteria inklusi dan mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika profilaksis
yang resepkan. Data pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi kemudian
dengan salah satu dokter penulis resep yang bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor pemilihan antibiotika profilaksis.
H. Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu dengan
menguraikan data-data yang didapatkan melalui rekam medis pasien untuk
menggambarkan profil pasien, profil peresepan, dan ketepatan peresepan
antibiotika profilaksis. Selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan ketentuan
Gyssens (Lihat Tabel VII halaman 23 dan Gambar 1 halaman 24). Hasil evaluasi
disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan diagram. Evaluasi antibiotika dengan
diagram alir Gyssens dimulai dari kotak yang paling atas adalah sebagai berikut.
a) Bila data tidak lengkap, berhenti dikategori VI.
Data tidak lengkap adalah data rekam medis bila tidak mencantumkan berat
badan, tanggal operasi, pemeriksaan laboratorium, atau ada halaman rekam
medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Apabila lolos kategori VI
maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori V.
b)Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V.
Tidak ada indikasi pemberian antibiotika profilaksis apabila pasien menjalani
operasi bersih yang pada umumnya tidak memerlukan antibiotika profilaksis.
Pemberian antibiotika profilaksis diberikan untuk operasi bersih-kontaminasi
apabila terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi morbiditas, infeksi luka
operasi, endometritis, dan sepsis. Apabila lolos kategori V maka analisis
c) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori
IVA.
Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif apabila antibiotika yang
diberikan bukan merupakan lini pertama atau antibiotika yang
direkomendasikan dan apabila antibiotika yang diberikan sudah banyak bakteri
yang resisten terhadap antibiotika tersebut. Apabila lolos kategori IVA maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVB.
d)Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti dikategori
IVB.
Adanya antibiotika lain yang kurang toksik apabila antibiotika yang diresepkan
kontraindikasi dengan pasien, atau terdapat interaksi dengan obat lain yang
meningkatkan efek toksik bagi pasien. Apabila lolos kategori IVB maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVC.
e) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti dikategori
IVC.
Ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah apabila pasien diresepkan
antibiotika dengan merk paten meskipun terdapat antibiotika generik sehingga
meningkatkan biaya yang dikeluarkan. Apabila lolos kategori IVC maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVD.
f) Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit,
berhenti di kategori IVD.
Ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit apabila pasien
banyak ditemukan pada infeksi luka operasi. Apabila lolos kategori IVD maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIA.
g) Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori
IIIA.
Durasi pemberian antibiotika terlalu panjang apabila antibiotika diberikan
melebihi durasi yang direkomendasikan, misalnya pemberian antibiotika
profilaksis seharusnya diberikan maksimal hingga 24 jam setelah operasi,
namun pasien masih diberikan antibiotika profilaksis hingga 48 jam atau 72
jam, sehingga tidak lolos kategori IIIA. Apabila lolos kategori IIIA maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIB.
h)Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori
IIIB.
Durasi pemberian terlalu singkat apabila antibiotika diberikan kurang dari
durasi yang direkomendasikan, misalnya operasi berlangsung >3 jam atau
perkiraan kehilangan darah >1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan
dosis ulangan, namun pasien tidak diberikan dosis ulangan hingga operasi
selesai. Apabila lolos kategori IIIB maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi
kategori IIA.
i) Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA.
Dosis pemberian antibiotika tidak tepat apabila dosis yang diberikan kurang
atau lebih dari dosis yang direkomendasikan. Apabila lolos kategori IIA maka
j) Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB.
Interval pemberian tidak tepat apabila antibiotika diberikan kurang atau lebih
dari interval yang direkomendasikan, misalnya interval pemberian dosis
ulangan ketika operasi >3 jam yaitu 1-2 kali waktu paruh, namun pasien baru
diberikan dosis ulangan 3 kali waktu paruh. Apabila lolos kategori IIB maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIC.
k)Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC.
Rute pemberian tidak tepat apabila jalur pemberian antibiotika tidak sesuai
dengan rute yang direkomendasikan atau tidak sesuai dengan kondisi pasien.
Apabila lolos kategori IIC maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori
I.
l) Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I.
Waktu pemberian antibiotika tidak tepat apabila pasien operasi sesar waktu
diberikannya antibiotika profilaksis sebelum operasi terlalu lama, terlalu cepat
atau diberikan setelah operasi sesar berlangsung. Rekomendasi waktu
pemberian adalah 60 menit sebelum operasi. Apabila lolos kategori I maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori 0.
m) Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai VI, antibiotika tersebut
I. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut.
1. Penelitian dengan menggunakan data yang bersifat retrospektif menyebabkan
beberapa rekam medis tidak ditemukan dan peneliti tidak dapat mengamati
perkembangan kondisi pasien secara langsung.
2. Metode Gyssens yang digunakan dalam penelitian ini tidak selalu dapat
diselaraskan dengan kondisi awal pasien dan outcome terapi. Banyak kasus
yang bertentangan dengan alir Gyssens namun memberikan outcome terapi
yang baik yaitu banyaknya antibiotika yang bukan terapi lini pertama dan
antibiotika yang tidak direkomendasikan namun justru memberikan outcome
terapi yang baik.
3. Penelitian ini sebatas menilai ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis
berdasarkan literatur namun tidak menilai hubungan antara pemilihan jenis
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika
profilaksis dengan metode Gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, terdapat 32
pasien yang menjalani operasi sesar dibulan April dan memenuhi kriteria inklusi.
Hasil dan pembahasan akan dibahas menjadi beberapa bagian, yaitu: profil pasien,
profil peresepan, dan ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis.
A. Profil Pasien
Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta didiskripsikan berdasarkan usia
pasien, usia kehamil