• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi peresepan antibiotika profilaksis dengan metode gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi peresepan antibiotika profilaksis dengan metode gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta."

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

BANTUL YOGYAKARTA

Christina Ari Listiyani 128114033

INTISARI

Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin di rahim. Risiko infeksi kelahiran sesar meningkat 5-20 kali dibandingkan dengan persalinan normal. Risiko infeksi paska operasi dapat dikurangi dengan antibiotika profilaksis. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar.

Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada pasien operasi sesar bulan April 2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens yaitu suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.

Hasil analisis dari 32 kasus dengan persentase terbanyak, yaitu: pasien berusia 20-34 tahun (69%), usia kehamilan >37 minggu (88%), riwayat kehamilan I (41%), belum pernah melahirkan sebelumnya (47%), tidak memiliki riwayat operasi sesar (87%), tipe operasi sesar emergency (78%), dan indikasi operasi karena induksi gagal (17%). Antibiotika profilaksis yang diresepkan adalah sefotaksim 1 gram (97%) dengan rute pemberian intravena (100%). Pemberian antibiotika dilakukan ±60 menit setelah operasi (88%) dengan durasi pemberian selama >48-72 jam (63%). Hasil evaluasi dengan metode Gyssens diperoleh 32 peresepan masuk kategori IVA yaitu ada antibiotika lain yang lebih efektif, meskipun outcome terapi baik.

(2)

ABSTRACT

Caesarean surgery is a pregnancy surgery through abdominal wall slice and lower uterine segment to take the fetus from uterus. Caesarean delivery risk is 5-20 times than vaginal delivery. Prophylaxis antibiotics can decreases infection risk of post-surgery. This research goal is to evaluate prophylaxis antibiotics infiltration accuracy.

The research was conducted in Panembahan Senopati Public Hospital Bantul, Yogyakarta towards caesarean patients on April 2015. It is a descriptive study using case series as plan research with retrospective data. Gyssens evaluation is used as the research method and flow diagram to find antibiotics infiltration accuracy.

(3)

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Christina Ari Listiyani

NIM: 128114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DENGAN METODE GYSSENS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA

BULAN APRIL 2015 DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Christina Ari Listiyani

NIM: 128114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jesus Said “You’re-shape up”

You are the salt of the earth, but it salt has lost its taste, how can its saltiness be

restored? You are the light of the world. No one after lighting a lamp puts it under the

bushel basket, but on the lampstand, and it gives light to all in the house. In the same

way, let your light shine before others, so that they may see your good works and give

glory to your Father in heaven

Matthew 5:13-16

Kupersembahankan skripsi ini untuk:

-Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

-Orang tuaku beserta keluargaku yang selalu menemani dalam suka dan suka

-Semua orang yang bersedia ada disekitarku yang aku sayangi

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmat cinta kasih, penyertaan dan pertolongan-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Antibiotika Profilaksis pada

Pasien yang Menjalani Operasi Sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan

Senopati Bantul Yogyakarta”.

Penulis sungguh menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga skripsi

ini dapat selesai dengan baik. Dengan tulus dan rendah hati, penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat-Nya yang luar biasa sehingga

penulis diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma dan sekaligus sebagai dosen pembibing I yang dengan penuh

kesabaran memberikan bimbingan, dukungan, waktu, saran dan doa selama proses

penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ibu Witri Susila Astuti, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang dengan

sabar memberikan arahan, bimbingan, semangat dan dukungan serta doa selama

proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt., dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt.,

sebagai dosen penguji atas kritik dan saran yang membangun selama penyelesaian

(11)
(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...

PENGESAHAN...

HALAMAN PERSEMBAHAN...

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...

PRAKATA...

DAFTAR ISI...

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

INTISARI...

ABSTRACT...

BAB I PENGANTAR...

A. Latar Belakang...

1. Rumusan masalah...

2. Keaslian karya...

3. Manfaat penelitian...

B. Tujuan Penelitian...

1. Tujuan umum...

2. Tujuan khusus...

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... i

ii

iii

iv

v

vi

vii

ix

xiii

xv

xvi

xviii

xix

1

1

3

4

6

6

6

6

(13)

x

A. Operasi Sesar...

1. Definisi operasi sesar...

2. Tipe-tipe operasi sesar...

3. Indikasi operasi sesar...

4. Resiko operasi sesar...

B. Infeksi...

1. Definisi infeksi...

2. Infeksi pasca operasi...

3. Faktor risiko infeksi pasca operasi...

C. Antibiotika...

1. Definisi antibiotika...

2. Penggolongan antibiotika...

3. Prinsip penggunaan antibiotika...

4. Penggunaan antibiotika pada ibu hamil...

D. Antibiotika Profilaksis...

1. Definisi antibiotika profilaksis...

2. Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien operasi

sesar...

E. Evaluasi Penggunaan Antibiotika...

F. Keterangan Empiris...

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...

B. Variabel Penelitian... 8

8

8

9

10

10

10

11

12

13

13

13

14

16

18

18

18

22

24

25

25

(14)

xi

C. Definisi Operasional...

D. Bahan Penelitian...

E. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian...

F. Instrumen Penelitian...

G. Tata Cara Penelitian...

H. Analisis Data Penelitian...

I. Keterbatasan Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Profil Pasien...

B. Profil Peresepan Antibiotika Profilaksis...

1. Variasi peresepan antibiotika profilaksis...

2. Rute pemberian antibiotika profilaksis...

3. Waktu pemberian antibiotika profilaksis...

4. Durasi pemberian antibiotika profilaksis...

C. Evaluasi Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens...

1. Kategori VI (data lengkap)...

2. Kategori V (peresepan antibiotika tanpa indikasi)...

3. Kategori IVA (ada antibiotika lain yang lebih efektif)...

4. Kategori IVB (ada pilihan antibiotika lain yang lebih aman)...

5. Kategori IVC (ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah)...

6. Kategori IVD (ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang

lebih sempit)...

7. Kategori IIIA (peresepan antibiotika yang terlalu lama)... 26

28

29

29

30

31

35

36

36

41

41

43

44

45

46

49

49

49

51

52

52

(15)

xii

8. Kategori IIIB (peresepan antibiotika terlalu singkat)...

9. Kategori IIA (peresepan antibiotika tidak tepat dosis)...

10.Kategori IIB (peresepan antibiotika tidak tepat interval)...

11.Kategori IIC (pemberian antibiotika yang tidak tepat rute

pemberian)...

12.Kategori I (peresepan antibiotika tidak tepat waktu pemberian)....

13.Kategori 0 (peresepan tepat)...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

A. Kesimpulan...

B. Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

BIOGRAFI PENULIS... 53

53

54

54

54

55

56

56

57

58

63

(16)

xiii DAFTAR TABEL Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X.

Tabel XI.

Tabel XII.

Karakteristik pasien dan prosedur operasi yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya infeksi luka operasi...

Kategori obat pada ibu hamil menurut FDA...

Kategori untuk antibiotika dan resikonya terhadap janin menurut

FDA...

Rekomendasi antibotika profilaksis untuk prosedur obstetri...

Waktu paruh antibiotika...

Penyesuaian dosis sefazolin untuk pasien dengan gangguan ginjal

Kategori Gyssens...

Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015

di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...

Indikasi operasi sesar dengan tipe operasi emergency pada bulan

April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...

Indikasi operasi sesar dengan tipe operasi elektif pada bulan April

2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...

Variasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar bulan April 2015 di RSUD Panembahan

Senopati Bantul Yogyakarta...

Rute pemberian antibotika profilaksis pada pasien yang menjalani

operasi sesar di bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati

(17)

xiv

Tabel XIII. Distribusi hasil evaluasi peresepan tiap jenis antibiotika

profilaksis berdasarkan metode Gyssens pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

.

Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika

metode Gyssens...

Skema pemilihan bahan penelitian pasien yang menjalani

operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Penembahan

Senopati Bantul Yogyakarta...

Pola waktu pemberian antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...

Pola durasi pemberian antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...

Distribusi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis sesar

pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April

2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta... 24

28

45

46

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat atau instrumen pengambilan data...

Lampiran 2. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………...

Lampiran 3. Surat keterangan permohonan ijin penelitian………...

Lampiran 4.Surat keterangan telah melakukan penelitian di RSUD

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta...…...

Lampiran 5. Rekam Medis Kasus 1………..

Lampiran 6. Rekam Medis Kasus 2………..

Lampiran 7. Rekam Medis Kasus 3………..

Lampiran 8. Rekam Medis Kasus 4………..

Lampiran 9. Rekam Medis Kasus 5………..

Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 6..………..

Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 7..………..

Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 8..………..

Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 9..………..

Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 10………..

Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 11………..

Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 12………..

Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 13………..

Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 14………..

Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 15………..

Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 16………..

Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 17………..

64

65

66

67

68

71

74

77

80

83

86

89

92

95

98

101

104

107

110

113

(20)

xvii

Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 18………..

Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 19………..

Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 20………..

Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 21………..

Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 22………..

Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 23………..

Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 24………..

Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 25………..

Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 26………..

Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 27………..

Lampiran 32. Rekam Medis Kasus 28………..

Lampiran 33. Rekam Medis Kasus 29………..

Lampiran 34. Rekam Medis Kasus 30………..

Lampiran 35. Rekam Medis Kasus 31………..

Lampiran 36. Rekam Medis Kasus 32………..

119

122

125

128

131

134

137

140

143

146

149

152

155

158

(21)

xviii

INTISARI

Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin di rahim. Risiko infeksi kelahiran sesar meningkat 5-20 kali dibandingkan dengan persalinan normal. Risiko infeksi paska operasi dapat dikurangi dengan antibiotika profilaksis. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar.

Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta pada pasien operasi sesar bulan April 2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series menggunakan data retrospektif. Metode evaluasi menggunakan metode Gyssens yaitu suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan peresepan antibiotika.

Hasil analisis dari 32 kasus dengan persentase terbanyak, yaitu: pasien berusia 20-34 tahun (69%), usia kehamilan >37 minggu (88%), riwayat kehamilan I (41%), belum pernah melahirkan sebelumnya (47%), tidak memiliki riwayat operasi sesar (87%), tipe operasi sesar emergency (78%), dan indikasi operasi karena induksi gagal (17%). Antibiotika profilaksis yang diresepkan adalah sefotaksim 1 gram (97%) dengan rute pemberian intravena (100%). Pemberian antibiotika dilakukan ±60 menit setelah operasi (88%) dengan durasi pemberian selama >48-72 jam (63%). Hasil evaluasi dengan metode Gyssens diperoleh 32 peresepan masuk kategori IVA yaitu ada antibiotika lain yang lebih efektif, meskipun outcome terapi baik.

(22)

xix ABSTRACT

Caesarean surgery is a pregnancy surgery through abdominal wall slice and lower uterine segment to take the fetus from uterus. Caesarean delivery risk is 5-20 times than vaginal delivery. Prophylaxis antibiotics can decreases infection risk of post-surgery. This research goal is to evaluate prophylaxis antibiotics infiltration accuracy.

The research was conducted in Panembahan Senopati Public Hospital Bantul, Yogyakarta towards caesarean patients on April 2015. It is a descriptive study using case series as plan research with retrospective data. Gyssens evaluation is used as the research method and flow diagram to find antibiotics infiltration accuracy.

Among 32 caesarean patient cases, these are the biggest precentage list: 20–34

years old (69%), less than 37-weeks pregnancy (88%), pregnancy I (41%), first time delivery pregnancy profile (47%), no caesarean surgery profile (87%), had never undergone abortion (91%), emergency caesarean type (78%), failed induction indication (17%). The biggest prophylaxis antibiotics precrisption was 1 gram of cefotaxime (97%) through intravena route. Antibiotics is given in approximately 60 minutes after surgery (88%) in more than 48-72 hours (63%). From the evaluation result using Gyssens method, 32 prescriptions are in category IVA -there is more effective antibiotics- even though therapy outcome is good.

(23)

1

BAB 1

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut

dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin dirahim. Operasi sesar

dilakukan apabila persalinan melalui vagina tidak memungkinkan dan penundaan

persalinan dapat membahayakan ibu serta bayi. Kelahiran sesar terus meningkat

selama 20 tahun terakhir di berbagai negara (El–Ardat, Izetbegovic, Djulabic,

Hozic, 2014).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk menjaga

tingkat kelahiran sesar yaitu 5-15% dari total kelahiran. Batas bawah merupakan

tingkat intervensi yang diharapkan untuk mencegah morbiditas sedangkan batas

atas menunjukkan tidak adanya perbaikan yang diharapkan untuk ibu dan anak

(Gibbons, Belizan, Lauer, Betran, Merialdi, and Altha, 2010). Menurut

Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) tahun 2012 terjadi

peningkatan kelahiran melalui operasi sesar yang sebelumnya ditahun 2007

sebanyak 7% menjadi 12%. Persentase kelahiran sesar di provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah 15,5% (Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes,

2013). Angka ini melebihi dari angka yang direkomendasikan oleh WHO. Tahun

2014 jumlah pasien dengan kelahiran sesar di RSUD Panembahan Senopati

Bantul Yogyakarta mencapai 583 pasien. Jumlah ini masuk dalam daftar 10 besar

(24)

Banyaknya jumlah kelahiran sesar menjadi hal yang perlu dikhawatirkan karena

dapat meningkatkan risiko pasca operasi sesar seperti pendarahan dan infeksi.

Risiko pasca operasi sesar yang sering timbul yaitu terjadinya infeksi.

Risiko terjadinya infeksi pada kelahiran sesar 5-20 kali lebih tinggi dibandingkan

kelahiran melalui vagina. Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi saluran kemih,

pneumonia, mastitis, septik tromboflebitis panggul, demam, endometritis, dan

infeksi tempat pembedahan (Surgical Site Infection/SSI) (Conroy, et al., 2012).

Risiko terjadinya infeksi pasca operasi sesar dapat diatasi dengan

penggunaan antibiotika profilaksis yang tepat. Antibiotika profilaksis yaitu

antibiotika yang digunakan sebelum terjadinya infeksi. Penggunaan antibiotika

yang tidak tepat dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif,

meningkatkan risiko resistensi serta meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas,

dan biaya kesehatan. Ketidaktepatan penggunaan antibiotika masih sering

dijumpai di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian di RSUD Dr.

Soetomo dan RSUD Dr. Kariadi pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 84%

pasien di rumah sakit mendapatkan resep antibiotika, 53% sebagai terapi, 15%

sebagai profilaksis dan didapatkan bahwa 32% untuk indikasi yang tidak

diketahui. Selain itu pula ditemukan beberapa mikroorganisme patogen yang telah

resisten (Kemenkes, 2011). Di Yogyakarta telah dilakukan penelitian penggunaan

antibiotika profilaksis operasi sesar di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada

tahun 2007 menunjukkan bahwa 8 kasus terapi antibiotika tidak diperlukan, 5

kasus salah obat, 12 kasus dosis terlalu rendah, dan 41 kasus efek samping obat

(25)

Penggunaan antibiotikaprofilaksis sesar yang tepat harus memperhatikan

pemilihan jenis obat, dosis, waktu penggunaan, rute pemberian dan

pertimbangkan kemungkinan pengaruh pada bayi sehingga obat dapat mencegah

infeksi bakteri tanpa menyebabkan dampak buruk pada bayi. Metode Gyssens

adalah suatu diagram alir yang memuat indikator untuk menentukan ketepatan

penggunaan antibiotika, yaitu: ketepatan indikasi, lama pemberian, dosis, interval,

rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika.

Banyaknya jumlah pasien dengan kelahiran sesar dan kebutuhan antibiotika

profilaksis sesar maka perlu dilakukan penelitian evaluasi pengunaan antibiotika

profilaksis pada pasien dengan kelahiran sesar pada bulan April 2015 di RSUD

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

1. Rumusan masalah

a. Seperti apakah profil pasien yang menjalani operasi sesar yang berlangsung

pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta?

b. Seperti apakah profil peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2014 di RSUD Panembahan

Senopati Bantul Yogyakarta?

c. Seperti apakah ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan

(26)

2. Keaslian karya

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan

antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar yang pernah

dilakukan antara lain :

a. Tinjauan Penggunaan Antibiotika pada Pasien Seksio Sesarea di BLU RSUP.

Prof. Dr.R.D. Kandaou Manado Periode Januari-Desember 2011 oleh Tanan,

Tjitrosantoso dan Fatimawali (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

jenis antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan ialah golongan

sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone yang dikombinasikan dengan

metronidazole (55,81%), dan jenis antibiotika terapi yang paling banyak

digunakan ialah golongan sefalosporin generasi pertama yaitu sefadroksil yang

dikombinasikan dengan metronidazole (53,59%), dengan rute pemberian

antibiotika profilaksis secara intravena (100%) dan antibiotika terapi secara

oral (100%). Dosis antibiotika yang digunakan telah memenuhi kesesuaian

dosis, dengan lama penggunaan antibotika profilaksis terbanyak ialah 1 hari

(80,92%).

b. Efektifitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Seksio Sesarea Elektif di

Rumah Sakit X Sidoarjo oleh Prasetya (2013). Data yang diAnalisiss meliputi

kesesuaian jenis, dosis dan frekuensi antibiotika serta lama perawatan pasien

dibandingkan dengan pedoman terapi dan jurnal. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa jenis antibiotika profilaksis dan antibiotika terapi yang

paling banyak digunakan berturut- turut yaitu cefotaksim sebesar 66,21% dan

(27)

Dosis dan frekuensi antibiotika 100% sesuai. Lama perawatan pasien 87.83%

sesuai. Penilaian efektifitas dilihat dari penggunaan antibiotika yakni 89,18%

efektif, 4,05% tidak efektif dan 6.75% tanpa keterangan.

c. Studi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria

Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang oleh Lestari,

Almahdy, Zubir, Darwin (2011). Hasil penelitian penggunaan antibiotika

dengan sistem ATC/DDD adalah ceftriaxone 38,955 DDD/100 pasien-hari,

sefotaksim 14,363 DDD/100 pasien-hari, ciprofloxacin 11,600 DDD/100

pasien-hari, metronidazole 13,240 DDD/100 pasien-hari, meropenem 3,808

DDD/pasien-hari, seftazidime 2,013 DDD/100 pasien-hari, gentamisin 0,507

DDD/100 pasien-hari, ampisilin 2,013 DDD/100 pasien-hari, isoniazid 6,311

DDD/100 pasien-hari, rifampicin 4,733 DDD/100 pasien-hari, pirazinamid

4,207 DDD/100 pasien-hari, etambutol 3,945 DDD/100 patient hari dan

cotrimoxazole 4,244 DDD/100 pasien-hari. Sedangkan studi penggunaan

antibiotika dengan kriteria Gyssens yang berasal I (telah sesuai) 43,81%, IIA

(tidak sesuai dosis) 0,95%, IIIA (durasi antibiotika terlalu panjang) 14,29%,

IIIB (durasi antibiotika terlalu pendek) 2,86%, IVA (antibiotika yang lebih

efektif) 10,48%, IVD (antibiotika dengan spektrum sempit) 9,52%, V (ada

indikasi penggunaan antibiotika) 18,09%.

Penelitian mengenai evaluasi antibiotika profilaksis dengan metode

Gyssen pada pasien yang menjalani operasi sesar di RSUD Panembahan Senopati

Bantul Yogyakarta belum pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan penelitian ini

(28)

dan waktu pelaksanaannya. Persamaan dengan peneliti terdahulu yaitu terletak

pada topik penelitian yaitu evaluasi antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar dan penilaian secara kualitatif dengan metode Gyssens.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Memberikan gambaran mengenai penggunaan antibiotika

profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

untuk melaksanakan terapi antibiotika profilaksis yang tepat untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien yang menjalani operasi sesar

di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peresepan antibiotika

profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mendiskripsikan profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan

April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

b. Mendiskripsikan profil peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan

(29)

c. Mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan

(30)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Operasi Sesar

1. Definisi operasi sesar

Operasi sesar adalah operasi kandungan melalui sayatan dinding perut

dan segmen bawah rahim untuk mengambil janin dirahim. Operasi sesar

dilakukan apabila persalinan melalui vagina tidak memungkinkan dan

penundaan persalinan dapat membahayakan ibu serta janin (El-Ardat et al.,

2014). Operasi sesar merupakan prosedur pembedahan dimana satu atau lebih

sayatan dilakukan melalui dinding abdomen (laparotomi), dinding uterus

(histerotomi) atau vagina (Mochtar, 1998).

2. Tipe- tipe operasi sesar

Operasi sesar diklasifikasikan berdasarkan indikasi atau alasan

dilakukannya operasi, yaitu:

a. Menurut Calvo (cit., Torloni et al., 2011) operasi sesar dibagi menjadi dua

yaitu operasi sesar preschedule dan operasi sesar emergency. Operasi sesar

preschedule dilakukan dengan perencanaan yang matang jauh-jauh hari

sebelum persalinan. Kondisi ini dilakukan apabila dokter menemukan ada

masalah kesehatan yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara

normal, misalnya: bayi sungsang, plasenta previa totalis, plasenta previa

parsial, ibu hamil yang telah menjalani operasi rahim sebelumnya dengan

(31)

tidak dalam presentasi cephalic, atau kondisi lain yang mungkin telah

disepakati oleh pasien dengan dokter, sedangkan operasi sesar emergency

dilakukan ketika terjadi kegawatan selama proses persalinan berlangsung

sehingga operasi sesar harus segera dilakukan, misalnya: risiko gawat

janin, gagal induksi dan disproporsi fetopelvik.

b. Tipe-tipe operasi sesar menurut Rustam (1998) adalah operasi sesar ulang,

histeroktomi dan porro. Operasi sesar ulang (repeat caesarean section)

adalah operasi yang dilakukan pada ibu yang telah menjalani operasi sesar

pada kehamilan sebelumnya. Operasi sesar histerektomi adalah suatu

operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan operasi sesar langsung

dilakukan pengangkatan rahim atas indikasi obstetrik, sedangkan operasi

sesar porro adalah operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri pada

janin yang sudah mati dan langsung dilakukan histerektomi.

3. Indikasi operasi sesar

Usia ibu di bawah 20 tahun atau ≥35 tahun cenderung untuk

mengalami komplikasi kesehatan. Kematangan organ reproduksi pada pasien

berusia kurang dari 20 tahun masih belum sempurna, sedangkan apabila usia

lebih dari 35 tahun fungsi organ reproduksinya sudah mengalami kemunduran

(Umiati, Hasifah, Magdalena, 2013). Ibu dengan usia ≥35 tahun terjadi

peningkatan risiko kematian akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan,

hingga 42 hari setelah penghentian kehamilan atau melahirkan dibandingkan

dengan ibu yang berusia 20-34 tahun (Laopaiboon et al., 2014). Komplikasi

(32)

Operasi sesar dilakukan apabila ada indikasi untuk ibu atau bayi.

Indikasi untuk ibu, seperti: persalinan macet, diameter panggung kecil,

preeklamsia, induksi gagal, partus tak maju, plasenta previa dan plasenta

abruptio. Indikasi untuk bayi, misalnya: gawat janin dengan timbulnya asfiksia,

letak lintang, bayi sungsang, presentasi bokong, bayi dengan berat lebih dari

4500 gram, kelahiran bayi kembar atau lebih yang tidak memungkinkan untuk

kelahiran normal (Kemenkes, 2013; Linn Becher and Siril Stokke, 2013; SPM,

2010).

4. Risiko operasi sesar

Operasi sesar dapat menyebabkan risiko bagi ibu yaitu seperti

pendarahan, infeksi saluran kemih, nyeri, demam, pembekuan vena yang

menyebabkan emboli, endometritis, Surgical Site Infection (SSI), abses pelvis,

bakterimia, jaringan parut dan kerusakan jaringan di dinding rahim (Conroy et

al., 2012). Operasi sesar dapat pula menyebabkan risiko pada bayi yaitu risiko

luka bedah, kelahiran prematur akibat operasi sesar emergency, komplikasi

pernapasan, perawatan kembali ke rumah sakit, dan risiko kematian di 28 hari

pertama setelah kelahiran. Risiko komplikasi operasi sesar pada bayi prematur

yaitu gangguan respirasi, pencernaan, fungsi hati, pengaturan suhu tubuh,

infeksi, dan penyakit kuning (CIMS, 2010).

B. Infeksi

1. Definisi infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi

(33)

2005). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungi atau jamur

(Smeltzer and Bare, 2002).

2. Infeksi pasca operasi

Infeksi pasca operasi yang sering terjadi adalah infeksi saluran

kencing pada pasien yang memakai kateter. Pasien mengalami panas, nyeri

pada saat kencing dan hasil pemeriksaan air kencing terdapat leukosit

(Prawirohardjo, 2007). Infeksi pasca operasi sesar dapat berupa endometritis

yang merupakan infeksi dan radang selaput yang melapisi rahim. Angka

kejadian endometritis setelah operasi sesar elektif (preschedule) adalah 7% dan

untuk operasi emergency adalah 30%. Bakteri penyebab endometritis adalah

Streptococcus group B (Olsen et al., 2010). Infeksi sepsis dapat terjadi apabila

dalam operasi terdapat sumber infeksi piogen yang terbuka, drainase yang

kurang baik, atau daya tahan tubuh pasien yang kurang baik (Prawirohardjo,

2007).

Infeksi lain yang paling sering terjadi yaitu infeksi luka operasi (ILO)

atau Surgical Site Infection (SSI). Surgical Site Infection adalah infeksi kulit

dan jaringan subkutan dilokasi sayatan bedah dan paling banyak disebabkan

oleh bakteri gram positif yaitu spesies Streptococcus dan spesies

Staphylococcus, atau campuran bakteri aerobik/anaerobik (Conroy et al.,

2012). Menurut The Centers for Disease Control (CDC), SSI adalah infeksi

yang terjadi 30 hari pasca operasi ditandai dengan adanya tanda dan gejala

infeksi, yaitu: suhu tubuh >380C, adanya cairan, nanah, rasa sakit atau nyeri,

(34)

and Morrell, 2012). Angka kejadian SSI yaitu sebesar 31% dari total penyakit

infeksi yang terjadi di rumah sakit (CDC, 2015).

3.Faktor risiko infeksi pasca operasi

Infeksi yang sering terjadi pada kasus pembedahan adalah infeksi luka

operasi. Infeksi luka operasi dapat terjadi karena faktor dari pasien yang

menjalani operasi dan prosedur operasi. Berikut adalah karakteristik pasien dan

prosedur operasi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka

[image:34.595.102.516.250.563.2]

operasi.

Tabel I. Karakteristik pasien dan prosedur operasi yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka operasi (Kanji and Devlin, 2008)

Pasien Prosedur operasi

Usia Durasi pembersihan bedah

Nutrisi Persiapan preoperatif

Diabetes Pencukuran daerah operasi

Perokok Durasi operasi

Obesitas Antibiotika profilaksis

Adanya infeksi sebelum operasi Ventilasi ruangan operasi

Kolonisasi mikroba yang resisten Sterilisasi peralatan bedah

Respon imun Pemasangan implan prostetik

Lama tinggal sebelum operasi Drainase operasi

Teknik operasi

Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi luka

operasi adalah tingkat pengetahuan dan personal hygiene. Pasien yang

memiliki pengetahuan yang kurang terhadap perawatan luka operasi, tanda

awal terjadinya infeksi, dan cara mencegah terjadinya infeksi akan

meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Personal hygiene merupakan tindakan

pencegahan terutama yang menyangkut tanggung jawab perorangan dalam

memelihara kesehatan dan mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.

(35)

baik dan benar untuk mencegah terjadinya infeksi (Asyifa, Suarnianti, Mato,

2012).

C. Antibiotika

1. Definisi antibiotika

Antibiotika adalah zat biokimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme

atau hasil biosintetik mikroorganisme dengan mensintesis senyawa antibiotika

berdasarkan antibiotika alami yang dalam jumlah yang kecil dapat

menghambat atau membunuh organisme lain (Harmita dan Maksum, 2006).

2. Penggolongan antibiotika

Menurut Goodman and Gilman (2008) dalam menghambat

pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme, antibiotika dapat digolongan

sebagai berikut.

a. Antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya terdiri dari:

1). Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel seperti

penisilin dan sefaloporin; 2). Antibiotika yang menghambat sintesis

protein seperti aminoglikosida dan kloramfenikol; 3). Antibiotika yang

menghambat metabolisme folat seperti trimetoprim dan sulfonamid; 4).

Antibiotika yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

seperti golongan rifampisin dan golongan kuinolon; 5). Antibiotika yang

bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme seperti polimiksin.

b. Antibiotika berdasarkan konsentrasi yang mencapai plasma, meliputi:

1). Zat-zat bakterisid yaitu antibiotika yang pada dosis biasa bisa

(36)

bakteriostatis yaitu antibiotika yang pada dosis biasa dapat menghentikan

pertumbuhan kuman, contohnya adalah sulfonamida dan kloramfenikol.

c. Antibiotika berdasarkan luas aktivitasnya, meliputi:

1). Antibiotika narrow-spectrum yaitu antibiotika yang memiliki aktivitas

sempit sehingga hanya aktif pada beberapa mikroorganisme saja seperti

penisilin-G dan steptomisin; 2). Antibiotika broad-spectrum yaitu

antibiotika dengan aktivitas yang luas sehingga lebih banyak melawan

bakteri gram positif dan negatif seperti sulfonamid dan sefalosporin.

3. Prinsip penggunaan antibiotika

Menurut Kemenkes (2011) penggunaan antibiotika untuk terapi dapat

dibedakan menjadi 3, yaitu:

a. Antibiotika terapi empiris digunakan pada kasus infeksi yang belum

diketahui jenis bakteri penyebabnya untuk mengeradikasi bakteri yang

diduga menjadi penyebab infeksi. Lama pemberian antibiotik empiris

adalah 48-72 jam kemudian dilakukan evaluasi berdasarkan hasil kultur

mikrobiologis dan kondisi pasien.

b. Antibiotika terapi definitif digunakan pada kasus infeksi yang sudah

diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya untuk

mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.

c. Antibiotika profilaksis digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi yang

biasanya digunakan pada kasus bedah.

Menurut Kemenkes (2011) ada beberapa faktor yang perlu

(37)

a. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika yaitu kemampuan

mikroorganisme untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik

sehingga dapat menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.

b. Faktor farmakokinetika dan farmakodinamika perlu dipertimbangkan

untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat sesuai kondisi

pasien.

c. Faktor interaksi antibiotika bersama dengan antibiotika lain, obat lain atau

dengan makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti

penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi sehingga dapat

meningkatkan efek toksik obat lainnya.

d. Faktor biaya juga perlu diperhatikan dalam peresepan antibiotika.

Peresepan antibiotika dengan harga diluar batas kemampuan keuangan

pasien menyebabkan pasien tidak mampu membeli antibiotika yang

diresepkan sehingga mengakibatkan kegagalan terapi meskipun antibiotika

yang diresepkan sudah tepat.

Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor tersebut maka prinsip dalam

penggunaan antibiotika secara bijak menurut Kemenkes (2011) adalah sebagai

berikut:

a. Penggunaan antibiotika secara bijak adalah penggunaan antibiotika lini

pertama yang berspektrum sempit, indikasi yang ketat dengan

menegakkan diagnosis berdasarkan informasi klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium dengan dosis yang tepat serta interval dan lama pemberian

(38)

b. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasarkan pada informasi tentang

spektrum kuman penyebab, pola kepekaan kuman terhadap antibiotika,

pemeriksaan mikrobiologi, profil farmakokinetik dan farmakodinamik.

c. Pembatasan penggunaan antibiotika dilakukan dengan menerapkan

pedoman penggunaan antibiotika.

4. Penggunaan antibiotika pada ibu hamil

Penggunaan antibiotika pada ibu hamil perlu memperhatikan risiko

dan manfaat bagi ibu dan bayi. The Food and Drug Administration (FDA)

mengkategorikan obat pada ibu hamil yang memerlukan perhatian terhadap

[image:38.595.100.514.160.621.2]

kemungkinan efek terhadap janin.

Tabel II. Kategori obat pada ibu hamil menurut FDA (2001)

Kategori A obat-obatan yang sudah pernah digunakan pada ibu hamil dan terbukti tidak ada risiko terhadap janin sehingga aman untuk digunakan.

Kategori B obat-obatan yang tidak berisiko terhadap janin hewan uji namun belum ada penelitian pada ibu hamil.

Kategori C obat-obatan yang menunjukkan ada efek buruk pada janin hewan uji namun belum ada penelitian pada manusia. Obat ini dapat digunakan apabila manfaat lebih besar terhadap risikonya.

Kategori D obat-obatan yang sudah terbukti mempunyai risiko terhadap ibu hamil sehingga obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan pada ibu hamil tetapi bisa digunakan apabila dengan memper-timbangkan keselamatan ibu

(39)
[image:39.595.104.513.147.688.2]

Tabel III. Kategori untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin menurut FDA (Gondo, 2007)

Golongan (Nama

Generik) Kategori

Golongan (Nama

Generik) Kategori

Gol Penisilin B Gol antivus C

Gol sefalosporin B Gol Anti TBC:

Moxalactam C Ethambutol B

Gol Aminoglikosida: PAS C

Amikasin C INH C

Gentamisin C Rifampisin C

Neomisin C Gol Anti malaria:

Kanamisin D Chloroquine C

Streptomisin D Primaquine C

Tobramisin D Pyrimenthamin C

Gol terasiklin D Quinine D / X

Basitrasin C Gol Sulfa:

Kloramfenikol C Sulfazalazin B / D

Clindamisin B Sulfonamida B / D

Colistimethate B Gol Urinary germicide:

Eritromisin B Cinoxasin B

Furazolidon C Mandelic acid C

Lincomisin B Metehenamine C

Novobiosin C Nalidixic acid B

Oleondomisin C Nitrofurantoin B

Polymyxin BB B Gol Anti scabies:

Spectinomisin B Lindane C

Trimetoprim C Pyrethrins C

Troleandomisin C Gol Anti jamur:

Vancomisin C Amfoterasi B

Gol Anti Amoeba:

Carbarzone D

Iodoquinol C

Metronidasol B

(40)

D. Antibiotika Profilaksis

1. Definisi antibiotika profilaksis

Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang digunakan untuk

mencegah terjadinya infeksi (Enzler, Berbari, Osmon, 2011). Dasar pemilihan

antibiotika profilaksis yaitu sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen

pada kasus yang bersangkutan, spektrum sempit, toksisitas rendah, bersifat

bakterisidal, tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap obat anestesi dan

harga obat terjangkau. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum, saat dan

hingga 24 jam setelah operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan

tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka

operasi (Kemenkes, 2011).

2. Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis pada operasi sesar

Penggunaan antibiotika harus mengikuti prinsip pemilihan antibiotika

yang tepat. Tujuan dari pemberian antibiotika profilaksis pada kasus

pembedahan adalah untuk menurunkan dan mencegah terjadinya infeksi luka

operasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca operasi, menghambat

adanya resistensi bakteri, dan meminimalkan biaya pelayanan kesehatan

(Kemenkes, 2011).

Indikasi penggunaan antibiotika profilaksis didasarkan pada kelas

operasi yaitu operasi bersih dan bersih-kontaminasi. Pada umumnya kelas

operasi bersih terencana tidak memerlukan antibiotika profilaksis kecuali untuk

operasi mata, jantung, dan sendi, sedangkan pada operasi bersih-kontaminasi

(41)

risikonya. Operasi bersih-kontaminasi adalah operasi yang dilakukan pada

traktus digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium

atau operasi tanpa disertai kontaminasi yang nyata (Kemenkes, 2011). Menurut

National Healthcare Safety Network (2010) operasi sesar merupakan operasi

bersih-kontaminasi. Pemberian antibiotika profilaksis sangat direkomendasikan

pada operasi sesar untuk mengurangi infeksi luka operasi (SIGN, 2014).

Menurut Kemenkes (2011) rekomendasi antibiotika profilaksis bedah

yaitu sefalosporin generasi I atau II dan tidak dianjurkan menggunakan

sefalosporin generasi III atau IV, golongan karbapenem, dan golongan

kuinolon. Pemberian antibiotika profilaksis dengan spektrum yang lebih luas

tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam menurunkan risiko infeksi

luka operasi. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat, terapi antibiotika yang

tidak komplit, dan pengunaan antibiotika dengan spektrum luas yang tidak

perlu dapat meningkatkan resistensi (ACOG, 2011; SOGC, 2010).

Prinsip pemilihan antibiotika profilaksis dalam operasi sesar menurut

ACOG (2011), SIGN (2014), SOGC (2010), adalah sebagai berikut:

a. Semua wanita yang menjalani operasi sesar elektif atau emergency harus

menerima antibiotika profilaksis.

b. Pemilihan antibiotika untuk operasi sesar yaitu sefazolin 1 gram single

dose diberikan dengan rute intravena. Jika pasien memiliki alergi penisilin

maka dapat diganti dengan klindamisin 600 mg atau eritromisin 500 mg

(42)

c. Waktu pemberian antibiotika profilaksis sesar yaitu 60 menit sebelum

insisi kulit.

d. Jika prosedur operasi lebih dari 3 jam atau perkiraan kehilangan darah

lebih dari 1500 mL maka dosis tambahan dari antibiotika profilaksis

diberikan kembali dengan interval 1-2 kali waktu paruh antibiotika.

e. Pada pasien obesitas (BMI >30) dianjurkan untuk memberikan dua kali

[image:42.595.102.513.245.597.2]

lipat dosis anjuran.

Tabel IV. Rekomendasi antibotika profilaksis untuk prosedur obstetri (SOGC, 2010; ACOG, 2011)

Prosedur Antibiotik Dosis

Operasi sesar emergency atau elektif

Sefazolin 60 menit

sebelum insisi kulit

1 gram secara IV

Apabila alergi penisilin  Klindamisin

 Eritromisin

 600 mg secara IV

 500 mg secara IV

Kelahiran melalui vagina Tidak direkomendasikan -

Perbaikan laserasi derajat

3 atau 4 

Sefotetan

 Sefoxitin

 1 gram secara IV

 1 gram secara IV

Pengambilan plasenta secara manual

Tidak direkomendasikan -

Dilatasi postpartum dan kuretasi

Tidak direkomendasikan -

Cerclage serviks Tidak direkomendasikan -

Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis selain tepat dalam

pemilihan jenis juga harus mempertimbangkan kadar antibiotika dalam

jaringan selama operasi berlangsung. Pemberian antibiotika single dose sudah

efektif namun untuk prosedur operasi yang lebih dari 3 jam atau perkiraan

kehilangan darah lebih dari 1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan dosis

(43)

merupakan waktu paruh beberapa antibiotika pilihan yang digunakan dalam

[image:43.595.98.514.185.570.2]

prosedur obstetri.

Tabel V. Waktu paruh antibiotika (Kemenkes, 2011)

Antibiotik Waktu Paruh (Jam)

Sefazolin 1,5-2,5

Vancomyn 6

Sefoxitin 0,7-1,0

Sefotetan 2,8-4,6

Aminoglycosides 2-5

Metronidazole 8

Klindamycin 2,4-3

Ciprofloxacin 3-5

Pemberian antibiotika profilaksis single dose menunjukkan efektivitas

yang sama dengan pemberian multiple dose (ACOG, 2011). Menurut Waspodo

(2008) pemberian dosis tambahan pasca operasi justru akan menimbulkan

banyak kerugian yaitu risiko efek samping meningkat, dan merangsang

timbulnya resistensi bakteri. Pemberian single dose juga akan mengurangi

biaya pengobatan, beban kerja staf medis, dan meningkatkan kepatuhan pasien

(Westen et al., 2015).

Antibiotika dapat diberikan apabila terdapat tanda infeksi hingga 48

jam atau hingga pasien sembuh. Salah satu tanda adanya infeksi adalah pasien

mengalami demam dengan suhu di atas 380C. Keadaan ini harus dicari

penyebabnya apakah karena adanya infeksi atau bukan. Sebelum pasien

diijinkan untuk pulang harus dipastikan bahwa 24 jam sebelum pulang pasien

tidak demam. Pasien diminta datang untuk kontrol setelah 7 hari pasien pulang

dan apabila terdapat pendarahan, demam, dan nyeri perut berlebihan, pasien

(44)

operasi selama proses penyembuhan dapat dilakukan dengan perawatan luka

yaitu pembalutan dan penggantian kasa (Kemenkes, 2013; Waspodo, 2008).

Penggunaan antibiotika juga perlu memperhatikan fungsi ginjal

pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal pemberian dosis harus

disesuaikan dengan clearance creatinin. Sebagian besar antibiotika golongan

beta laktam eliminasi utama adalah melalui ginjal, oleh karena itu pemberian

sefazolin untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal perlu dilakukan

penyesuaian. Tabel VI menunjukkan bahwa pemberian sefazolin 1 gram single

dose masih diperbolehkan untuk diberikan pada pasien dengan clearance

[image:44.595.100.515.241.578.2]

creatinin ≤10 mL/menit.

Tabel VI. Penyesuaian dosis sefazolin untuk pasien dengan gangguan ginjal (Golightly et al., 2013)

Clearance Creatinin Dosis Frekuensi

≥55mL/menit 500 mg-2 g Setiap 8 jam sekali

35-54 mL/menit 11-34 mL/menit

500 mg-2 g 250 mg-1 g

Setiap 12 jam sekali Setiap 12 jam sekali

≤10 mL/menit 250 mg-1 g Setiap 18-24 jam sekali

E. Evaluasi Penggunaan Antibiotika

Evaluasi penggunaan antibiotika menurut pedoman penggunaan

antibiotika (Kemenkes 2011) dapat dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan

ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/ Defined Daily Dose) 100

bed-days untuk dirumah sakit dan DDD/1000 penduduk untuk dikomunitas,

sedangkan pendekatan secara kualitatif yaitu dilakukan evaluasi penggunaan

antibiotik berdasarkan ketepatan pemilihan antibiotik, dosis, lama pemberian,

(45)

Evaluasi penggunaan antibiotika secara kualitatif salah satunya dapat

menggunakan metode Gyssens. Metode Gyssens merupakan diagram yang

memuat alur untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika, seperti:

ketepatan indikasi, lama pemberian, dosis, interval, rute pemberian, waktu

pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika (Gyssens, 2001).

Penilaian kualitas penggunaan antibiotika dinilai dengan menggunakan Rekam

Pemberian Antibiotika (RPA), catatan medik dan kondisi klinis pasien. Data

tersebut kemudian dinilai sesuai dengan alir penilaian kualitatif menggunakan

[image:45.595.104.520.266.672.2]

Gyssens Classification yang terbagi dalam beberapa kategori.

Tabel VII. Kategori Gyssens (Kemenkes, 2011)

Kategori 0 penggunaan antibiotik tepat/bijak

Kategori I penggunaan antibiotik tidak tepat waktu

Kategori IIA penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

Kategori IIB penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian

Kategori IIC penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian

Kategori IIIA penggunaan antibiotik terlalu lama

Kategori IIIB penggunaan antibiotik terlalu singkat

Kategori IVA ada antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IVB ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman

Kategori IVC ada antibiotik lain yang lebih murah

Kategori IVD ada antibiotik lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit

Kategori V penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi

(46)
[image:46.595.100.499.92.604.2]

Gambar 1. Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika metode Gyssens (Gyssens, 2001)

F. Keterangan Empiris

Peresepan antibotika profilaksis merupakan prosedur penting

dalam operasi sesar untuk mencegah infeksi pasca operasi. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran ketepatan peresepan antibiotika

profilaksis yang dievaluasi dengan metode Gyssens pada pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati

(47)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan case series dan

data yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena bertujuan

untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan yang dilakukan dengan

pengumpulan, analisis, dan penafsirkan data, serta tidak adanya perlakuan dan

tidak untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; Imron dan Munif, 2010).

Rancangan penelitian ini adalah case series karena penelitian ini merupakan

kumpulan dari kasus yang sama dalam periode waktu tertentu yang kemudian

dievaluasi dan dideskripsikan (Strom and Kimmel, 2006). Data dalam penelitian

ini bersifat retrospektif karena data didapatkan melalui penelusuran dokumen

terdahulu (Notoatmodjo, 2010), yaitu rekam medis pasien yang menjalani operasi

sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif berdasarkan literatur dengan

menggunakan metode Gyssens.

B. Variabel Penelitian

1. Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015.

2. Profil peresepan antibiotika profilaksis.

(48)

C. Definisi Operasional

1. Subyek penelitian adalah semua pasien yang menjalani operasi sesar pada

bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan

menggunakan antibiotika profilaksis.

2. Profil pasien yang menjalani operasi sesar dalam penelitian ini meliputi usia

pasien, usia kehamilan, riwayat kehamilan, riwayat melahirkan, riwayat

operasi sesar, jenis operasi, dan indikasi dilakukannya operasi sesar.

3. Rekam medis adalah semua berkas yang berisikan catatan mengenai identitas,

pengobatan, hasil pemeriksaan, tindakan serta pelayanan yang diberikan

kepada pasien selama pasien menjalani terapi di rumah sakit.

4. Antibiotika profilaksis yang dimaksud adalah antibiotika yang diberikan

sebelum, saat, dan hingga 24 jam setelah operasi sesar dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya infeksi luka operasi.

5. Outcome klinis dinilai dari ada tidaknya tanda dan gejala infeksi luka operasi

(ILO), seperti: suhu tubuh >380C, keluarnya cairan, nanah, rasa nyeri,

kemerahan, dan bengkak didaerah luka operasi.

6. Profil peresepan antibiotika profilaksis pada penelitian ini meliputi golongan,

jenis, rute pemberian, waktu pemberian, dan durasi pemberian.

a) Golongan antibiotika profilaksis adalah semua nama golongan antibiotika

yang diberikan pada pasien, misalnya sefalosporin, penisilin, dan lain-

lain.

b) Jenis antibiotika profilaksis adalah semua nama jenis antibiotika yang

(49)

c) Rute pemberian adalah jalur yang digunakan untuk memasukkan

antibiotika kedalam tubuh, misalnya oral, intravena, dan lain- lain.

d) Waktu pemberian yang dimaksud adalah waktu pertama kali antibiotika

profilaksis diberikan kepada pasien.

e) Durasi pemberian adalah lamanya antibiotika profilaksis yang diberikan

setelah operasi selesai.

7. Ketepatan peresepan antibiotika dalam penelitian ini adalah kesesuaian

peresepan antibiotik profilaksis yang dievaluasi secara kualitatif dengan

menggunakan metode Gyssens. Evaluasi yang dilakukan menggunakan

literatur sebagai referensi, yaitu: Kemenkes (2011 & 2013), Society of

Obstetricians and Gynaecologists of Canada Clinical Practice Guideline

(SOGC, 2010), American College of Obstetrician and Gynecologists

(ACOG, 2011), Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN, 2014)

dan berbagai jurnal terkait.

8. Metode Gyssens merupakan suatu diagram alir yang memuat indikator untuk

menilai ketepatan penggunaan antibiotika, yaitu: ketepatan indikasi, lama

pemberian, dosis, interval, rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas,

toksisitas, dan spektrum antibiotika yang kemudian dikategorikan menjadi 13

kategori dengan skala 0-VI untuk menggolongkan ketepatan pemberian

(50)

D. Bahan Penelitian

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien yang

menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 dengan memenuhi kriteria

inklusi.

2. Kriteria inklusi: rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan

April 2015 dengan mendapatkan terapi antibiotika profilaksis.

3. Kriteria eksklusi:

a) Rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar dengan data yang

tidak lengkap, tidak terbaca dan tidak dapat dikonfirmasi.

b) Rekam medis pasien yang mendapatkan antibiotika pulang paksa atau

[image:50.595.101.512.210.699.2]

melanjutkan pengobatan di tempat lain.

Gambar 2. Skema pemilihan bahan penelitian pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati

(51)

E. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Jalan Doktor Wahidin Sudirohusodo Bantul Yogyakarta. Waktu Penelitian

dilakukan pada Juni sampai Juli 2015.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Formulir untuk mengambil data

Formulir yang digunakan adalah untuk memuat data rekam medis

pasien yaitu identitas pasien, diagnosa pasien, nama antibiotika profilaksis,

indikasi, dosis, waktu pemberian, durasi pemberian, rute pemberian, data

klinis, dan data laboratorium.

2. Diagram Gyssens dan kategori Gyssens

Diagram Gyssens adalah diagram yang memuat alir untuk menilai

ketepatan penggunaan antibiotika, seperti: ketepatan indikasi, lama pemberian,

dosis, interval, rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas, toksisitas dan

spektrum antibiotika. Kategori Gyssens digunakan untuk menggolongkan

ketepatan pemberian antibiotika profilaksis dengan skala 0-VI setelah penilaian

dengan diagram Gyssens.

3. Literatur sebagai referensi evaluasi

Literatur yang digunakan sebagai referensi evaluasi, yaitu: Kemenkes

(2011 & 2013), Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada

(52)

and Gynecologists (ACOG, 2011), Scottish Intercollegiate Guidelines Network

(SIGN, 2014) dan berbagai jurnal terkait.

G. Tata Cara Penelitian

1. Persiapan

Peneliti melakukan survei jumlah pasien yang menjalani operasi sesar

pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

kemudian membuat proposal dan melakukan pengurusan ijin untuk melakukan

penelitian di rumah sakit tersebut.

2. Uji coba instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu formulir untuk

mencatat data rekam medis (Lampiran 1) yang diuji coba untuk memastikan

apakah data yang diambil sudah memadai untuk dilakukan evaluasi. Tahap

awal dari tahap ini adalah menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis

kemudian disusun dalam bentuk formulir kemudian dilakukan uji coba dengan

memasukkan data dalam rekam medis dan dievaluasi dengan literatur. Tahap

selanjutnya adalah menentukan hal-hal apa saja yang perlu ditambahkan dan

dikurangi dari formulir. Pengumpulan data dan analisis diulang hingga data

yang diperoleh sudah memadai untuk dilakukan analisis.

3. Melakukan seleksi data dan pengumpulan data

Pada tahap ini dilakukan pemilihan data rekam medis yang memenuhi

kriteria inklusi dan mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika profilaksis

yang resepkan. Data pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi kemudian

(53)

dengan salah satu dokter penulis resep yang bertujuan untuk mengidentifikasi

faktor pemilihan antibiotika profilaksis.

H. Analisis Data Penelitian

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu dengan

menguraikan data-data yang didapatkan melalui rekam medis pasien untuk

menggambarkan profil pasien, profil peresepan, dan ketepatan peresepan

antibiotika profilaksis. Selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan ketentuan

Gyssens (Lihat Tabel VII halaman 23 dan Gambar 1 halaman 24). Hasil evaluasi

disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan diagram. Evaluasi antibiotika dengan

diagram alir Gyssens dimulai dari kotak yang paling atas adalah sebagai berikut.

a) Bila data tidak lengkap, berhenti dikategori VI.

Data tidak lengkap adalah data rekam medis bila tidak mencantumkan berat

badan, tanggal operasi, pemeriksaan laboratorium, atau ada halaman rekam

medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Apabila lolos kategori VI

maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori V.

b)Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V.

Tidak ada indikasi pemberian antibiotika profilaksis apabila pasien menjalani

operasi bersih yang pada umumnya tidak memerlukan antibiotika profilaksis.

Pemberian antibiotika profilaksis diberikan untuk operasi bersih-kontaminasi

apabila terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi morbiditas, infeksi luka

operasi, endometritis, dan sepsis. Apabila lolos kategori V maka analisis

(54)

c) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori

IVA.

Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif apabila antibiotika yang

diberikan bukan merupakan lini pertama atau antibiotika yang

direkomendasikan dan apabila antibiotika yang diberikan sudah banyak bakteri

yang resisten terhadap antibiotika tersebut. Apabila lolos kategori IVA maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVB.

d)Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti dikategori

IVB.

Adanya antibiotika lain yang kurang toksik apabila antibiotika yang diresepkan

kontraindikasi dengan pasien, atau terdapat interaksi dengan obat lain yang

meningkatkan efek toksik bagi pasien. Apabila lolos kategori IVB maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVC.

e) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti dikategori

IVC.

Ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah apabila pasien diresepkan

antibiotika dengan merk paten meskipun terdapat antibiotika generik sehingga

meningkatkan biaya yang dikeluarkan. Apabila lolos kategori IVC maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVD.

f) Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit,

berhenti di kategori IVD.

Ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit apabila pasien

(55)

banyak ditemukan pada infeksi luka operasi. Apabila lolos kategori IVD maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIA.

g) Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori

IIIA.

Durasi pemberian antibiotika terlalu panjang apabila antibiotika diberikan

melebihi durasi yang direkomendasikan, misalnya pemberian antibiotika

profilaksis seharusnya diberikan maksimal hingga 24 jam setelah operasi,

namun pasien masih diberikan antibiotika profilaksis hingga 48 jam atau 72

jam, sehingga tidak lolos kategori IIIA. Apabila lolos kategori IIIA maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIB.

h)Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori

IIIB.

Durasi pemberian terlalu singkat apabila antibiotika diberikan kurang dari

durasi yang direkomendasikan, misalnya operasi berlangsung >3 jam atau

perkiraan kehilangan darah >1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan

dosis ulangan, namun pasien tidak diberikan dosis ulangan hingga operasi

selesai. Apabila lolos kategori IIIB maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi

kategori IIA.

i) Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA.

Dosis pemberian antibiotika tidak tepat apabila dosis yang diberikan kurang

atau lebih dari dosis yang direkomendasikan. Apabila lolos kategori IIA maka

(56)

j) Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB.

Interval pemberian tidak tepat apabila antibiotika diberikan kurang atau lebih

dari interval yang direkomendasikan, misalnya interval pemberian dosis

ulangan ketika operasi >3 jam yaitu 1-2 kali waktu paruh, namun pasien baru

diberikan dosis ulangan 3 kali waktu paruh. Apabila lolos kategori IIB maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIC.

k)Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC.

Rute pemberian tidak tepat apabila jalur pemberian antibiotika tidak sesuai

dengan rute yang direkomendasikan atau tidak sesuai dengan kondisi pasien.

Apabila lolos kategori IIC maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori

I.

l) Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I.

Waktu pemberian antibiotika tidak tepat apabila pasien operasi sesar waktu

diberikannya antibiotika profilaksis sebelum operasi terlalu lama, terlalu cepat

atau diberikan setelah operasi sesar berlangsung. Rekomendasi waktu

pemberian adalah 60 menit sebelum operasi. Apabila lolos kategori I maka

analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori 0.

m) Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai VI, antibiotika tersebut

(57)

I. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut.

1. Penelitian dengan menggunakan data yang bersifat retrospektif menyebabkan

beberapa rekam medis tidak ditemukan dan peneliti tidak dapat mengamati

perkembangan kondisi pasien secara langsung.

2. Metode Gyssens yang digunakan dalam penelitian ini tidak selalu dapat

diselaraskan dengan kondisi awal pasien dan outcome terapi. Banyak kasus

yang bertentangan dengan alir Gyssens namun memberikan outcome terapi

yang baik yaitu banyaknya antibiotika yang bukan terapi lini pertama dan

antibiotika yang tidak direkomendasikan namun justru memberikan outcome

terapi yang baik.

3. Penelitian ini sebatas menilai ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis

berdasarkan literatur namun tidak menilai hubungan antara pemilihan jenis

(58)

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika

profilaksis dengan metode Gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada

bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, terdapat 32

pasien yang menjalani operasi sesar dibulan April dan memenuhi kriteria inklusi.

Hasil dan pembahasan akan dibahas menjadi beberapa bagian, yaitu: profil pasien,

profil peresepan, dan ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis.

A. Profil Pasien

Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta didiskripsikan berdasarkan usia

pasien, usia kehamil

Gambar

Tabel XIII. Distribusi hasil evaluasi peresepan tiap jenis antibiotika
Gambar 1. Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika
Tabel I. Karakteristik pasien dan prosedur operasi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka operasi (Kanji and Devlin, 2008)
Tabel II. Kategori obat pada ibu hamil menurut FDA (2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut jenis heksana-etanol pada berbagai kombinasi ratio menghasilkan protein gelatin yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan

Penerapan Teori Stimulus-Organisme-Respon dengan penelitian mengenai pengaruh penyuluhan pertanian terhadap sikap petani dalam penerapan teknologi pertanian di Desa

Dengan penyesuaian antara frekuensi pasangan huruf yang sering keluar dalam suatu bahasa dengan pasangan huruf yang sering keluar dalam hasil enkripsi, kemungkinan besar

Memberikan ceramah tentang organi- sasi mahasiswa dapat dilihat sebagai sistem terbuka dan sistem tertutup Memberikan ceramah tentang bahwa sistem memerlukan keseimbangan

Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Kabupaten Pulau Morotai ini di masa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan

Dan semua pihak y ang tidak dap at p enulis sebutkan satu p er satu, yang telah. membantu penulis dalam penyusunan skrip

Kandungan ammonia terendah terdapat pada perlakuan C yaitu pupuk sapi sebagai media kultur sedangkan yang terbesar terdapat pada perlakuan B yang merupakan pupuk