• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. statistik deskriptif. Pembahasan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. statistik deskriptif. Pembahasan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

74 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV membahas tentang populasi, sampel penelitian, dan data statistik deskriptif. Pembahasan diawali terlebih dahulu dengan penjelasan tentang struktur pengendalian keluarga pada perusahaan di Indonesia, pengujian data penelitian dan pengujian hipotesis. Pada sub bab pembahasan, pengaruh kontrol keluarga terhadap manajemen laba dan kegagalan perjanjian hutang dijelaskan terlebih dahulu, terakhir disajikan ringkasan hasil penelitian.

4.1 Deskripsi Data Penelitian 4.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Tabel 1 menunjukkan prosedur pengambilan sampel. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 4.474 observasi (perusahaan-tahun). Data menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2017 selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan metode purposive sampling yang telah ditetapkan, 696 sampel (perusahaan- tahun) yang masuk dalam industri keuangan dikeluarkan dari penelitian.

Kemudian sebanyak 414 sampel juga dikeluarkan dari observasi yang terdiri dari 198 sampel merupakan perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia, dan 216 sampel merupakan perusahaan yang dikuasai oleh investor asing. Selain itu, 2.564 sampel juga dikeluarkan dari sampel dengan rincian 1.409 sampel merupakan perusahaan yang tidak memiliki hutang bank, 882

commit to user commit to user

(2)

sampel merupakan perusahaan memiliki hutang bank namun tidak menjelaskan mengenai perjanjian hutang di dalam catatan atas laporan keuangan, 198 sampel merupakan perusahaan yang memiliki hutang dan menjelaskan mengenai perjanjian hutang di dalam catatan atas laporan keuangan, namun perjanjian negatif dan 75 sampel tidak memberikan informasi lengkap. Jadi, total sampel akhir yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 800 observasi (data unbalance).

Tabel 1 menyajikan sampel penelitian dari tahun 2009 sebanyak 64 perusahaan keluarga, sedangkan pada tahun 2017 jumlah sampel penelitian menjadi 110 perusahaan keluarga. Nama-nama 110 perusahaan keluarga ini dapat dilihat di Lampiran 1 tentang daftar perusahaan keluarga sampel. Pada Lampiran 1 juga disajikan sumber informasi tentang perusahaan keluarga.

Tabel 1. Sampel Penelitian

No Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Total 1 Perusahaan

Publik

398 443 460 482 506 514 534 542 595 4,474 2 Perusahaan

Keuangan

(69) (70) (71) (72) (74) (75) (87) (89) (89) (696) 3 Persh. Non-

Keluarga

(44) (44) (45) (45) (46) (46) (47) (48) (49) (414) 4 Data Tdk

Lengkap

(221) (261) (272) (285) (297) (291) (294) (296) (347) (2,564)

Total Sampel 64 68 72 80 89 102 106 109 110 800

Tabel 2 menyajikan distribusi sampel penelitian per-industri. Sampel terbanyak dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang masuk dalam industri perdagangan, jasa dan investasi sebanyak 227 perusahaan atau 28,4% dan industri dasar dan kimia sebanyak 146 perusahaan atau 18,3%. Jadi

commit to user commit to user

(3)

perusahaan keluarga di Indonesia lebih banyak sebarannya pada kedua industri tersebut. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa sampel industri yang paling sedikit adalah perusahaan yang masuk dalam industri pertanian yaitu 44 perusahaan atau 5,5%.

Tabel 2. Distribusi Sampel Per-Industri

No Keterangan Jumlah %

1 Pertanian 44 5,5

2 Pertambangan 45 5,6 3 Industri Dasar dan Kimia 146 18,3 4 Aneka Industri 73 9,1 5 Industri Barang Konsumsi 74 9,2 6 Properti, Real Estate dan Kontruksi Bangunan 105 13,1 7 Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi 86 10,8 8 Perdagangan, Jasa dan Investasi 227 28,4

Total 800 100

Tabel 3. Sumber Sampel Penelitian

No Sumber Data Jumlah %

1 Berita Online 47 43

2 Profile Perusahaan Online 8 7

3 Annual Report 52 47

4 Web Perusahaan Publik 3 3

Total 110 100

Rekapitulasi sumber infomasi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ada 4 (empat) sumber informasi.

Pertama, sumber yang berasal dari berita online seperti bisnis.com, kontan.com, merdeka.com, dan lain-lain sebanyak 43%. Kedua, sumber yang commit to user commit to user

(4)

berasal dari profil perusahaan online seperti bloomberg, zoneburse.com, dan lain-lain sebanyak 7%. Ketiga, sumber yang berasal dari annual report sebanyak 47%. Keempat, sumber yang berasal dari web perusahaan sampel sebanyak 3%.

4.1.2 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil statistik deskriptif diketahui bahwa nilai variabel PVIOL (Kegagalan Perjanjian Hutang) rata-rata sebesar 1,587 kali. Nilai rata-rata tersebut berada di atas 0,15 yang berarti bahwa rata- rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini jauh dari kegagalan perjanjian hutang. Meskipun demikian, nilai rata-rata PVIOL yang lebih kecil dari nilai standar deviasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata tersebut tidak merepresentasikan keseluruhan data. Jadi, persentase perusahaan keluarga yang mengalami kegagalan perjanjian hutang atau tidak di dalam penelitian ini sangat bervariasi. Data menunjukkan bahwa sampel yang memiliki PVIOL di bawah 0,15 sebanyak 566 observasi (perusahaan- tahun) atau 70% dari jumlah sampel akhir. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa nilai minimal PVIOL sebesar -0,960 kali yang dimiliki oleh perusahaan dengan kode APOL (PT. Arpeni Pratama Ocean Line Tbk) pada tahun 2016, artinya perusahaan keluarga ini masuk dalam kategori kelompok ketiga DEFAULT (mengalami kegagalan perjanjian hutang). Nilai maksimal PVIOL

commit to user commit to user

(5)

sebesar 153,09 kali dialami oleh perusahaan dengan kode INDX (PT. Tanah Laut Tbk) pada tahun 2017.

Tabel 4.1 Deskriptif Statistik

Nama Variabel N Mean Min Max Standar Deviasi

Variabel Dependen

DAC 800 (0,083) (7,679) 3,431 0,791

Abn(Cfo) 800 0,031 (10,046) 3,550 0,705

Abn(Exp) 800 (0,077) (6,479) 14,651 0,810

Abn(Prod) 800 (0,033) (3,327) 6,863 0,718

TREM 800 (0,079) (10,045) 12,556 1,039

REM1 800 0,043 (16,807) 7,322 1,119

REM2 800 0,045 (14,713) 10,045 1,084

Variabel Independen

PVIOL 800 1,539 (0,96) 153,09 7,580

KOM_K 800 0,284 0 0,667 0,214

DIR_K 800 0,205 0 0,750 0,215

KK 800 0,590 0,112 0,981 0,215

Market_Share 800 0,920 8.73 x 10-7 27,951 2,917 Variabel Kontrol

Size 800 6.712 9 91.854 1.070

Prof 800 3,1 (71,6) 219,2 13,7

Umur 800 28,5 2 96 13,3

Keterangan : Variabel size dalam Miliar Rupiah, Prof dalam %, PVIOL dalam kali, Umur dalam Tahun, DAC: Variabel manajemen laba akrual; AbnCfo, AbnExp, AbnProd, TREM, REM1, REM2: 6 Indikator variabel manajemen laba riil, KK: variabel kepemilikan keluarga, GP: variabel Generasi Pengendali, DK: variabel Direksi Keluarga, Kom_K: variabel Komisaris keluarga, PVIOL: variabel kegagalan perjanjian hutang, Size: variabel ukuran perusahaan, Prof: variabel Profitabilitas, Umur: variabel Umur Perusahaan. Mark et_Share: variabel biaya manajemen laba riil

Variabel KOM_K (komisaris keluarga) rata-rata sebesar 0,284 artinya adalah keluarga mengendalikan perusahaan keluarga di Indonesia melalui commit to user commit to user

(6)

keanggotaan dewan komisaris sebesar 28,4% dari total anggota dewan komisaris. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa nilai minimal KOM_K sebesar 0. Beberapa perusahaan yang memiliki nilai tersebut, misalnya perusahaan dengan kode AISA, ALKA, ANJT, ASSA dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan keluarga ini tidak menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi dewan komisaris. Nilai maksimal KOM_K sebesar 0,667 artinya bahwa 67% perusahaan keluarga menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi dewan komisaris, misalnya pada perusahaan dengan kode CTRA (PT. Ciputra Development Tbk).

Variabel DIR_K (direksi keluarga) rata-rata sebesar 0,205 artinya adalah perusahaan keluarga di Indonesia dikendalikan oleh keluarga dengan menempatkan anggota keluarga dalam direksi sebesar 20,5% dari total anggota direksi. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa nilai minimal DIR_K sebesar 0, artinya bahwa perusahaan keluarga ini tidak menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi direksi. Beberapa perusahaan yang memiliki nilai tersebut, misalnya perusahaan dengan kode ADRO, ALKA dan lain-lain. Nilai maksimal DIR_K sebesar 0,750 artinya bahwa 75% perusahaan keluarga menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi direksi, misalnya pada perusahaan dengan kode LRNA (PT. Ekasari Lorena Transport Tbk).

Pembahasan tentang kepemilikan keluarga akan disajikan secara lebih luas pada sub bab selanjutnya.

Variabel KK (kepemilikan keluarga) rata-rata sebesar 0,590 artinya adalah rata-rata keluarga menguasai saham perusahaan keluarga di Indonesia

commit to user commit to user

(7)

sebesar 59% dari total saham yang beredar. Di samping itu dapat dilihat juga bahwa nilai minimal KK sebesar 0,11 artinya bahwa 11 persen perusahaan keluarga menguasai saham perusahaan, yaitu perusahaan dengan kode ALKA pada tahun 2009. Nilai maksimal KK sebesar 0,981 artinya bahwa 98 persen perusahaan keluarga menguasai saham perusahaan, yaitu perusahaan dengan kode LPPF (PT. Matahari Departemen Store Tbk) pada tahun 2010 sampai dengan 2014. Variabel Biaya DAC yang diukur dengan market share sebesar 0,920 artinya rata-rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata 0,920 kali dari data industri.

Variabel DAC (Manajemen Laba Akrual) rata-rata sebesar -0,083, artinya adalah rata-rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini melakukan manajemen laba akrual untuk menurunkan laba.

Kondisi yang sama juga terlihat pada variabel manajemen laba riil (AbnExp, AbnProd, dan TREM). Namun, kondisi berbeda ditunjukkan pada variabel manajemen laba riil (AbnCfo, REM1, dan REM2) yang bernilai positif. Nilai positif artinya bahwa perusahaan keluarga melakukan manajemen laba yang dapat menaikkan laba. Kondisi masing-masing indikator manajemen laba riil ini, kemungkinan disebabkan karena tingkat profitabilitas perusahaan yang fluktuatif seperti pada Gambar 3. Pada saat kinerja keuangan turun, perusahaan keluarga akan memilih metode akuntansi atau aktivitas riil yang dapat menaikkan laba. Namun, ketika kinerja keuangan naik, perusahaan

commit to user commit to user

(8)

keluarga akan memilih metode akuntansi atau aktivitas riil yang dapat menurunkan laba.

Tabel 4.1 juga menunjukkan nilai variabel kontrol dalam penelitian ini.

Pertama, variabel profitabilitas sebesar 3,121 artinya rata-rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini mampu mengelola asetnya secara efektif untuk menghasilkan laba bersih sebesar 3,121 kali dari besarnya total asset perusahaan. Kedua, variabel size sebesar 6.712 miliar rupiah artinya rata-rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki asset sebesar Rp 6.712 miliar. Ketiga, variabel umur sebesar 28,571 tahun artinya bahwa rata-rata perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini sudah berdiri selama 28 tahun lebih. Perusahaan yang berumur dua tahun adalah PT. Indofood ICBP Sukses Makmur, Tbk yang mulai berdiri tahun 2009 dan terdaftar di BEI tahun 2010. Perusahaan ini adalah hasil pengalihan kegiatan usaha Divisi Mi Instan dan Devisi Penyedap PT.

Indofood Sukses Makmur, Tbk (INDF).

Gambar 3. Trend profitabilitas perusahaan sampel

Tabel 4.2 menunjukkan variabel GP (Generasi Pengendali) dan KAP.

Variabel GP untuk nilai 1 sebesar 447 sampel atau 56%, artinya bahwa 56%

(2,00) (1,00) - 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Series1

commit to user commit to user

(9)

perusahaan keluarga dikendalikan oleh generasi 1 (pertama). Variabel GP untuk nilai 2 sebesar 353 sampel atau 44%, artinya bahwa 44% perusahaan keluarga dikendalikan oleh generasi 2 (kedua). Variabel Biaya REM diukur dengan KAP untuk nilai 1 sebesar 42%, artinya bahwa 42% perusahaan keluarga di audit oleh KAP Big4. Nilai 0 sebesar 58%, artinya 58%

perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini diaudit oleh KAP non-Big4.

Tabel 4.2 Deskriptif Statistik (Lanjutan)

Nama Variabel Kategori Jumlah %

GP 1 447 56

0 353 44

KAP 1 333 42

0 467 58

Ket: GP bernilai 1: generasi pertama, 0: generasi selanjutnya KAP bernilai 1 : KAP Big4, 0: KAP non-Big4

4.1.3 Struktur Pengendalian Keluarga pada Perusahaan di Indonesia Distelberg (2009) menyatakan bahwa keluarga dapat mengendalikan perusahaan melalui kepemilikan saham maupun menempatkan anggota keluarga di dalam perusahaan baik sebagai direksi maupun dewan komisaris.

Tabel 5 menunjukkan struktur pengendalian keluarga sampel penelitian ini. Di samping itu pada bab ini juga akan disajikan perkembangan pengendalian keluarga dari tahun 2009 sampai dengan 2017 melalui kepemilikan saham, penempatan anggota keluarga baik sebagai direksi maupun dewan komisaris dan generasi pengendali.

commit to user commit to user

(10)

Tabel 5. Struktur Pengendalian Keluarga

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Mean Komisaris

Keluarga 0,26 0,26 0,30 0,34 0,34 0,30 0,32 0,29 0,28 0,28 Direksi

Keluarga 0,21 0,20 0,19 0,19 0,19 0,22 0,21 0,19 0,20 0,20 Kepemilikan

Keluarga 0,58 0,58 0,59 0,59 0,59 0,60 0,60 0,60 0,60 0,59

4.1.3.1 Pengendalian Keluarga melalui Kepemilikan Saham pada Perusahaan di Indonesia

Tabel 5 menunjukkan bahwa struktur pengendalian keluarga di dalam perusahaan melalui kepemilikan saham rata-rata sebesar 0,59, artinya bahwa dengan kepemilikan 59% saham dari jumlah saham yang beredar, keluarga dapat mengatur atau mengendalikan operasional perusahaan. Hasil ini mendukung hasil survei PWC (2014) yang menyatakan bahwa hanya sekitar 33% saja perusahaan keluarga menjual saham perusahaan kepada orang atau badan di luar anggota keluarga.

Contoh perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang dikendalikan oleh keluarga secara langsung adalah PT. Indonesia Pondasi Raya, Tbk dengan kode saham IDPR. IDPR adalah perusahaan yang bergerak pada industri jasa konstruksi pondasi, meliputi pembuatan pondasi, dinding penahan tanah, perbaikan tanah, pengujian tiang, dan lain-lain.

Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1977 dengan pendiri perusahaan keluarga Manuel Djunoko dengan kepemilikan saham pada tahun 2017 sebesar 83,9%

dari jumlah saham yang beredar.

commit to user commit to user

(11)

Contoh perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang dikendalikan oleh keluarga secara tidak langsung adalah PT. Smartfren Telecom Tbk dengan kode saham FREN. FREN adalah perusahaan perseroan yang bergerak di bidang penyedia jasa telekomunikasi berbasis teknologi 4G LTE. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2002 dan mulai melakukan pencatatan saham di BEI (IPO) pada tahun 2006. Pada tahun 2017, mayoritas saham Perseroan dimiliki oleh PT Bali Media Telekomunikasi sebesar 31,1%, PT Wahana Inti Nusantara sebesar 29,7% dan PT Global Nusa Data 27,4%, sedangkan 11,8% dimiliki oleh publik. Berdasarkan data, ketiga pemegang saham mayoritas tersebut adalah anak perusahaan dari Sinarmas Group yang dimiliki oleh keluarga Eka Tjipta Widjaya. Berikut ini adalah gambaran kepemilikan secara tidak langsung keluarga Eka Tjipta Widjaya terhadap PT.

Smartfren Telecom Tbk.

Sumber: Laporan Tahunan PT. Smartfren Telecom Tbk (2017) Gambar 4. Kepemilikan Keluarga Eka Tjipta Widjaya terhadap PT. Smartfren

Telecom Tbk

Contoh perusahaan keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang dikendalikan oleh keluarga secara langsung dan tidak langsung adalah PT. Kino Indonesia Tbk dengan kode saham KINO. KINO adalah perusahaan

commit to user commit to user

(12)

perseroan bergerak di bidang Transportasi, Angkutan, Pergudangan, Perdagangan, Distribusi dan Jasa yang berdiri pada tahun 1999. Pemegang saham mayoritas perseroan ini adalah PT Kino Investindo sebesar 69,50%, keluarga Harisanusi sebesar 10,57% dan DBSSG sebesar 10,71%, sedangkan 9,22% dimiliki oleh publik. Meskipun kepemilikan saham keluarga Harisanusi secara langsung pada PT. Kino Indonesia Tbk hanya sebesar 10,57% namun menurut data yang diperoleh bahwa pemegang saham mayoritas dari PT. Kino Investindo tersebut adalah juga dimiliki oleh keluarga Harisanusi. Jadi, secara langsung dan tidak langsung kepemilikan keluarga Harisanusi sebesar 80,07

% dari saham PT. Kino Indonesia Tbk. Berikut ini adalah gambaran kepemilikan secara tidak langsung keluarga Harisanusi terhadap PT. Kino Indonesia Tbk.

Sumber: Laporan Tahunan PT. Kino Indonesia Tbk (2017) Gambar 5. Kepemilikan Keluarga Harisanusi terhadap PT. Kino Indonesia Tbk

Beberapa contoh di atas merupakan perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh satu keluarga. Namun, sampel dalam penelitian ini juga ada lebih dari satu keluarga yang mengendalikan perusahaan secara bersama-sama baik secara langsung dan tidak langsung, misalnya adalah PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yang dikendalikan oleh keluarga Joko Mogoginta,

commit to user commit to user

(13)

Keluarga Budi Istanto, dan Keluarga Priyo Hadisutanto. Contoh lain adalah PT. Indika Energy Tbk yang dimiliki oleh dua keluarga yaitu keluarga Agus Lasmono dan keluarga Wiwoho Basuki Tjokronegoro.

4.1.3.2 Pengendalian Keluarga melalui Direksi dan Dewan Komisaris pada Perusahaan di Indonesia

Tabel 5 menunjukkan struktur pengendalian keluarga di dalam perusahaan melalui penempatan anggota keluarga di dalam komposisi dewan komisaris dan direksi. Data yang tersaji menunjukkan bahwa pengendalian keluarga melalui penempatan anggota keluarga di dalam komposisi dewan komisaris dan direksi masing-masing rata-rata 0,28 dan 0,20. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan keluarga di Indonesia dikendalikan oleh keluarga dengan menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi dewan komisaris sebesar 28% dari jumlah anggota dewan komisaris dan menempatkan anggota keluarga di dalam komposisi direksi sebesar 20% dari jumlah anggota direksi. Menariknya, posisi pimpinan atau ketua dewan komisaris dan direksi utama pada perusahaan keluarga di dalam penelitian ini hampir 70% ditempati oleh anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil survei PWC (2014) yang mencatat bahwa perusahaan keluarga di Indonesia 100% memiliki anggota keluarga dengan jabatan Eksekutif Senior dalam perusahaan.

Penentuan variabel komisaris keluarga dan direksi keluarga ini dilakukan melalui nama anggota keluarga. Contoh penentuan direksi keluarga berdasarkan nama keluarga adalah PT. Aneka Gas Industri, Tbk. Berdasarkan commit to user commit to user

(14)

komposisi kepemilikan saham dikuasai oleh keluarga Harsono, maka jumlah direksi keluarga dihitung dengan anggota direksi yang memiliki nama Harsono, seperti Heyzer Harsono, Rachmat Harsono dan Imelda Mulyani Harsono. Anggota dewan komisaris keluarga dihitung dengan anggota dewan komisaris yang memiliki nama Harsono, seperti Arief Harsono dan Rasyid Harsono.

Meskipun demikian, ada beberapa sampel yang membutuhkan penelusuran lebih lanjut untuk menentukan direksi keluarga dalam penelitian ini, misalnya adalah PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Perusahaan ini berdasarkan komposisi kepemilikan saham dikuasai oleh Indofood Group yang dikendalikan oleh keluarga Salim, maka jumlah direksi keluarga dihitung dengan anggota direksi yang memiliki nama Salim, seperti Antoni Salim dan Axton Salim. Namun, untuk komposisi dewan komisaris tidak ada yang memiliki nama Salim, maka dilihat apakah ada anggota dewan komisaris yang memiliki hubungan keluarga dengan dewan komisaris atau pemegang saham.

Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa ada beberapa nama yang berafiliasi, misalnya Moleonoto, dan Alamsyah, namun tidak ada hubungan keluarga sehingga tidak dianggap sebagai komisaris keluarga.

4.1.3.3 Generasi Pengendalian Keluarga pada Perusahaan di Indonesia Variabel generasi pengendali dalam penelitian ini diukur dengan 1 untuk generasi 1 dan 0 untuk generasi 2 dan selanjutnya. Generasi pengendali perusahaan keluarga di dalam penelitian ini hanya generasi 1 dan generasi 2.

commit to user commit to user

(15)

Contoh perusahaan keluarga yang sudah dikendalikan oleh generasi kedua yaitu PT. Adaro Energy Tbk. Pada komposisi pemegang saham perusahaan ini, pemegang saham terbesar pada tahun 2016 adalah PT. Adaro Strategic Investment Tbk sebesar 43,91%. Menelusur pada kepemilikan PT. Adaro Strategic Investment Tbk, pemegang saham terbesar adalah PT.Saratoga Investama Sedaya. PT.Saratoga Investama Sedaya sendiri dimiliki oleh Surya Suryadjaya (generasi kedua dalam keluarga Surjadjaya).

Contoh generasi pertama yang masih bertahan mengendalikan perusahaan keluarga yaitu PT. Mustika Ratu, Tbk dengan kode MRAT yang bergerak di produksi, pabrikasi dan distribusi jamu dan kosmetik tradisional serta minuman sehat, dan kegiatan usaha lain yang berkaitan sejak tahun 1978 dan PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk yang bergerak di perdagangan dan distribusi sejak tahun 1989. Kedua perusahaan ini dimiliki oleh keluarga Joko Susanto bersama dengan keluarga. Contoh lain adalah PT. ABM Investama, Tbk yang bergerak di bidang jasa konsultasi manajemen bisnis, termasuk perencanaan dan desain dalam rangka pengembangan manajemen bisnis, dan jasa penyewaan sejak tahun 2006. Keluarga AHK Hamami pada tahun 1970 mendirikan PT Trakindo Utama sebagai usaha keluarga pertama kali.

Perkembangan selanjutnya perusahaan ini menjadi maju dan banyak mendirikan anak perusahaan baru hingga pada tahun 2000 dibentuklah PT Tiara Marga Trakindo (TMT) sebagai induk perusahaan group. Lalu pada tahun 2006 didirikanlah PT. ABM Investama, Tbk yang sebelumnya masih dikendalikan oleh sang ayah (Ahmad Hadiyat Hamami).

commit to user commit to user

(16)

4.2 Hasil Uji Persyaratan Analisis

Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 800 sampel (perusahaan-tahun) yang diolah dengan alat analisis STATA.

4.2.1 Uji Model Data Panel

Analisis regresi berganda dengan data panel memerlukan beberapa pengujian penentuan model terbaik. Uji pertama yang dilakukan adalah uji Lagrange Multiplier (LM) dengan menggunakan metode Breusch Pagan untuk menentukan model yang terbaik antara Common Effect atau Random Effect. Berdasarkan hasil uji LM pada Lampiran 4 diperoleh nilai P-Value kurang dari 0,05, maka model estimasi terbaik adalah model Random Effect dibandingkan dengan model Common Effect. Langkah selanjutnya adalah dilakukan uji Hausman untuk memilih model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat. Berdasarkan hasil uji Hausman pada Lampiran 4 diperoleh prob-chi2 sebesar 0,00. Karena tingkat signifikansi kurang dari 5%, maka dapat disimpulkan bahwa model yang dipakai dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini melakukan uji asumsi klasik yang mencakup beberapa uji diantaranya adalah uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Hasil uji multikolinieritas pada Lampiran 4 diperoleh nilai VIF untuk semua variabel di bawah 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi. Hasil uji

commit to user commit to user

(17)

heteroskedastisitas pada Lampiran 4 juga diperoleh nilai prob-chi2 sebesar 0,00 maka dapat disimpulkan bahwa model ini telah terjadi masalah heteroskedastisitas. Untuk uji autokorelasi diperoleh nilai probability F sebesar 0,0014. Jadi, disimpulkan bahwa model terjadi masalah autokorelasi.

Meskipun demikian, model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Generalized Least Squares (GLS) yang hanya mengasumsikan data bebas multikolinieritas (Gujarati, 2004).

4.4.3 Uji Kelayakan (Goodness of Fit) Model

Uji kelayakan model pertama dengan melihat hasil uji-F. Berdasarkan hasil uji-F pada Tabel 5 kolom 2 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 7,200 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini dapat dikatakan memenuhi uji good of fit. Nilai koefisien determinasi (goodness of fit) dinotasikan dengan R- squares diperoleh nilai sebesar 0,077, artinya bahwa variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebasnya sebesar 7,7%, sedangkan 92,3%

lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model dalam penelitian ini.

4.4.4 Uji Korelasi

Hasil uji korelasi pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa hubungan negatif antara variabel DAC (manajemen laba akrual) dengan variabel kepemilikan keluarga, komisaris keluarga, direksi keluarga, dan generasi pengendali dengan nilai masing-masing sebesar -0,070, -0,027, -0,007, dan

commit to user commit to user

(18)

-0,032. Hasil yang sama terlihat pada hubungan variabel manajemen laba riil (AbnCfo dan AbnExp) dengan variabel kepemilikan keluarga, direksi keluarga, dan generasi. Lampiran 5 juga menunjukkan bahwa hubungan negatif antara variabel manajemen laba akrual dan manajemen laba riil (AbnCfo, AbnExp, dan AbnProd). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku manajemen laba akrual dan manajemen laba riil bersifat substitusi (saling menggantikan). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cohen et al. (2008), Cohen dan Zarowin (2010) dan Zang (2012) yang menemukan bahwa manajemen laba akrual dan manajemen laba riil bersifat substitusi.

4.3 Hasil Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 6 akan disajikan pada Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.

4.3.1 Hasil Uji Hipotesis Pertama: Kepemilikan Keluarga Berpengaruh Negatif terhadap Manajemen Laba.

Hipotesis 1a dalam penelitian ini adalah kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil uji regresi pada Tabel 6 pada kolom 2 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel KK sebesar - 0,882 dan probability value sebesar 0,006, sehingga hipotesis 1a diterima karena nilai signifikansi di bawah 1%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual pada probability value 1%. Dengan kata lain, semakin tinggi kepemilikan keluarga, maka semakin rendah manajemen laba akrual. Sebaliknya, jika

commit to user commit to user

(19)

semakin rendah kepemilikan keluarga, maka semakin tinggi manajemen laba akrual.

Hipotesis 1b dalam penelitian ini adalah kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil. Hasil uji regresi pada Tabel 7 Panel A dan Panel B ditunjukkan bahwa hipotesis 1b terbukti hanya pada dua indikator variabel manajemen laba riil Abn(Cfo) dan Abn(Exp), sedangkan untuk indikator Abn(Prod), Rem1, REM2, dan TREM tidak terbukti. Nilai koefisien variabel KK terhadap variabel Abn(Cfo) dan Abn(Exp) sebesar -0,425 dan -0,729 dengan probability value sebesar 0,037 dan 0,023, sehingga hipotesis 1b diterima dengan probability value di bawah 5%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil pada probability value 5%.

4.3.2 Hasil Uji Hipotesis Kedua: Generasi Pengendali Berpengaruh Negatif terhadap Manajemen Laba.

Hipotesis 2a dalam penelitian ini adalah generasi pertama yang menjadi pengendali perusahaan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 2 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel GP terhadap variabel DAC sebesar -0,901 dengan probability value yang di bawah 5%, sehingga hipotesis 2a diterima.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa generasi pengendali berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Dengan kata lain, jika perusahaan dikendalikan oleh generasi pertama, maka semakin rendah manajemen laba akrual. commit to user commit to user

(20)

commit to user commit to user

(21)

Hipotesis 2b dalam penelitian ini adalah generasi pertama yang menjadi pengendali perusahaan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil. Hasil uji regresi pada Tabel 7 Panel A dan Panel B ditunjukkan bahwa hipotesis 2b terbukti hanya pada dua indikator variabel manajemen laba riil Abn(Cfo) dan Abn(Exp). Nilai koefisien variabel GP terhadap variabel Abn(Cfo) dan Abn(Exp) masing-masing sebesar -0,785 dan -1,722 dengan nilai probability value masing-masing di bawah 1%, sehingga hipotesis 2b diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa generasi pengendali berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil.

4.3.3 Hasil Uji Hipotesis Ketiga: Direksi Keluarga Berpengaruh Negatif terhadap Manajemen Laba.

Hipotesis 3a dalam penelitian ini adalah direksi keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 2 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel DK sebesar -0,851 dan probability value sebesar 0,033, sehingga hipotesis 3a diterima karena probability value di bawah 5%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa direksi keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Dengan kata lain, semakin besar jumlah anggota keluarga di dalam dewan direksi, maka semakin rendah manajemen laba akrual. Sebaliknya, jika semakin rendah jumlah anggota keluarga di dalam dewan direksi, maka semakin tinggi manajemen laba akrual.

commit to user commit to user

(22)

commit to user commit to user

(23)

commit to user commit to user

(24)

commit to user commit to user

(25)

Hipotesis 3b dalam penelitian ini adalah direksi keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil. Hasil uji regresi pada Tabel 7 Panel A dan Panel B ditunjukkan bahwa hipotesis 3b terbukti hanya pada dua indikator variabel manajemen laba riil REM1 dan REM2, sedangkan untuk indikator Abn(Cfo), Abn(Exp), Abn(Prod), dan TREM tidak terbukti. Nilai koefisien variabel DK terhadap variabel REM1, REM2 masing-masing sebesar -0,837 dan -0,980 dengan probability value di bawah 5% dan 10%, sehingga hipotesis 3b diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa direksi keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil. Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah anggota keluarga di dalam dewan direksi, maka semakin rendah manajemen laba riil Sebaliknya, jika semakin rendah jumlah anggota keluarga di dalam dewan direksi, maka semakin tinggi manajemen laba riil.

4.3.4 Hasil Uji Hipotesis Keempat: Komisaris Keluarga Berpengaruh Negatif terhadap Manajemen Laba.

Hipotesis 4a dalam penelitian ini adalah komisaris keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 2 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel Kom_K sebesar - 0,905 dan probability value sebesar 0,019, sehingga hipotesis 4a diterima karena probability value di bawah 5%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komisaris keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual pada tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, semakin besar jumlah anggota keluarga di dalam dewan komisaris, maka semakin rendah manajemen laba.

commit to user commit to user

(26)

Hipotesis 4b dalam penelitian ini adalah komisaris keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba riil. Hasil uji regresi pada Tabel 7 Panel A dan Panel B ditunjukkan bahwa hipotesis 3b terbukti hanya pada dua indikator variabel manajemen laba riil REM1 dan REM2, sedangkan untuk indikator Abn(Cfo), Abn(Exp), Abn(Prod), dan TREM tidak terbukti.

Nilai koefisien variabel Kom_K terhadap variabel REM1 dan REM2 masing- masing sebesar -1,399 dan -1,338 dengan probability value di bawah 1%, sehingga hipotesis 4b diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komisaris keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba riil.

4.3.5 Hasil Uji Hipotesis Kelima: Pengaruh Kontrol Keluarga terhadap Manajemen Laba Terkait dengan Perjanjian Hutang

Hipotesis 5a dan 5b dalam penelitian ini adalah pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 3 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel PVIOL terhadap variabel DAC sebesar -0,104 dan probability value sebesar 0,001, sedangkan variabel moderasi KK*PVIOL terhadap variabel DAC diperoleh hasil nilai koefisien sebesar 0,122 dan probability value sebesar 0,060 sehingga hipotesis 5a diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual.

Hasil yang sama ditunjukkan pada hasil pengujian variabel moderasi KK*PVIOL terhadap variabel manajemen laba riil hanya terbukti pada commit to user commit to user

(27)

indikator Abn(Exp) pada tingkat signifikansi 10% seperti terlihat pada Tabel 8 kolom 2. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5b diterima.

Hipotesis 5c dan 5d dalam penelitian ini adalah pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, generasi pengendali berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 3 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel moderasi GP*PVIOL terhadap variabel DAC sebesar 0,021 dan probability value sebesar 0,066 sehingga hipotesis 5c diterima pada tingkat signifikansi 10%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, generasi pengendali berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada pengujian variabel moderasi GP*PVIOL terhadap variabel manajemen laba riil (hanya untuk indikator REM1 dan REM2) pada Tabel 8 kolom 4 dan 5, sehingga hipotesis 5d terbukti.

Hipotesis 5e dan 5f dalam penelitian ini adalah pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, direksi keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 3 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel moderasi DK*PVIOL terhadap variabel DAC sebesar 0,024 dan probability value sebesar 0,652 sehingga hipotesis 5e ditolak. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada hasil pengujian variabel moderasi DK*PVIOL terhadap variabel manajemen laba riil pada Tabel 8. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5f tidak terbukti.

commit to user commit to user

(28)

commit to user commit to user

(29)

Hipotesis 5g dan 5h dalam penelitian ini adalah pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, komisaris keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 3 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel moderasi Kom_K*PVIOL terhadap variabel DAC sebesar 0,093 dan probability value sebesar 0,194 sehingga hipotesis 5g ditolak. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada hasil pengujian variabel moderasi Kom_K*PVIOL terhadap variabel manajemen laba riil pada Tabel 8. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5h tidak terbukti.

4.3.6 Hasil Uji Hipotesis Keenam: Perilaku Manajemen Laba Terkait Kegagalan Perjanjian Hutang

Hasil uji regresi pada Tabel 9 kolom 1 ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel BiayaREM*PVIOL terhadap variabel DAC sebesar 0,014 pada probability value di bawah 1%, sedangkan variabel BiayaREM terhadap variabel TREM menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,015 pada probability value di bawah 5%, sehingga hipotesis 6 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perusahaan keluarga yang mengalami kegagalan perjanjian hutang cenderung memilih menggunakan manajemen laba akrual daripada manajemen laba riil.

4.3.7 Hasil Pengujian Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini terdiri dari variabel size, profitabilitas, umur, dan industri. Hasil uji regresi pada Tabel 6 kolom 3 commit to user commit to user

(30)

ditunjukkan bahwa nilai koefisien variabel size terhadap variabel DAC sebesar 0,166 dan probability value sebesar 0,000. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual. Hasil yang sama pada variabel profitabilitas terhadap variabel DAC menunjukkan bahwa nilai koefisien sebesar 0,004 dan probability value sebesar 0,043.

Pengaruh variabel umur terhadap variabel DAC menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,025 dan probability value sebesar 0,000. Jadi, dapat disimpulkan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual.

Hasil pengujian pada variabel industri terhadap variabel DAC tidak berpengaruh terhadap manajemen laba akrual.

4.3.8 Hasil Pengujian Tambahan

Penelitian ini juga melakukan pengujian tambahan untuk mendukung hasil yang ditemukan. Pertama, pengujian pengaruh generasi pengendali terhadap manajemen laba, menggunakan indikator yang berbeda untuk mengukur variabel generasi pengendali. Pendekatan tersebut adalah variabel generasi pengendali diukur dengan 1 untuk generasi pertama, 2 untuk generasi kedua dan seterusnya. Pengujian sebelumnya menggunakan ukuran variabel dummy, 1 untuk generasi pertama dan 0 untuk generasi selanjutnya. Menurut Gujarati (2004), ada beberapa kelemahan dari penggunaan variabel dummy.

Pertama, variabel dummy tidak dapat menunjukkan analisis statistik yang bermakna. Kedua, variabel dummy kemungkinan lebih banyak akan terjadi multikolinieritas yang menyulitkan untuk dilakukan estimasi yang akurat.

commit to user commit to user

(31)

Ketiga, variabel dummy tidak dapat mengidentifikasi dampak dari variabel time invariant. Berdasarkan hasil pengujian model 1 pada Lampiran 8, hipotesis 2a diterima. Jadi hasil pengujian tambahan ini mendukung hasil uji sebelumnya.

Tabel 10. Ringkasan Hasil Penerimaan dan Penolakan Hipotesis

No Hipotesis H Prediksi Hasil Ket

1 KK Ke Manajemen Laba Akrual H1a - - Terima

2 KK Ke Manajemen Laba Riil H1b - - Terima

3 GP Ke Manajemen Laba Akrual H2a - - Terima

4 GP Ke Manajemen Laba Riil H2b - - Terima

5 DK Ke Manajemen Laba Akrual H3a - - Terima

6 DK Ke Manajemen Laba Riil H3b - - Terima

7 Kom_K Ke Manajemen Laba Akrual H4a - - Terima

8 Kom_K Ke Manajemen Laba Riil H4b - - Terima

9 KK*PVIOL Ke Manaj. Laba Akrual H5a + + Terima

10 KK*PVIOL Ke Manaj. Laba Riil H5b + + Terima

11 GP*PVIOL Ke Manaj. Laba Akrual H5c + + Terima

12 GP*PVIOL Ke Manaj. Laba Riil H5d + + Terima

13 DK*PVIOL Ke Manaj. Laba Akrual H5e + Tdk Sig Tolak

14 DK*PVIOL Ke Manaj. Laba Riil H5f + Tdk Sig Tolak

15 Kom_K*PVIOL Ke Manaj. Laba Akrual H5g + Tdk Sig Tolak 16 Kom_K*PVIOL Ke Manaj. Laba Riil H5h + Tdk Sig Tolak 17 PVIOL ke Manaj. Laba Akrual atau Riil H6 + Positif Terima

Keterangan :

KK : kepemilikan keluarga, GP: Generasi Pengendali, DK: Direksi Keluarga, Kom_K: Komisaris keluarga, PVIOL : kegagalan perjanjian hutang

Pengujian tambahan yang kedua adalah pengujian pengaruh kontrol keluarga terhadap manajemen laba terkait perjanjian hutang. Pengujian sebelumnya menggunakan ukuran variabel dummy. Pengujian kedua dengan menggunakan pengukuran variabel PVIOL (kegagalan perjanjian hutang) dengan ukuran 1 untuk perusahaan yang jauh dari kegagalan, 2 untuk commit to user commit to user

(32)

perusahaan yang mendekati kegagalan, dan 3 untuk perusahaan yang mengalami kegagalan. Berdasarkan hasil pengujian Model 2 pada Lampiran 9 (Pengujian Tambahan), hipotesis 5a dan hipotesis 5c diterima.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh Kepemilikan Keluarga terhadap Manajemen Laba Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pazzaglia et al. (2013) yang menyatakan bahwa perusahaan keluarga di Italia cenderung melaporkan kualitas laba yang lebih baik. Hasil ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Wang (2006), Jung dan Young (2002), Warfieid et al. (1991), dan Chen dan Chen (2008) yang menyatakan bahwa perusahaan keluarga lebih menunjukkan kualitas laba yang lebih tinggi karena mereka memiliki keuntungan untuk mendisiplinkan dan memonitor manajer (Anderson dan Reeb, 2003). Jadi semakin besar kepemilikan keluarga maka pemilik keluarga cenderung semakin kecil melakukan manajemen laba baik manajemen laba akrual maupun manajemen laba riil. Manajemen laba riil yang tidak digunakan oleh perusahaan keluarga adalah pada indikator Abn(Cfo) dan Abn(Exp). Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba riil untuk indikator Abn(Prod). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan keluarga masih memanfaatkan manajemen laba dengan melakukan

commit to user commit to user

(33)

overproduksi yang kemungkinan kecil berdampak terhadap penurunan arus kas di masa yang akan datang.

Seperti yang telah dijelaskan dalam teori SEW bahwa pemilik perusahaan keluarga lebih cenderung ‘loss averse’ dan mementingkan SEW.

Ketika SEW yang menjadi prioritas tidak terganggu maka pemilik perusahaan cenderung tidak mengambil risiko, namun ketika SEW tersebut terganggu maka pemilik perusahaan cenderung mengambil risiko (Gomez-mejia et al., 2007). Hofstede (2001) menemukan bahwa orang (keluarga) Indonesia cenderung suka bekerjasama dan tetap menjaga hubungan baik dengan orang lain. Ketika mereka menguasai atau memegang kontrol perusahaan, mereka cenderung tidak akan mengecewakan stakeholder perusahaan dengan memberikan informasi laba yang lebih berkualitas. Mereka cenderung semakin kecil melakukan manajemen laba untuk menjaga nama baik keluarga di hadapan semua stakeholder perusahaan. Perusahaan keluarga di Indonesia lebih mementingkan identitas dan kontrol keluarga di dalam perusahaan dari pada tujuan yang lainnya (PWC, 2014). Perusahaan yang mementingkan kontrol dan identitas perusahaan akan selalu menjaga segala sesuatu yang dapat merusak nama keluarga di mata publik (Gomez-mejia et al., 2014).

Hasil penelitian ini mampu membuktikan bahwa SEW adalah motivasi yang dapat mempengaruhi perusahaan keluarga untuk semakin kecil melakukan manajemen laba. Teori SEW kemungkinan lebih baik dalam menjelaskan perilaku perusahaan keluarga daripada teori agensi berdasarkan dua hal. Pertama, teori agensi mengasumsikan bahwa preferensi agen dalam

commit to user commit to user

(34)

pengambilan keputusan adalah risiko dan hasil. Hal ini menyebabkan teori agensi menunjukkan hasil yang beragam. Di satu sisi, perusahaan keluarga cenderung menunjukkan sifat alignment, misalnya Wang (2006), Jung dan Young (2002), Warfieid et al. (1991), Chen dan Chen (2008), dan Anderson dan Reeb (2003), namun di sisi lain, perusahaan keluarga cenderung menunjukkan sifat entrenchment seperti penelitian yang dilakukan oleh Fan dan Wong (2002), Yeo et al. (2002), Beuselinck dan Manigart (2007), dan Firth et al. (2007).

Teori SEW menyatakan bahwa preferensi utama perusahaan keluarga adalah SEW keluarga (nama baik keluarga). Penelitian ini membuktikan bahwa ketika SEW keluarga yang menjadi preferensi utama perusahaan keluarga tidak terancam perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga cenderung memiliki kualitas laba yang lebih baik. Alasan kedua adalah teori SEW lebih menekankan pada aspek emosional dari perusahaan keluarga (Barrone et al., 2012) yang tidak dijelaskan pada teori agensi. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori SEW lebih baik untuk menjelaskan perilaku manajemen laba pada perusahaan keluarga.

4.4.2 Pengaruh Generasi Pengendali terhadap Manajemen Laba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa generasi pengendali berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stockmans et al. (2010) yang menemukan bukti bahwa generasi pertama lebih

commit to user commit to user

(35)

cenderung melaporkan laba lebih baik dibandingkan generasi selanjutnya. Jadi perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh generasi penerus (descendant) cenderung melakukan manajemen laba untuk menjaga bisnis perusahaan meskipun dapat merusak nama baik keluarga, namun sebaliknya perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh generasi pertama (founder) cenderung semakin kecil melakukan manajemen laba karena masih memegang nilai luhur keluarga untuk mempertahankan nama baik keluarga.

Hasil penelitian ini memperkuat hasil survei yang dilakukan oleh Hofstede (2001) yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan anak di Indonesia terhadap orang tua sangat tinggi karena orang tua dianggap memiliki nilai luhur yang harus dipatuhi. Namun, adanya pengaruh perubahan zaman termasuk budaya asing yang masuk ke Indonesia mengakibatkan kepatuhan anak terhadap orang tua menjadi menurun. Jadi, perusahaan keluarga di Indonesia yang dikendalikan oleh generasi pertama cenderung memprioritaskan kepentingan keluarga daripada kepentingan lainnya. Namun, ketika perusahaan keluarga dikendalikan oleh generasi selanjutnya, tingkat kepatuhan terhadap nilai luhur keluarga menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh pihak lain di dalam keluarga (misalnya istri atau suami).

Data penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata generasi pertama sebagai pengendali perusahaan keluarga sebesar 0.56, yang berarti bahwa 56%

generasi pertama mengendalikan perusahaan keluarga, sedangkan generasi kedua (descendant) sebesar 44%. Generasi pertama yang memegang kontrol

commit to user commit to user

(36)

perusahaan cenderung menganggap bahwa prioritas keluarga lebih penting daripada tujuan bisnis (Westhead, 2003), namun ketika generasi kedua atau ketiga yang mengambil alih kontrol perusahaan maka prioritas keluarga menjadi menurun (Gils et al., 2004). Hal ini disebabkan karena pertama, semakin banyak generasi terlibat dalam bisnis ini, ikatan keluarga menjadi lebih lemah dan setiap anggota keluarga akan menempatkan kebutuhan rumah tangganya sendiri yang lebih penting dibandingkan dengan kepentingan lainnya (Ensley dan Pearson, 2005). Kedua, semakin bertambahnya generasi di dalam keluarga maka akan semakin bertambah pula risiko konflik antar keluarga (Davis dan Harveston, 1999; Ensley dan Pearson, 2005; dan Schulze et al., 2003b). Jadi ketika setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan, agenda, kemampuan, dan komitmen yang berbeda maka akan sulit bagi keluarga untuk mempertahankan visi bersama yaitu menjaga prioritas keluarga di dalam perusahaan.

Gambar 6. Perkembangan Perilaku Manajemen Laba Generasi Pertama

-0,1 -0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0 0,02 0,04 0,06

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Mean

commit to user commit to user

(37)

Untuk mendukung hasil ini, penelitian ini melakukan pengujian robustness dengan menggunakan analisis trend perilaku manajemen laba untuk setiap kelompok perusahaan keluarga. Gambar 6 menunjukkan perilaku manajemen laba oleh perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh generasi pertama. Pada Gambar 6 terlihat bahwa kelompok perusahaan ini secara individu melakukan manajemen laba yang bervariasi namun jika dilihat dari garis linier trend terlihat stabil (tidak begitu curam) dari titik 0 hingga titik - 0.02. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan generasi pengendali pertama pada perusahaan keluarga cenderung semakin kecil melakukan manajemen laba. Kondisi yang berbeda terlihat pada Gambar 7 (kelompok perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh generasi kedua), terlihat bahwa garis linier trend terlihat cenderung naik signifikan. Jadi, keberadaan generasi pengendali kedua pada perusahaan keluarga cenderung semakin besar untuk melakukan manajemen laba.

Gambar 7. Perkembangan Perilaku Manajemen Laba Generasi Kedua

-2,4 -2,3 -2,2 -2,1 -2 -1,9 -1,8 -1,7

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Mean

commit to user commit to user

(38)

4.4.3 Pengaruh Direksi Keluarga terhadap Manajemen Laba

Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa direksi keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah membuktikan bahwa CEO keluarga memiliki pengaruh positif terhadap kualitas laba untuk melindungi SEW keluarga (Yang, 2010). Hal ini sejalan juga dengan Stockman et al. (2010) yang menemukan bahwa CEO keluarga pada perusahaan yang diakuisisi oleh keluarga menunjukkan kualitas laba yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak diakuisisi oleh keluarga.

Stockmans et al. (2010) menganalisis perilaku manajemen laba oleh perusahaan keluarga dengan menggunakan teori SEW khususnya pada industri manufacturing, trade, dan services. Penelitian ini menggunakan dimensi kontrol dan pengaruh keluarga sebagai dimensi dari SEW yang diukur dengan indikator generation stage, posisi CEO, dan komposisi tim manajemen.

Dengan menggunakan data hasil survei, Stockmans et al. (2010) menyimpulkan bahwa pada kondisi kerugian dan target kinerja tidak terpenuhi, perusahaan keluarga berusaha menaikan laba perusahaan melalui menajemen laba. Tujuannya adalah untuk menjaga SEW yaitu kontrol dan pengaruh keluarga di dalam perusahaan.

Pazzaglia et al. (2013) juga menganalisis kualitas laba perusahaan yang diakuisisi dan yang tidak diakuisisi oleh perusahaan keluarga di Italia khususnya pada perusahaan non-keuangan tahun 1995 sampai dengan 2008.

commit to user commit to user

(39)

Penelitian ini juga menggunakan dimensi identitas keluarga sebagai dimensi dari SEW. Pazzaglia et al. (2013) menyimpulkan bahwa untuk menjaga identitas keluarga, perusahaan keluarga cenderung melaporkan kualitas laba yang lebih baik. Semakin besar jumlah anggota keluarga di dalam direksi maka mereka semakin kecil melakukan manajemen laba.

Data penelitian menunjukkan bahwa rata-rata anggota keluarga yang masuk di dalam komposisi direksi sebesar 20% dari jumlah anggota direksi.

Selain itu, hampir 70% posisi pimpinan atau direksi utama pada perusahaan keluarga ditempati oleh anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil survei PWC (2014) yang mencatat bahwa perusahaan keluarga di Indonesia 100%

memiliki anggota keluarga dengan jabatan Eksekutif Senior dalam perusahaan. Karakteristik budaya di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan anak kepada orang tua sangat tinggi (Hofstede, 2001). Direksi keluarga cenderung akan menggunakan posisinya sebagai top manajemen untuk melindungi hal yang dapat merusak nama baik keluarga. Berbeda dengan direksi non-keluarga yang cenderung mementingkan kepentingan pribadi (Zellweger et al., 2011).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin banyak anggota keluarga di dalam direksi maka semakin kecil perusahaan keluarga untuk melakukan manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Manajemen laba riil hanya terbukti pada indikator REM1 dan REM2, sedangkan untuk indikator Abn(Cfo), Abn(Exp), Abn(Prod), dan TREM tidak terbukti. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Zarowin (2010) dan

commit to user commit to user

(40)

Zang (2012) yang menemukan bahwa perusahaan dapat menggunakan indikator manajemen laba riil secara parsial dan kombinasi. Kombinasi dari beberapa indikator manajemen laba riil dapat mengurangi dampak arus kas perusahaan di masa yang akan datang.

Teori SEW menjelaskan bahwa manajer keluarga cenderung akan memenuhi kebutuhan pemegang saham keluarga untuk menjaga SEW (Berrone et al., 2010 dan Berrone et al., 2012). Pemilik keluarga berharap anggota keluarganya bersikap disiplin, mengedepankan altruistik dan saling menyayangi (Cruz et al., 2010 dan Schulze et al., 2003). Biasanya pemilik keluarga akan memilih manajer keluarga untuk menyamakan kepentingan antara manajer dan pemilik keluarga sehingga dapat bertindak sesuai dengan keinginan keluarga (Berrone et al., 2010 dan Gomez-mejia et al., 2011).

Pemilik keluarga berharap CEO keluarga akan menjaga perusahaan dari risiko kinerja yang buruk yang dapat merusak nama baik keluarga (Brunello et al., 2003 dan Gomez-Meji et al., 2003). Sesuai dengan motivasi menjaga SEW pada perusahaan keluarga, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa CEO keluarga cenderung melaporkan laba lebih baik (Stockman et al., 2010).

Kondisi ini berbeda jika di dalam perusahaan keluarga terdapat direksi non-keluarga yang cenderung terjadi overlapping antara keinginan pribadi dengan identitas organisasi (Zellweger et al., 2011). Direksi non-keluarga ini sadar bahwa keluarga tersebut tidak akan melindungi mereka dari konsekuensi keputusan mereka (Brunello et al., 2003; Gomez-mejia et al., 2003; dan Gomez-mejia et al., 2007). Kondisi ini akan menimbulkan konflik agensi

commit to user commit to user

(41)

antara direksi non-keluarga dengan pemilik keluarga seperti yang dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976). Akibatnya direksi non-keluarga diperkirakan akan cenderung melakukan manajemen laba untuk memenuhi kepentingan pribadinya, misalnya mendapatkan bonus dan lain-lain.

4.4.4 Pengaruh Komisaris Keluarga terhadap Manajemen Laba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komisaris keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cornett et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa komisaris menjadi pihak yang dapat mengurangi tindakan oportunis manajemen yang dapat menurunkan kinerja perusahaan. Hasil ini didukung oleh Berrone et al. (2010) yang menyatakan bahwa dewan komisaris keluarga berperan mengawasi kinerja direksi keluarga agar tetap sejalan dengan visi bisnis pemilik keluarga. Jadi semakin besar jumlah anggota keluarga di dalam dewan komisaris maka mereka cenderung semakin kecil melakukan manajemen laba. Namun, semakin kecil anggota keluarga di dalam dewan komisaris maka perusahaan keluarga semakin besar melakukan manajemen laba.

Sistem governance pada perusahaan keluarga berbeda dengan perusahaan non-keluarga. Distelberg (2009) menyatakan bahwa keluarga dapat mengendalikan perusahaan melalui menempatkan anggota keluarga dalam susunan dewan komisaris untuk dapat mengurangi konflik antara direksi non-keluarga dengan pemilik keluarga. Komisaris keluarga dapat

commit to user commit to user

(42)

mengawasi kegiatan direksi keluarga dan direksi non-keluarga agar sesuai dengan tujuan bisnis perusahaan seperti yang dijelaskan pada teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976).

Hubungan kontrak di dalam keluarga didasari pada ikatan keluarga dan serangkaian harapan bersama yang lebih mungkin didasarkan pada kriteria emosional dan sentimental (Gomez-mejia et al., 2001). Permasalahan perusahaan keluarga yang menghambat hubungan kontrak ini ada dua, yaitu ketidakselarasan kepentingan antara anggota keluarga dengan pemegang saham bukan keluarga dan mempertahankan direksi keluarga yang memiliki kinerja rendah (Gomez-mejia et al., 2011). Adanya komisaris keluarga ini dapat mengurangi permasalahan tersebut.

4.4.5 Pengaruh Kontrol Keluarga terhadap Manajemen Laba Terkait Perjanjian Hutang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat perusahaan keluarga mengalami kegagalan perjanjian hutang, kontrol keluarga melalui kepemilikan keluarga dan generasi pengendali berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Defond dan Jimbalvo (1994), Sweeney (1994) yang menyimpulkan bahwa beberapa perusahaan di US yang mengalami masalah perjanjian hutang akan berusaha memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba untuk menghindari risiko kegagalan perjanjian hutang dengan pihak bank. Begitu juga dengan Herawati dan Baridwan (2007) juga menemukan bukti bahwa beberapa perusahaan di commit to user commit to user

(43)

Indonesia yang bermasalah dengan perjanjian hutang cenderung melakukan manajemen laba akrual dan manajemen laba riil.

Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa kontrol keluarga melalui penempatan anggota keluarga di dalam komposisi direksi dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Hal ini disebabkan karena anggota keluarga yang menempati posisi direksi dan dewan komisaris mayoritas adalah generasi penerus (anak pendiri) bukan generasi pendiri perusahaan. Data penelitian menunjukkan bahwa perusahaan keluarga menempatkan anggota keluarga di dalam dewan komisaris dan direksi masing-masing rata-rata sebesar 28,4%

dan 20,5%. Data juga menunjukkan bahwa 75% lebih anggota keluarga yang masuk di dalam dewan komisaris dan direksi tersebut termasuk generasi kedua. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ketika generasi kedua atau ketiga yang mengendalikan perusahaan, maka preferensi terhadap SEW perusahaan menjadi menurun (Gils et al., 2004), lebih mementingkan kepentingan pribadi (Ensley dan Pearson, 2005) dan semakin besar risiko konflik antar keluarga (Davis dan Harveston, 1999; Ensley dan Pearson, 2005;

dan Schulze et al., 2003).

Hasil penelitian ini secara jelas mendukung teori SEW yang diperkenalkan oleh Gomez-mejia et al. (2007). Barrone et al. (2012) menjelaskan bahwa pendekatan SEW berakar kuat di teori perilaku agen yang mengasumsikan anggota keluarga kadang-kadang dapat berperilaku oportunis.

Perilaku seperti ini juga dijelaskan oleh Sears, Freedman, dan Peplau (1985) commit to user

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Dengan upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini membuktikan bahwa upaya tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah secara keseluruhan dan diharapkan kedepan

Menurut Silvana (2002: 21), fungsi utama mengindeks majalah adalah memberi layanan kepada pengguna untuk memudahkan mencari artikel-artikel yang diperlukan dan

Hasil persiapan mengajar berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan materi mata pelajaran Memasang Instalasi Penerangan Listrik Bangun Sederhana dan mata pelajaran

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, hanya karena berkat-Nya lah penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk menyelesaikan studi

besar biaya pengguna kapal bila kapal 5000 GT tidak dioperasikan Besar kerugian yang harus ditanggung oleh penumpang akibat kapal tidak beroprasi karena adanya gelombang

Penatalaksanaan tinea kruris tidak hanya diselesaikan secara medikamentosa, namun dapat juga dilakukan secara nonmedikamentosa dan pencegahan dari kekambuhan penyakit

(1) Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu

Berdasarkan hasil observasi masyarakat keturunan Arab di Jakarta tidak hanya penggunaan tata rias wajah gaya Arab tetapi juga tata rias wajah dari berbagai suku yang ada di