• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN TERUMBU KARANG untuk evaluasi dampak pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pulau Koon dan Pulau Neiden, Kabupaten Seram Bagian Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAMATAN TERUMBU KARANG untuk evaluasi dampak pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pulau Koon dan Pulau Neiden, Kabupaten Seram Bagian Timur"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGAMATAN TERUMBU KARANG

untuk evaluasi dampak pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pulau Koon dan Pulau Neiden, Kabupaten Seram Bagian Timur

Penulis

Mikael Prastowo : Yayasan Terumbu Karang Indonesia Amkieltiela : WWF-Indonesia

Kontributor

Sulaiman Siolimbona, Arwan Rumodar, La Ode Sahari, Samsul Bahri, Muklis Said Cokro, Aries Tirta, Hedra Akhrari, Mikael Prastowo, Dirga Daniel, Taufik Abdillah, Tutus Wijanarko, Estradivari, dan Andreas Hero Ohoiulun.

Untuk informasi lebih lanjut tentang Ekspedisi Koon (#XPDCKOON) silahkan kunjungi www.wwf.or.id/xpdckoon dan www.sundabandaseascape.com atau hubungi:

Andreas Hero Ohoiulun Project Leader Inner Banda Arc Subseascape

Email: aohoiulun@wwf.id

Amkieltiela

Marine Science and Knowledge Management Officer

Email: amkieltiela@wwf.id

Sitasi: Prastowo, M. & Amkieltiela. (2016) Pengamatan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pulau Koon dan Pulau Neiden, Kabupaten Seram Bagian Timur, World Wide Fund for Nature, Jakarta, Indonesia. DOI: 10.6084/m9.figshare.6962777

©2016 WWF-Indonesia. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam buku ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta.

Foto sampul oleh: Taufik Abdillah/WWF-Indonesia Desain & Tata Letak oleh: Amkieltiela/WWF-Indonesia

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Sebagai organisasi konservasi yang telah bekerja lama di Indonesia, WWF-Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian sumber daya laut serta mendukung pengelolaan kawasan konservasi untuk perikanan berkelanjutan. Sejak tahun 2014, WWF-Indonesia mengembangkan fokus kerja menggunakan pendekatan eco-regional dengan memprioritaskan 3 bentang laut, salah satunya adalah Bentang Laut Sunda Banda (Sunda Banda Seascape – SBS). Data terkait kondisi terumbu karang di kawasan ini dinilai masih minim, oleh karena itu perlu dilakukan pengumpulan data dasar sebagai acuan keberhasilan pengelolaan.

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pulau Koon dan Pulau Neiden terletak di Kecamatan Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku merupakan salah satu kawasan di SBS seluas 8.161,8 ha. Wilayah ini dikenal sebagai lokasi pemijahan ikan kerapu dan kakap. Selain itu, masyarakat setempat sangat tergantung kepada sumber daya laut sebagai mata pencaharian utama. Untuk menjaga kelestarian ekosistem di kawasan ini, WWF-Indonesia menginisiasi Kesepakatan Lokal Pengeloaan Kawasan Konservasi (Marine Conservation Agreement – MCA) bersama dengan Petuanan Adat Kataloka untuk mengelola kawasan seluas 2.537,6 ha.

Ekspedisi Koon (#XPDCKOON) merupakan kerjasama antara WWF-Indonesia dengan Yayasan Terumbu Karang Indonesia dengan melibatkan 13 peneliti dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Seram Bagian Timur, Balai Taman Nasional Wakatobi, dan TNI Angkatan Laut Ambon. Kegiatan yang berlangsung selama 11 hari ini bertujuan untuk mengumpulkan data dasar kesehatan terumbu karang yang kedepannya dapat digunakan untuk menilai dampak pengelolaan dan memberikan rekomendasi pengelolaan yang adaptif.

Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh tim yang telah bekerja keras dalam menyukseskan pengumpulan data dasar kesehatan terumbu karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden. Semoga konservasi laut di Indonesia semakin Berjaya.

Jakarta, Maret 2017

Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia

Wawan Ridwan

(4)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pulau Koon dan Pulau Neiden terletak di Kecamatan Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku dan merupakan salah satu kawasan di Sunda Banda Seascape (SBS). Wilayah ini merupakan kawasan yang sangat penting untuk pemijahan ikan karang ekonomis penting, terutama Kerapu Kertang (Epinephelus lanceolatus), Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus), dan Kakap Merah (Lutjanus bohar). WWF-Indonesia telah bekerja di Pulau Koon sejak tahun 2011 serta bersama dengan Petuanan Adat Kataloka, menginisiasi Kesepakatan Lokal Pengelolaan Kawasan Konservasi (Marine Conservation Agreement – MCA) untuk mengelola kawasan seluas 2.537,6 ha. Namun, informasi tentang terumbu karang di kawasan ini dinilai masih minim. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengumpulan data dasar terumbu karang dalam bentuk survei ekologi sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pengelolaan. Survei ini bertujuan untuk melengkapi data yang sudah ada sebelumnya, mengetahui efektifitas pengelolaan kawasan, dan memberikan rekomendasi pengelolaan kawasan.

Survei ekologi terumbu karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dilakukan pada tanggal 18-21 Maret 2016 di 21 titik yang tersebar di dalam maupun di luar KKP. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik lokasi, tutupan bentik (PIT), kelimpahan dan biomassa ikan karang (UVC dan Long Swim), dan pemijahan ikan karang (SPAG). Metode yang digunakan mengacu pada “Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan” (Ahmadia, et al., 2013) pada kedalaman 10 meter sejajar garis pantai.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tipe terumbu karang di dalam dan di luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden di dominasi oleh terumbu karang tepi (fringing reef).

Tutupan karang keras di dalam KKP sebesar 33% sedangkan di luar kawasan konservasi sebesar 30%. Rerata kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan di dalam dan di luar KKP berturut-turut adalah sebesar 4299 + 840 ind/ha dan 2424 + 416 ind/ha. Sedangkan rerata biomassa sebesar 1542 + 629 kg/ha di dalam KKP dan 621 + 245 kg/ha di luar KKP.

Analisa kelimpahan dan biomassa ikan karang juga dilakukan kepada 6 famili yang terbagi dua berdasarkan fungsinya, yaitu Ikan Ekonomis Penting (Lutjanidae, Serranidae, dan Haemulidae) dan Ikan Fungsional (Acanthuridae, Scaridae, dan

(5)

iv

Siganidae). Rerata kelimpahan 6 famili ikan karang di dalam KKP sebesar 1042 + 109 individu/ha dan 952 + 157 individu/ha di luar KKP. Sedangkan rerata biomassa di dalam dan di luar KKP berturut-turut adalah sebesar 747 + 242 kg/ha dan 501 + 248 kg/ha.

Tim juga mengumpulkan informasi pemijahan di satu lokasi selama dua hari. Perilaku memijah (spawning) hanya ditemukan pada 6 individu Caranx melampygus dan 5 individu Macolor macularis. Kegiatan grouping dan courtship ditemukan pada hampir semua spesies (16 spesies ikan besar dan 23 spesies ikan kecil). Namun, perilaku fighting dan bite wound hanya ditemukan pada spesies ikan kecil.

(6)

v

EXECUTIVE SUMMARY

Koon – Neiden Marine Protected Area (Koon – Neiden MPA), located in Gorom Sub- District, Seram Bagian Timur District, Maluku Province is part of the Sunda Banda Seascape (SBS). This area has been confirmed as significant spawning ground for high economic value reef fishes, such as Kerapu Kertang (Epinephelus lanceolatus), Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus), and Kakap Merah (Lutjanus bohar). WWF- Indonesia, who has been working in Koon Island since 2011, together with Petuanan Adat Kataloka (Koon – Neiden’s adat council) initiate the Kesepakatan Lokal Pengelolaan Kawasan Konservasi (Marine Conservation Agreement – MCA) to effectively manage 2.537,6 Ha of Koon –Neiden MPA. However, the comprehensive and time-series data on coral reef within the Koon – Neiden MPA are still considerably insufficient. To respond on that matter, the baseline coral reef ecological survey and data collection need to be conducted as part of the indicator of well-performed area management. Derived from the survey results, the recommendations to improve the area management effectiveness could be determined.

The coral reef ecological survey of Koon – Neiden MPA was conducted on March 18 – 21, 2016 with 21 research stations within the inside and outside of the Koon-Neiden MPA. The collected data consist of location characteristics, benthic covers (using Point Intercept Transect/PIT), reef fishes biomass and abundance (using Underwater Visual Census/UVC and Long Swim), and SPAG. The applied methods during the survey are in accordance with “Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan” (Ahmadia, et al., 2013) on the depth of 10 meter and parallel with the coast line.

The survey result shows that fringing reef are the dominant coral reef type inside and outside the Koon – Neiden MPA. The hard coral cover inside the Koon – Neiden MPA are 33%, while on the outside of it are 30%. The average abundance of 16 families of targeted fishes inside and outside the Koon – Neiden MPA are 4299 + 840 individual/Ha and 2424 + 416 individual/Ha respectively. The average fish biomass are 1542 + 629 Kg/Ha inside of the Koon-Neiden MPA and 621 + 245 Kg/Ha on outside of it.

(7)

vi

The biomass and abundance analysis are applied towards 6 reef fishes families on which divided into two categories: the economical significant fish group (The family of : Lutjanidae, Serranidae, dan Haemulidae) and the functional fish group (The familiy of Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae). The average abundance of those 6 reef fishes families inside the Koon – Neiden MPA are 1042 + 109 individual/Ha and 952 + 157 individual/Ha on outside of it. The average biomass of those 6 reef fishes families inside and outside the Koon – Neiden MPA are 747 + 242 Kg/Ha and 501 + 248 Kg/Ha consecutively.

During the survey, spawning behaviour and indicators only occured within 5 individual of Caranx melampygus and 5 individual of Macolor macularis on one research station within two days of observation. The grouping and courtship were found on almost species encoutered (16 big fish species, and 23 small fish species). However, the indicator of fighting and bite wound were only founded on small fish species.

(8)

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii

EXECUTIVE SUMMARY ... v

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. METODE ... 2

2.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan ... 2

2.2. Metode Kerja ... 3

2.3. Pengolahan dan analisis data ... 5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

3.1. Karakteristik Lokasi ... 7

3.2. Komunitas Bentik ... 9

3.3. Ikan karang ... 12

3.3.1. Kelimpahan ... 13

3.3.2. Biomassa ... 20

3.3.3. Fish Spawning Aggregation ... 27

4. KESIMPULAN... 28

5. REKOMENDASI PENGELOLAAN ... 29

6. DAFTAR PUSTAKA ... 30

(9)

viii

Daftar Gambar

Gambar 1. Peta lokasi survei KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden 2016 ... 3 Gambar 2. Metode Pengamatan kesehatan terumbu karang pada kedalaman 10 m.

Pengamat ikan kecil (10-35 cm) memiliki lebar transek 2,5 m ke kanan dan kiri, sedangkan pengamat ikan besar (>35 cm) memiliki lebar transek 10 m ke kanan dan 10 m ke kiri. (Wilson & Green, 2009). ... 5 Gambar 3. Tipe lereng terumbu di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

... 8 Gambar 4. Tipe terumbu di dalam dan di luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 8 Gambar 5. Tipe paparan energi gelombang di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 9 Gambar 6. Rata-rata persentase tutupan karang keras KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 10 Gambar 7. Rata-rata persentase tutupan substrat di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 10 Gambar 8. Komposisi tutupan substrat setiap titik pengamatan di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 11 Gambar 9. Komposisi family ikan di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 13 Gambar 10. Grafik rerata kelimpahan (+SE) 16 Famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 14 Gambar 11. Rerata kelimpahan (+SE) 16 Famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 14 Gambar 12. Rerata kelimpahan (+SE) setiap famili ikan di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 17 Gambar 13. Grafik rerata kelimpahan (+SE) Ikan Ekonomis Penting (3 famili) dan Ikan Fungsional (3 famili) di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 18 Gambar 14. Rerata kelimpahan (+SE) ikan fungsional di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 18 Gambar 15. Rerata kelimpahan (+SE) Ikan Ekonomis Penting di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 19

(10)

ix

Gambar 16. Rerata biomassa (±SE) semua ikan (16 famili), ikan karnivora dan herbivora di KKP Koon dan Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 20 Gambar 17. Komposisi famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 20 Gambar 18. Rata-rata biomassa (±SE) ikan karnivora di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 23 Gambar 19. Rata-rata biomassa (±SE) ikan herbivora di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 24 Gambar 20. Rerata biomassa 6 famili ikan karang, famili Ikan Fungsional (3 famili), dan famili Ikan Ekonomis Penting (3 famili) di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 25 Gambar 21. Rerata biomassa (+SE) famili fungsional di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 26 Gambar 22. Rerata biomassa (+SE) famili perikanan kuncil di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya ... 26

Daftar Tabel

Tabel 1. Rerata kelimpahan ikan karang per lokasi dan per famili di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden ... 19 Tabel 2. Rerata biomassa semua jenis ikan (kg/ha)... 21 Tabel 3. Perilaku ikan besar pada lokasi SPAG yang berhasil diamati ... 28

(11)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

WWF-Indonesia telah bekerja di sektor kelautan sejak tahun 1993. Mulai 2014, WWF- Indonesia menggunakan pendekatan ekoregional, yaitu memprioritaskan wilayah kerja di 3 Bentang Laut, salah satunya adalah Bentang Laut Sunda Banda (Sunda Banda Seascape – SBS). Untuk mendukung pengelolaan di kawasan SBS, perlu dilakukan pengumpulan data dasar sebagai acuan keberhasilan pengelolaan yang dilakukan. Selain itu, data tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk pengelola dalam menciptakan pengelolaan kawasan yang efektif.

Pulau Koon dan Pulau Neiden yang terletak di Kecamatan Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinis Maluku merupakan salah satu kawasan di SBS yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan (KKP) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur seluas 8.161,8 ha melalui SK Bupati Seram Bagian Timur No. 523/189/KEP/2011. Wilayah ini merupakan kawasan yang sangat penting bagi pemijahan ikan karang terutama Kerapu Kertang (Epinephelus lanceolatus), Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus), dan Kakap Merah (Lutjanus bohar), sertaikan ekonomis penting lainnya. Untuk mendukung perlindungan kawasan ini, WWF- Indonesia menginisiasi Kesepakatan Lokal Pengelolaan Kawasan Konservasi (Marine Conservation Agreement - MCA) bersama dengan Petuanan Adat Kataloka untuk mengelola kawasan seluas 2.537,6 ha yang terletak di antara Pulau Koon hingga Pulau Neiden.

WWF-Indonesia bekerja di Pulau Koon sejak tahun 2011. Sejak penandatanganan MCA Koon tahun 2011, WWF-Indonesia menginisiasi pembentukan tim gabungan yang terdiri dari 3 desa. Selain itu, WWF-Indonesia juga bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Seram Bagian Timur, Universitas Pattimura, Masyarakat Pulau Grogos, serta Yayasan Tura Bail Goran Riun untuk mengefektifkan pengelolaan kawasan ini. Namun, informasi tentang terumbu karang di wilayah ini dinilai masih minim. Pengumpulan data yang sudah dilakukan pada bulan Januari 2015 belum mencakup wilayah di luar kawasan sebagai tolak ukur keberhasilan

(12)

2

pengelolaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengumpulan data dasar terkait terumbu karang di dalam dan di luar kawasan.

1.2. Tujuan

Tujuan survei ekologi terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pulau Koon dan Pulau Neiden ini adalah sebagai data dasar Bentang Laut Sunda Banda yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menilai dampak pengelolaan kawasan ini.

Selain itu, kedepannya data ini dapat menghasilkan rekomendasi pengelolaan kawasan.

Tujuan utama dari survei ini adalah untuk: (1) melengkapi data yang sudah ada sebelumnya untuk menyediakan resolusi yang lebih detil terkait kondisi di kawasan ini, (2) mengetahui efektifitas pengelolaan kawasan, dan (3) memberikan rekomendasi pengelolaan kawasan.

2. METODE

2.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan

Survei ekologi terumbu karang dilakukan pada 20 titik yang tersebar di dalam (11 titik) maupun di luar KKP (9 titik) Pulau Koon dan Pulau Neiden dan 1 titik untuk survei pemijahan ikan (Gambar 1). Pengamatan dilakukan pada rataan terumbu karang yang sejajar dengan garis pantai dengan kedalaman 10 m. Pengamatan dilakukan pada tanggal 13 hingga 25 April 2016.

(13)

3

Gambar 1. Peta lokasi survei KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden 2016

2.2. Metode Kerja

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan karakterisasi lokasi. Karakteristik lokasi diamati melalui pengamatan visual. Informasi yang dicatat meliputi nomor lokasi identifikasi (SamplingID); nama lokasi (Site name); posisi GPS (lintang, bujur); tanggal (date); kedalaman (depth, dalam meter); nama pengamat (observer name); tipe terumbu seperti terumbu tepi (fringing reef), gosong (patch reef), atol (atoll);

kemiringan terumbu dicatat dengan pilihan datar (flat), landai (slope), tebing (wall), dan kecerahan dalam air (horizontal visibility underwater).

Metode yang digunakan untuk menilai komunitas ikan dan bentik berdasarkan panduan “Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan” (Ahmadia, et al., 2013). Survei bentik menggunakan kategori bentuk pertumbuhan (lifeform) dilakukan pada 10 meter sepanjang 150 meter (3 x 50 meter transek). Metode Transek Titik Menyinggung (Point Intercept Transect – PIT) digunakan untuk mengukur tutupan karang dan avertebrata bentik, alga, dan tipe substrat. Metode PIT dapat dilakukan dengan cepat, efisien, dan menyediakan

(14)

4

perkiraan tutupan komunitas bentik yang baik ketika jumlah titik survei mencukupi (Hill

& Wilkinson, 2004). Pengamat akan berenang di transek sepanjang 3 x 50 m yang dipasang oleh roll master (Gambar 2) dan mencatat kategori bentuk pertumbuhan yang berada tepat di bawah pita dengan interval 0,5 m di sepanjang transek yang dimulai pada titik 0,5 m dan berakhir pada 50 m (100 titik per pita x 3 pita = total 300 titik).

Survei ikan dilakukan pada kedalaman 10 m sepanjang 250 meter dengan lebar transek 5 meter untuk ikan kecil (TL: 10-35 cm) dan 20 m untuk ikan besar (TL>35 cm) dan ditambah 15 menit renang jauh untuk mengamati ikan-ikan dan fauna berukuran besar. Setiap survei akan terdiri atas dua pengamat yang berenang di sepanjang transek yang ditempatkan pararel dengan puncak terumbu. Pengamat akan menghitung dan memperikirakan ukuran (TL – panjang total) dari setiap ikan dari spesies target. Spesies yang dipantau menyesuaikan dengan panduan E-KKP3K, yaitu 16 famili ikan karang. Ikan karang terbagi menjadi dua, yaitu ikan herbivora (family Acanthuridae (ikan butana/kulit pasir/tabasan), Scaridae (Kakatua), Siganidae (Baronang), dan Labridae khusus genus Cheilinus atau ikan Napoleon) dan ikan karnivora (family Seranidae (kerapu), Lutjanidae (Kakap), Lethrinidae (Lencam), Carangidae (Kuwe, Selar, Kembung dan Sulir), Scombridae (Tenggiri, Tuna Gigi Anjing/Dog tooth tuna), Caesionidae (Ikan Ekor Kuning), Haemulidae (sweetlips. gerot- gerot), Nemipteridae (kurisi), Sphyraenidae (Barakuda), Carcharhinidae (Hiu abu-abu, hiu sirip putih, dan hiu sirip hitam), Sphyrnidae (Hiu kepala martil), dan Dasyatidae (Pari).

Metode survei renang jauh terdiri dari renang selama 15 menit dengan kecepatan renang standar sebesar 20 m per menit. Kedua pengamat harus berenang dengan kedalaman sekitar 3-5 m pada lereng terumbu sedikit di bawah puncak terumbu, sehingga memungkinkan untuk pemantauan puncak, rataan, dan lereng terumbu dimana spesies-spesies seperti hiu, pari, dan ikan napoleon, ikan kakatua berukuran besar, kuwe, dan beberapa jenis kerapu dapat ditemukan. Pengamat ikan akan merekam jumlah dan ukuran dari semua ikan besar (TL >35 cm) yang berada di dalam daftar survei renang jauh (Gambar 2) di sepanjang lereng terumbu dengan lebar 20 m (10 m di setiap sisi pengamat, atau lebih rendah jika kecerahan dibawah 10 m).

(15)

5

Metode yang digunakan untuk pengamatan SPAG adalah Underwater Visual Census (UVC) atau sensus bawah air pada kedalaman 10 m di setiap lokasi SPAGs untuk mengestimasi jumlah ikan. Berdasarkan suplemen E-KKP3K, selain Ikan Kerapu, ikan herbivora dan ikan karnvora lainnya yang bernilai ekonomis penting juga diamati.

Informasi yang dicatat pada awal dan selama penyelaman adalah sebagai berikut: nama penyelam (observer name), tanggal penyelaman (Date), tanggal bulan kalender jawa (Lunar date), transect ID, kecerahan atau jarak pandang dalam air (Horizontal Visibility), waktu saat mulai penyelaman (Time), jumlah ikan target hingga cm terdekat dengan sistem ‘tally’, jumlah dari masing-masing spesies ikan target dengan tingkah laku pemijahan (aggression, courtship, gravid dan spawning).

Gambar 2. Metode Pengamatan kesehatan terumbu karang pada kedalaman 10 m.

Pengamat ikan kecil (10-35 cm) memiliki lebar transek 2,5 m ke kanan dan kiri, sedangkan pengamat ikan besar (>35 cm) memiliki lebar transek 10 m ke kanan dan

10 m ke kiri. (Wilson & Green, 2009).

2.3. Pengolahan dan analisis data

Karakteristik lokasi dicatat untuk dijadikan referensi dalam pengambilan data. Seluruh data dimasukkan dan diolah ke dalam program excel. Penggunaan angka desimal dipisahkan dengan tanda koma, sedangkan penggunaan angka ribuan tidak dipisahkan dengan tanda koma ataupun titik.

Transeksabuk

RenangJauh

±300 m 20 m

5 m

20 m

250 m

(16)

6 Contoh:

• Penutupan karang sebesar 30,4% (tiga puluh koma empat persen).

• Kepadatan ikan karang sebesar 4609 ind/ha (empat ribu enam ratus sembilan).

• Satuan ikan adalah individu disingkat ind.

• Satuan luas memakai hektar disingkat ha.

• Satuan berat memakai kilogram disingkat kg.

Data bentik secara umum diwakili oleh persentase tutupan; dimana persentase tutupan dari setiap kategori = (jumlah titik dalam kategori tersebut ÷ jumlah total titik dari suatu transek) x 100%.

Kategori kondisi terumbu karang mengacu pada Gomez dan Yap (1988) berdasarkan persentase penutupan karang keras dengan kategori sebagai berikut:

• Buruk : 0 – 24.9%

• Sedang : 25 – 49.9%

• Baik : 50 – 74.9%

• Memuaskan : 75 – 100%

Analisa kelimpahan dan biomassa ikan karang dilakukan pada 16 famili ikan target pengamatan dan 6 famili ikan karang. 16 famili ikan target yang dimaksud adalah yang sesuai dengan suplemen E-KKP3K, sedangkan 6 famili ikan karang yang dimaksud dibagi lagi menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu Ikan Ekonomis Penting (Lutjanidae, Serranidae, dan Haemulidae) dan Ikan Fungsional (Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae). Data pengamatan ikan untuk setiap lokasi, jumlah individu per unit pencuplikan (transek atau renang jauh) harus dikonversi menjadi kelimpahan (per hektar, atau ha-1) menggunakan rumus: kelimpahan per ha = (jumlah individu per unit pencuplikan ÷ area dari unit pencuplikan dalam m2) x 10.000m2. Pastikan bahwa perhitungan yang benar dibuat sesuai dengan luas area pencuplikan. Untuk data transek, perlu menghitung kelimpahan rata-rata untuk setiap lokasi per ha (dimana kelima transek tersebut dianggap sebagai ulangan.

(17)

7

Untuk setiap lokasi, perkiraan ukuran akan dikonversi ke perkiraan biomassa menggunakan hubungan panjang-berat yang diketahui, dengan menggunakan rumus W = aLb seperti yang dijelaskan oleh Kulbicki et. al. (2005). Dimana: W = berat ikan dalam gram (g); TL= Panjang Total (TL) ikan dalam cm; sedangkan a dan b merupakan konstanta yang dihitung untuk setiap spesies atau marga.

Kategori tinggi rendahnya biomassa ikan mengacu pada Dooren (2011) dimana potensi berbagai jenis ikan karang ekonomis penting pada terumbu karang yang sehat adalah antara 1000 hingga 1500 kg/ha, sedemikian rupa sehingga dibuat 4 kategori sebagai berikut:

• Rendah : 0 – 499 kg/ha

• Sedang : 500 – 999 kg/ha

• Sehat : 1000 – 1499 kg/ha

• Sehat sekali : > 1500 kg/ha

Data SPAG yang sudah terkumpul dari lapangan dan sudah dimasukkan dalam database excel selanjutnya di analisa menggunakan statistik dan dibuat grafik dengan menggunakan fasilitas Pivot Table. Informasi yang diharapkan dari hasil analisa adalah sebagai berikut:

• Rata-rata biomassa dan kelimpahan ikan per spesies per periode tertentu yang ditemukan pada masing-masing lokasi pemijahan

Jumlah ikan per tingkah laku yang ditemukan pada lokasi pemijahan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Lokasi

KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan perairan sekitarnya memiliki tiga tipe lereng terumbu, yaitu datar (flat), lereng (slope), dan tebing (wall). Kawasan di dalam KKP didominasi oleh tipe tebing sebesar 55% sedangkan di luar KKP memiliki ketiga tipe dengan jumlah yang seimbang, yaitu masing-masing 33%.

(18)

8

Gambar 3. Tipe lereng terumbu di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

Tipe terumbu yang ditemukan di kawasan, baik di dalam maupun di luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden hanya terumbu karang tepi (fringing). Tidak ditemukan gosong terumbu (patchy), atol (atoll), maupun karang penghalang (barrier reef) di kawasan ini.

Gambar 4. Tipe terumbu di dalam dan di luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

Paparan energi gelombang mempengaruhi kondisi, komposisi, serta keanekaragaman terumbu karang. Berdasarkan tingkat paparan terhadap energi

(19)

9

gelombang, KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan perairan sekitarnya memiliki tiga tipe paparan, yaitu terpapar (exposed), semi terpapar (semi exposed), dan terlindung (sheltered). Mayoritas kawasan di dalam dan di luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden adalah tipe terpapar (82% dan 67%). Tipe kawasan terlindung hanya ditemukan di luar KKP yaitu di KOE1610.

Gambar 5. Tipe paparan energi gelombang di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

3.2. Komunitas Bentik

Pengamatan terumbu karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan perairan sekitarnya dibagi menjadi dua wilayah, yaitu dalam KKP dan luar KKP. Secara umum, kondisi tutupan karang pada kawasan ini termasuk ke dalam Kategori Sedang, dengan rata-rata tutupan sebesar 32 ± 0,13% dengan kisaran rata-rata tutupan karang keras di setiap lokasi antara 6 ± 1% (KOE2010) hingga 53 ± 3% (KOE1110). Kedua lokasi dengan nilai ekstrim tersebut ternyata berada di luar KKP. Uniknya, kondisi rata- rata tutupan karang keras pada kedua kawasan cenderung serupa, yaitu 33% di dalam KKP dan 30% di luar KKP. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya variasi tutupan karang di luar kawasan.

(20)

10

Gambar 6. Rata-rata persentase tutupan karang keras KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Gambar 7. Rata-rata persentase tutupan substrat di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

Jika dilihat dari komposisi substrat bentiknya, selain memiliki tutupan karang keras yang cenderung serupa, wilayah pengamatan juga memiliki tutupan karang lunak yang cenderung serupa, yaitu antara 2% hingga 48%. Oleh sebab itu, karang lunak

(21)

11

maupun karang keras merupakan substrat yang dominan di kawasan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa terumbu karang masih cenderung terjaga. Tutupan alga cenderung kecil, yaitu antara 0%-7%. Enam titik memiliki tutupan alga sebesar 0%

yaitu KOE0610, KOE0810, KOE0910, KOE1610, KOE1810, dan KOE2310, sedangkan tutupan alga tertinggi ditemukan pada KOE0410. Hal yang sama juga ditemukan pada substrat tersedia berkisar antara 3% (KOE0410 dan KOE0910) dan 17% (KOE0110). Hal tersebut menunjukkan bahwa substrat yang tersedia akan segera ditutupi oleh karang atau biota lainnya. Daerah yang perlu diperhatikan adalah KOE2010 yang memiliki tutupan karang terkecil (6%) dan KOE2110 yang memiliki tutupan pecahan karang terbesar (47%). Hal tersebut menunjukkan bahwa karang sedang mengalami gangguan dan masih adanya praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak. Pecahan karang sulit ditumbuhi oleh karang karena sifatnya yang tidak stabil sehingga bisa mengancam keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Hal yang menarik adalah tutupan biota lainnya memiliki rata-rata cukup tinggi, yaitu antara 3 % (KOE0410) hingga 48% (KOE0510). Hal tersebut menunjukkan bahwa substrat terbuka sudah dimanfaatkan oleh berbagai biota lainnya. Perlu diperhatikan apakah tingginya kompetisi ruang telah terjadi, dan baik karang keras maupun karang lunak tidak berhasil untuk berkompetisi. Hanya sedikit fenomena pemutihan karang (bleaching) yang ditemukan dikawasan ini yaitu berkisar antara 0%-11%.

Gambar 8. Komposisi tutupan substrat setiap titik pengamatan di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

(22)

12

3.3. Ikan karang

Pengamatan dilakukan kepada 16 famili sesuai pada suplemen EKKP3K, yaitu:

Acanthuridae (kulit pasir), Caesionidae (ekor kuning), Carangidae (kuwe), Dasyatidae (pari biasa), Haemulidae (bibir tebal), Labridae (khusus genus Cheilinus atau Napoleon), Lethrinidae (lencam), Lutjanidae (kakap), Nemipteridae (kurisi), Scaridae (kakatua), Scombridae (kembung), Serranidae (kerapu), Siganidae (baronang), Carcharhinidae (Hiu), Sphyrinidae (Hiu Kepala Martil), dan Sphyraenidae (Barakuda).

Ikan kulit pasir, baronang, kakaktua, dan napoleon merupakan herbivora yang mengendalikan populasi alga. Ikan-ikan tersebut kemungkinan menjadi penyebab rendahnya tutupan alga di kawasan Koon dan sekitarnya. Untuk ikan ukuran kecil (10 - 35 cm), jumlah spesies terbanyak ditemukan pada ikan-ikan target penangkapan, seperti Acanthuridae, Scaridae, Lutjanidae, dan Serranidae.

Data yang terkumpul kemudian di analisa untuk mendapatkan nilai rata-rata kelimpahan dan biomassa. Analisa dilakukan pada keseluruhan 16 famili serta 6 famili. Enam famili ikan karang tersebut terbagi dua kategori berdasarkan fungsinya, yaitu ikan fungsional dan ikan ekonomis penting. Famili ikan fungsional terdiri atas Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae; sedangkan famili ikan ekonomis penting terdiri atas Serranidae, Lutjanidae, dan Haemulidae.

(23)

13

3.3.1. Kelimpahan

Gambar 9. Komposisi family ikan di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Rerata kelimpahan 16 famili ikan karang di dalam KKP dan di luar KKP berturut-turut adalah 4299 + 840 individu/ha dan 2424 + 416 individu/ha. Rerata kelimpahan ikan kanivora lebih tinggi dibandingkan dengan ikan herbivora di kedua lokasi pengamatan (Gambar 10). Dari seluruh lokasi pengamatan, kelimpahan ikan berkisar antara 546 + 279 ind/ha di KOE1110 hingga 11.406 + 7728 ind/ha di KOE0610. Ikan-ikan yang ditemukan pada KOE0610 memiliki ukuran yang bervariasi, hal tersebut membuat standard error pada kawasan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya (Gambar 11). Kedua nilai ekstrim tersebut ditemukan di dalam dan luar kawasan. Jika melihat dari tutupan karang keras, maka KOE0610 memiliki tutupan karang keras sedang, dengan nilai 45%. Ikan-ikan berukuran kecil biasanya membutuhkan karang keras untuk tempat berlindung. Oleh karena itu, jumlah ikan yang dapat didukung oleh terumbu karang di KOE0610 menjadi besar.

Herbivora Karnivora

(24)

14

Gambar 10. Grafik rerata kelimpahan (+SE) 16 Famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Gambar 11. Rerata kelimpahan (+SE) 16 Famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

16 Famili E-KKP3K

(25)

15

(26)

16

(27)

17

Gambar 12. Rerata kelimpahan (+SE) setiap famili ikan di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Jika dilihat berdasarkan famili, nilai kelimpahan berkisar dari 0,2 ind/ha pada Dasyatidae hingga 3.046 ind/ha pada Caesionidae. Famili Caesionidae memang termasuk famili yang paling melimpah di kawasan terumbu karang. Famili tersebut sering berenang bergerombol, sehingga kemungkinan perjumpaan juga akan semakin tinggi. Informasi kelimpahan ikan dapat dilihat lebih lanjut pada Tabel 1. Secara keseluruhan, kelimpahan di dalam KKP lebih besar dari kelimpahan ikan karang diluar KKP. Dasyatidae yang memiliki kelimpahan terendah, juga diamati memiliki biomassa yang rendah pula, yaitu 4,57 kg/ha. Sebaliknya Caesionidae yang memiliki kelimpahan terbesar, juga memiliki biomassa yang besar, yaitu 244,32 kg/ha.

Informasi biomassa ikan dapat dilihat kembali pada Tabel 2.

Hasil analisa 6 famili ikan karang menunjukkan rerata kelimpahan sebesar 1042 + 109 individu/ha di dalam KKP dan 952 + 157 individu/ha di luar KKP. Rerata kelimpahan famili Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan famili Ikan Ekonomis Penting di kedua lokasi pengamatan (Gambar 13). Rerata kelimpahan Ikan Fungsional berkisar antara 100 – 1812 individu/ha (Gambar 14), sedangkan rerata kelimpahan Ikan Ekonomis Penting berkisar antara 18 – 994 individu/ha (Gambar 15) di seluruh lokasi pengamatan.

(28)

18

Gambar 13. Grafik rerata kelimpahan (+SE) Ikan Ekonomis Penting (3 famili) dan Ikan Fungsional (3 famili) di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan

Sekitarnya

Gambar 14. Rerata kelimpahan (+SE) ikan fungsional di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

(29)

19

Gambar 15. Rerata kelimpahan (+SE) Ikan Ekonomis Penting di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Tabel 1. Rerata kelimpahan ikan karang per lokasi dan per famili di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden

Lokasi Zona

Acanthuridae Caesionidae Carangidae Dasyatidae Haemulidae Labridae Lethrinidae Lutjanidae Nemipteridae Scarini Scombridae Serranidae Siganidae Sphyraenidae

KOE0110 Dalam KKP 376 176 7 0 1484 0 3 663 0 94 9 45 0 104 KOE0210 Dalam KKP 422 1555 3911 0 0 0 25 1417 0 53 0 22 0 0 KOE0310 Dalam KKP 323 63 0 0 43 0 0 177 40 130 0 32 0 0

KOE0410 Luar KKP 73 0 0 0 9 9 0 3 1 109 0 13 12 0

KOE0510 Dalam KKP 65 0 0 0 44 0 66 39 9 29 0 8 0 0

KOE0610 Dalam KKP 85 953 0 0 0 0 0 11 18 9 0 37 3 0

KOE0710 Dalam KKP 155 724 9 0 22 9 8 194 0 106 0 58 20 0

KOE0810 Dalam KKP 86 0 0 0 8 0 0 0 0 34 0 1 1 0

KOE0910 Dalam KKP 268 116 0 0 0 0 5 40 12 33 0 21 12 0 KOE1010 Dalam KKP 20 100 0 36 0 0 99 342 7 46 0 4 0 0

KOE1110 Luar KKP 3 22 3 0 13 3 0 39 4 18 0 25 5 0

KOE1410 Dalam KKP 131 238 14 0 25 6 0 142 0 59 21 99 3 0 KOE1510 Dalam KKP 59 353 0 0 56 6 38 149 0 324 0 84 6 0 KOE1610 Luar KKP 27 121 0 55 9 0 54 48 10 27 0 11 1 0

KOE1710 Luar KKP 26 48 0 0 0 13 0 14 0 183 0 19 25 0

KOE1810 Luar KKP 46 127 1 0 55 0 0 65 1 101 0 26 1 0

KOE2010 Luar KKP 212 73 0 0 6 0 0 12 13 11 0 2 0 0

KOE2110 Luar KKP 222 17 0 0 2 7 0 1694 0 506 0 8 7 0

KOE2310 Luar KKP 50 105 0 0 12 0 18 50 0 14 0 50 2 0

KOE2410 Luar KKP 41 96 0 0 100 11 265 216 2 211 0 77 3 0

(30)

20

3.3.2. Biomassa

Rerata biomassa 16 famili ikan karang di dalam kawasan sebesar 1.542 ± 629 kg/ha dan 621 ± 245 kg/ha diluar kawasan. Komposisi ikan karnivora lebih tinggi dari pada ikan herbivora dikedua lokasi pengamatan (Gambar 16). Perbedaan jumlah biomassa di dalam KKP dan diluar diperkirakan karena adanya indikasi pemanfaatan yang tinggi terjadi di luar kawasan dimana nilai total biomassa ikan di luar kawasan lebih rendah.

Gambar 16. Rerata biomassa (±SE) semua ikan (16 famili), ikan karnivora dan herbivora di KKP Koon dan Neiden dan Perairan Sekitarnya

Gambar 17. Komposisi famili ikan karang di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Herbivora Karnivora

(31)

21 Tabel 2. Rerata biomassa semua jenis ikan (kg/ha)

Lokasi Zona

Jenis Ikan Herbivora Jenis Ikan Karnivora

Acanthuridae Scarini Siganidae Labridae Caesionidae Carangidae Dasyatidae Haemulidae Lethrinidae Lutjanidae Nemipteridae Scombridae Serranidae Sphyraenidae Carcharhinidae Shyrnidae

KOE0110 Dalam KKP 375.80 93.75 0.00 0.00 175.60 7.23 0.00 1484.24 3.34 663.18 0.16 9.49 45.19 104.35 0.00 0 KOE0210 Dalam KKP 421.83 52.59 0.00 0.00 1554.54 3910.54 0.00 0.00 24.97 1416.86 0.00 0.00 22.18 0.00 0.00 0 KOE0310 Dalam KKP 322.60 129.95 0.00 0.00 63.32 0.00 0.00 42.76 0.00 176.95 40.12 0.00 31.57 0.00 0.00 0 KOE0410 Luar KKP 72.86 109.40 12.09 9.21 0.00 0.00 0.00 9.31 0.00 2.84 1.19 0.00 12.94 0.00 0.00 0 KOE0510 Dalam KKP 65.03 28.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 43.63 66.43 38.91 8.52 0.00 7.74 0.00 0.00 0 KOE0610 Dalam KKP 85.27 8.63 2.68 0.00 953.26 0.00 0.00 0.00 0.00 10.55 18.17 0.00 37.05 0.00 0.00 0 KOE0710 Dalam KKP 155.02 105.95 20.47 9.26 723.86 8.50 0.00 22.35 7.54 194.14 0.00 0.00 57.87 0.00 0.00 0 KOE0810 Dalam KKP 85.73 33.93 0.77 0.00 0.00 0.00 0.00 8.27 0.00 0.00 0.29 0.00 1.05 0.00 0.00 0 KOE0910 Dalam KKP 268.11 32.91 12.48 0.00 115.61 0.00 0.00 0.00 4.53 40.36 11.97 0.00 21.27 0.00 0.00 0 KOE1010 Dalam KKP 19.99 46.47 0.00 0.00 100.16 0.00 36.25 0.00 99.45 342.15 6.90 0.00 4.34 0.00 0.00 0 KOE1110 Luar KKP 2.80 18.13 5.44 2.97 22.33 2.81 0.00 12.59 0.00 39.04 3.62 0.00 24.80 0.00 0.00 0 KOE1410 Dalam KKP 130.68 59.22 3.39 5.80 237.61 14.45 0.00 24.74 0.00 142.50 0.00 20.51 99.50 0.00 0.00 0 KOE1510 Dalam KKP 59.01 323.83 6.37 6.22 353.34 0.00 0.00 56.32 37.96 148.82 0.00 0.00 83.62 0.00 0.00 0 KOE1610 Luar KKP 27.14 26.99 0.51 0.00 121.03 0.00 55.15 8.81 54.21 48.04 9.58 0.00 10.79 0.00 0.00 0 KOE1710 Luar KKP 25.94 182.61 24.77 12.92 48.06 0.00 0.00 0.00 0.00 13.99 0.00 0.00 19.25 0.00 0.00 0 KOE1810 Luar KKP 45.96 100.51 0.77 0.00 126.75 1.17 0.00 54.75 0.00 65.19 0.89 0.00 26.44 0.00 0.00 0 KOE2010 Luar KKP 212.28 10.96 0.00 0.00 72.62 0.00 0.00 6.26 0.36 11.80 12.69 0.00 2.02 0.00 0.00 0 KOE2110 Luar KKP 221.99 506.18 6.64 6.87 17.39 0.00 0.00 1.74 0.00 1694.17 0.00 0.00 7.80 0.00 0.00 0 KOE2310 Luar KKP 49.59 14.46 1.55 0.00 104.57 0.00 0.00 12.23 18.45 50.00 0.00 0.00 49.60 0.00 0.00 0 KOE2410 Luar KKP 41.17 211.10 3.44 10.91 96.42 0.00 0.00 99.66 264.95 216.21 1.66 0.00 76.94 0.00 0.00 0

(32)
(33)

23

Gambar 18. Rata-rata biomassa (±SE) ikan karnivora di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Dilihat dari famili, Caesionidae di dalam KKP Pulau Koon memiliki biomassa tertinggi yaitu 389 ± 148 kg/ha, sedangkan diluar kawasan hanya 68 ± 16 kg/ha. Famili biomassa terendah yang berada di dalam kawasan yaitu Scombridae dan Dasyatidae yaitu hanya 3 ± 3 kg/ha. Selanjutnya, beberapa famili hanya ditemukan di dalam KKP Pulau Koon seperti Carangidae, Sphyraenidae dan Scombridae. Rerata biomassa Carangidae di dalam KKP Pulau Koon 358 ± 355 kg/ha, Sphyraenidae 9 + 9 kg/ha, dan Scombridae 3 ± 2 kg/ha. Famili Lutjanidae atau kakap memiliki biomassa tertinggi di luar KKP Pulau Koon yaitu 238 ± 183 kg/ha, namun untuk di dalam kawasan biomassa ikan kakap lebih tinggi dibandingkan dengan luar kawasan yaitu 289 ± 127 kg/ha. Sedangkan famili Letrinidae (ikan lencam) di luar KKP memiliki biomassa lebih tinggi yaitu 38 ± 34 kg/ha dibandingkan dengan di dalam kawasan 22 ± 10 kg/ha.

Rendahnya biomassa ikan lencam di dalam KKP merupakan variabilitas alam yang

(34)

24

terjadi dan tidak menunjukan bukti yang kuat telah terjadinya pemanfaatan yang lebih tinggi di dalam kawasan pada famili ini.

Ikan herbivora Famili Acanthuridae dan Scaridae memiliki biomassa tertinggi dibandingkan dengan Siganidae dan Labridae (Gambar 19). Tingginya biomassa ikan herbivora baik di dalam dan luar kawasan memberikan keuntungan untuk pemulihan ekosistem terumbu karang pasca menerima tekanan. Dua Famili dari ikan herbivora seperti Famili Acanthuridae (terkecuali genera Naso) dan Sidanidae termasuk dalam grazer/detritivores yang biasa mengkonsumsi turf algae. Dimana fungsinya untuk membatasi pertumbuhan truf algae epiliptik dan makro alga sehingga membantu dan mencegah dominasi alga di ekosistem terumbu karang (Paddock et al 2006, Hughes et al 2007).

Gambar 19. Rata-rata biomassa (±SE) ikan herbivora di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Acanthuridae menjadi famili yang mendominiasi pada ikan herbivora dalam kelompok grazer/detritivores yang berada di dalam KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden yaitu

(35)

25

dengan nilai biomassa 181 ± 43 kg/ha sedangkan di luar kawasan hanya 78 ± 27 kg/ha. Sedangkan untuk famili Siganidae memiliki biomassa di luar kawasan 6 ± 3 kg/ha dan 4 ± 2 kg/ha di dalam KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden.

Famili Scaridae memiliki biomassa tertinggi di luar KKP yaitu 131 ± 53 kg/ha, sedangkan di dalam kawasan 83 ± 26 kg/ha. Berdasarkan kebiasaan makan, jenis makanan dan dampak yang dihasilkan dari jenis ikan herbivora, famili Scaridae masuk kelompok scarpers/small excavator yaitu memakan truft algae yang juga menghilangkan substrat ketika sedang makan. Famili Scaridae (ikan kaka tua) tidak termasuk dalam ikan target, namun saat pemantauan di lapangan ikan kaka tua sudah menjadi target dari nelayan Pulau Grogos, karena ada pengumpul yang membeli ikan ini. Rendahnya biomassa ikan kakatua di dalam kawasan terindikasi akibat adanya pemanfaatan yang berlebih oleh nelayan.

Gambar 20. Rerata biomassa 6 famili ikan karang, famili Ikan Fungsional (3 famili), dan famili Ikan Ekonomis Penting (3 famili) di dalam dan luar KKP Pulau Koon dan

Pulau Neiden

Hasil analisa 6 famili ikan karang menunjukkan rata-rata biomassa di dalam KKP sebesar 747 + 242 kg/ha dan di luar KKP sebesar 501 + 248 kg/ha. Rerata biomassa Ikan Ekonomis Penting lebih tinggi dibandingkan Ikan Fungsional di kedua lokasi pengamatan. Rerata biomassa Ikan Fungsional dan Ikan Ekonomis Penting di dalam KKP berturut-turut adalah 268 + 49 kg/ha dan 479 + 209 kg/ha; sedangkan di luar

(36)

26

KKP berturut-turut adalah 215 + 71 kg/ha dan 286 + 181 kg/ha (Gambar 20). Rerata biomassa Ikan Fungsional berkisar antara 26 – 735 kg/ha (Gambar 21), sedangkan rerata biomassa Ikan Ekonomis Penting berkisar antara 9 – 2193 kg/ha (Gambar 22) di seluruh lokasi pengamatan.

Gambar 21. Rerata biomassa (+SE) famili fungsional di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

Gambar 22. Rerata biomassa (+SE) famili perikanan kuncil di KKP Pulau Koon dan Pulau Neiden dan Perairan Sekitarnya

(37)

27

3.3.3. Fish Spawning Aggregation

Berdasarkan pemantauan pada tanggal 22-23 April 2016 di KOE02, berhasil ditemukan 16 spesies ikan besar dan 23 spesies ikan kecil. Spesies ikan besar yang ditemukan meliputi: Acanthurus fowleri, Acanthurus mata, Bolbometopon muricatum, Caranx ignobilis, Caranx melampygus, Caranx sexfasciatus, Cephalopholis polyspila, Lethrinus microdon, Lutjanus bohar, Lutjanus fulviflamma, Macolor macularis, Macolor niger, Naso hexacanthus, Naso flamingii, Plectorinchus chaetodonoides, dan Sphyraena barracuda.

Ikan besar dengan kelimpahan tertinggi adalah Caranx melampigus dengan kelimpahan 2120 individu/ha. Ikan tersebut juga memiliki biomassa tertinggi, yaitu 14,419 kg/ha. Ikan besar dengan kelimpahan dan biomassa terendah adalah Plectorinchus chaetodonoides dengan kelimpahan sebesar 10 individu/ha dan biomassa 0,289 kg/ha. Dari semua perilaku ikan besar yang diamati, tercatat hampir semua spesies melakukan Grouping dan Courtship. Hanya Caranx ignobilis, Lutjanus bohar, Lutjanus fulviflamma dan Sphyraena barracuda yang tidak melakukannya.

Selain itu, tidak terlihat adanya perilaku Fighting dan Bite Wound. Perilaku Spawning (memijah) berhasil diamati pada Caranx melampygus dan Macolor macularis, dengan jumlah individu memijah yang diamati sebanyak 6 dan 5. Perilaku SPAG yang diamati pada ikan besar dapat dilihat pada Tabel 3.

Spesies ikan kecil yang berhasil diamati adalah sebanyak 23 spesies, yaitu: Aprion virescens, Bolbometopon muricatum, Caranx ignobilis, Caranx melampygus, Caranx sexfasciatus, Cephalopholis miniata, Cheilinus undulates, Kyphosus bigibbus, Lethrinus microdon, Lutjanus bohar, Lutjanus fulviflamma, Macolor macularis, Macolor niger, Naso brachycentron, Naso brevirostris, Naso caeruleacaudus, Naso hexacanthus, Platax teira, Plectorhinchus albovittatus, Plectorhinchus lessonii, Sphyraena barracuda, Sphyraena jello, dan Trachinotus blochi. Hampir serupa dengan perilaku pada ikan besar, sebagian besar spesies ikan kecil menunjukkan perilaku Grouping akan tetapi perilaku lainnya berbeda-beda antar spesies.

Perbedaan lain dengan ikan besar, berhasil diamati adanya perilaku Fighting dan Bite Wound. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan-ikan kecil tersebut dalam kondisi yang lebih agresif. Dari semua individu yang diamati, ada seekor Caranx melampygus yang

Referensi

Dokumen terkait

Persentase Tutupan Terumbu Karang Pada Lokasi Transplantasi Karang dan Kawasan Terumbu Karang Alami Pulau Rubiah, Aceh.. Jenis Lifeform Kode Transplantasi

Uraian tersebut didukung Sahetapy dan Far-Far (2008) yang mengatakan karang Acropora spp, terutama bentuk tumbuh ACB dan ACT pada areal terumbu karang alami akan

Menurut Setiawan (2010), Ikan ini biasa ditemukan pada daerah rataan terumbu karang, hingga lereng karang serta daerah berbatu, dengan panjang tubuh maximal 20 cm,

Upaya pengelolaan terumbu karang dalam konteks pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) merupakan bagian dari Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau

Apabila diamati dari nilai-nilai fisika kimia perairan di Pulau Air bisa dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang bisa membuat terumbu karang dapat hidup

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang hidup di Perairan Pulau Beralas Pasir yang mengacu kepada bentuk

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, Pulau ini memiliki tipe formasi terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kondisi yang berbeda pada setiap stasiun. Pada stasiun

Keefektifan pengelolaan terumbu karang KKLD di pulau Biawak dan sekitarnya diperoleh skor 139 dengan persentase penilaian sebesar 73,52% yang artinya bahwa