• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

174

MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

Dimas Hastama Nugraha

Balai Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Permukiman Jl. Laksda Adi Sucipto No.165 Yogyakarta

Email: dimashastama@yahoo.com

Tanggal diterima: 16 Oktober 2011 ; Tanggal disetujui 17: November 2011 ABSTRACT

Cigugur Tengah is a slum area in the city of Cimahi, West Java that shall be improved parallel with improving their environmental quality. However, those program have not directly accepted by designated community. This will affect the delaying the program implementation conducted by Local Government as well as Central Government. To anticipate the occurring a greater impact, the research is carried out to identify factors that causing the community reluctance agents the program for settlement improvements the research is carried out using the observation, consultation and facilitating. The research is begins with mapping of the condition of designated settlements from the demographyc as well as physical aspects and the access to the settlement infrastructures. The mapping for the environmental quality is done using the indicators of population density, percentage of immigrant population, the percentage of low-income and low education. While the mapping of the area problem is carried out by the local community. The results of mapping of the environmental quality of settlements (IK2KIM) concludes that the RT 03 in the RW 05 Cigugur Tengah have the best environmental quality and RT 07 gave the most unfavorable results. The results of mapping of the areas problem concludes that all the existing RT have a similar physical problems.

Keywords: Environment Quality, Settlement improvement, Urbanization, Community participation, Housing ABSTRAK

Cigugur Tengah merupakan kawasan kumuh di Kota Cimahi, Jawa Barat yang harus diremajakan, seraya memperbaiki kualitas lingkungannya. Namun, program peremajaan tersebut tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakatnya. Hal tersebut berakibat pada tertundanya pelaksanaan program yang telah direncanakan oleh Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat. Dalam rangka mengantisipasi dampak yang lebih besar lagi, dilakukan penelitian tentang faktor faktor penyebab penolakan masyarakat terhadap program peremajaan kawasan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan pendampingan. Penelitian diawali dengan melakukan pemetaan terhadap kondisi dan potensi wilayah ditinjau dari aspek demografi maupun fisik serta ketersediaan prasarana dan sarana permukiman.

Pemetaan kualitas lingkungan dilakukan dengan memakai indikator kepadatan penduduk, prosentase penduduk pendatang, prosentase berpenghasilan rendah dan pendidikan rendah. Sedangkan pemetaan permasalahan kawasan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Hasil pemetaan kualitas lingkungan permukiman (IK2KIM) secara demografis menyimpulkan bahwa RT 03 di Kelurahan Cigugur mempunyai kualitas lingkungan terbaik dan RT 07 memberikan hasil yang paling tidak baik. Hasil pemetaan permasalahan kawasan secara fisik menyimpulkan bahwa semua RT yang ada memberikan gambaran permasalahan fisik yang rata- rata relatif sama.

Kata Kunci: Kualitas lingkungan, Peremajaan Permukiman, Urbanization, Partisipasi masyarakat, Perumahan

PENDAHULUAN

Seiring dengan pembangunan kawasan perkotaan, urbanisasi makin hari makin meningkat. Salah satu Salah satu dampak urbanisasi adalah penurunan kualitas lingkungan permukiman (kumuh). Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia (wikipedia.org). Kawasan kumuh

mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Undang- Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPNas) mengisyaratkan bahwa salah satu hal terpenting dari aspek sarana prasarana adalah tujuan kota bebas kawasan kumuh.

Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga mengisyaratkan ketentuan penataan kualitas lingkungan permukiman kumuh. Target ke-11 Millenium Development Goals (MDGs) 2015

(2)

Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha

175 mengisyaratkan bahwa semua kota harus bebas

kawasan kumuh di tahun 2025 (DJCK,2010).

Hasil evaluasi terhadap sasaran dan target Cipta Karya periode tahun 2005-2009 dan Rencana Stratejik Bidang Cipta Karya 2010-2014 menimpulkan bahwa 200 kota sudah bebas kumuh di tahun 2010, sedangkan sebanyak 350 kota harus bebas kawasan kumuh di tahun 2015 dan 2025 semua kota bebas kawasan kumuh (DJCK, 2010). Dengan adanya target demikian maka diperlukan perencanaan pengentasan lingkungan kumuh. Sementara itu, untuk memastikan bahwa program perbaikan kawasan kumuh dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat dukungan masyarakat kawasan yang akan diremajakan, diperlukan penelitian penelitian sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pemetaan sosial, ekonomi, dan lingkungan adalah salah satu kegiatan penelitian yang dilakukan untuk menggali faktor-faktor keberterimaan masyarakat.

Kawasan Cigugur Tengah merupakan salah satu kawasan kumuh di perkotaan yang menjadi lokasi bahasan pada paper ini. Kawasan Cigugur Tengah dipilih karena kompleksitasnya permasalahan sosial, ekonomi, maupun lingkungan fisik yang terjadi terkait penurunan kualitas lingkungan permukiman. Penduduk Cigugur Tengah, dalam perkembangan yang terjadi terkait kegiatan ini, mulai dilibatkan dalam peningkatan kualitas lingkungan agar tidak menjadi kumuh, dimana tahap diawali dengan pemetaan kualitas lingkungan permukiman.

Permasalahannya adalah bagaimana langkah-langkah pemetaan yang efektif?

Bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan indikator kondisi sosial ekonomi dan lingkungan wilayah kajian? Bagaimana model kualitas lingkungan perumahan yang akan diremajakan tersebut? Makalah ini ditujukan untuk membahas langkah-langkah pemetaan kondisi dan potensi wilayah penelitian, pengembangan dan penggunaan indikator pemetaan masalah kepadatan perumahan, dan model kualitas lingkungan permukiman yang memerlukan peremajaan.

KAJIAN PUSTAKA

Penyelenggaraan perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan mengutamakan pencapaian tujuan pembangunan lingkungan yang responsif namun secara komprehensif sekaligus dapat mengakomodasikan dalam satu kesatuan sistem dengan pencapaian tujuan pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi. Dan dalam

melakukan peremajaan kawasan kumuh perlu untuk dilakukan pemetaan guna mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada. (Balai Sosekkim,2008).Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 Tahun 2011).

Definisi kumuh sendiri adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi.

Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Peningkatan kawasan kumuh juga berkembang seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, khususnya di dunia ketiga. Namun demikian kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan dengan kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Tidak selamanya kawasan yang berpenduduk jarang atau kawasan dengan mayoritas penghuni musiman/liar masuk dalam kategori kumuh. Kerenanya penilaian tingkat kekumuhan harus terdiri dari kombinasi dari beberapa indikator kumuh yang ada (www.wikipedia.org).

Model digunakan karena adanya eksistensi masalah publik yang kompleks. Model merupakan pengganti kenyataan. Dengan kata lain model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu (Dunn dalam Santoso, 2010). Model dapat dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis.

Model memiliki karakteristik sederhana & jelas (clear), Ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan (precise), Menolong utk pengkomunikasian (communicable), Usaha langsung utk memahami kebijakan publik secara lebih baik (manageable), Memberikan penjelasan

& memprediksi konsekuensi (consequences).

(3)

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal. 174-182

176 Studi dan/atau penelitian terkini yang

dinilai terkait dengan pendekatan model antara lain dilakukan oleh Utama, 2007 (Analisa model penanganan kawasan kumuh di Kota Denpasar).

Dalam studi ini yang dibahas adalah bagaimana menganalisis model penanganan kawasan yang sudah ada. Studi lainnya adalah Basri, 2010 (Model Penanganan permukiman kumuh studi kasus permukiman Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo). Naing, N. Dkk. (2005)

Model Pengelolaan Permukiman Kumuh Menjadi Permukiman Layak Huni di Sulawesi Selatan Dalam studi- studi ini yang dibahas adalah model penanganan kawasan kumuh. Model pemetaan kualitas lingkungan belum pernah diteliti pada studi- studi sebelumnya.

Berdasarkan hasil kajian tersebut, maka kerangka konseptual pemetaan kualitas perumahan untuk peremajaan kawasan permukiman perkotaan disajikan pada Gambar 1.

Mempelajari ketersediaan data sekunder

Merumuskan dan menetapkan Variabel atau Indikator Kualitas

Kawasan Permukiman

Mengumpulkan data sekunder dan primer (observasi)

Standardisasi Satuan Variabel Data

Menyiapkan dan Mengisi Matrik Permasalahan Kawasan

Lengkap Identifikasi

kekurangan data

Menyiapkan dan Mengisi Matrik Jarak Ideal

Menghitung Indeks Komposit Kualitas Kawasan Permukiman (Ik2KIM) Menyiapkan dan Mengisi Matrik

Variabel Data

Peta Permasalahan Kawasan Permukiman

Gambar. 1 Model Proses Pemetaan Kualitas Kawasan dan Permasalahan Permukiman Asal dan Kepadatan

Penduduk Kawasan

Akses Prasarana dan Sarana Perumahan Keteraturan Bangunan Rumah

Fungsi Hunian Rumah

Persoalan Kependudukan dan Fisik Kawasan

Kualitas Lingkungan Perumahan

Gambar 1. Kerangka Konseptual Pemetaan Kualitas Lingkungan Perumahan Untuk Peremajaan Permukiman Perkotaan

(4)
(5)

176 METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008-November 2008 dan bulan Februari 2009- November 2009. Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi.

Kelurahan Cigugur Tengah. Pemilihan lokasi didasarkan pertimbangan bahwa (i) adanya proyek pembangunan rumah susun, (ii) ada kegiatan pendampingan dalam rangka penyiapan masyarakat yang akan menerima manfaat pembangunan.

Dalam Gambar 1, dijelaskan tentang kegiatan pemetaan kualitas lingkungan perumahan yang diawali dengan pengumpulan data sekunder. Data tersebut meliputi data statistik Kota Cimahi, data kecamatan dalam angka. Tahap selanjutnya adalah mempelajari ketersediaan data sekunder. Kemudian dilakukan proses merumuskan indikator kualitas kawasan permukiman. Apabila tahap tersebut sudah lengkap, maka ada 2 tahap yang dilakukan pararel yaitu matriks permasalahan kawasan dan variabel data.

Setelah itu, pemetaan dilakukan melalui proses observasi lapngan disertai juga dengan wawancara dengan masyarakat, khususnya terkait dengan masalah banjir atau genangan, kondisi jalan lingkungan permukiman, penggunaan bangunan, dan keteraturan bangunan.

Pemetaan dilakukan dengan langkah langkah sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, dikembangkan dan dipilih indikator-indikator yang sesuai untuk mengukur kondisi kualitas lingkungan permumahan yang dinilai dari aspek demiografis dan aspek fisik kawasan. Karena satuan satuan indikator tidak sama, maka sebelum dilakukan perhitungan lebih lanjut, dilakukan standardisasi data atau menetralisir satuan yang berbeda tersebut dengan persamaan sebagai berikut :

Stdev Rata ta Rtx

darisasida

Stan

...(1) Dengan keterangan :

RTx = RT ke...

Rata = rerata jumlah indikator RT Stdev = standar deviasi

Tahap berikutnya adalah menyiapkan dan mengisi matrik jarak ideal. Matriks jarak ideal dihitung dengan rumus :

) ( tandarisasidataRTx MinRTx S

Jarakideal (2)

Untuk menghitung Indeks kualitas Kawasan Permukiman (IK2-KIM) dipergunakan metode encluidance distance. Dalam matematika, jarak Euclidean atau metrik Euclidean adalah

"biasa" digunakan untuk mengukur jarak antara dua titik yang satu akan mengukur dengan penggaris, dan diberikan oleh rumus Pythagoras.

Dengan menggunakan rumus seperti jarak, ruang Euclidean (atau bahkan setiap ruang hasilkali dalam) menjadi ruang metrik. Norma terkait disebut norma Euclidean. Literatur lama mengacu pada metrik metrik Pythagoras. Rumus Encludiance Distance adalah sebagai berikut :

d(p,q) = ((p1 − q1)2 + (p2 − q2)2 + ... + (pi − qi)2 + ...

+ (pn − qn)2)^0,5...(3)

Dengan rumus di persamaan (3) tersebut dapat dilakukan perhitungan Indeks kualitas kawasan permukiman dan dapat dilakukan pemeringkatan/ rangking kualitas lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses dan Peta Kualitas Kawasan Permukiman

Kawasan studi dalam makalah ini adalah RW.05 Cigugur Tengah Kota Cimahi Jawa Barat, yang terdiri dari 9 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk di kawasan pemetaan sebanyak 5.501 jiwa, terdiri dari 2.962 Jiwa Penduduk asli dan 2.539 jiwa penduduk pendatang/pengontrak (Balai Sosekkim,2008). Sedangkan dikaitkan dengan masing-masing luas wilayahnya, kepadatan penduduk rata-rata di kawasan pemetaan tahun 2003 sebesar 826 jiwa/hektar.

Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di RT.08 dengan kepadatan 1959 jiwa/ha areal permukimannya yang cukup dominan, relatif dekat dengan pusat kegiatan industri. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di RT.04 sebesar 21 jiwa/hektar, yang disebabkan oleh jumlah penduduk kecil dibandingkan dengan luas lahan (Balai Sosekkim, 2008).

Variabel data yang digunakan dalam analisis dirangkum pada Tabel-1. Berdasarkan data tersebut ada rata rata penduduk pendatang diwilayah studi adalah antara -0,131 sampai dengan +0,131; kepadatan -572 sampai dengan +572. Pekerjaan Berpenghasilan Rendah antara - 0,146 sampai dengan +0,146. Pendidikan dasar - 0,104 sampai dengan +0,104.

(6)

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal. 174-182

178 Tabel.1. Mapping Umum Kawasan RW 05 2008 Pra Peremajaan

Lokasi RT Pendatang Kepadatan PBR PDDR

% Total Orang/Ha % Total % Total

RT-1 0,453 860 0,320 0,270

RT-2 0,335 407 0,320 0,269

RT-3 0,331 435 0,207 0,138

RT-4 0,302 212 0,167 0,433

RT-5 0,229 754 0,511 0,447

RT-6 0,560 1586 0,305 0,393

RT-7 0,260 611 0,438 0,406

RT-8 0,584 1959 0,589 0,241

RT-9 0,486 908 0,200 0,313

Rata rata 0,393 859 0,340 0,323

STADEV 0,131 572 0,146 0,104

Sumber: Balai Sosek Kim, 2008 (diolah)

Terlihat pula bahwa proporsi penduduk pendatang paling sedikit terdapat di RT 05 dan paling banyak terdapat di RT 08, dimana makin banyak penduduk pendatang maka maka makin heterogen dan makin baik strukstur sosial yang ada. Untuk kepadatan, makin tinggi kepadatan penduduk yang ada maka makin menurunkan kualitas lingkungan permukiman yang ada, RT yang di atas rerata kepadatannya adalah RT 9, RT 8,RT 6 dan RT 1. Sedangkan untuk pekerjaan, RT 08 memiliki % pekerjaan buruh terbanyak.

Makin banyak penduduk yang berprofesi sebagai buruh/ sektor informal maka makin berpotensi menurunkan kualitas lingkungan permukiman.

Untuk tingkat pendidikan, RT 4,5,6,dan 7 memiliki potensi untuk penurunan kualitas lingkungan permukiman karena banyaknya prosentase pendidikan SD/ tidak tamat SD.

Dengan demikian semua RT yang ada di RW 05 memiliki potensi untuk penurunan kualitas lingkungan permukiman (Kumuh).

Kekumuhan dilihat dari indikasi prosentase penduduk pendatang, tingkat

kepadatan, prosentase pekerjaan buruh dan prosentase tingkat pendidikan. Banyaknya penduduk pendatang, dapat menimbulkan banyak masalah , terutama masalah-masalah sosial. Kawasan permukiman yang terlalu padat, juga menimbulkan masalah sanitasi, kesehatan, penyediaan sumber air baku air minum dan lainnya. Pekerja Berpenghasilan Rendah (PBR) juga masalah karena tidak mampu menyediakan dana untuk mengelola fasilitas sanitasi yang baik, membayar tarif air minum, sampah dan air limbah. Pendidikan yang terlalu rendah (PDDR), apalagi secara formal memperoleh pendidikan dasar, juga menimbulkan potensi masalah karena berhubungan dengan kemampuan menghasilkan pendapatan bagi keluarganya.

Karena satuan keempat variabel data tersebut tidak sama, maka untuk dapat diproses lebih lanjut, perlu distandarkan terlebih dahulu.

Hasil standarisasi variabel data dirangkum pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Standarisasi Data

Lokasi Pendatang Kepadatan PBR PDDR

RT-1 0,4601 0,0016 -0,1342 -0,5123

RT-2 -0,4454 -0,7906 -0,1342 -0,5223 RT-3 -0,4794 -0,7416 -0,9099 -1,7876 RT-4 -0,6988 -1,1316 -1,1858 1,0592 RT-5 -1,2569 -0,1838 1,1766 1,1891

RT-6 1,2753 1,2711 -0,2365 0,6748

RT-7 -1,0209 -0,4339 0,6717 0,7982

RT-8 1,4553 1,9234 1,7094 -0,7937

RT-9 0,7107 0,0855 -0,9572 -0,1053

Ideal -1,2569 -1,1316 -1,1858 -1,7876 Sumber : Analisis, 2011

(7)
(8)

Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha

179 Tabel 3. Matriks Jarak

Sumber : Analisis, 2011

Setelah semua satuan variabel data telah sama atau netral, maka proses pemetaan berikut ini adalah menghitung jarak ideal masing masing variabel data untuk setiap lokasi RT.

Setelah mengetahui adanya matriks jarak terhadap angka ideal di atas maka didapatkan indeks Kualitas Kawasan Permukiman (IK2M). Dengan adanya IK2M maka bisa ditentukan rangking kawasan kumuh.

Gambar model indeks kualitas lingkungan kawasan permukiman terdapat pada Gambar 2.

Setelah dilakukan pengukuran IK2M maka dapat dirangking kualitas indeks IK2M dari masing-masing RT. Semakin rendah indeks IK2KIM maka makin baik rangking kualitas yang ada. Sebaliknya, semakin tinggi indeks IK2KIM maka makin buruk rangking kualitas yang ada.

Tabel 4 memberikan penilaian kualitas lingkungan permukiman di RW 05 Cigugur Tengah.

Proses dan Peta Permasalahan Kawasan Permukiman

Di dalam study case ini, terlihat dari hasil mapping dan hasil observasi kawasan Cigugur Tengah ini sangat sarat akan dinamika permasalaahan yang berkembang, Dari lokasi studi banyak permasalahan terkait sosial, ekonomi, maupun lingkungan (fisik). Peta yang ada relatif berimbang antara RT satu dengan RT yang lain. Peta permasalahan kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah terdapat pada Tabel 5 di bawah ini.

Gambar 2. Model Indeks Kualitas Lingkungan Kawasan Permukiman Lokasi Pendatang Kepadatan PBR PDDR

RT-1 1,7170 1,1332 1,0517 1,2754

RT-2 0,8116 0,3410 1,0517 1,2654

RT-3 0,7775 0,3900 0,2759 0,0000

RT-4 0,5581 0,0000 0,0000 2,8468

RT-5 0,0000 0,9478 2,3625 2,9767

RT-6 2,5323 2,4027 0,9494 2,4624

RT-7 0,2360 0,6977 1,8576 2,5858

RT-8 2,7123 3,0550 2,8952 0,9940

RT-9 1,9677 1,2171 0,2286 1,6823

(9)

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal. 174-182

180 Tabel.4. Model Penilaian Kualitas Lingkungan Permukiman dan Peringkatnya

Lokasi IK2KIM Peringkat Keterangan

RT-3 0,91256 1 1. Penilaian kualitas dengan menggunakan Ercluidance Distance

2. Angka terkecil menunjukkan kedekatan dengan angka kualitas yang lebih ideal

RT-2 1,86603 2

RT-1 2,63908 3

RT-6 2,86978 4

RT-8 2,90103 5

RT-4 3,26798 6

RT-9 3,91667 7

RT-5 4,37609 8

RT-7 5,10485 9

Sumber : Analisis, 2011

Dari RT- RT yang ada, potensi kualitas lingkungan yang mengalami penurunan yang relatif berimbang. Permasalahan yang ada dilihat melalui proses observasi lapangan disertai juga dengan wawancara dengan masyarakat, khususnya terkait dengan masalah banjir atau genangan, kondisi jalan lingkungan permukiman, penggunaan bangunan, dan keteraturan bangunan. Indikasi tersebut dilihat sebagai persoalan kawasan kumuh yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman.

Proses kegiatan wawancara terhadap masyarakat terdapat pada Gambar 3. Sedangkan proses pemetaan permasalahan kawasan terdapat pada gambar 4.

Setelah dilakukan pemetaan kawasan dan peta kualitas lingkungan, maka dapat dilakukan Komparasi/ perbandingan antara perhitungan dengan indeks IK2KIM dan peta permasalahan yang ada di kawasan dapat diperbandingkan sebagai berikut :

No. RT

Indikator Permasalahan

Total Frekuensi

Genangan &

Banjir

Kualitas Lingkungan

Permukiman Drainase Jalan Akses

Lingkungan Keteraturan

Bangunan Kepadatan

1 RT 1 3

2 RT 2 4

3 RT 3 3

4 RT 4 3

6 RT 7 4

8 RT 8 4

9 RT 9 3

Total 5 4 5 5 1 4

Tabel 5. Peta Indikasi Permasalahan kualitas Lingkungan Permukiman

(10)

Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha

181

Gambar 3.Wawancara dengan Masyarakat

Gambar 4.Pemetaan Permasalahan Kawasan Terkait dengan permasalahan fisik. RT 7

sebagai rangking IK2KIM terendah juga memiliki permasalahan fisik yang relatif sama dengan RT- RT yang lain. IK2KIM memberikan suatu nilai indeks yang mengindikasikan potensi awal penurunan kualitas lingkungan permukiman.

IK2KIM dapat dipergunakan sebagai alat untuk melihat seberapa besar suatu kawasan berpotensi untuk kumuh dibandingkan dengan

kawasan lainnya. Diharapkan dengan adanya IK2KIM dapat memberikan masukan kepada stakeholders terkait (pemerintah dan swasta) dalam membuat perencanaan program prioritas.

Dari hasil perbandingan antara IK2KIM dan peta fisik tersebut dapat dijadikan sebagai pemetaan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam peremajaan kawasan kumuh.

Tabel 6. Perbandingan antara Indeks IK2KIM dan banyaknya permasalahan fisik

Lokasi IK2KIM Peringkat IK2-KIM

Banyaknya Permasalahan fisik

RT-3 0,91256 1 3

RT-2 1,86603 2 4

RT-1 2,63908 3 3

RT-6 2,86978 4 3

RT-8 2,90103 5 4

RT-4 3,26798 6 3

RT-9 3,91667 7 3

RT-5 4,37609 8 3

RT-7 5,10485 9 4

Sumber : Analisis,2011

(11)

Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha

175 KESIMPULAN

1. Model pemetaan kualitas lingkungan permukiman ini memberikan arah bagaimana pemetaan kualitas lingkungan dilaksanakan.

Model ini terdiri dari 2 bagian yaitu mengukur IK2KIM dan memetakan permaslahan kawasan.

2. Pemetaan permasalahan memberikan gambaran secara riil permasalahan kawasan terkait. Permasalahan yang ditunjau dalam model adalah permasalahan terkait dengan kondisi fisik kawasan tersebut.

3. Indeks IK2KIM dalam model memberikan suatu indeks tentang kualitas lingkungan permukiman. Indeks teresebut diambil dari variabel demografi kawasan yang ada.

Variabel yang dimaksud yaitu kepadatan penduduk, prosentase penduduk pendatang, prosentase pekerjaan berpenghasilan rendah dan prosentase pendidikan rendah.

4. Dalam pemetaan permasalahan yang dilakukan, RT- RT yang ada mempunyai permasalahan fisik yang hampir berimbang.

RT 02,07, dan 08 mempunyai permasalahan fisik yang sedikit lebih banyak daripada RT yang lainnya

5. Dalam pemodelan yang dilakukan di RW 05 Cigugur Tengah, RT 03 mempunyai indeks IK2KIM paling rendah. Ini mengindikasikan bahwa RT03 mempunyai kualitas lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan RT- RT lainnya di kawasan RW 05 tersebut.

Sebaliknya RT 07 mempunyai IK2KIM paling tinggi dimana mengindikasikan penurunan kualitas lingkungan di RT 07 lebih banyak dibandingkan dengan RT- RT yang lainnya 6. Dengan adanya 2 bagian dalam model ini,

maka dapat ditentukan perencanaan program prioritas oleh stakeholders terkait.

DAFTAR PUSTAKA

[Balai Litbang Permukiman, Puslitbang Sebranmas], Balai Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan, 2008, Kajian Peningkatan Kualitas Sosial Ekonomi dalam Rangka Peremajaan Kawasan Kumuh Perkotaan, Yogyakarta, 2008 Basri, 2010 Model Penanganan permukiman

kumuh studi kasus permukiman kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Naing, N. Dkk. (2005) Model Pengelolaan Permukiman Kumuh Menjadi Permukiman Layak Huni di Sulawesi Selatan, Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

Utama, 2007 Analisa Model Penanganan Kawasan Kumuh di Kota Denpasar), Institut teknologi 10 November, Surabaya

Undang- Undang Republik Indonesia nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Akses Internet

(Dunn dalam Santoso,2010

)http://eprints.undip.ac.id/771/1/MODE L_DALAM_KEBIJAKAN_PUBLIK.pdf di akses 21 November 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Kumuh di akses 21 november 2011

Gambar

Gambar 1.   Kerangka Konseptual Pemetaan Kualitas Lingkungan Perumahan Untuk Peremajaan  Permukiman Perkotaan
Tabel 2. Matriks Standarisasi Data
Tabel  4  memberikan  penilaian  kualitas  lingkungan  permukiman  di  RW  05  Cigugur  Tengah
Tabel 5. Peta Indikasi Permasalahan kualitas Lingkungan Permukiman
+2

Referensi

Dokumen terkait

Varietas Unggul Baru Inpari-19 layak diadopsi petani karena dari aspek teknis dapat meningkatkan hasil panen GKP, dari aspek ekonomis dapat meningkatkan keuntungan

Gajah Sumatera membutuhkan jumlah konsumsi makanan yang banyak untuk mencukupi kebutuhan energi sesuai dengan ukuran tubuhnya yang besar (Seidensticker, 1984). Ketika kebutuhan

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 12 October 2016 Topik #27 Membangun Budaya Baca dan Mengantisipasi Perubahan Manajemen Perpustakaan

Bila terdapat dokumen Business Requirements List yang terpisah dari dokumen Functional Specification maka tuliskan disini ringkasannya.. Namun apabila tidak ada maka

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkanrahmat dan hidayahnya , karena pertolongan dan izin Nya jua laporan akhir yang berjudul

Untuk teman-teman seperjuangan mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2015 yang sudah berjuang bersama selama ini, suka duka yang sudah di lalui bersama, telah

taylor terutama bidang kreatif pro- duktif dapat mengembangkan kete- rampilan berpikir kreatif. Modifikasi konten, proses, produk, dan lingkungan. Anak yang tinggi dalam

DPRD. Pimpinan DPRD sangat berperan dalam proses legislasi, terutama ketika menyetujui atau menolak suatu rancangan Perda. Bahkan sering kali, pimpinan DPRD yang