• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. medis untuk efek negatifnya, baik sosial maupun ekonomi di negara-negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. medis untuk efek negatifnya, baik sosial maupun ekonomi di negara-negara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi fokus banyak penelitian medis untuk efek negatifnya, baik sosial maupun ekonomi di negara-negara berkembang (Biswas & Kabir, 2017). Meningkatnya kasus PTM secara signifikan menambah beban pemerintah dan masyarakat karena penanganannya yang lama, biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan teknologi canggih. PTM memang tidak ditularkan tetapi dapat mematikan dan mengakibatkan kurang produktifnya seseorang.

World Health Organization (WHO) menyebutkan non-communicable disease (NCD) atau PTM membunuh 41 juta orang setiap tahun (71% dari semua

kematian secara global). Sebanyak 15 juta orang diantaranya berusia 30-69 tahun, lebih dari 85% dari kematian “prematur” ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. PTM yang menyebabkan kematian tersebut adalah penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan dan diabetes mellitus (WHO, 2017).

Lembaga penelitian Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington menyatakan bahwa adanya peningkatan beban PTM di Indonesia pada tahun 2017, hasil studi ini menunjukkan penyakit kardiovaskular seperti jantung (29%) dan stroke (29,2%) serta diabetes mellitus (50,1%) menempati tiga urutan teratas beban penyakit di Indonesia (IHME, 2017).

(2)

2

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular pada tahun 2018 dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 15 tahun ke atas meningkat menjadi 34,1%, prevalensi obesitas penduduk usia 15 tahun ke atas meningkat menjadi 21,8%, prevalensi Kanker meningkat menjadi 1,8 permil, prevalensi Stroke pada usia

≥ 15 tahun ke atas meningkat menjadi 3,8 permil, dan prevalensi Diabetes Mellitus pada usia ≥ 15 tahun ke atas meningkat menjadi 10,9%.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2018, jumlah kematian maupun penyakit terbanyak di Kota Bandung disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu penyakit stroke mencapai 8,24 persen, kardiovaskular 13,73 persen dan komplikasi diabetes mellitus mencapai 3,15 persen sepanjang tahun 2017 (Profil Kesehatan Kota Bandung, 2017).

Penyakit Tidak Menular (PTM) biasanya dialami oleh penduduk berusia di atas 50 tahun, namun saat ini PTM juga menyerang mereka yang masih berusia muda mengingat pola hidup yang tidak sehat menjadi penyebab utama terjadinya PTM dan dapat menyebabkan kematian “prematur” (usia 30 tahun ke atas). WHO menyebutkan bahwa penggunaan tembakau, aktifitas fisik kurang, penggunaan alkohol yang berbahaya dan diet yang tidak sehat meningkatkan risiko kematian akibat PTM (WHO, 2017). Faktor risiko PTM tersebut telah banyak diadopsi sejak usia remaja dan menetap hingga usia dewasa (Nunes, 2016). Sejalan dengan hal tersebut, Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi faktor risiko PTM meningkat diantaranya prevalensi merokok penduduk usia ≤ 15 tahun meningkat menjadi 9,1%, prevalensi aktifitas fisik kurang pada usia ≥ 10 tahun ke atas meningkat dari 26,1%

(3)

3

menjadi 33,5%, dan prevalensi konsumsi sayur/ buah kurang pada usia ≥ 5 tahun meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.

Pemerintah melakukan upaya untuk mengurangi prevalensi PTM dengan menyusun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan terdapat SPM yang harus dicapai salah satunya adalah pelayanan kesehatan pada usia produktif (15-59 tahun) diantaranya skrining faktor risiko penyakit tidak menular (FR PTM) yang dilakukan minimal 1 kali dalam setahun yaitu pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar perut, tekanan darah, pemeriksaan gula darah dan anamnesa faktor risiko.

Berdasarkan Permenkes tersebut maka dilakukan pembudayaan skrining FR PTM yang dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali atau minimal setahun sekali pada Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) PTM. Posbindu PTM pengembangannya berbasis wilayah, di setiap desa atau kelurahan minimal terdapat 1 Posbindu PTM untuk menjangkau seluruh penduduk usia 15-59 tahun di wilayah tersebut (Direktorat P2PTM, 2019). Namun, setelah dievaluasi dari data laporan faktor risiko penyakit tidak menular pada triwulan I tahun 2019 Dinas Kesehatan Kota Bandung, pembudayaan skrining FR PTM ternyata belum maksimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan data cakupan penduduk usia produktif yang telah melakukan skrining FR PTM pada usia 15-59 tahun hanya mencapai 3,5% (62.221 orang) dari 1.718.119 orang.

Laporan tersebut terbagi menjadi 4 bagian rentang usia yaitu 15-19 tahun, 20-44 tahun, 45-54 tahun, dan 55-59 tahun. Ditinjau menurut klasifikasi umur, penduduk yang melakukan skriningFR PTM sebanyak 6.757 orang pada usia 15-19 tahun, 23.456 orang pada usia 20-44 tahun, 20.755 orang pada usia 45-54 tahun dan 15.253 orang

(4)

4

pada usia 55-59 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa cakupan penduduk pada rentang usia 15-19 tahun yang melakukan skrining FR PTM paling rendah di antara rentang usia yang lain.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung Bidang P2PTM tahun 2019, UPT Puskesmas Mengger termasuk puskesmas dengan cakupan paling rendah untuk pencapaian SPM skrining FR PTM rentang usia 15-19 tahun yaitu sebanyak 7 orang dari 936 penduduk rentang usia tersebut yang melakukan skrining kesehatan penyakit tidak menular pada bulan Januari sampai dengan Juni 2019, jika dibandingkan dengan UPT Puskesmas Pasawahan yaitu sebanyak 11 orang dari 833 penduduk usia 15-19 tahun dan UPT Puskesmas Pasirluyu sebanyak 22 orang dari 928 penduduk usia 15- 19 tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa sikap remaja untuk melakukan skrining FR PTM belum maksimal. Hasil wawancara kepada Ketua Kader Posbindu Kelurahan Mengger tanggal 6 Juni 2019 juga menyebutkan bahwa remaja yang datang ke Posbindu PTM sangat sedikit dibandingkan penduduk usia produktif lainnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2017) yang menyebutkan bahwa terdapat penurunan minat kunjungan remaja sebagai salah satu sasaran Posbindu PTM untuk datang ke Posbindu PTM disebabkan oleh dukungan keluarga (53,3%), tingkat pengetahuan (69,9%), dukungan tokoh masyarakat (60%) dan dukungan kader (63,3%).

Menurut Nunes (2016), remaja usia 15-19 tahun memiliki prevalensi tinggi faktor risiko simultan untuk penyakit tidak menular dikaitkan dengan perilaku kurang aktifitas fisik, konsumsi alkohol, merokok dan diet tidak sehat. Berdasarkan penelitian tersebut, sembilan dari sepuluh remaja memiliki dua atau tiga perilaku faktor risiko

(5)

5

penyakit tidak menular yang merupakan faktor risiko utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa karena perilaku yang diadopsi selama masa remaja cenderung tetap di usia dewasa. Hasil ini mendorong kebijakan dan rekomendasi dari World Health Organization (WHO) mengenai pentingnya skrining faktor risiko penyakit tidak menular sekaligus dapat meningkatkan kesadaran untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur, diet sehat, mengurangi perilaku merokok dan minum minuman beralkohol sejak remaja.

Berdasarkan data penyakit terbanyak di UPT Puskesmas Mengger periode Januari-Juli 2019 diperoleh data bahwa Hipertensi yang merupakan salah satu PTM ini mencapai 824 kasus dengan kasus baru terjadi pada penduduk usia 17 tahun, penyakit tidak menular lainnya seperti diabetes mellitus telah diderita oleh penduduk usia 18 tahun sedangkan stroke pun sudah dialami oleh penduduk usia 21 tahun. Dari perolehan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa PTM telah terjadi pada usia remaja di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengger dan dikhawatirkan akan terus bertambah jika tidak dilakukan pencegahan primer (promosi kesehatan) maupun sekunder (skrining kesehatan).

Peran perawat dalam promosi kesehatan yaitu sebagai edukator dengan memberikan penyuluhan kesehatan. Keberhasilan penyuluhan kesehatan tergantung kepada komponen pembelajaran. Media penyuluhan kesehatan merupakan salah satu komponen dari proses pembelajaran. Media yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga perubahan kognitif, afeksi dan psikomotor dapat dipercepat (Kapti, 2013). Remaja saat ini sebagian besar selalu mengikuti kemajuan teknologi, sehingga memungkinkan untuk dibuatkan media promosi yang berunsurkan teknologi (Ulfa dalam Anita, 2017). Oleh sebab itu, peneliti melihat perlu adanya media

(6)

6

penyuluhan yang menarik bagi remaja agar pesan yang tersampaikan akan lebih efektif.

Penelitian working memory melalui audiovisual yang dilakukan oleh Xie (2019) dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan bahwa memori disimpan dari berbagai informasi modalitas audio maupun visual yang terbagi ke dalam wilayah otak yang menyebar dalam waktu yang singkat setelah input persepsi hilang. Wilayah parietal dan temporal berkontribusi menjaga informasi visual. Selain itu, prefrontal menyimpan hal yang penting (visual-verbal dan spasial) dan korteks pendengaran dikaitkan dengan mempertahankan informasi pendengaran.

Penelitian ini menunjukkan bahwa memori bekerja menggunakan neuroanatomical yang berbeda dan secara singkat mempertahankan berbagai informasi dari modalitas audio maupun visual.

Sejalan dengan penelitian tersebut, kerucut Edgar Dale menyatakan bahwa membaca akan mengingat 10% dari materi yang dibaca, mendengar akan mengingat 20% dari yang didengar, melihat akan mengingat 30% dari apa yang dilihat, mendengar dan melihat (audiovisual) akan mengingat 50% dari apa yang didengar dan dilihat (Nursalam & Effendi, 2009). Berdasarkan hal tersebut peneliti memilih media audiovisual untuk mempromosikan skrining FR-PTM kepada remaja di Kelurahan Mengger sebagai pencegahan sekunder bertambahnya angka kejadian PTM.

Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin canggihnya teknologi, peneliti akan menggunakan teknik dan gaya motion graphic atau animasi 2D. Media animasi 2D ini mampu menyampaikan hal rumit dengan gambar dan animasi yang sederhana sehingga mudah dipahami (Yusa dkk, 2014).

(7)

7

Media animasi 2D berdasarkan durasinya dibagi menjadi dua yaitu Short Form Animation (SFA) dan Long Term Animation (LTA). SFA adalah animasi yang

berdurasi pendek, mulai dari 1 menit sampai dengan 5 menit sedangkan LFA adalah animasi berdurasi panjang dan karya animasi yang dihasilkan biasanya berdurasi di atas 5 menit (Ulfa dalam Anita, 2017). Peneliti memilih media audiovisual jenis animasi 2D SFA (Short Form Animation) untuk dijadikan media penyuluhan kepada remaja mengenai skrining FR PTM karena dapat menyajikan informasi akurat, tepat dan efektif dan berdurasi kurang dari 5 menit. Karena jika informasi disajikan terlalu lama, akan mengurangi minat sasaran (Anita, 2017).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara kepada perawat di UPT Puskesmas Mengger, didapatkan bahwa sosialisasi skrining FR PTM telah dilakukan baik pada pagi maupun sore hari tetapi sasaran yang datang tidak mencakup semua usia produktif (hanya usia 20- 59 tahun) dan jenis media yang tersedia dan digunakan saat ini yaitu leaflet dan lembar balik, adapun jika fasilitas mendukung tersedia seperti tempat penyuluhan, LCD dan laptop, maka penyuluhan dilakukan melalui media slide powerpoint, sedangkan media penyuluhan audiovisual belum pernah dilakukan di UPT Puskesmas Mengger. Dengan alasan tersebut, peneliti ingin menggunakan media audiovisual untuk melakukan penyuluhan mengenai skrining FR PTM, khususnya kepada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Mengger.

Peneliti bermaksud untuk menganalisis pengaruh penyuluhan menggunakan media audiovisual dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam rentang usia 15-19 tahun untuk melakukan skrining FR PTM di Posbindu PTM Kelurahan Mengger. Peneliti tertarik melakukan penelitian tersebut karena penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya dan jika terdapat pengaruh media audiovisual terhadap

(8)

8

peningkatan pengetahuan dan sikap remaja maka penelitian ini sekaligus dapat membantu meningkatkan cakupan skrining FR PTM di Kelurahan Mengger.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efektifitas penyuluhan menggunakan media audiovisualterhadap perubahan pengetahuan dan sikap remaja untuk melakukan skrining FR PTM di Posbindu PTM Kelurahan Mengger Kota Bandung?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penyuluhan menggunakan media audiovisual terhadap perubahan pengetahuan dan sikap remaja untuk melakukan skrining FR PTM di Posbindu PTM Kelurahan Mengger Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini antara lain untuk:

a. Mengetahui karakteristik responden

b. Mengidentifikasi perubahan pengetahuan remaja sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan menggunakan media audiovisual

c. Mengidentifikasi perubahan sikap remaja sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan menggunakan media audiovisual

d. Mengidentifikasi perbedaan perubahan pengetahuan dan sikap pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik, yaitu:

(9)

9 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.

2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi remaja untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap untuk melakukan skrining FR PTM di Posbindu PTM

b. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran efektifitas penyuluhan menggunakan media audiovisual sehingga menjadikan metode ini sebagai salah satu alat atau sarana dalam memberikan penyuluhan kepada remaja di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengger.

c. Perguruan Tinggi kesehatan dan Sekolah

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dijadikan rujukan dan intervensi dalam mengedukasi sasaran kelompok remaja.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul “Efektifitas penyuluhan menggunakan media audiovisual terhadap perubahan pengetahuan dan sikap remaja untuk melakukan skrining FR PTM di Posbindu PTM Kelurahan Mengger” yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian baik secara umum maupun khusus, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(10)

10

Berisi landasan teoritis, kerangka pemikiran, hasil penelitian yang relevan dan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi metode penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel,pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, pengolahan dan analisis data, prosedur penelitian, lokasi dan waktu penelitian, serta etika penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Berisi gambaran umum Posbindu PTM Kelurahan Mengger, analisis dan pembahasan, keterbatasan peneliti.

BAB V KESIMPULAN Berisi kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak - Instagram sebagai salah satu jenis media sosial yang dekat dengan kalangan muda zaman sekarang, maka dari itu instagram dapat digunakan untuk meningkatkan

Hipotesis penelitian yang diuji adalah H0 yang berbunyi Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

Subyek I, II, III mengalami peristiwa-peristiwa dalam hidupnya seperti pola asuh permisif (subyek I), pola asuh otoriter (subyek II dan III), modeling lingkungan terutama dari

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan EA pencatatan rekam medis di lingkup UPT Puskesmas Kopo, Dinas Kesehatan Kota Bandung dan Kementerian Kesehatan

Puskesmas Pelabuhan Sambas adalah Puskesmas yang cakupan indikator SPM nya paling rendah pada tahun 2012. Hanya 3 indikator yang dapat mencapai target yakni cakupan balita gizi

Pada kondisi model pilar menggunakan tirai pelindung, persamaan Simons memberikan hasil yang paling mendekati dari hasil laboratorium pada pengujian menggunakan Fr 1

19 tertentu untuk wisatawan tertentu yang disasar, di mana mereka berpikiran realistis dalam menentukan target pasar dikarenakan menu lokal berbeda dengan menu internasional

50 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA BANDUNG TAHUN 2012 TABEL 48 53 51 PERSENTASE SARANA KESEHATAN DENGAN KEMAMPUAN