• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bagi sebagian besar Negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bagi sebagian besar Negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Penelitian

Bagi sebagian besar Negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara berkembang, pajak merupakan unsur paling penting dalam menopang anggaran penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang begitu besar terhadap sektor pajak. Dalam melaksanakan dan merealisasikan rencana pembangunan nasional, Pemerintah memerlukan dana yang cukup besar guna mewujudkannya. Di Indonesia usaha-usaha untuk meningkatkan dan mengoptimalkan penerimaan sektor pajak dilakukan melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan jumlah pajak (Suminarsasi, 2012 (dalam Rachmadi, 2014).

Dari sisi pemerintah, pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara.

Namun dari sisi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Dalam APBN 2013, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai sebesar Rp1.192.9 triliun, atau meningkat 17,38 persen dari target APBNP 2012.

Tentu pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan perpajakan dengan tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi serta dunia usaha.

Upaya tersebut ditempuh antara lain dengan: meningkatkan perbaikan penggalian

(2)

potensi perpajakan; melakukan perbaikan kualitas pemeriksaan dan penyidikan pajak; menyempurnakan sistem informasi teknologi dsb (www.kemenkeu.go.id).

Penggelapan pajak menjadi salah satu faktor tidak tercapainya target penerimaan pajak di Indonesia. Penggelapan pajak menyebabkan kurangnya penerimaan pajak yang dicapai dengan target yang telah ditetapkan. Umumnya wajib pajak enggan membayar pajak karena mereka menganggap bahwa membayar pajak akan mengurangi penghasilan mereka. Oleh karena itu, wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin atau bahkan menghindarinya. Berbagai cara dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan perencanaan pajak (Ayu, 2009:2 (dalam Friskianti, 2014).

Perencanaan Pajak (Tax Planning) bertujuan untuk mengurangi jumlah beban pajak yang harus dibayarkan. Perencanaan pajak terbagi menjadi dua yaitu penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion).

Meskipun memiliki tujuan yang sama yaitu mengurangi beban pajak yang dibayarkan, akan tetapi kedua hal ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok.

Menurut Mardiasmo (2009) dalam Ardyaksa (2014), penghindaran pajak (Tax Avoidance) adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang yang ada. Kenyataannya, sulitnya penerapan Tax Avoidance membuat para wajib pajak lebih memilih melakukan penggelapan pajak (Tax Evasion). Menurut Siahaan (2010), penggelapan pajak (Tax Evasion) merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang pajak, misalnya wajib pajak tidak melaporkan pendapatan yang sebenarnya.

(3)

Faktor paling utama yang menjadikan para wajib pajak lebih memilih tindakan penggelapan pajak (Tax Evasion) dari pada penghindaran pajak (Tax Avoidance) adalah karena untuk malakukan penghindaran pajak diperlukan

wawasan dan pengetahuan yang luas serta berkompeten di bidangnya dimana mereka mengetahui semua seluk-beluk peraturan perundang-undangan tentang perpajakan sehingga dapat menemukan celah yang dapat ditembus untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan tanpa melanggar peraturan yang ada.

Biasanya hal seperti ini hanya bisa dilakukan oleh para penawar jasa konsultan pajak, sehingga dapat disimpulkan para wajib pajak lebih memilih untuk melakukan penggelapan pajak karena lebih gampang dilakukan walaupun itu merupakan tindakan yang melanggar undang-undang.

Tax Evasion adalah suatu skema memperkecil pajak yang terhutang

dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal) perbuatan melanggar Undang-Undang Perpajakan (UUP), misalnya menyampaikan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih rendah dari pada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila

Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam

(4)

menanggapi kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk melakukan tax evasion.

Banyak kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia. Seperti kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Johnny Basuki, Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika pada tahun 2012. Tidak hanya penggelapan pajak yang dilakukan oleh ketiga pegawai pajak tersebut, tetapi juga suap pajak. Selain itu, pada 18 Desember 2012, PT. Asian Agri Group divonis kasus penggelapan pajak selama empat tahun berturut-turut dari 2002 hingga 2005 senilai Rp. 1,259 triliun.

Modus yang digunakan dalam kasus ini yaitu dengan merekayasa jumlah pengeluaran perusahaan. Akibat kasus ini negara menderita kerugian yang cukup besar (http://www.tempo.co/2013/06/12).

Berkaitan dengan penggelapan pajak (tax evasion), terdapat faktor yang terkait diantaranya Etika Uang (Money Ethics), Pemeriksaan Pajak, Self Assessment System, Diskriminasi, Teknologi Dan Informasi. Faktor-faktor

tersebut berpengaruh terhadap penggelapan pajak (tax evasion).

Tang (2002) dalam Basri (2014) melaporkan bahwa etika uang (money ethics) atau cinta uang seseorang memiliki pengaruh yang signifikan dan langsung

pada perilaku yang tidak etis. Ini berarti bahwa orang-orang dengan perilaku etika uang yang tinggi (cinta uang) yang menempatkan kepentingan yang besar pada uang akan kurang etis dan sensitif daripada orang dengan etika uang yang rendah.

Dalam sebuah studi oleh Mitchell dan Mickel (1999) dalam Basri (2014), uang berhubungan dengan kepribadian individu dan merupakan variabel sikap. Selain itu, cinta uang adalah akar dari segala kejahatan.

(5)

Etika Uang (Money Ethics) juga ditemukan secara langsung berkaitan dengan perilaku yang tidak etis dan tidak langsung terkait dengan perilaku tidak etis melalui kepuasan terhadap gaji.

Mantan Ketua MK, Akil Mochtar divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/06/2014) malam. Akil Mochtar dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di MK. Akil disebut menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp. 7,5 miliar, yang diduga terkait dengan sengketa Pilkada Banten. Akil juga melakukan tindakan pencucian uang Rp. 60 miliar saat menjadi anggota DPR dan Rp. 120 miliar saat menjadi hakim MK (www.bbc.co.uk).

Lulusan FHUI ini seharusnya beretika yang baik, Magister Hukum di Universitas Indonesia tentu saja bukan orang bodoh, sudah jelas beliau memiliki ilmu yang tinggi tetapi kenapa ilmunya malah dipakai untuk melakukan perbuatan yang melanggar etika didunia professional. Hal ini terjadi karena minimnya perhatian ketua Mahkamah Konstitusi terhadap warga miskin di Negara ini dan adanya kesempatan yang beliau dapatkan pada saat menjabat sebagai ketua MK.

Salah satu upaya untuk mengurangi pengelakan pajak adalah dengan pemeriksaan pajak, karena pada masa sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diantaranya adalah memanipulasi pendapatan atau penyelewengan dana pajak.

(6)

Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk menguji sejauhmana kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Aritonang, 2010:2).

Keputusan wajib pajak untuk melaporkan jumlah penghasilannya kepada pemerintah dipengaruhi oleh probabilitas (peluang) bahwa laporan pajak mereka akan diperiksa dan juga pemberian sanksi jika bertindak curang (Becker 1968;

Allingham dan Sandmo, 1972) dalam Febriyanti Rahman (2010:3).

Banyak penelitian membuktikan bahwa alat untuk mencegah pengelakan pajak adalah dengan meningkatkan probabilitas pemeriksaan pajak, namun Andreoni, Erard, dan Feinstein (1998) dalam Febriyanti Rahman (2010:3) berpendapat sebaliknya. Mereka menyebutkan pada sistem perpajakan modern, tingkat kepatuhan wajib pajak tinggi meskipun probabilitas pemeriksaan pajaknya rendah dan sanksi pajaknya ringan. Dari pendapat mereka keluar pernyataan yang menyebutkan ada aspek penting yang terlewatkan berdasarkan pengalaman nyata dalam dunia pelaporan pajak, yaitu aspek non ekonomi.

Walaupun demikian tidak dapat kita pungkiri bahwa pada dasarnya timbulnya kecenderung melakukan Penggelapan Pajak juga berasal dari dalam diri personal tersebut. Dalam kasus Jap Sui Seng terbukti memanipulasi data pajak PT. Adis sejak tahun 2012 lalu. Kasus itu terungkap setelah manajemen keuangan PT Adis melakukan audit keuangan, mereka mendapati ada selisih keuangan perusahaan hingga sebesar Rp. 310 juta. Lalu perusahaan itu segera melaporkan Jap Sui Seng (Manager Pajak) PT. Adis ke Polsek Balaraja, Kabupaten Tangerang, Sabtu (7/9/2013). Atas perbuatannya, Aseng dijerat Pasal

(7)

374 KUHP penyalahgunaan Jabatan dengan ancaman hukuman 7 tahun kurungan (http://www.kabar6.com).

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak masih belum memadai sehingga menimbulkan dispute (perselisihan) antara Wajib Pajak (WP) dengan Fiskus (Petugas Pajak), dispute ini disebabkan sulitnya komunikasi antara Wajib Pajak (WP) dan Fiskus (Petugas Pajak, Anwar Suprijadi, 2010).

Pada tahun 1983, terjadi reformasi perpajakan dimana sistem perpajakan di Indonesia berubah dari Official Assessment System yang dimana dalam sistem ini besarnya pajak ditentukan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Pada akhirnya Official Assessment System tersebut diubah menjadi Self Assessment System,

tujuannya adalah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar kemudian melapor ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Untuk melakukan pelunasan dan pembayaran utang pajak, wajib pajak diperkenankan untuk mengangsurnya. Upaya Dirjen Pajak selain melakukan reformasi perpajakan yaitu dengan melakukan modernisasi administrasi perpajakan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Semua program layanan tersebut bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Cara pelaporan dan pembayaran pajak yang dahulu susah dan rumit menyebabkan wajib pajak enggan melaksanakan kewajiban pajaknya.

Hal tersebut menyebabkan banyak wajib pajak yang berusaha menghindari pajak bahkan menggelapkan pajak.

McGee (2009) dalam Suminarsasi dan Supriyadi (2012), mengaitkan sistem perpajakan dengan tarif pajak dan kemungkinan korupsi dalam sistem

(8)

apapun. Gambaran mengenai sistem pajak yaitu mengenai tinggi rendahnya tarif pajak dan kemanakah iuran pajak yang terkumpul, apakah benar-benar digunakan untuk pengeluaran umum, ataukah justru dikorupsi oleh pemerintah maupun oleh para petugas pajak memiliki peran penting bagi wajib pajak dalam mengambil keputusan akan membayar atau tidak membayar pajak mereka.

Pada tahun 2012, Bank Mandiri merupakan salah satu bank yang mengalami kasus kredit macet dalam jumlah besar. Bahkan banyak pihak yang menyatakan kalau kasus yang terjadi di Bank Mandiri ini merupakan kasus korupsi. Kasus Bank Mandiri, yang merupakan BUMN diawali penyelidikan terhadap kredit macet dari empat perusahaan yakni PT. Lativi Media Karya, PT.

Siak Zamrud Pusako, PT. Cipta Graha Nusantara, dan PT. Artha Bhama Textindo yang menyebabkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp. 1 triliun.

Berdasarkan audit BPK, setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp. 2 triliun lebih macet. Pengucuran kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut (www.hukumonline.com).

Maraknya penggelapan pajak di Indonesia ini membuat pemerintah cukup serius dalam menyikapinya (Prasetyo Utomo, 2010 dalam Wulandari, 2012).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009 membuat suatu kebijakan

(9)

berupa penurunan tarif pajak maksimum dari 35% menjadi 30%, dan lapisan pendapatan kena pajak maksimum dari 250 juta ke atas menjadi 500 juta ke atas.

Namun, Setelah 5 tahun di berlakukannya kebijakan ini mengakibatkan besaran pajak yang dibayarkan oleh kelompok kaya tidak sebanding dengan nilai pendapatan mereka. Sedangkan untuk kelompok menengah, pemerintah menerapkan besaran yang disesuaikan dengan tingkat pendapatannya. Hal ini membuat masyarakat golongan menengah semakin sulit memperoleh kesejahteraan, mereka beranggapan kebijakan ini dinilai diskriminasi dimana hanya diperuntukkan bagi golongan menengah, tidak untuk golongan kaya. "Tax Ratio kelompok kaya hanya sebesar 1,2 persen. Padahal kelompok menengah ke

bawah sudah mencapai 13 persen," di jelaskan oleh Peneliti Kebijakan Ekonomi Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra di Sekretariat International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) di Jakarta, Selasa, 4/3/2014 (http://www.merdeka.com).

Harus diakui, pendapatan orang pemerintahan di Indonesia terbilang sangat besar, tetapi besaran pajak yang dibayarkan oleh kelompok tersebut tidak sebanding dengan nilai pendapatan mereka. Hal demikianlah yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial wajib pajak sehingga mereka cenderung melakukan Penggelapan Pajak.

Modernisasi layanan perpajakan yang dilakukan pemerintah saat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan, sehingga diharapkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terhutangnya meningkat dikarenakan dipermudahkannya cara pembayaran dan pelaporan pajak.

(10)

Menurut Permatasari (2013), semakin tinggi teknologi dan informasi perpajakan semakin rendah penggelapan pajak.

Masih adanya kecurangan-kecurangan ini membuat Ditjen Pajak berupaya untuk mengalihkan dengan paksa wajib pajak orang pribadi untuk melaporkan SPT lewat e-filling. Modernisasi administrasi perpajakan ini sudah lama di terapkan oleh Ditjen Pajak seperti online payment, e-SPT, e-filling, e-registration dan sistem informasi DJP. Tapi sayangnya Penerapan program e-filing atau penyampaian SPT (surat pemberitahuan) secara online di tahun 2014 ini tampaknya belum berjalan efektif. Itu terlihat dari masih rendahnya jumlah wajib pajak (WP) yang menyampaikan e-SPT PPh (pajak penghasilan)-nya ke kantor pajak. Masih banyak Wajib Pajak yang melaporkan pajak terhutangnya secara manual dan cenderung melakukan penghindaran pajak yang merugikan Negara (https://efilling.pajak.go.id/index).

Jika dihubungkan dengan teori motivasi Hilgard dan Atkinson (1979) dalam Ardyaksa (2014) motivasi wajib pajak dalam membayar pajak akan meningkat karena semakin membaik dan mudah layanan pembayaran dan pelaporan pajak. Sehingga dapat ditarik kesimpulan semakin tinggi teknologi dan informasi perpajakan akan mengurangi tingkat penggelapan pajak.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti termotivasi dengan penelitian ini dengan mengambil judul “Pengaruh Etika Uang (Money Ethics), Pemeriksaan Pajak, Self Assessment System, Diskriminasi, Teknologi Dan Informasi Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion).” (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan)

(11)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Perumusan masalah pada tugas akhir ini adalah :

1. Apakah etika uang (money ethics) berpengaruh terhadap tax evasion ? 2. Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tax evasion ? 3. Apakah self assessment system berpengaruh terhadap tax evasion ? 4. Apakah diskriminasi berpengaruh terhadap tax evasion ?

5. Apakah teknologi dan informasi berpengaruh terhadap tax evasion ?

C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian a) Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada tugas akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah etika uang (money ethics) berpengaruh terhadap tax evasion ?

2. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tax evasion ?

3. Untuk mengetahui apakah self assessment system berpengaruh terhadap tax evasion ?

4. Untuk mengetahui apakah diskriminasi berpengaruh terhadap tax evasion ?

5. Untuk mengetahui apakah teknologi dan informasi berpengaruh terhadap tax evasion ?

(12)

b) Kontribusi Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian- penelitian selanjutnya. Dan untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh etika uang (money ethics), pemeriksaan pajak, self assessment system, diskriminasi, teknologi dan informasi terhadap tindakan penggelapan pajak (tax evasion).

2. Bagi Pemerintah

Diharapkan pemerintah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penggelapan pajak, dan menemukan solusi yang tepat agar perpajakan di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

1) Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan program MBKM telah sesuai dengan rencana. 2) Mengidentifikasi masalah yang timbul dalam

Sedangkan gangguan yang datang dari dalam sistem dapat berupa kegagalan dari fungsi peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan

Waktu larut tablet efervesen dari masing- masing formula memiliki waktu yang berbeda, hal ini disebabkan pada saat proses pengolahannya dilakukan secara manual sehingga

Urgensi Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok Melalui Peraturan Daerah Ditinjau dari Pemenuhan Hak Atas Kesehatan bagi Masyarakat di Kota Kediri.... Urgensi Regulasi Kawasan

Hasil penelitian didapatkan pada Tn.A mengalami nyeri dada, diakibatkan terjadinya penumpukan kolestrol yang tinggi dalam pembuluh darah koroner, yang

C.  “Jika p salah, maka q benar”  D.  “Jika q benar, maka p salah”  E.  q benar, maka p benar”. 

Berdasarkan hasil dari analisis kedua model tersebut, akan dilakukan evaluasi Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Square Error (MSE) terkecil dari setiap

“PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK”.. Masalah perpajakan merupakan fenomena yang selalu berkembang dalam kehidupan