Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Remaja Korban Cyberbullying Di Kota Medan
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Skripsi
Oleh :
AKHLAK KAZHIMI HARAHAP 121301103
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Remaja Korban Cyberbullying Di Kota Medan
Akhlak Kazhimi Harahap dan Liza Marini
Abstrak
Cyberbullying adalah perilaku berbentuk agresi yang dilakukan oleh seorang individu untuk melecehkan orang lain dengan melibatkan penggunaan informasi dan komunikasi melalui teknologi internet seperti email, chatting, instant messaging, ponsel, dan video. Salah satu dampak yang muncul pada korban cyberbullying adalah kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap satu hal dan keadaan fisik dari individu tersebut yang dapat terjadi di berbagai situasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecemasan pada remaja korban cyberbullying di kota Medan.
Subjek penelitian adalah remaja korban cyberbullying di kota Medan yang berjumlah 154 orang. Alat ukur yang digunakan berupa skala kecemasan yang disusun berdasarkan aspek kecemasan oleh Stuart (2006).Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan hasil penelitian menunjukan tingkat kecemasan remaja korban cyberbullying di kota medan dapat dikatakan rendah. Hasil analisa data yang telah didapatkan menyatakan bahwa sebesar 83% dari 154 subjek memiliki kecemasan yang rendah sebagai korban cyberbullying.
Kata kunci : Cyberbullying, Kecemasan, Remaja
Description Anxiety On Teenage Victims Of Cyberbullying In Medan Akhlak Kazhimi Harahap And Liza Marini
ABSTRACT
Cyberbullying is an individual act of agression and harassment involving information technology primarily internet such as e-mail,chatting,instant messaging,mobile phone, and video. One of the symptom of Cyberbullying victim is anxiety. Anxiety is an unpleasant emotional state that affect victim’s perception and even physical state in some circumstances.
This paper attempts to describe anxiety on teenage victims of Cyberbullying in Medan consisting of 154 individuals. We measure the anxiety levels using anxiety scale form derived from Stuart (2006).
The data were analyzed using descriptive statistics and the results showed that anxiety levels in teenage victims of Cyberbullying in medan are low. The data showed that 83 % of 154 subjects have a low level of anxiety.
KEY WORD : Cyberbullying, Anxiety, Teenager
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Remaja Korban Cyberbullying Di Kota Medan”.
Saya juga sangat mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Liza Marini, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi saya di Fakultas Psikologi Sumatera Utara yang telah membimbing saya tanpa henti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Ika Sari Dewi, M.Pd, Psikolog dan Ibu Debby Anggraini Daulay, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji pada skripsi ini.
4. Dosen-dosen yang ada di Departemen Psikologi Perkembangan (Ibu Indri Kemala Nasution, M.Psi, Psikolog , Ibu Rahma Yurliani D, M.Psi, Psikolog, Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog , Elvi Andriani, M.Si, Psikolog , dan Ibu Ade Rahmawati, M.Psi,Psikolog) yang turut mendukung untuk penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Dina Nazriani, MA selaku dosen yang telah selalu menyediakan waktunya untuk memberikan pengarahan terkait penelitian saya.
6. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., Psikolog selaku Wakil Dekan I yang selalu menyediakan waktunya untuk memberikan pengarahan terkait penelitian saya.
7. Keluarga saya yang selalu memberikan bantuan berupa material dan rohani untuk menyiapkan skripsi ini
8. Abangda Tengku Rizky Ramadhan Pasoetan, S.Psi yang selalu menyediakan waktunya untuk memberikan pengarahan terkait penelitian saya.
9. Kakak Nurul fadhillah yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
10.Keluarga Rusa Jantan yaitu abangda Edwin Manurung, abangda Surya, abangda Roji Nasution, abangda Roki Sihite, abangda Rajip, abangda Dika Nasution, abangda Bagus, Boby Hasibuan, Ibrahim Hasibuan, Riyan Kurnia, Aji Wicaksono, Wanyusuf, Kevin Naibaho yang telah memberikan semangat untuk tetap mengerjakan skripsi ini.
11. Ridho Nasution, Habibi Nasution, Randa, Wira, Iqbal yang membantu pengambilan data yang diperlukan.
12. Seluruh pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam proses penyelesaian skripsi ini
Saya menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari para pengguna penelitian ini untuk penyempurnaan yang bersifat membangun. Akhir kata, saya berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua yang membutuhkanya.
Medan,Agustus 2017
Akhlak Kazhmi Harahap
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... 2
ABSTRACT ... 3
KATA PENGANTAR ... 4
DAFTAR ISI ... 7
BAB I PENDAHULUAN ... 11
A. Latar Belakang ... 11
B. Rumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 18
D. Manfaat Penelitian ... 18
E. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II TINJAUN PUSTAKA ... 21
A. Defenisi Kecemasan ... 21
B.2.1.Jenis-Jenis Kecemasan ... 22
B.2.2Respon Kecemasan ... 22
B.2.3Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecemasan ... 24
B.2.4.Tingkatan Kecemasan ... 25
B. Definisi Remaja Korban Cyberbullying ... 27
A.2.1 Karakteristik Cyberbullying ... 29
A.2.2. Bentuk Cyberbullying ... 30
A.2.3 Dampak Cyberbullying ... 32
C. Tingkat Kecemasan Pada Remaja Korban Cyberbullying ... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 37
A.Metode Penelitian ... 37
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 37
C.Definisi Operasional ... 37
D. Populasi dan Sampel ... 38
D.3.1.Populasi Penelitian ... 38
D.3.2.Sampel Penelitian ... 38
E.Metode Pengumpulan Data ... 40
E.3.1. Skala kecemasan korban Cyberbullying ... 41
F.Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem ... 44
F.3.1 Uji Validitas ... 44
F.3.2 Uji Reliabilitas ... 44
F.3.3 Uji Daya Beda Aitem ... 45
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45
G.3.1 Hasil Uji Coba Skala Kecemasan Korban Cyberbullying ... 45
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 48
H.3.1.Persiapan Penelitian ... 48
H.3.2.Pelaksanaan Penelitian ... 49
H.3.3.Pengolahan Data ... 50
I.3. Metode Analisis Data ... 50
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 51
A.Deskripsi Data Sampel ... 51
B.Deskripsi Sampel Berdasarkan Data Demografis ... 53
B.4.1.Jenis Kelamin ... 54
B.4.2.Tingkat Pendidikan ... 54
B.4.3.Waktu Menerima Perilaku Cyberbullying ... 55
B.4.4.Frekuesi Terjadinya Perilaku Cyberbullying ... 56
C. Norma Kategorisasi ... 57
D. Analisa Data ... 58
D.4.1. Kategorisasi Tingkat Kecemasan Remaja Korban Cyberbullying Secara Keseluruhan ... 59
D.4.2.Kategorisasi Berdasarkan Data Demografis ... 60
D.4.3 Gambaran Kecemasan Remaja Korban Cyberbullying Berdasarkan Aspek ... 62
E.4. Pembahasan Penellitian ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 77
B.Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN ... 84
LAMPIRAN I ... 84
LAMPIRAN II ... 91
BAB I
Pendahuluan
A.1.Latar Belakang
Penggunaan medium internet pada era komunikasi digital saat ini telah merubah pandangan pola komunikasi antar manusia yang telah dilakukan selama berabad-abad (Boyd, 2012). Oetomo (2007) mengatakan internet telah merubah pola kehidupan sehari-hari manusia, karena melalui internet bumi seakan menjadi desa kecil yang tidak pernah tidur dan semua jenis kegiatan dapat difasilitasi oleh teknologi internet.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Markplus Insight pada tahun 2013 dan data resmi Kemenkominfo pada tahun 2014, pengguna internet di Indonesia mencapai 75,57 juta orang dan telah mencapai 82 juta orang dimana hampir 50% penggunanya adalah remaja berusia 15-22 tahun.Menurut hasil riset nasional yang dilakukan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Pusat Kajian Komunikasi Universtas Indonesia (UI), mayoritas pengguna internet di Indonesia berada dalam rentang usia 18-25 tahun. Jumlah golongan pengguna muda usia ini bahkan hampir setengah (49%) dari total jumlah pengguna internet
di Indonesia yang mencapai 88,1 juta di tahun 2014 kemarin. Menurut data resmi kemenkoinfo pada tahun 2013 medan memilki 389.000 jiwa yang menggunaka internet.
Kehadiran internet menimbulkan dampak terhadap individu dan masyarakat. Pada individu, internet dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif internet pada individu, yaitu internet dapat memudahkan seseorang untuk melakukan kegiatan apapun (Febrian, 2003), seperti berbisnis dan berdagang, berkorespondensi, bekerja, bersosialisasi, mendengarkan musik, mengikuti kursus ataupun perkuliahan, dan mencari informasi yang diinginkan.Tetapi di sisi lain tidak sedikit kerugian dalam bentuk hal-hal negatif yang menyertai penggunaan Teknologi Informasi ini. Dampak negatif dari ineternet ialah cybercrime, prostitusi online, pornografi , dan cyberbullying.Salah satu dampak negatif yang timbul dengan adanya Teknologi Informasi ini adalah munculnya fenomena Cyberbullying di kalangan anak-anak maupun remaja.
(Flourensia Sapty Rahayu, 2012).
Kasus penghinaan dan pencemaran nama baik atau bullying di media sosial hampir terjadi setiap hari. Hal ini terbukti dari laporan yang diterima Polda Metro Jaya, dalam satu hari sebanyak 25 kasus bullying terjadi(news okezone.com 2016).Walaupun ada lembaga yang menangani dampak negatif dari internet seperti polisi cyber namun beberapa pelaku kejahatan cyber seperti cyberbullying sangat sulit untuk dilacak. Hal ini sejalan dengan Slonje, Smith,
dan Frisen (2012) yang menjelaskan tujuh ciri-ciri perilaku cyberbullying, yaitu salah satunya tidak jelas siapa pelakunya (anonim).
Berdasarkan data yang ada dapat di asumsikan bahwa aktifitas remaja tidak bisa dilepaskan dari internet, termasuk di dalamnya sosial media. Tidak seperti orang dewasa yang pada umumnya sudah mampu mem-filter hal-hal baik ataupun buruk dari internet, remaja sebagai salah satu pengguna internet justru sebaliknya (Akbar 2015). Selain belum mampu memilih aktivitas internet yang bermanfaat, mereka juga cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka tanpa mempertimbangkan terlebih dulu efek positif atau negatif yang akan diterima saat melakukan aktivitas internet tertentu (Qomariyah, 2011).
Juvonen (2008) mengungkapkan bahwa berkembangnya penggunaan teknologi komunikasi khususnya pada remaja, dunia maya menjadi wadah baru yang beresiko bagi aksi kekerasan.
Dalam buku Patchin dan Hinduja mengatakan bahwa cyberbullying secara singkat didefinisikan sebagai perbuatan yang berbahaya yang dilakukan secara berulang-ulang melalui media elektronik (Patchin, 2008). Cyberbullying atau kekerasan dunia maya ternyata lebih menyakitkan jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Korban cyberbullying sering kali depresi, merasa terisolasi, diperlakukan tidak manusiawi, dan tak berdaya ketika diserang (Flourensia Sapty Rahayu, 2012). Dalam kehidupan sehari-hari mereka akan cenderung merasa waspada ketika akan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, mereka juga akan sering memberikan penilaian negatif tentang diri mereka sendiri
karena merasa tidak mampu atau merasa takut jika apa yang mereka tampilkan tidak sesuai dengan apa yang orang lain pikirkan.
Tingkatan keparahan pada korban cyberbullying dibedakan dari tingkat pendidikan yaitu SMP dan SMA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dibuat oleh Hariss (2007) yang mendapati tingkatan akibat cyberbullying yaitu pada anak SMP 48% dan anak SMA 63% akan marah jika menjadi korban. Akibat dari cyberbullying juga bisa berupa perasaan terluka pada anak SMP yang memiliki nilai 26% sedangkan pada anak SMA 38%. Hariss juga menemukan kecenderungan untuk merasa malu pada lingkungan sosial pada korban cyberbullying. Hal ini ditunjukan dari data yang tekah diambil yaitu anak SMP sebesar 29% dan pada anak SMA sebesar 35%, kemudian akibat yang disebabkan oleh cyberbullying yaitu ketakutan pada anak SMP sebesar 12% dan anak sma 13% ,dan terakhir pada anak SMP 61% dan anak SMA 52% tidak merasa terganggu.
Lebih spesifik lagi, dalam penelitian yang dilakukan oleh Hinduja & Patchin (2005) yang melibatkan lebih dari 3000 murid, peneliti menemukan bahwa 38%
dari korban bully merasa dendam, 37% merasa marah, dan 24% merasa tidak dapat berbuat apa-apa.Jika dikaitkan dengan masalah pendidikan, remaja korban Cyberbullying akan mengalami masalah dengan prestasi mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Borba yaitu mengenai Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Borba (dalam Edi Birowo 2015) mengenai beberapa dampak yang
terjadi pada korban cyberbullying yaitu Korban terlihat ada penurunan prestasi akademiknya.
Remaja yang melaporkan diri karena telah menjadi korban cyberbullying menunjukkan depresi, cemas, takut dan stres dibandingkan dengan yang bukan korban cyberbullying (Michele & Ybarra, 2004). Remaja yang menjadi korban cyberbullying mengalami peningkatan kecemasan sosial. Temuan ini sangat relevan karena peneliti telah menemukan bahwa kenakalan dan kekerasan interpersonal kemungkinan berasal dari emosi negatif tersebut, hal ini terjadi karena remaja berada pada masa peralihan dimana masa itu seseorang harus sudah siap menanggung tanggung jawab seperti layaknya orang dewasa. Pada masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa inilah remaja belum bisa sepenuhnya mengendalikan emosi dan menghadapi stres (Allison & Dempsey, 2008).
Menurut Willard (2007) kemungkinan dampak yang muncul pada korban cyberbullying dapat berupa gangguan psikologis, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala stres pasca trauma (PTSD), merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri (Willard, 2007).
Berdasarkan beberapa pemaparan mengenai dampak pada korban cyberbullying, seperti persentase apa yang terjadi pada korban, dari rasa marah hingga takut dan lain-lain telah dipersentasekan namun ada salah satu dampak yang belum di ukur yaitu kecemasan. Kemudian jika dilihat dalam ranah pendidikan rata-rata remaja masih menjalani pendidikan di bangku sekolah ataupun perkuliahan dimana internet pada jaman sekarang sangat dapat membantu
mereka dalam menjalani proses pendidikannya, seperti materi ilmu pelajaran yang ada disekolah dapat diakses dimana saja dan kapan saja melalui internet pada media elektonik seperti smartphone, laptop dan lainnya. Kemudian bahan perkuliahan yang bisa dibaca ataupun dipelajari untuk keperluan akademik dan lainya . hal ini didukung oleh data yang dkumpulkan sebelum penelitian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan beberapa remaja yang mengalami Cyberbullying. Mereka mengatakan ketika mengalami Cyberbullying mereka merasakan cemas untuk menggunakan kembali media teknologi online yag pernah mereka gunakan, dan mereka merasa malu kepada teman sebaya yang juga satu sekolah dengan mereka sehingga mereka enggan untuk masuk sekolah.
Jika remaja menjadi korban Cyberbullying dan mengalami kecemasan maka hal ini akan menggangu mereka untuk menjalankan proses pendidikannya. Hal ini diperkuat oleh pada temuan Onwuegbuzie (dalam Williams, 2010) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk memahami artikel penelitian dan sebagainya. kemudian Borba (dalam Edi Birowo 2015) mengenai beberapa dampak yang terjadi pada korban cyberbullying yaitu korban terlihat ada penurunan prestasi akademiknya. Hal ini semakin memperkuat keterlibatan dampak kecemasan pada remaja korban cyberbullying.
Menurut Stuart (2007) kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Stuart (2007) juga menjelaskan mengenai respon yang akan dirasakan ketika individu yang mengalami kecemasan yaitu; respon fisiologis yaitu tekanan darah meningkat, kehilangan nafsu makan dan lain-lain. Respon perilaku pada invidu
yang mengalami gelisah, melarikan diri dari masalah dan lain-lain. Respon kognitif pada individu yang mengalami kecemasan seperti tingkat kreativitas yang menurun , hilangnya objektivitas dalam menilai suatu hal. Terakhir ialah respon afektif pada individu yang mengalami kecemasan yaitu gugup, memiliki rasa bersalah dan lain-lain.
Jika dikaitkan dengan beberapa pernyataan mengenai dampak cyberbullying dan lebih di spesifikkan kepada rasa cemas yang dirasakan oleh korban cyberbullying, kecemasan pada korban cyberbullying berpotensi menyebabkan beberapa dampak negatif seperti berkurangnya intensi untuk menggunakan teknologi dan informatika, kemudian korban kemungkinan dapat merasa tidak aman (insecure) terhadap lingkungan sekitarnya yang juga memakai internet seperti sosia media dan lain lain, dan bahkan mungkin korban cyberbullying berpotensi mengalami gangguan kecemasan seperti phobia pada internet lebih dispesifikkan pada sosial media tertentu atau mungkin korban bisa mengalami agoraphobia karena merasa di bully didalam sosial media. Hal ini ditambahkan oleh Stuart (2007) mengatakan bahwa kecemasan memiliki beberapa tingkatan dan menjelaskan mengenai efek dari tiap tingkatan tersebut. Setiap tingkatan memiliki karakteristik persepsi yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menerima informasi/pengetahuan mengenai kondisi yang ada dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya.
Berdasarkan dengan fenomena yang telah dipaparkan peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “gambaran tingkat kecemasan pada remaja korban cyberbullying di kota Medan”
B.1.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran tingkatan kecemasan yang dialami oleh remaja korban cyberbullying?”
C.1.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecemasan pada remaja korban cyberbullying di kota Medan.
D.1. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis
Hasil daripada penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian yang sejenis. Dapat menambah khasanah ilmu mengenai dampak pada korban cyberbullying lebih dispesifikan pada kecemasan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan seperti penelitian mengenai korelasi atau komparasi mengenai variabel kecemasan pad korban cyberbullying.
b. Bagi seorang psikolog/ilmuwan psikologi yang bergerak dibidang klinis maupun yang lainya dapat menjadikan hasil penelitian ini untuk menjadi rujukan guna mengetahui bagaimana karakteristik dari korban cyberbullying yang memiliki rasa kecemasan yang tinggi ataupun rendah sehingga dapat melakukan intervensi terhadap korban
cyberbullying. Dan diharapkan intervensi yang telah dilakukan dapat mengurangi tingkat kecemasan pada remaja korban Cyberbullying.
E.1. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini akan memaparkan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Bagian ini berisikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat dalam bagian ini adalah teori mengenai korban cyberbullying, dan teori kecemasan .Selanjutnya, terdapat pemaparan mengenai dinamika antara korban cyberbullying dengan kecemasan . Setelah pembahasan mengenai dinamika tersebut, maka pada bagian selanjutnya adalah pemaparan mengenai hiptoesis penelitian.
BAB III: Metode Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen yang digunakan, validitas
dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian deskrpitif dan metode analisis data.
BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini memaparkan tentang hasil analisis data yang diperoleh dari penelitian deskriptif ini yang kemudian akan dibahas pada bagian pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini memaparkan tentang kesimpulan yang dapat disampaikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh disertai dengan saran saran metodologis dan saran praktis. Saran metodologis berisi saran- saran untuk para peneliti yang hendak melakukan penelitian yang terkait dengan penelitian ini selanjutnya, sedangkan saran praktis berisi rekomendasi untuk pihak-pihak yang terkait
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Defenisi Kecemasan
Menurut Stuart (dalam Tresna, 2011), kecemasan secara umum dapat didefininisikan sebagai suatu keadaan dengan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Hampir sama, Davison (2004) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan dari rasa takut dan khawatir yang disertai dengan rangsangan fisiologis.
Post (dalam Tresna, 2011) juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Sedangkan Froggatt (dalam Supriyantini, 2010) secara lebih spesifik menjelaskan bahwa istilah kecemasan mengacu pada perasaan tidak nyaman dan ketakutan, ditambah dengan beberapa gejala fisik yang tidak menyenangkan, termasuk ketegangan (otot yang menegang), denyut jantung yang bertambah cepat, nafas memburu, mulut kering, badan berkeringat dan gemetar. Apabila rasa cemas semakin parah, berbagai hal yang lebih buruk bisa muncul, misalnya rasa pusing, pingsan, dada sakit, pandangan buram, perasaan tercekik, badan terasa panas dan dingin, mual dan sering buang air besar atau diare.
Kecemasan dapat terjadi di berbagai situasi, baik situasi kerja, situasi keluarga ataupun situasi pendidikan. Dalam konteks pendidikan, salah satu yang dapat
menimbulkan ancaman, tekanan dan kekhawatiran pada diri siswa adalah ujian, karena ujian merupakan proses pemeriksaan mengenai pengetahuan dan keahlian siswa sebagai akibat dari suatu proses belajarnya selama menjalani pendidikan, sekaligus menjadi tolak ukur bagi keberhasilan siswa dalam menempuh proses pendidikannya. Suyanto (dalam Supriyantini, 2010) menyatakan bahwa rasa cemas adalah salah satu di antara beragam reaksi emosional yang diperlihatkan mahasiswa dalam menghadapi ujian.
Dari beberapa definisi yang telah dijabarkan dapat disimpulkan kecemasan ialah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap satu hal (khawatir,rasa takut, dan lain-lain) dan keadaan fisik (ketegangan otot, perubahan denyut nadi, dan lain-lain) dari individu tersebut yang dapat terjadi di berbagai situasi.
A.2.1.Jenis-Jenis Kecemasan
Menurut Spielberger (dalam Auliani, 2010), kecemasan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu state anxiety dan trait anxiety. State anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul saat seseorang berhadapan dengan situasi yang mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif atau tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Sedangkan trait anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan menjadi pembeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian seseorang sehingga ia lebih mudah merasakan cemas saat menghadapi sebuah situasi.
A.2.2Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2006), pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi :
a. Respon fisiologis, diantaranya :
1. Kardiovaskular(sistem peredaran darah) : detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, dan denyut nadi menurun.
2. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah.
3. Gastrointestinal (sistem percernaan) : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan diare.
4. Neuromuskular(sistem saraf pada tubuh) : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
5. Traktus urinarius (saluran kemih) : sering berkemih . 6. Kulit : keringat dingin, gatal, dan wajah kemerahan.
b. Respon perilaku : respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
c. Respon kognitif: respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian.
d. Respon afektif: respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
A.2.3Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecemasan
Kecemasan yang muncul pada individu dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Ramaiah (2003) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi- kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (dalam Darliana, 2008) adalah:
a. Usia atau tingkatan perkembangan
Semakin tua usia seseorang, tingkat kecemasan dan kekuatan seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih tinggi kecemasannya dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dibuktikan dari hasil pemeriksaan asam lemak bebas menunjukan nilai yang tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.
c. Pengalaman individu
Pengalaman individu sangat mempengaruhi respon kecemasan karena pengalaman dapat dijadikan suatu pembelajaran dalam menghadapi suatu stressor atau masalah. Jika respon kecemasan yang semakin berkurang bila dibandingkan dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah tersebut.
Kemudian Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan mereka yang mempunyai status pendidikan tinggi (Kaplan & Sadock, 1997).
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan di atas, maka peneliti menjadikan faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman individu korban cyberbullying sebagai faktor yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya kecemasan korban cyberbullying.
A.2.4.Tingkatan Kecemasan
Stuart (2006) membagi kecemasan ke dalam beberapa tingkatan dan menjelaskan mengenai efek dari tiap tingkatan tersebut. Setiap tingkatan memiliki karakteristik lahan persepsi yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menerima informasi / pengetahuan mengenai kondisi yang ada dari dalam
dirinya maupun dari lingkungannya. Tingkat kecemasan tersebut dapat terbagi menjadi empat, yaitu :
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas
b. Ansietas Sedang
Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas Berat
Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada hal yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
d. Panik
Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatakan aktivitas motoric, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama maka dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
B.2.Definisi Remaja Korban Cyberbullying
Ybarra dan Mitchell (dalam Beran dan Li, 2007) cyberbullying adalah bentuk agresi yang melibatkan penggunaan informasi dan komunikasi teknologi melalui telepon genggam, kamera video, email, dan halaman web untuk memposting atau mengirimkan pesan yang melecehkan atau memalukan untuk orang lain. Adapun Kowalsky, Limber, dan Agatson (2008), mengatakan bahwa cyberbullying adalah bullying melalui penggunaan teknologi seperti internet dan telepon seluler dan modalitas komunikasi yang mereka gunakan untuk melecehkan korban, termasuk pesan instan, email, pesan teks, situs jejaring sosial, chat room dan blog.
Cyberbullying merupakan perbuatan bullying melalui medium internet dan teknologi digital misalnya ponsel, SMS, MMS, email Instant Messenger, website, situs jejasring sosial, blog dan online forum. Tujuannya adalah untuk mengganggu, mengancam, mempermalukan, menghina, mengucilkan secara sosial, atau merusak reputasi orang lain (Rudy, 2010). Selanjutnya menurut Feinberg dan Robey (2008) cyberbullying meliputi pengiriman atau posting berbahaya atau kejam, teks atau gambar dengan menggunakan internet (misalnya instant messaging, email, chatting, dan situs jejaring sosial atau perangkat komunikasi digital lainnya). Cyberbullying didefinisikan sebagai seorang individu atau kelompok yang sengaja menggunakan
informasi dan komunikasi yang melibatkan teknologi elektronik untuk memfasilitasi pelecehan yang disengaja dan berulang atau ancaman lain kepada individu atau kelompok dengan mengirim atau posting teks kejam menggunakan teknologi (Willard, 2007).
Tahapan perkembangan remaja menurut Santrock (2007) mengungkapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun, sedangkan pendapat Hurlock adalah rentang yang paling pendek yaitu 6 tahun, dimulai sejak 13 hingga 18 tahun.
Pendapat Hall memiliki perbedaan 1 tahun yang lebih pendek dari Santrock yaitu 12 tahun, yang dimulai dari 10 hingga 22 tahun. Pendapat ini berbeda 2 tahun dari Papalia dan Olds yang menyatakan masa remaja dimulai dari usia 11 dan berakhir pada usia 20-an. Papalia, Olds dan Feldman (2008) tidak menjelaskan lebih spesifik mengenai batas usia 20-an.Kemudian menurut erickson dalam tahapan perkembangan manusia, remaja berada pada Tahap kelima yaitu Identity vs Identity Confusion, yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Walaupun berbeda dalam rentang usia, namun penjelasan umum mengenai proses masa remaja hampir sama.
Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa remaja korban cyberbullying adalah manusia yang memiliki rentang umur 12 tahun sampai
22 tahun yang menerima perilaku berbentuk agresi yang dilakukan oleh seorang individu untuk melecehkan orang lain dengan melibatkan penggunaan informasi dan komunikasi melalui teknologi internet seperti email, chatting, instant messaging, ponsel, dan video.
B.2.1 Karakteristik Cyberbullying
Slonje, Smith, dan Frisen (2012) menjelaskan tujuh ciri-ciri cyberbullying, yaitu :
a. Bergantung pada kemampuan individi untuk memahami teknologi
b. Lebih pada gangguan tidak langsung, dan kemungkinan berupa anonim atau tidak jelas siapa pelakunya
c. Karena berupa gangguan tidak langsung, pelaku biasanya tidak melihat reaksi korban, setidaknya dalam jangka pendek
d. Variasi bystander dalam cyberbullying lebih kompleks daripada perilaku bully biasa, dimana bystander bisa saja bersama pelaku saat melakukan cyberbullying, ataupun bersama korban saat pesan dan posting diterima korban, atau bisa juga tidak bersama korban ataupun pelaku saat tidak sengaja berada dalam halaman internet yang sama.
e. Berbeda dengan perilaku bully yang mana pelaku melakukan hal itu demi mendapat status lebih baik dari korban dengan cara memperlihatkan perlakuan aggresive pada korban, cyberbullying seringkali tidak bertujuan untuk memberikan perilaku aggresive.
f. Kemungkinan banyaknya orang yang menjadi penonton semakin banyak, karena cyberbullying dapat mencapai banyak sekali penyimak dan penonton dari aksinya.
g. Sangat sulit untuk lolos dari cyberbullying, karena korban dapat mengakses dan mengirimkan pesan ke telepon genggam atau komputer mereka, atau mengakses komentar di salah satu web dimanapun mereka berada.
Jika dilihat di Indonesia peraturan mengenai tindakan cyber bullying belum diatur secara spesifik dalam hukum positif Indonesia. Tetapi melihat karakteristik dari pengertian dari tindakan cyber bullying tersebut, maka peraturan perundang- undangan yang cukup relevan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, yaitu Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) yang berisikan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
B.2.2. Bentuk Cyberbullying
Willard (2007) mengungkapkan ada delapan perilaku cyberbullying, yaitu flamming, harrassment, denigration, impersonaion, outing, trackery, exclution, dan cyberstalking. :
a. Flamming
Dapat terjadi di milis atau online forum, berupa perdebatan yang tidak esensial atau penyanggahan tanpa dasar yang kuat dengan menggunakan bahasa kasar dan menghina.
b. Harassement
Berulang kali posting di forum atau mengirimkan pesan tidak pantas melalui email. Mengirim spam email dengan jumlah belasan hingga ratusan email per hari.
c. Denigration
Menyebarluaskan gosip (benar atau tidak) tentang seseorang dengan tujuan untuk mencela dan merusak reputasi seseorang. Misalnya, secara online menyebarluaskan rahasia, informasi atau foto pribadi yang membuat sesorang menjadi malu.
d. Impersonation
Berpura-pura mejadi orang lain dan mengirimkan pesan yang bertujuan agar orang lain tersebut mendapat masalah atau merusak persahabatan dan reputasinya. Misalnya A mencuri password B. Kemudian dengan menggunakan password curian tersebut, A mengirimkan email seolah-olah dari B berisi pernyataan yang menyakiti teman B sehingga persahabatan B dengan temannya menjadi rusak.
e. Outing
Membocorkan rahasia atau foto-foto pribadi seseorang di dunia maya, seperti seseorang dengan sengaja mengambil gambar pribadi orang lain dengan tujuan untuk menyebarkannya di dunia maya.
f. Trickery
Berpura-pura menjadi teman anda dan banyak bertanya sehingga tanpa sadar, anda berbagi informasi yang sangat pribadi. Pelaku bullying kemudian
meneruskan informasi yang sangat pribadi tersebut kepada banyak orang secara online dengan menambahkan komentar, bahwa anda seorang pecundang.
h. Exclusion
Dengan sengaja blokir, mengabaikan, mengasingkan atau mengucilkan seseorang dari suatu online group.
i. Cyberstalking
Pelecehan dengan menggunakan ancaman dan membuat seseorang menjadi ketakutan secara signifikan.
B.2.3 Dampak Cyberbullying
Dampak yang dirasakan biasanya berupa ganggunan psikologis, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala stress pasca trauma (PTSD), merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri (Willard 2007).
Borba (dalam Edi Wibowo 2015) menyatakan bahwa kemungkinan seseorang yang mengalami kekerasan di dunia maya tidak akan memberi tahu kalau dia adalah korban dari cyberbullying. Tetapi biasanya korban menunjukkan dampak :
a. Korban akan bimbang setelah menggunakan teknologi online dan tegang dan cemas.
b. Korban tampak gusar menggunakan komputer atau ponsel, bahkan tiba-tiba menghindar.
c. Korban menyembunyikan atau menghapus tampilan layar komputer atau menutup ponsel ketika ada yang bertanya.
d. Seringkali korban melakukan online lebih lama dan intens, sering merenung.
e. Korban sering curiga jika ada telepon dan email masuk ke rumah, curiga ketika ada kiriman paket.
f. Korban menarik diri dari teman-teman, tertinggal pelajaran di sekolah atau kampus, atau ingin menghindari tempat-tempat ramai.
g. Korban tiba-tiba murung, selalu menghindar, linglung, ini perubahan yang terlihat nyata pada kepribadian atau perilaku korban.
h. Korban kehilangan selera makan, sangat murung, sering menangis, dampak depresi dan cemas, serta sulit tidur.
i. Korban terlihat ada penurunan prestasi akademiknya.
Willard (2007) mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban akan mengalami trauma berkepanjangan dan akan merasa tidak aman karena berbeda dengan penganiayaan yang biasa dilakukan di tempat tertentu seperti sekolah atau simpangan jalan, di dalam media online, pelaku dapat mengganggu korbannya ke tempat yang paling pribadi.
C. Tingkat Kecemasan Pada Remaja Korban cyberbullying
Penelitian Siti Nurhidayah (2015) dengan judul Hubungan Konsep Diri Dan Kemandirian Dengan Kecemasan Pada Siswa Kelas X Dan XI DI SMA Yadika 4 Jatiwaringin Bekasi adalah penelitian yang berfokus pada hubungan konsep diri dan
kemandirian dengan kecemasan pada siswa yang menjadi korban bully disekolah SMA Yadika 4 Jatiwaringin. Hasil dari penelitian ini iaah konsep diri dengan kemandirian diperoleh koefisien korelasi Rxy = - 0,579 (p < 0,01) artinya Ho ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dan kemandirian.
Besaran Rxy sangat kecil, sehingga hubungan konsep diri dan kemandirian tidak terlalu nyata. Koefisien korelasi bertanda negatif (-) artinya terdapat hubungan yang berlawanan sehingga jika konsep diri tinggi maka kemandiriannya rendah, dan sebaliknya jika konsep diri rendah maka kemandirian tinggi.
Kemudian hubungan variabel kemandirian dengan kecemasan diperoleh koefisien korelasi rxy = 0,297 (p > 0,05), artinya Ho diterima, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian dan kecemasan.
Berdasarkan data hasil penelitian terdapat kategori kecemasan sedang. Hal ini menunjukan bahwa para siswa mampu mengontrol rasa kecemasnya dengan baik.
Siswa yang cemas akan terlihat sibuk dengan kecemasannya, sehingga konsentrasi anak akan lebih terarah pada bagaimana mengelola rasa cemasnya dan kurang memperhatikan lagi masalah-masalah yang dihadapinya. Apa bila rasa cemas yang mereka alami terlalu fatal, siswa akan menceritakan masalahnya tersebut kepada guru dan sebaliknya apa bila akan cemasnya bisa terkontrol dengan baik siswa akan menyimpan masalahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan Stuart (2006), bahwa pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon. Salah satunya ialah respon perilaku yang berisikan orang yang mengalami kecemasan akan menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Betie Febriana (2016) dengan judul Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Harga Diri Remaja Korban Bullying. Penulis menggunakan aspek kognitif, afektif, perilaku, sosial, dan fisik sebagai tanda dan gejala harga diri. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan harga diri antara sebelum dan sesudah terapi pada kelompok perlakuan (nilai p=0,001).
Sedangkan, pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan harga diri antara sebelum dan sesudah terapi (nilai p= 0,564 ). Terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan setelah diberikan terapi kognitif (nilai P=0,031 ),artinya ada pengaruh pemberian terapi kognitif terhadap harga diri remaja korban bullying.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah bahwa aspek kognitif (OR=5,25) merupakan aspek harga diri yang paling kuat hubungannya dengan terapi kognitif dan yang paling lemah adalah aspek sosial (1,63) sehingga dibutuhkan terapi lain sebagai terapi pelengkap untuk meningkatkan aspek sosial. Hal ini sesuai dengan teori Borba (dalam Edi Wibowo 2015) menyatakan bahwa kemungkinan seseorang yang mengalami kekerasan di dunia maya akan mengalami perununan prestasi akadademik dan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Penelitian Dedy Afiansyah (2017) Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Remaja Korban Bullying Pada Siswa SMA. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 80 responden penelitian. Sebagian besar memiliki umur 15- 17 tahun dengan lebih dominan umur 16 tahun (36,3%) . sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 responden (54%). Penelitian ini juga menunjukkan tingkat kecemasan ringan 11 responden (13,8). Serta tingkat kecemasan
sedang 17 responden (21,3%) dengan tingkat kecemasan berat 24 responden (30%) dengan respon panik 7 responden (8,8%). Peneliti menemkan mekanisme koping positif sebanyak 47 responden (58,8%) dan siswa yang mendapat mekanisme koping negatif sebanyak 33 responden (41,3%).hubungan antara dua variabel yaitu r -0,447 dan keeratan hubungannya dikategorikan sedang p 0,00 dengan arah negatif.
Koefisien korelasi bertanda negatif (-) artinya terdapat hubungan yang berlawanan sehingga mekanisme koping tinggi maka tingkat kecemasan akan rendah, dan sebaliknya jika mekanisme koping rendah maka tingkat kecemasan tinggi.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa tingkat kecemasan remaja dipengaruhi oleh respon fisiologi, afektif, perilaku, kognitif. Oleh karena itu peneliti memiliki hipotesa bahwa tingkat kecemasan remaja korban cyberbbullying di Kota Medan ialah rendah dilihat berdasaarkan aspek-aspek kecemasan diatas.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. 3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Hadi, 2000). Penelitian ini tidak melihat jalinan hubungan antara variabel dan tidak melakukan penelitian hipotesis, namun hanya untuk mendapatkan deskripsi yang tepat mengenai tingakatan kecemasan pada remaja korban cyberbullying.
B. 3.Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah kecemasan pada remaja korban cyberbullying di kota Medan.
C. 3.Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang telah dijabarkan dapat disimpulkan kecemasan ialah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap satu hal (khawatir,rasa takut, tidak sabar, dan lain-lain) dan keadaan
fisik(ketegangan otot, perubahan denyut nadi, perubahan pernapasan, dan lain-lain) dari individu tersebut yang dapat terjadi di berbagai situasi.
Kecemasan pada korban Cyberbullying, diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kecemasan dari stuart (2007) yang meliputi respon fisiologi, afektif, perilaku, kognitif .Tingkat kecemasan korban Cyberbullying dapat dilihat berdasarkan hasil skor nilai yang diperoleh subjek dalam skala yang diisi oleh subjek tersebut. Semakin tinggi skor nilai subjek dalam skala, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi pula tingkat kecemasan pada korban.
Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor nilai subjek dalam skala, maka dapat diartikan bahwa semakin rendah pula tingkat kecemasan pada subjek.
D.3.Populasi dan Sampel
D.3.1.Populasi Penelitian
Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja korban Cyberbullying di medan.
D.3.2.Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik non- probability sampling, khususnya dengan teknik purposif (purposive sampling).
Teknik sampling purposif adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan kebutuhan khusus yang diperlukan dalam penelitian (Myers dan Hansen,
2005). Teknik ini digunakan apabila populasi dari suatu penelitian diseleksi sesuai dengan karakteristik khusus penelitian yang ditentukan.
Karakteristik sample dalam penelitian ini adalah sebagi berikut.
1. Remaja
Hal ini berdasarkan data dan survey mengenai penggunaan internet dari kemeninfo dan markplus insight pada tahun 2014 menyatakan bahwa 50% pengguna internet di Indonesia ialah remaja yang memiliki rentang usia 15-22 tahun. Dan menurut tahapan perkembangan remaja menurut Santrock (2007) mengungkapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22 tahun.
2. Teridentifikasi sebagai korban Cyberbullying
Dalam penelitian ini, peneliti menarik sampel yang lebih spesifik dari anggota populasi yang sudah teridentifikasi, yaitu remaja yang telah teridentifikasi sebagai korban Cyberbullying. Cara mengidentifikasi korban remaja Cyberbullying yaitu dengan membuat pertanyaan terbuka yang didasari oleh teori Cyberbullying yang berisi beberapa perilaku yang diterima oleh korban Cyberbullying.
Oleh karena jumlah populasi remaja korban Cyberbullying di kota Medan tidak diketahui maka pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus dari vera retna ningsih (Vera Retna Ningsih,2010) sebagai berikut:
⌊ ⌋
⌊ ⌋
N=153.664
Keterangan:
N = Ukuran Sampel
Za/2 = Nilai standar daftar luar normal standar bagaimana tingkat kepercayaan (a) 95%.
E = Tingkat ketetapan yang digunakan dengan mengemukakan besarnya error maksimum secara 5%.
Dari perhitungan di atas dapat diketahui sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 154 responden. Skala identifikasi dan pengukuran kecemasan pada remaja korban cyberbullying di distribusikan sebanyak 212 kepada sampel yang bersangkutan. Setelah pengambilan data yang teridentifikasi sebagai korban cyberbullying sebanyak 154 orang ,dan remaja yang teridentifikasi sebagai bukan korban cyberbullying sebanyak 68 orang.
E.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala psikologi. yaitu skala kecemasan korban Cyberbullying yang berisikan 3 pertanyaan untuk mengindentifikasi korban cyerbullying dan 54 item
untuk mengukur tingkat kecemasan. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai skala yang digunakan
E.3.1. Skala kecemasan korban Cyberbullying.
Skala kecemasan korban cyberbullying yang disusun oleh peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi individu tersebut adalah korban atau tidak, lalu skala ini bertujuan untuk mengukur korban cyberbullying yang memiliki kecemasan serta untuk memperoleh informasi terkait apa yang individu rasakan dan lakukan saat menerima perilaku cyberbullying. Berikut ini blueprint serta pembagian porsi item yang digunakan pada skala ini:
Tabel 3.1 Blueprint Sebelum Uji Coba Alat Ukur
Aspek Indikator Nomor dan
bentuk item
Presentase
Respon Fisiologis
Kardiovaskular Item 1
25%
Pernapasan Item 2
Gastrointestinal Item 3
Traktur urinarius Item 4
Kulit Item 5
Item 6
Neuromuskular Item 7
Item 8 Item 9
Item 10 Respon Afektif Mudah merasa terganggu Item 11
25%
Tidak sabar Item 12
Item 13
Gelisah Item 14
Tegang Item 15
Ketakutan Item 16
Waspada Item 17
Mati rasa Item 18
Item 19
Rasa bersalah Item 20
Malu Item 21
Respon Kognitif Perhatian terganggu Item 22
25%
Pelupa Item 23
Item 24 Salah dalam memberikan
penilaian
Item 25
Hambatan dalam berpikir Item 26 Item 27 Item 28
Kesadaran diri meningkat Item 29 Item 30 Sulit berkonsentrasi Item 31
Item 32
Sulit mengambil keputusan Item 33 Item 34 Lapangan Persepsi Menurun Item 35
Kreatifitas menurun Item 36
Bingung Item 37
Takut Item 38
Kehilangan kontrol Item 39
Item 40 Item 41
Respon Perilaku Gelisah Item 42
25%
Ketegangan Fisik Item 43
Item 44
Reaksi Terkejut Item 45
Bicara Cepat Item 46
Menghindar Item 47
Item 48
Kurang Koordinasi Item 49
Melarikan diri dari masalah Item 50 Item 51 Item 52 Menarik diri dari hubungan
interpersonal
Item 53 Item 54
Total 54 item 100%
F.3. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem
F.3.1 Uji Validitas
Validitas dibutuhkan untuk meliputi apakah suatu alat ukur dapat melakukan fungsi ukurnya dengan baik. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Azwar (2004), menyebutkan bahwa validitas isi adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes melalui metode professional judgment. Professional judgment dalam penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing.
F.3.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur dibutuhkan untuk melihat konsistensi di antara aitem- aitem yang membentuk tas secara keseluruhan (Azwar, 2004). Uji reliabilitas untuk skala gambaran dilakukan dengan menguji konsistensi internal. Prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2004). Metode perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan adalah dengan Coefficient Alpha atau Cronbach’s Alpha. Uji reliabilitas alat ukur dilakukan
dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 17.0. Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai minimal 0,900 (Azwar, 2009).
F.3.3 Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur. Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri.
Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal pula dengan istilah parameter daya aitem (Azwar, 2009). Daya beda aitem tersebut dianggap memuaskan jika koefisien korelasi aitem total mencapai nilai minimal 0,25 (Azwar, 2012)
G.3. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Berikut ialah hasil uji coba skala Kecemasan korban Cyberbullying diberikan secara online kepada 76 orang remaja yang memakai media teknologi online . Kemudian dilihat nilai daya diskriminasi aitem yang dianalisis dengan SPSS for Windows versi 19.0.
G.3.1 Hasil Uji Coba Skala Kecemasan Korban Cyberbullying
Dari 54 butir aitem yang diuji, didapatkan 47 aitem yang memiliki daya diskriminasi aitem melebihi 0.25. 47 aitem inilah yang akan digunakan dalam
penelitian. Setelah melihat daya diskriminasi aitem selanjutnya dilihat perhitungan realibilitas aitem. Hasil reliabilitas 54 aitem didapatkan nilai koefisien α = 0.874.
Kemudian setelah aitem dengan nilai diskriminasi aitem dibawah 0.25 dibuang yaitu aitem 19,23,27,31,41,50,dan 51, maka didapatkan nilai koefisien α = 0.882. Blue print setelah dilakukan uji coba bisa dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Blueprint Setelah Uji Coba Alat Ukur
Aspek Indikator Nomor dan
bentuk item
Presentase
Respon Fisiologis
Kardiovaskular Item 1
25%
Pernapasan Item 2
Gastrointestinal Item 3
Traktur urinarius Item 4
Kulit Item 5
Item 6
Neuromuskular Item 7
Item 8 Item 9 Item 10 Respon
Afektif
Mudah merasa
terganggu
Item 11
25%
Tidak sabar Item 12
Item 13
Gelisah Item 14
Tegang Item 15
Ketakutan Item 16
Waspada Item 17
Mati rasa Item 18
Rasa bersalah Item 20
Malu Item 21
Respon Kognitif
Perhatian terganggu Item 22
25%
Pelupa Item 24
Salah dalam
memberikan penilaian
Item 25
Hambatan dalam berpikir
Item 26 Item 28 Kesadaran diri
meningkat
Item 29 Item 30 Sulit berkonsentrasi Item 32 Sulit mengambil
keputusan
Item 33 Item 34 Lapangan Persepsi
Menurun
Item 35
Kreatifitas menurun Item 36
Bingung Item 37
Takut Item 38
Kehilangan control Item 39 Item 40 Respon
Perilaku
Gelisah Item 42
25%
Ketegangan Fisik Item 43
Item 44
Reaksi Terkejut Item 45
Bicara Cepat Item 46
Menghindar Item 47
Item 48 Kurang Koordinasi Item 49 Melarikan diri dari
masalah
Item 52
Menarik diri dari hubungan
interpersonal
Item 53
Item 54
Total 47 item 100%
H.3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
H.3.1.Persiapan Penelitian
Pada tahapan ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pencarian informasi
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah berikut :
1) Mencari informasi data tentang korban cyberbullying yang akan dijadikan objek penelitian.
b. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah berikut :
1) Membuat alat ukur kecemasan korban Cyberbullying berdasarkan aspek kecemasan (Fisiologis, Afektif, Kognitif, Perilaku) berjumlah 54 aitem.
Skala kecemasan korban Cyberbullying dibuat dalam model Behavioral Checklist yang terdiri dari beberapa perilaku yang berdasarkan aspek kecemasan , dan cara menjawabnya hanya memberi tanda checklist/centang pada perilaku yang ada, dan pada akhirnya skala disusun dalam bentuk booklet dan google form.
2) Setelah skala selesai dibuat, peneliti meminta arahan professional judgement yaitu dosen pembimbing untuk menganalisa aitem-aitem yang telah dibuat. Kemudian dilakukan uji coba untuk melihat aitem mana yang reliabel dan tidak reliabel.
H.3.2.Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti berhasil mempersiapkan alat ukur kecemasan korban Cyberbullying, maka peneliti mulai membagikan skala pengukuran kecemasan korban Cyberbullying kepada sejumlah sampel yang sesuai dengan karakteristik populasi. Sampel diminta untuk mengisi skala pengukuran yang telah dibagi sesuai dengan instruksi pengisian skala. Proses pengumpulan data dilaksanakan selama 4 hari dengan skala yang disebar sebanyak 212.
H.3.3.Pengolahan Data
Setelah 212 skala disebar, maka peneliti melakukan pengolahan data. Setelah pengambilan data yang teridentifikasi sebagai korban cyberbullying sebanyak 154 orang ,dan remaja yang teridentifikasi sebagai bukan korban cyberbullying sebanyak 68 orang.Untuk mempermudah penganalisaan data, data diolah dengan menggunakan SPSS 19.0
I.3. Metode Analisis Data
Azwar (2004) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan.
Dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran atau memberikan deskriptif mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh untuk kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.
Data yang diperoleh akan diolah dengan metode analisis deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Untuk lebih jelasnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 19.0 for windows.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan keseluruhan hasil analisa data penelitian, diawali dengan membahas deskripsi data demografis sampel peneliti, kategorisasi tingkat kecemasan, analisa data kecemasan pada korban cyberbullying, analisa remaja korban cyberbullying berdasarkan data demografis, dan melihat gambaran kecemasan pada remaja korban cyberbullying dari aspek kecemasan.
A.4.Deskripsi Data Sampel
Berikut ialah deskripsi mengenai data sampel dan juga deskripsi data demografis:
Tabel 4.1. Perilaku Cyberbullying Yang Diterima Pada Subjek
Perilaku Cyberbullying Yang Diterima
Jumlah Presentase
Flamming 94 27
Harassement 61 18
Denigration 53 16
Impersonation 19 6
Outing 53 15
Trickery 20 6
Exclusion 25 7
Cyberstalking 17 5
Berdasarkan dari tabel diatas, maka peneliti dapat mengetahui perilaku cyberbullying apa yang sering terjadi kepada remaja korban cyberbullying yang berjumlah 154 orang. Peringkat pertama diduduki oleh Flamming dengan nilai 27% , kemudian dikuti oleh harassement dengan nilai 18 %, kemudian denigration dengan nilai 16%, outing dengan nilai 15% ,kemudian dikuti oleh exclusion dengan nilai 7%, kemudian dikuti oleh imperosnation dan trickery dengan nilai 6%, dan pada peringkat akhir yaitu cyberstalking dengan masing-masing nilai 5%.
Tabel 4.2. Media Teknologi Online Yang Digunakan
Media teknologi online Jumlah Presentase
Line 94 31
Instagram 86 29
Twitter 16 5
Facebook 67 22
Snapchat 10 3
Telegram 8 3
Path 8 3
Whatsapp 13 4
Pada tabel diatas peneliti dapat melihat media teknologi online yang digunakan pada remaja korban cyberbullying. Media teknologi online yang paling sering digunakan yang pertama ialah line dengan presentase nilai 31% , kemudian dengan posisi kedua yaitu instagram dengan nilai presentase 29%, lalu posisi ketiga ialah facebook dengan nilai 22%, posisi keempat ialah twitter dengan nilai 5%, posisi kelima ialah whatsapp dengan nilai 4%, dan pada posisi akhir ialah telegram, snapchat, dan path yang memiliki nilai yang sama yaitu 3%.
B.4.Deskripsi Sampel Berdasarkan Data Demografis
Berikut ialah deskripsi mengenai sampel berdasarkan data demografis yang terdiri dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan waktu mendapati perilaku cyberbullying.
B.4.1.Jenis Kelamin
Tabel 4.4. Jumlah Remaja Korban Cyberbullying Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Perempuan 91 59%
Laki-laki 63 41%
Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah remaja korban cyberbullying berdasarkan jenis kelamin. Dari 154 subjek jika dilihat berdasarkan jenis kelamin terdapat 91 perempuan dan 63 laki-laki.
B.4.2.Tingkat Pendidikan
Tabel 4.5.Jumlah Remaja Korban Cyberbullying Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah Persentase (%)
SMP 10 4
SMA 123 80
Perguruan Tinggi 21 16
Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah remaja korban cyberbullying berdasarkan tingkat pendidikan terdiri dari SMP, SMA, dan Perguruaan Tinggi. Dari 154 subjek jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan terdapat 10 subjek SMP, 123 subjek SMA, dan 21 subjek dari Perguruan Tinggi.
B.4.3.Waktu Terjadi Perilaku Cyberbullying
Tabel 4.6.Jumlah Remaja Korban Cyberbullying Berdasarkan Waktu Terjadi Perilaku Cyberbullying
Waktu Menerima Perilaku Cyberbullying
Jumlah Presentase (%)
1 Hari -1 Minggu 17 11
1 Minggu –4 Minggu 19 12
1 Bulan – 3 Bulan 25 16
3 Bulan – 6 Bulan 30 20
Lebih dari 1 tahun 63 41