• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tidak Ada Sosok Orang Tua yang Ideal: Siapkah Kita Menjadi Orang Tua? Oleh: Adum Sekar Fatimah Azzaro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tidak Ada Sosok Orang Tua yang Ideal: Siapkah Kita Menjadi Orang Tua? Oleh: Adum Sekar Fatimah Azzaro"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tidak Ada Sosok Orang Tua yang Ideal: Siapkah Kita Menjadi Orang Tua?

Oleh: Adum Sekar Fatimah Azzaro

A. Latar Belakang

Menjadi orang tua adalah peristiwa kehidupan yang kompleks dan menyangkut banyak aspek (Spiteri et.al, 2014). Menjadi orang tua dapat membawa kita pada tantangan (Brotherson, 2016), penghargaan, ataupun stres dalam kehidupan (Nomaguchi & Milkie, 2003). Menjadi orang tua juga tidak terlepas dari pertanyaan

“apakah aku sudah baik untuk menjadi orang tua?, apakah aku harus lebih terampil untuk menjadi orang tua?, bahkan apakah aku harus menjadi orang tua yang sempurna?

(Swamy, 2018). Namun, apakah ada orang yang benar-benar siap untuk menjadi orang tua? atau apakah harus sempurna dulu baru memulai untuk menjadi orang tua?

Pada kenyataanya, “There are no perfect parents” – Dave Willis (Swamy, 2018). Pernyataan ini mengingatkan kita, bahwa di dunia tidak ada orang tua yang sempurna atau orang tua yang ideal. Namun, tidak bisa dimungkiri, pertanyaan akan kehawatiran mengenai menjadi orang tua dapat terjadi karena kita menginginkan untuk menjadi orang tua yang terbaik bagi anak-anak kita (Klass & Damaour). Lalu, jika tidak ada orang tua yang ideal, apakah kita tidak harus mempersiapkan untuk menjadi orang tua? Sayangnya, kita perlu memahami bahwa menjadi orang tua berarti hidup kita berubah dan kita harus siap dengan adanya perubahan tersebut (Brotherson, 2016).

Meskipun begitu menjadi orang tua berarti hidup kita berubah, masyarakat menganggap bahwa menjadi orang tua merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan persiapan atau pendidikan khusus (Olson, DeFrain, & Skorgrand, 2019). Sebaliknya, beberapa orang berpendapat bahwa untuk menjadi orangtua membutuhkan pendidikan (Olson, DeFrain, & Skorgrand, 2019) karena persiapan untuk menjadi orang tua berdampak pada generasi yang akan datang (Spiteri et.al, 2014). Beberapa orang juga berpendapat bahwa mengasuh anak adalah pekerjaan paling sulit (Brotherson, 2016).

Akhirnya, perbedaan pendapat seperti ini dapat menjadikan kita seringkali tidak siap untuk memulai menjadi orang tua (Brotherson, 2016).

Namun, mempersiapkan diri sebelum menjadi orang tua merupakan hal yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan orang tua akan memiliki tanggung jawab mulai dari mengandung anak, memberi makan pada anak, tanggung jawab dalam kesehatan fisik hingga pendidikan pada anak, memberikan anak cinta, mengajari anak-anak supaya

(2)

disiplin, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak (Onyebuchukwu, 2014).

Selain itu, persiapan untuk menjadi orang tua juga menjadi solusi dalam menghadapi masalah keluarga, seperti kehamilan pra nikah, keterbelakangan mental, kekerasan fisik pada anak, atau perceraian (Perkins & Morris, 1981). Lalu, apa saja yang perlu kita siapkan sebelum memiliki anak?

B. Pembahasan Kepuasan Hidup

Apakah setelah memiliki anak kita mampu melakukan aktivitas dengan bebas seperti sebelum memiliki anak? Begitu bayi lahir, kita secara otomatis akan menjadi orang tua dan memiliki kewajiban serta tanggung jawab yang harus dilakukan dalam mengurus anak (Olson, DeFrain, & Skorgrand, 2019. Dengan adanya kehadiran seorang anak, orang tua bisa kehilangan kebebasan dan fleksibilitas yang berkaitan dengan aktivitas pribadi (Beck et al., 2010). Menurut Olson, DeFrain, & Skorgrand (2019), wanita yang memilih untuk tidak memiliki anak cenderung memilih untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kepuasan hidup mereka, seperti pendidikan dan karir. Hal ini juga sejalan dengan Bellieni (2016) bahwa wanita di negara barat cenderung menunda memiliki anak karena beberapa alasan dan salah satunya, yaitu karir.

Mengingat menjadi orang tua tidak sebebas ketika sebelum memiliki anak, kita perlu memastikan bahwa tujuan-tujuan di dalam hidup kita sudah banyak yang tercapai, seperti lanjut studi, jalan-jalan di tempat yang jauh, bekerja di berbagai tempat, ikut komunitas, ataupun tujuan lain yang ingin dicapai. Hal ini dikarenakan tujuan atau pencapaian di dalam kehidupan memengaruhi kepuasan hidup (Wang et.al.,2017).

Apabila kita tidak mampu atau tidak berhasil dalam memenuhi tujuan hidup, hal ini dapat menurukan kepercayaan diri serta meningkatkan perilaku untuk menyalahkan diri sendiri. Keadaan pikiran yang negatif dapat memicu reaksi emosional (Brown &

Dutton, 1995), seperti depresi dan kecemasan (Ellenhorn, 2005; Hewitt & Flett, 1991) yang pada akhirnya menurunkan kepuasan hidup (Wang et.al.,2017).

Namun, memiliki anak juga bukan berarti kita tidak mampu untuk memenuhi tujuan-tujuan hidup secara pribadi. Kita tetap bisa melakukannya, hanya saja kita juga harus memerhatikan kebutuhan anak supaya tidak terbaikan oleh tujuan-tujuan pribadi kita yang belum tercapai.

(3)

Membicarakan Gaya Pengasuhan yang Akan Digunakan

Komunikasi antar pasangan terkait dengan gaya pengasuhan anak merupakan hal yang sangat penting karena menentukan bagaimana cara kita untuk mengasuh anak- anak (Onyebuchukwu, 2014). Gaya pengasuhan dalam hal ini memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan, karakter, kepribadian, dan perilaku anak (Sanavi et.al, 2013). Menurut Griffin (2019) mengkomunikasi gaya pengasuhan dengan pasangan dapat dimulai dengan mengidentifikasi gaya pangasuhan kita, misalnya demokratis, kemudian membicarakan gaya pengasuhan kita dengan pasangan. Kita juga dapat mulai memikirkan dan meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai langkah-langkah dalam menggunakan gaya pengasuhan yang proaktif. Diskusi yang kita lakukan bersama pasangan mengenai gaya pengasuhan dapat memperjelas batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak (Griffin, 2019).

Menjalin Hubungan yang Baik

Ketika memutuskan untuk memiliki anak apakah akan membuat hubungan dengan pasangan menjadi lebih baik? Banyak orang akan menjawab “iya”, hal ini dikarenakan mereka menganggap bahwa anak-anak adalah sumber kebahagiaan (Cetre, Clark, & Senik, 2016). Sebelumnya, kita perlu mengetahui bahwa sebagian besar pasangan mengalami perubahan hubungan ketika menjadi orang tua (Raising Children Network Australia, 2020). Kelahiran anak dapat membawa perubahan positif dalam hubungan pasangan, seperti dapat merasakan hubungan yang baru (Raising Children Network Australia, 2020), fokus untuk mengasuh bayi dapat menciptakan rasa kelengkapan dan kedekatan baru (Premberg et al., 2008), adanya dukungan dari pasangan ketika menyesuiakan diri saat memliiki anak (Sevón, 2012; Premberg er al., 2008), hubungan semakin intim (Olsson et al., 2005), dan peningkatan aktivitas seksual (Williamson et al., 2008).

Kelahiran anak juga dapat membawa perubahan negatif dalam hubungan bersama pasangan. Hal ini, seperti perubahan peran yang dapat menciptakan beberapa ketegangan (Sevón, 2012) karena adanya kecenderungan stereotip gender dalam pembagian tugas dan pengasuhan anak (Woolhouse et al., 2012), terlalu berfokus pada bayi (Ahlborg dan Strandmark, 2001) yang dapat membuat orang tua lelah (Fägerskiöld, 2008), sehingga kurangnya waktu (Williamson et al., 2008) untuk diri sendiri atau keluarga. Selain itu, perubahan yang terjadi adalah berkurangnya

(4)

melakukan hubungan seksual dengan pasangan dan bahkan hilangnya keintiman, dan kasih sayang (Woolhouse at al., 2012).

Memiliki anak belum tentu membuat hubungan dengan pasangan semakin baik karena pada kenyatanya terdapat perubahan hubungan baik secara positif maupun negatif yang dapat terjadi setelah memiliki anak. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk memiliki anak perlu mengkomunikasikan dengan pasangan. Komunikasi yang terbuka dapat menjadi salah satu cara untuk membantu menerima perubahan (Raising Children Network Australia, 2020). Selain itu, komunikasi terbuka juga dapat memelihara dan memperkuat hubungan yang sehat dengan pasangan (Raising Children Network Australia, 2020).

Perencanana Keuangan

Kelahiran anak membawa banyak manfaat bagi orang tua (Olson, DeFrain, &

Skorgrand, 2019). Sejak anak lahir, anak menjadi sumber kegembiraan dan beban bagi orang tua (Nomaguchi & Milkie, 2003). Beban yang terlihat jelas dengan adanya anak- anak adalah keuangan (Olson, DeFrain, & Skorgrand, 2019). Ugur (2020) juga menyatakan negara-negara maju saat ini, sebagian besar menunjukkan bahwa anak- anak menjadi beban dalam hal keuangan bagi orangtua.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mempertimbangkan kebutuhan yang diperlukan anak. Kebutuhan yang diperlukan anak seperti, memenuhi asupan makan anak, membiayai perawatan kesehatan anak, apabila anak dititipkan maka perlu memerhatikan penitipan anak yang berkualitas tinggi namun harganya terjangkau, membiayai pendidikan apakah sampai SMP, SMA, atau bahkan sampai perguruan tinggi,(Glass, Simon, & Andersson, 2016). Kita perlu melakukan pertimbangan kebutuhan ini karena keuangan dapat menjadi salah satu sumber stres bagi orang tua (Glass, Simon, & Andersson, 2016), sehingga kita perlu meminimalisir hal-hal yang dapat memicu stres di dalam keluarga.

Kesehatan Mental

Menjadi orang tua berarti menyesuaikan diri dengan banyak perubahan dalam hidup, tetapi tidak jarang proses adaptasi terhadap perubahan ini dapat mengganggu kesehatan mental (Mihelic, Morawska, & Filus, 2018). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental adalah stres. Stres pada orang tua dapat terjadi karena adanya tekanan psikologis dari tuntutan mengasuh anak (Johansson, Benderix, &

(5)

Svensson, 2020). Stres pada ayah bisa terjadi ketika adanya tuntutan karir, beban ganda dalam pekerjaan, mangasuh anak, jadwal kegiatan yang penuh tuntutan (Johansson, Benderix, & Svensson, 2020), masalah keuangan ataupun tidak memiliki panutan yang baik untuk menjadi ayah (Condon, Boyce, & Corkindale, 2004). Stres pada ibu berasal dari tuntutan menyangkut anak, keluarga, lingkungan, dan rasa tanggung jawab yang besar yang semuanya berujung pada perasaan tidak mampu, malu, bersalah, dan bahkan menunjukkan gelaja-gejala depresi (Johansson, Benderix, & Svensson, 2020).

Selain mempersiapkan fisik dan finansial (Noorvitri, 2018), kita perlu mempersiapkan mental sebelum memutuskan untuk memiliki anak. Hal ini dikarenakan keadaan mental dan emosional yang tidak stabil dapat memiliki dampak yang negatif, seperti komunikasi tidak berjalan lancar, mudah merasa cemas berlebihan, emosi yang tidak stabil, dan panik ketika menghadapi perubahan (Noorvitri, 2018). Kita dapat memulai dengan mempelajari gejala masalah kesehatan mental, deskripsi masalah kesehatan mental, penyebab, dan pengobatan serta bagaimana caranya mencari bantuan (Choudhry, Mani, Ming, & Khan, 2016). Kita juga perlu menyadari apakah kita atau pasangan memiliki riwayat masalah kesehatan mental pribadi atau keluarga, mengalami trauma yang signifikan, memiliki riwayat masalah narkoba atau alkohol, atau memiliki masalah keuangan karena hal ini dapat meningkatkan risiko gangguan mental (Lopez, 2020), sehingga perlu untuk diselesaikan.

C. Kesimpulan

Terlepas dari standar orang tua ideal atau tidak ideal bukanlah hal yang perlu untuk dipermasalahkan. Tidak ada orang tua yang benar-benar ideal dan tidak ada orang yang benar-benar siap untuk menjadi orang tua. Namun, menjadi orang tua adalah tentang bagaimana kita melakukan persiapan dengan matang yang tentunya memerhatikan berbagai aspek agar anak kita mampu tumbuh dan berkembang secara baik dilihat dari fisik maupun mental.

Dinamika menjadi orang tua juga sangat bervariasi, tidak hanya berisi momen- momen yang menyenangkan, tetapi momen-momen yang kurang menyenangkan tentunya akan hadir secara bersamaan. Oleh karena itu, setiap persiapan yang kita lakukan perlu kesepakatan bersama dengan pasangan (Bauer & Kneip, 2014; Jansen &

Liefbroer, 2006) karena sejatinya, setiap pasangan memiliki hak yang sama dalam mengambil keputusan (Jansen & Liefbroer, 2006). Hal ini perlu dilakukan agar tidak

(6)

memicu konflik dalam rumah tangga yang tidak diinginkan. Bagi kalian yang akan menjadi Ibu dan Ayah, selamat menjalani tantangan kehidupan!

D. Daftar Pustaka

(7)

Ahlborg, T., Strandmark, M. (2001). The baby was the focus of attention–first‐time parents’ experiences of their intimate relationship. Scandinavian Journal of Caring Sciences, 15(4), 318-325

Bauer, G., & Kneip, T. (2014). Dyadic fertility decisions in a life course perspective.

Advances in Life Course Research, 21, 87–100. doi:10.1016/j.alcr.2013.11.003 Beck, Audrey N., Carey E. Cooper, Sara McLanahan, Jeanne Brooks-Gunn. (2010).

“Partnership Transitions and Maternal Parenting.” Journal of Marriage and Family 72(2):219–233.

Bellieni C. (2016). The Best Age for Pregnancy and Undue Pressures. Journal of family

& reproductive health, 10(3), 104–107.

Brotherson, Sean. (2016). Preparing for Parenthood. Retrived from https://www.ag.ndsu.edu/publications/kids-family/bright-beginnings-1-preparing- for-parenthood

Brown, J. D., & Dutton, K. A. (1995). The thrill of victory, the complexity of defeat:Self-esteem and people’s emotional reactions to success and failure.Journal ofPersonality and Social Psychology,68,712–722 doi:10.1037/0022- 3514.68.4.712.

Cetre, S., Clark, A.E. & Senik, C. Happy People Have Children: Choice and Self- Selection into Parenthood. Eur J Population 32, 445–473 (2016).

https://doi.org/10.1007/s10680-016-9389-x

Choudhry, F. R., Mani, V., Ming, L. C., & Khan, T. M. (2016). Beliefs and perception about mental health issues: a meta-synthesis. Neuropsychiatric disease and treatment, 12, 2807–2818. https://doi.org/10.2147/NDT.S111543

Condon, J.T., Boyce, P., & Corkindale, C.J. (2004). The first-time fathers study: A prospective study of the mental health and wellbeing of men during the transition to parenthood. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry, 38(1-2), 56-64.

doi: 10.1177/000486740403800102.

Ellenhorn, R. (2005). Parasuicidality and patient careerism: treatment recidivismand the dialectics of failure.American Journal of Orthopsychiatry,75, 288–

303doi:10.1037/0002-9432.75.2.288.

Fägerskiöld, A. (2008). A change in life as experienced by first‐time fathers.

Scandinavian Journal of Caring Sciences, 22(1), 64-71.

(8)

Glass, J., Simon, R. W., & Andersson, M. A. (2016). Parenthood and Happiness:

Effects of Work-Family Reconciliation Policies in 22 OECD Countries. AJS;

American journal of sociology, 122(3), 886–929. https://doi.org/10.1086/688892 Griffin, Lynne R.N. (2019). Family Communication Styles. Retrived from

https://www.psychologytoday.com/gb/blog/field-guide-families/201907/family- communication-styles

Hewitt, P. L., & Flett, G. L. (1991). Dimensions of perfectionism in unipolar depression.Journal of Abnormal Psychology,100,98–101 doi:10.1037/0021- 843x.100.1.98.

Jansen, M., & Liefbroer, A. C. (2006). Couples’ Attitudes, Childbirth, and the Division of Labor. Journal of Family Issues, 27(11), 1487–1511.

https://doi.org/10.1177/0192513X06291038

Johansson, M., Benderix, Y., & Svensson, I. (2020). Mothers’ and fathers’ lived experiences of postpartum depression and parental stress after childbirth: a qualitative study. International Journal of Qualitative Studies on Health and Well- Being, 15(1), 1722564. doi:10.1080/17482631.2020.1722564

Klass, Perri B., & Damour. How to Be a Modern Parent. Retrived from https://www.nytimes.com/guides/well/guide-to-modern-parenting

Lopez, Lindsey Hunter. (2020). Is There Any Way to Emotionally Prepare for Parenthood?. Retrived from https://www.nytimes.com/article/emotionally- prepare-for-parenthood-guide.html

Mihelic, M., Morawska, A. & Filus, A. (2018). Preparing parents for parenthood:

protocol for a randomized controlled trial of a preventative parenting intervention for expectant parents. BMC Pregnancy Childbirth 18, 311 https://doi.org/10.1186/s12884-018-1939-2

Nomaguchi, K. M., & Milkie, M. A. (2003). Costs and rewards of children: The effects ofbecoming a parent on adults’lives.Journal of Marriage and Family, 65, 356–374.

Noorvitri, Isnaniar. (2018). Pernikahan dan Kesehatan Mental, Tema yang Jarang Dibicarakan. Retrived from https://pijarpsikologi.org/pernikahan-dan-kesehatan- mental-tema-yang-jarang-dibicarakan/

Onyebuchukwu, Idoko Joseph. (2014). Becoming an Ideal Parent, First Edition.

Pumark Nigeria

(9)

Olson, David H., DeFrain, John., and Skorgrand, Linda. (2019). Marriage and Families : Intimacy, Diversity, and Strength, Ninth Edition. New York : McGraw-Hill Education

Olsson, A., Lundqvist, M., Faxelid, E., Nissen, E. (2005). Women's thoughts about sexual life after childbirth: focus group discussions with women after childbirth.

Scandinavian Journal of Caring Sciences, 19(4), 381-387

Perkins, E. R., & Morris, B. (1981). Should we prepare for parenthood? Health Education Journal, 40(4), 107–110. https://doi.org/10.1177/001789698104000404 Raising Children Network Australia, 2020. Healthy relationships: parents and partners.

Retrived from https://raisingchildren.net.au/guides/first-1000-days/looking-after- yourself/healthy-relationships-parents

Sanavi, F. S., Baghbanian, A., Shovey, M. F., & Ansari-Moghaddam, A. (2013). A study on family communication pattern and parenting styles with quality of life in adolescent. JPMA. The Journal of the Pakistan Medical Association, 63(11), 1393–

1398.

Sevón, E. (2012). ‘My life has changed, but his life hasn’t’: making sense of the gendering of parenthood during the transition to motherhood. Feminism and Psychology, 22(1), 60-80.

Spiteri, Georgette., Xuereb, Rita Borg., Carrick-Sen, Debbie., Kaner, Eileen., & Martin ,ColinR. (2014) Preparation for parenthood: a concept analysis, Journal of Reproductive and InfantPsychology, 32:2, 148-165, DOI:

10.1080/02646838.2013.86957

Swamy, Arundhati. (2018). There are no Perfect Parents, only Perfect Moments.

Retrived from https://www.parentcircle.com/article/there-are-no-perfect-parents- only-perfect-moments/

Ugur, Z.B. (2020). Does Having Children Bring Life Satisfaction in Europe?. J Happiness Stud 21, 1385–1406 https://doi.org/10.1007/s10902-019-00135-5 Wang, W., Li, J., Sun, G., Cheng, Z., & Zhang, X.-a. (2017). Achievement goals and

life satisfaction: The mediating role of perception of successful agency and the moderating role of emotion reappraisal. Psicologia: Reflexão e Crítica, 30, Article 25. https://doi.org/10.1186/s41155-017-0078-4

Williamson, M., McVeigh, C., Baafi, M. (2008). An Australian perspective of fatherhood and sexuality. Midwifery, 24(1), 99-107

(10)

Woolhouse, H., McDonald, E., Brown, S.J. (2012). Women’s experiences of sex and intimacy after childbirth: making the adjustment to motherhood. Journal of Psychosomatic Obstetrics and Gynaecology, 33(4), 185-190

https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0038038520939397 https://www.nytimes.com/guides/well/guide-to-modern-parenting

http://papua.bkkbn.go.id/?p=1655

https://www.researchgate.net/publication/289470043_BECOMING_AN_IDEAL_PARENT (membicarakan parenting typenya kaya apa, tanggung jawab ortu pada anak itu apa aja jadi perlu persiapan)

https://www.researchgate.net/publication/263229032_Preparation_for_parenthood_A_concep t_analysis

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0266613816300341 https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0265407510385493

https://raisingchildren.net.au/guides/first-1000-days/looking-after-yourself/healthy- relationships-parents (komunikasi yang berubah setelah punya anak)

https://www.ag.ndsu.edu/publications/kids-family/bright-beginnings-1-preparing-for- parenthood - file:///C:/Users/LENOVO%20S20/Downloads/fs601.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara X Surabaya dalam Membaca PTPN X Magz sebagai Media Internal ” Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu bentuk tanggung jawab

Inflamasi jaringan lokal melibatkan hiperaktivasi makrofag (mikroglia di otak) yang memproduksi sitokin proinflamasi (TNF, IL-1β, IL-6) dan spesies oksigen

Stres kehamilan adalah salah satu fenomena yang dialami oleh setiap ibu khususnya ibu yang pertama kali mengalami kehamilan (primigravida) yang dipicu oleh

yaitu klien melihat gambaran yang tidak jelas atau samar tanpa adanya rangsangan yang nyata dari lingkungan dengan kata lain orang yang berada di sekitar klien tidak melihat

Kesehatan Olahraga (Sport Medicine) membahas semua aspek medis dan olahraga muali dari aspek-aspek anatomis, fisiologis, psykologis orkes, gizi, aklimasisasi, cedera olahraga,

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan upaya penganggulangan dan kewaspadaan terhadap ancaman separatisme, sejumlah kajian telah dilakukan, di antaranya adalah kajian tindak

Admin Input Data Admin Olah Data Admin Admin Member Input Data Member Olah Data Member Member Paket Input Data Paket Olah Data Paket Paket Detail Paket Jasa Input Data

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang