• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) MENGGUNAKAN PERASAN DAUN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) MENGGUNAKAN PERASAN DAUN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum)."

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella TANAMAN SAWI

(Brassica juncea L.) MENGGUNAKAN PERASAN DAUN

TEMBAKAU (Nicotiana tabacum

)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh: Rizky Wulandari NIM 13308144007

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

MOTTO

“Orang yang pintar bukanlah orang yang merasa pintar, akan tetapi ia adalah

orang yang merasa bodoh, dengan begitu ia tak akan pernah berhenti untuk terus belajar”

“Belajarlah dari kesalahan di masa lalu, mencoba dengan cara yang berbeda, dan

(3)
(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Penulisan TAS (Tugas Akhir Skripsi) ini tidak dapat berjalan lancar tanpa ridho

Allah serta dukungan dan bantuan orang-orang di sekitar saya, khususnya kedua

orang tua.

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Riyanto dan Ibu Naimatul Robikah yang

telah menjadi panutan dan guru pertama saya di dunia ini, selalu mendukung

dan menasehati setiap apa yang saya lakukan. Terimakasih untuk semua kasih

sayang dan doa yang telah diberikan. Semoga karya ini dapat membanggkan

dan bermanfaat bagi orang banyak. Tetap menjadi orang tua yang hebat.

Wulan sayang Bapak Mamak.

2. Sahabatku tersayang, Alluthfi, Diva, Insiwi yang telah menemani hari-hariku,

melewati suka, duka, bosan dan dengan sabar mendengarkan keluh kesahku

selama mengerjakan tugas Akhir ini. Tetap jadi orang-orang tersayangku,

saling mendukung satu sama lain.

3. Teman seperjuangan Pestisida Nabati, Insiwi, Ismi dan Wida terimakasih

untuk kerja samanya selama melakukan penelitian ini.

4. Keluarga Biologi E 2013, kalian teman-teman yang hebat. Pasti akan sangat

merindukan kebersamaan kita. Laporan tulis tangan menumpuk, deadline

tugas, presentasi akan jadi memori indah untuk diceritakan kepada anak cucu

(7)

5. Keluarga Besar Biologi FMIPA UNY, yang selama kurang lebih empat tahun

mewarnai perjalanan hidup saya dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Terimakasih kepada dosen-dosen Biologi yang telah dengan sabar

memberikan didikan dan bimbingan kepada saya. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat khususnya bagi saya pribadi dan rekan-rekan Biologi

(8)

PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella TANAMAN SAWI (Brassica

juncea L.) MENGGUNAKAN PERASAN DAUN TEMBAKAU (Nicotiana

tabacum) Oleh Rizky Wulandari NIM 13308144007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati peraasn daun tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup Plutella xylostella pada fase larva, tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea (L.)), berat basah tanaman sawi (Brassica juncea(L.)) dan mengetahui dosis optimal pestisida nabati perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum) untuk pengendalian hama Plutella xylostella

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing dilakukan lima kali ulangan yaitu P0 (kontrol air), P1 (perasan daun tembakau 2,5%), P2 (perasan daun tembakau 5%), P3 (perasan daun tembakau 7,5%), P4 (perasan daun tembakau 10%) dan P5 (pestisida sintetik).

Hasil dari penelitian menunjukkan pestisida nabati perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum) berpengaruh terhadap mortalitas hama Plutella xylostella dengan rata-rata persentase mortalitas tertinggi pada kelompok perlakuan P4 (perasan daun tembakau 10%). Berdasarkan data pengamatan perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum) berpengaruh terhadap pemendekan siklus hidup Plutella xylostella pada fase pupa, dengan rata-rata persentase larva yang berubah menjadi pupa tertinggi sebanyak 28% terdapat pada kelompok perlakuan 2,5%. Penyemprotan pestisida nabati perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum) juga berpengaruh terhadap tingkat kerusakan daun, kerusakan tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P0 (kontrol air) yaitu sebesar 32,22%. Aplikasi pestisida nabati perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum) berpengaruh terhadap berat basah tanaman sawi dengan berat basah tertinggi sebesar 54,72gr pada perlakuan P0 (kontrol air). Sedangkan secara statistik aplikasi pestisida nabati perasan daun tembakau berpengaruh nyata pada berat basah tanaman sawi (Brassica juncea (L.)).

(9)

The Pest Control of Plutella xylostella on Brassica juncea L. Made from Tobacco Leaf (Nicotiana tabacum)

by

Rizky Wulandari NIM 13308144007

ABSTRACT

This research aimed to determine the effect of botanical pesticides tobacco leaf (Nicotiana tabacum) against mortality of Plutella xylostella, shortening the life cycle of Plutella xylostella in the larva stage, the level of damage to the mustard leaf Brassica juncea L., the wet weight of Brassica juncea L. and to determine the optimal dose of juice leaf tobacco (Nicotiana tabacum) for pest control of Plutella xylostella, to determine the optimal dose of pesticide tobacco vegetable leaf juice (Nicotiana tabacum) for Plutella xylostella pest control.

This research used completely randomized design. It consists of the control group and the treatment group, each performed fift repetitions that P0 (water control), P1 (tobacco leaf juice 2.5%), P2 (juice tobacco leaves 5%), P3 (tobacco leaf juice 7.5%), P4 (leaf tobacco juice 10%) and P5 (synthetic pesticides).

The results showed tobacco leaf juice (Nicotiana tabacum) plant pestiside effect toward Plutella xylostella pest mortality in average percentage of the highest mortality at P4 group treatment (10% of tobacco leaf juice). Based on observational data of tobacco leaf juice (Nicotiana tabacum) effect on shortening of Plutella xylostella life cycle in the pupae, the highest average percentage of larvae wich turn into pupae is 28% at 2,5% of treatment group. Pesticide spraying tobacco (Nicotiana tabacum) vegetable leaf juice also affected toward the leaf damage level, the highest damage at P0 treatment group (control water) is 32.22%. The Application of tobacco (Nicotiana tabacum) vegetable leaf juice pesticides affect on wet weight of mustard plants in the highest weight is 54,72gr at P0 treatment (water control). Meanwhile In a statistic, the applications of tobacco vegetable leaf juice has significant effect toward the wet weight of mustard (Brassica juncea (L.)).

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat, kesehatan, hidayah dan inayahNya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan skripsi dapat berjalan lancar. Skripsi ini saya ajukan sebagai syarat utama untuk menyelesaikan tugas akhir guna meraih gelar Sarjana Sains pada jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusun menyadari banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa bimbingan, informasi, arahan, koreksi, kritik dan saran.

Oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Allah atas seluruh Nikmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Orang tua penyusun yang selalu mensuport baik do’a maupun materil dari awal perkuliahan hingga selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd, sekalu Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

4. Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Dr. Paidi, selaku ketua Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Dr. Tien Aminatun, S.Si., M.Si., selaku Koordinator Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

7. Bapak Sukiya, M.Si, selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberi masukan yang positif mengenai masalah perkuliahan dari awal hingga penyusunan Tugas akhir ini.

(11)

9. Prof. Dr. IGP Suryadarma, selaku pembimbing kedua pendamping dalam penyusunan tugas akhir skripsi yang selalu memberi arahan, masukan, semangat dan motivasi dari awal sampai selesainya penyususnan skripsi ini.

10.Dr. Tien Aminatun, S.Si., M.Si., selaku dewan penguji yang telah memberikan banyak masukan positif untuk Skripsi saya.

11.Dra. Budiwati, M.Si., selaku dewan penguji yang telah memberikan banyak masukan positif untuk Skripsi saya.

12.Teman skripsi saya, Insiwi, Ismi dan Wida yang bersama-sama telah melaksanakan penelitian ini.

13.Teman-teman Biologi E 2013 yang telah menemani dan mendukung selama pembuatan Tugas akhir ini. Serta terimakasih untuk kebersamaan selama ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam penyusunan Tugas akhir ini sehingga dapat berjalan dengan lancar.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwasannya dalam proses penyususnan skripsi ini masih ada kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi memperbaiki kesalahan yang ada dalam skripsi ini, semoga apa yang saya susun ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 2017 Penyusun

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hama Plutella xylostella ... 9

1. Konsep Munculnya Hama ... 9

2. Klasifikasi Hama Plutella xylostella ... 11

3. Biologi Hama Plutella xylostella ... 12

4. Aktifitas Makan Hama Plutella xylostella ... 16

5. Kerusakan yang Diakibatkan Hama Plutella xylostella ... 17

B. Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 18

1. Jenis-jenis Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 19

2. Klasifikasi Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 22

3. Morfologi Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 23

4. Hama Penyerang Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 26

C. Tembakau (Nicotiana tabacum) ... 27

1. Klasifikasi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) ... 27

2. Morfologi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) ... 28

3. Kandungan Zat Kimia Tembakau (Nicotiana tabacum) ... 31

D. Pestisida Sintetik ... 35

E. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ... 36

F. Pestisida Nabati ... 40

1. Pengelompokan Pestisida Nabati ... 44

2. Mekanisme Kerja Pestisida Nabati pada Hama Serangga (Insekta) ... 47

(14)

G. Kerangka Berfikir... 51

H. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE A. Model Penelitian ... 54

B. Waktu dan Tempat ... 54

C. Objek Penelitian ... 54

D. Alat dan Bahan ... 55

E. Variabel ... 56

F. Cara Kerja ... 56

G. Cara Mengukur Data ... 59

H. Rancangan Analisis ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perasan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella Instar III ... 62

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Hama (Plutella xylostella) Instar III ... 62

2. Data Hasil Analisis Statistik Mortalitas Larva Hama Plutella xylostella Instar III ... 64

(15)

4. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun

Tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap Mortalitas Larva Plutella

xylostella Instar III Pengamatan Kedua ... 73

B. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Perasan Tembakau (Nicotiana

tabacum) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella

pada Fase Larva... 74

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Hama Plutella xylostella yang

Menjadi Pupa ... 74

2. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Hama

Plutella xylostella pada Fase Larva ... 77

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun

Tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap Pemendekan Siklus Hidup

Hama Plutella xylostella pada Fase Larva Pengamatan Pertama ... 80

4. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun

Tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap Pemendekan Siklus Hidup

Hama Plutella xylostella pada Fase Larva Pengamatan ke dua ... 81

C. Pengaruh pemberian pestisida nabati perasan tembakau (Nicotiana

tabacum) terhadap tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea (L.)) ... 82

1. Data hasil pengamatan tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea

(16)

D. Pengaruh pemberian pestisida nabati perasan tembakau (Nicotiana

tabacum) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea (L.)). ... 84

1. Data Hasil Pengukuran Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 84

2. Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 86

3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 87

4. Uji Duncan Pengaruh Konsentrasi Perasan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 88

E. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(17)

DAFTAR TABEL

1. Produktivitas Tanaman Sawi DIY ... 19

2. Kandungan Gizi dalam 100 g Sawi ... 26

3. Susunan Senyawa Kimia dari Daun tembakau ... 31

4. Senyawa Kimia Batang Tembakau dalam Ekstrak Air ... 31

5. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Hama Plutella xylostella Instar III ... 63

6. Rata-rata Persentase Mortalitas Larva Hama Plutella xylostella Instar III Pengamatan Pertama ... 65

7. Rata-rata Persentase Mortalitas Larva Hama Plutella xylostella Instar III Pengamatan Kedua ... 66

8. Uji Anova Satu Arah pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Mortalitas Larva Hama Plutella xylostella Instar III Pengamatan Pertama ... 72

9. Uji Anova Satu Arah pengaruh Dosis Pestisida Nabati Perasan Daun tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Mortalitas Larva Hama Plutella xylostella Instar III Pengamatan Kedua ... 73

10.Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Perasan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Plutella xylostella... 75

11.Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III Menjadi Pupa Pengamatan Pertama ... 78

12.Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III Menjadi Pupa Pengamatan Kedua ... 79

(18)

14.Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati aperasan Daun tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap pemendekan Siklus Hidup Larva

Hama Instar III Pengamatan Kedua ... 81

15.Pengaruh pemberian Pestisida Nabati Perasan Daun tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Tingkat Kerusakan Tanaman Sawi (Brassica juncea

(L.)) ... 83

16.Data Hasil Pengamatan Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 85

17.Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea

(L.)) ... 86

18.Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pemberian pestisida Nabati perasan Daun tembakau Terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea

(L.)) ... 87

19.Uji Duncan Pengaruh Dosis Perasan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum)

(19)

DAFTAR GAMBAR

1. Sikuls Hidup Plutella xylostalla... 12

2. Larva Plutella xylostella ... 13

3. Pupa Plutelaa xylostella ... 15

4. Ngengat Plutella xylostella ... 15

5. Kerusakan Akibat Serangan Hama Plutella xylostella ... 17

6. Tanaman Sawi ... 23

7. Tanaman Tembakau ... 28

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas larva Plutella xylostella instar III, Jumlah Pupa larva Plutella xylostella instar III dan Berat Basah

Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.)) ... 98

2. Hasil Analisis Statistik ... 99

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat.

Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa dijadikan lalapan dan sayuran

tumisan bersama dengan sayuran yang lain. Kebutuhan masyarakat terhadap

sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi sehingga tanaman sawi

sangat potensial dibudidayakan untuk menjadi sayuran yang komersial dan

memiliki prospek pasar yang baik. Sawi memiliki beberapa manfaat yang

baik untuk kesehatan, diantaranya menghilangkan rasa gatal di tenggorokan

pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah,

memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar

pencernaan. (Haryanto, 2003: 5).

Sawi mengandung energi sebesar 20 kilokalori, protein 1,7 gram,

karbohidrat 3,4 gram, lemak 0,4 gram, kalsium 123 miligram, fosfor 40

miligram dan zat besi 1,9 miligram. Selain itu di dalam sawi juga

terkandung vitamin B1 sebanyak 0,04 miligram dan vitamin C 3 miligram.

Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram sawi,

dengan jumlah yang dapat dimakan sejumlah 100% (Mahmud, et al.,

2008:17)

(22)

ditingkatkan. Intensifikasi sayuran yang bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas per satuan unit lahan selalu diusahakan oleh petani dengan

meningkatkan penggunaan berbagai masukan produksi seperti bibit, pupuk,

zat pengatur tumbuh dan pestisida (Untung, Kasumbogo.1993:55)

Ulat daun sawi (Plutella xylostella) Lepidoptera: Plutellidae adalah

hama utama yang sangat merusak tanaman Brassicaceae, terutama kubis,

sawi, dan caisim di Indonesia (Winasa dan Herlinda, 2000:310). Plutella

xylostella merupakan salah satu hama yang paling banyak menyerang

tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5%

(Sriniastuti, 2005; Julaily, Noorbetha. 2013: 171)

Pengendalian ulat pemakan daun oleh petani masih tergantung pada

penggunaan insektisida sintetik yang diyakini praktis dalam aplikasi dan

hasil pengendalian jelas terlihat. Namun, petani cenderung menggunakan

insektisida dengan takaran yang berlebihan, sehingga penggunaan

insektisida perlu dikelola dan dikendalikan secara efektif dan aman bagi

lingkungan (Haryanto, 2003:72).

Penggunaan pestisida sintetis di lingkungan pertanian menjadi

masalah yang sangat dilematis. Di satu pihak dengan digunakannya

pestisida sintetis maka kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan

organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi dengan

penggunaan pestisida sintetis yang kurang bijaksana sering menimbulkan

(23)

Terdapat tiga faktor utama yang mendorong untuk menerapkan PHT

pada tanaman sayuran. Faktor pertama adalah kegagalan pengendalian hama

secara konvensional. Praktek penggunaan pestisida yang lazim dilakukan

oleh petani sayuran didorong oleh konsep pengendalian hama yang tidak

didasarkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi. Faktor kedua yang

mendorong dan mengharuskan petani sayuran menerapkan PHT adalah

kecenderungan terjadinya perubahan permintaan konsumen pada masa

mendatang, terutama permintaan akan produk holtikultura yang bebas residu

pestisida. Fakor ketiga, yang sangat menentukan adalah kebijakan

pemerintah. Sejak Pelita III telah dinyatakan bahwa PHT merupakan

kebijakan pemerintah untuk setiap program perlindungan. Kebijakan tentang

PHT kemudian diperkuat dengan Inpres No. 3/1986 dan UU No. 12/1992

tentang Sistem Budidaya Tanam. UU No. 12/1992 telah menetapkan

berbagai bentuk sangsi yang sangat berat bagi barang siapa yang

menyalahgunakan pestisida baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Dasar hukum bagi pelaksanaan PHT di Indonesia sangat kuat sehingga PHT

untuk tanaman sayuran sudah merupakan keharusan. (Untung,

Kasumbogo:1993:58-59)

Hasil penelitian Mujiono et al(1994), menunjukkan bahwa

penggunaan insektisida nabati dapat mengendalikan hama ulat Plutella

xylostella pada tanaman sawi. Dengan menurunnya serangan hama ini,

(24)

Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di kalangan

masyarakat Indonesia. Tanaman ini tersebar di seluruh Nusantara dan

mempunyai kegunaan yang sangat banyak terutama untuk bahan baku

pembuatan rokok. (Abdullah, 1982).

Menurut (Bariq, Harwanto 2012:3) Beberapa hasil penelitian yang

terkait mortalitas hama telah banyak dilakukan, ternyata ekstrak tembakau

dapat digunakan sebagai pengendali hama tertentu antara lain hama

penghisap, lalat Musca domestica, jamur patogenik, nyamuk Aedes aegepty,

ulat dan daun pada tanaman cabai , hama penggerek buah kopi

(Hypothenemus hampai) dan kutu putih (Planococcus citri) pada tanaman

kopi. Pada penelitiannya mengenai bioaktivitas ekstrak limbah tembakau

sebagai insektisida nabati untuk ulat bawang merah Spodoptera exigua

menunjukkan hasil bahwa ekstrak daun tembakau Madura berpengaruh

terhadap mortalitas dan perkembangan Spodoptera exigua dan tidak

berpengaruh terhadap variabel reproduksi.

Penelitian lain memberikan hasil bahwa, limbah tembakau (daun)

apabila diaplikasikan kepada hama ulat grayak akan memberikan hasil

mortalitas yang optimal dengan konsentrasi pemberian pestisida nabati

limbah tembakau (daun) dengan konsentrasi 0,5 %. (Purnama Sari,

Dian.2011:23).

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

dampak pengaplikasian pestisida nabati daun tembakau (Nicotiana

(25)

tingkat kerusakan daun sawi dan dosis optimal pemberian pestisida nabati

perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum).

B. Identifikasi Masalah

1. Penurunan produktivitas tanaman sawi di Indonesia.

2. Pengendalian hama pengganggu tanaman yang ramah lingkungan dan

tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.

3. Cara pengendalian hama Plutella xylostella yang ramah lingkungan.

4. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai pestisida nabati.

5. Jenis zat aktif yang terkandung di dalam daun tembakau.

6. Efektifitas perasan tembakau (Nicotiana tabacum) dalam

mengendalikan hama Plutella xylostella.

7. Tingkat mortalitas hama, pemendekan siklus hidup hama Plutella

xylostella pada fase larva, tingkat kerusakan daun dan berat basah

sawi yang ditimbulkan dari penggunaan perasan daun tembakau

(Nicotiana tabacum) sebagai pestisida nabati.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh pemberian perasan tembakau

(Nicotiana tabacum) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella,

pemendekan siklus hidup hama, tingkat kerusakan daun sawi dan berat

(26)

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap mortalitas hama Plutella

xytostella?

2. Bagaimana pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap pemendekan siklus hidup

hama Plutella xylostella pada fase larva?

3. Bagaimana pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap tingkat kerusakan daun sawi

(Brassica juncea (L.))?

4. Bagaimana pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap berat basah tanaman sawi

(Brassica juncea (L.))?

5. Berapa dosis pestisida nabati perasan daun tembakau (Nicotiana

tabacum) yang paling efektif untuk pengendalian hama Plutella

(27)

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap mortalitas hama Plutella

xylostella.

2. Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap siklus hidup hama Plutella

xylostella) pada fase larva.

3. Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap tingkat kerusakan daun sawi

(Brassica juncea L.)?

4. Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) terhadap berat basah tanaman sawi

(Brassica juncea L.)?

5. Mengetahui berapa dosis optimal pestisida nabati perasan daun

tembakau (Nicotiana tabacum) untuk pengendalian hama Plutella

xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.).

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Petani dan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai :

(28)

manfaat-manfaat yang terdapat di dalam perasan daun tembakau

(Nicotiana tabacum).

b. Dosis optimal dari pestisida nabati yang dibuat dari perasan

daun tembakau (Nicotiana tabacum) untuk pengendalian hama

Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)

c. Bahaya pestisida sintetik terhadap kesehatan dan dampaknya

bagi lingkungan.

2. Bagi Saintis

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong para saintis untuk lebih

mengeksplorasi jenis-jenis tanaman apa saja yang dapat dimanfaatkan

menjadi pestisida nabati untuk mewujudkan pertanian yang ramah

lingkungan.

G. Batasan Operasional

1. Tanaman sawi yang akan diinfeksi oleh larva Plutella xylostella instar

III adalah tanaman sawi jenis sawi caisim (Brassica juncea (L.)) yang

berumur 21 hari setelah tanam.

2. Hama Plutella xylostella yang digunakan adalah larva instar III

dengan panjang 4-6mm, lebar 0,75 dan berwarna hijau.

3. Daun tembakau yang digunakan dalam kondisi segar dan berumur

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HAMA Plutella xylostella

Hama dalam arti luas adalah semua jenis gangguan baik pada manusia,

ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan

dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak

tanaman yang mana aktivitas hidupnya dapat menimbulkan kerugian secara

ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu tanaman sebelum menimbulkan

kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama.

Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor

dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis

besar hewan yang dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga, moluska,

tungau, tikus, burung atau mamalia besar. Mungkin di suatu daerah hewan

tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama

(Dadang, 2006: 1)

1. Konsep Munculnya Hama

Konsep munculnya hama dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

yaitu:

a. Adanya proses pembukaan lahan baru dimana terjadi perubahan

ekosistem menjadi tidak seimbang lagi, misalnya terjadi

penurunan bahkan musnahnya musuh alami sehingga populasi

(30)

kondisi tidak stabil. Kemudian, penanaman secara monokultur

akan berpotensi terjadinya dominasi suatu organisme pada

ekosistem tersebut. Penanaman monokultur akan menyediakan

sumber makanan yang sangat melimpah untuk satu organisme

sehingga populasi organisme tersebutakan berkembang dengan

cepat sementara faktor pembatas seperti musuh alami mungkin

kurang.

b. Introduksi tanaman baru ke suatu lokasi. Kejadian ini dipahami

dari dua arah yaitu tanaman tersebut memang tidak membawa

hama namun perkembangan tanaman tersebut dapat merubah

status tanaman tersebut menjadi gulma dan keberadaanya sangat

membahayakan tanaman budidaya.

c. Selain itu perubahan persepsi manusia juga dapat menentukan

status hama, salah satunya di ukur dari ambang ekonomi. Hewan

dapat berubah statusnya menjadi hama jika populasinya sudah

melebihi atau di atas ambang ekonomi. Dengan semakin

meningkatnya pemahaman konsumen terhadap kualitas produk

maka pihak produsen akan berusaha memenuhi keinginan

konsumen tersebut. Dengan demikian keberadaan hama di

lapangan lebih diperhatikan dalam arti tindakan pengendalian

lebih digiatkan agar produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan

(31)

Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) adalah salah satu hama

utama pada tanaman. Larva merusak tanaman dengan cara menggigit,

mengunyah kemudian memakan permukaan bawah daun. Bagian daun akan

berwarna putih transparan, pada kerusakan berat hanya tertinggal tulang

daun. (Siahaya dan Rumthe, 2014:112)

2. Klasifikasi Hama Plutella xylostella

Klasifikasi ulat kubis (Plutella xylostella ) menurut Kalshoven (1981)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Plutellidae

Genus : Plutella

Spesies : Plutella xylostella

Plutella xylostella adalah serangga kosmopolitan pada daerah

tropis dan daerah subtropis. Di Indonesia saat ini penyebaranya bukan

hanya di daerah pegunungan tetapi saat ini sudah menyebar sampai di

dataran rendah. P. xylostella memiliki kisaran inang yang luas. Banyak

jenis kubis, sawi dan beberapa tanaman silangan lainnya, termasuk

(32)

dibanding daun tua. Jenis kerusakan oleh ulat ini sangat khas: daun

menampilkan jendela putih tidak teratur (Kalshoven, 1981).

3. Biologi hama Plutella xylostella

Ulat Plutella xylostella disebut juga hama bodas, hama krancang

atau hama wayang. Tanaman inangnya antara lain kubis, lobak, sawi

dan tanaman lain yang termasuk dalam keluarga Cruciferae., ulat 12

hari, pupa 6-7 hari dan kupu-kupu 20 hari. (Rukmana, Rahmad, 1997:

76)

Gambar 1. Siklus hidup Plutella xylostella Foto: Tonny K. Moekasan

a. Telur

Bentuk telur bulat panjang dengan lebar kurang lebih

0,26mm dan panjang 0,49mm. Di daerah panas sampai ketinggian

(33)

dataran tinggi berketinggian 1.100m – 1.200m dari permukaan air laut umurnya lebih panjang, yaitu stadium telur 3-4 hari.

Umumnya telur diletakan pada permukaan bawah daun.

Untuk oviposisi Plutella xylostella peran faktor fisik tumbuhan

sangat besar. Permukaan daun yang berlekuk-lekuk lebih disukai

sebagai tempat oviposisi. Permukaan bawah daun lebih dipilih

untuk oviposisi dibandingkan dengan permukaan atas karena

lekuk-lekuk lebih memudahkan imago untuk meletakkan telurnya.

(Rukmana, 1997; Mulyaningsih, 2010: 85).

b. Larva

Ulat yang baru menetas berwarna hijau pucat, sedangkan

yang lebih tua warnanya lebih hijau dengan kepala pucat serta

terdapat bintik-bintik cokelat. Panjang ulat 5mm-10mm. Larva

mempunyai lima pasang proleg, sepasang proleg menonjol keluar

dari ujung posterior membentuk huruf V yang jelas (CABI.2015)

(34)

Larva berbentuk silindris, berwarna hijau muda, relatif tidak

berbulu dan mempunyai lima pasang proleg. Larva Plutella

xylostella terdiri atas empat instar. Larva lincah dan jika tersentuh

akan menjatuhkan diri serta menggantungkan diri pada benang

halus. Larva jantan dapat dibedakan dari larva betina karena

memiliki sepasang calon testis yang berwarna kuning. Pada

ketinggian 1100-2000 mdpl stadium larva lebih panjang yaitu 12

hari dan dibawah ketinggian 250 mdpl lebih pendek yaitu 9 hari

(Rukmana, 1997; Mulyaningsih, 2010: 96). Rata-rata lamanya

stadium larva instar ke satu adalah 3,7 hari, larva instar ke dua

adalah 2,1 hari, larva instar ke 3 adalah 2,7 hari dan larva instar ke

empat adalah 3,7 hari (Sastrosiswodjo, et. al.2005:8).

c. Pupa

Setelah cukup umur, ulat mulai membentuk kepompong dari

bahan seperti benang sutera abu-abu putih dibalik permukaan daun

untuk menghindari panasnya sinar matahari. Pembentukan

kepompong mulai dari dasarnya, sisinya kemudian tutupnya.

Kepompong masih terbuka pada bagian ujung untuk keperluan

pernafasan. Pembuatan kepompong ini diselesaikan dalam waktu

24 jam. Setelah selesai, ulat berubah menjadi pupa. Kulit ulat

biasanya diletakkan di dalam kepompong namun kadang juga di

(35)

Gambar 3. Pupa Plutella xylostella Sumber: Dokumentasi pribadi

Pupa mulanya berwarna hijau, selanjutnya berwarna kuning

pucat, dengan warna kecoklatan pada bagian punggungnya.

Panjang pupa 5-6 mm dengan diameter 1,2-1,5 mm. pupa tertutup

oleh kokon, dengan masa pupa 3-6 hari (Sudarmo.1994)

d. Ngengat

Gambar 4. Ngengat Plutella xylostella Sumber:

(36)

Warna sayap ngengat abu-abu kecoklatan. Warna sayap

betina agak pucat. Pada saat istirahat kedua sayapnya menutupi

tubuh dan seakan akan ada gambar seperti jajaran genjang yang

berwarna putih seperti berlian, oleh karena itu, ngengat ini disebut

dengan ngengat punggung berlian (Pracaya, 2007: 113). Ngengat

betina mampu bertelur sebanyak 180-320 butir telur dan diletakan

pada bagian bawah daun tanaman. Ngengat menghisap madu

keluarga Cruciferae. Musuh alami yang dapat menghambat

perkembangan ulat ini antara lain burung gereja, prenjak dan

capung. (Rukmana, Rahmad, 1997: 76-77)

4. Aktifitas Makan Hama Plutella xylostella

Serangga akan menghadapi dua ha1 untuk memulai aktivitas

makannya yaitu yang pertama adanya rangsangan-rangsangan untuk

inisiasi aktivitas makan (feeding stimulant) dalam tanaman yang

memberikan masukan isyarat untuk pengenalan jenis makanan dan

menjaga aktivitas makan, dan yang kedua adalah pendeteksian

kehadiran senyawa-senyawa asing (foreign compound) yang dapat

bersifat sebagai penghambat makan sehingga dapat memperpendek

aktivitas makan atau bahkan menghentikan aktivitas makan sama

sekali (Dadang dan Kanju, 2000: 30). Hama ini aktif makan pada

(37)

5. Kerusakan yang diakibatkan hama

Ulat Plutella xlostella dapat menyerang tanaman mulai dari

proses pembibitan sampai dengan saat panen. Hingga saat ini

pengendalian hama Plutella xylostella di Indonesia masih ditujukan

pada pengendalian secara kimia saja (Sembel, 2010: 214). Serangan

hama ini sangat cepat sehingga dalam waktu beberapa hari saja

tanaman yang diserang sudah menjadi rusak (Surachman dan Widada,

2007: 55-56)

Gambar 5. Kerusakan Akibat Serangan Hama Plutella xylostella Sumber: Dokumentasi pribadi

Ulat bersembunyi di bagian bawah daun sambil makan. Biasanya

yang dimakan ulat hanya daging daun. Kulit ari pada bagian permukaan

daun sebelah atas tidak dimakan sehingga disebut juga hama putih

(hama bodas). Jika kulit ari yang diserang menjadi kering, daunnya akan

sobek dan kelihatan berlubang-lubang. Apabila serangan menghebat,

(38)

wayang kulit. Oleh karena itu ada yang menyebut hama ini sebagai hama

wayang (Pracaya, 2007: 112)

B. TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.))

Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukan pembudidayaan

berbagai jenis tanaan sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari

luar negeri. Hal tersebut menyebabkan Indonesia ditinjau dari aspek

klimatologis sangat potensial dalam usaha bisnis sayuran. Diantara

bermacam-macam jenis sayuran yang dibudidayakan di Indonesia adalah

sawi yang memiliki nilai komersial dan prospek yang baik. Selain ditinjau

dari aspek klimatologis, aspek teknis, dan aspek ekonomi, aspek sosial juga

sangat mendukung, sehingga sawi memiliki kelayakan untuk diusahakan di

Indonesia (Haryanto, 2003).

Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik

segar maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang

kadang-kadang mirip satu sama lain. Di Indonesia penyebutan sawi

biasanya mengacu pada sawi hijau (disebut juga sawi bakso, caisim, atau

caisim). Selain itu, terdapat pula sawi putih (disebut juga petsai) yang biasa

dibuat sup atau diolah menjadi asinan. Jenis lain yang kadang-kadang

disebut sebagai sawi hijau adalah sawi sayur (untuk membedakannya

dengan caisim) (Haryanto, 2003). Pengembangan budidaya sawi

mempunyai prospek baik untuk mendukung upaya peningkatan pendapatan

(39)

agribisnis, peningkatan pendapatan negara melalui pengurangan impor dan

memacu laju pertumbuhan ekspor. Kelayakan pengembangan budidaya sawi

antara lain ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah

tropis Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut. Di samping

itu, umur panen sawi relatif pendek dan hasilnya memberikan keuntungan

yang memadai (Arinong dkk., 2008: 76).

Tabel 1. Produktivitas tanaman sawi DIY

Daerah Istimewa Yogyakarta

Indikator Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Luas panen Ha 613 635 604 525 518 588 Produksi Ton 6756 7157 6603 6447 5605 64524 Produktivitas Ton/Ha 11,020 11,270 10,932 12,280 10,821 109,73

Sumber: http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasilKom.asp

Tabel 1 di atas merupakan data produktivitas tanaman sawi DIY dari

tahun 2010 hingga 2015. Produktivitas tanaman sawi tertinggi adalah pada

tahun 2013 dengan produktivitas sebanyak 12.280 ton/Ha dan produktivitas

terendah pada tahun 2011 yaitu sebanyak 10,270 ton/Ha.

1. Jenis-jenis Sawi (Brassica juncea (L.))

Petani Indonesia di masa lalu hanya mengenal tiga macam jenis

sawi yang biasanya dibudidayakan yaitu sawi putih, sawi hijau, dan

(40)

bakso. Selain jenis-jenis sawi tersebut dikenal pula jenis sawi keriting

dan sawi monumen (Haryanto dkk, 2003: 9).

a. Sawi putih atau sawi jabung

Sawi putih atau sawi jabung merupakan jenis sawi yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa yang

paling enak di antara sawi jenis lainnya. Tanaman ini dapat

dibudidayakan di tempat yang kering. Bila sudah dewasa jenis

sawi ini memiliki daun yang lebar dan berwarna hijau tua.

Tangkainya panjang, tetapi lemas dan halus. Batangnya pendek,

tetapi tegap dan bersayap (Haryanto dkk, 2003: 10).

b. Sawi hijau atau sawi asin

Sawi hijau atau sawi asin kurang banyak dikonsumsi

sebagai bahan sayur segar karena rasanya agak pahit. Rasa pahit

pada daun sawi hijau dapat dihilangkan dengan cara pengasinan

(Haryanto dkk, 2003: 10).

Sawi hijau berukuran lebih kecil dibandingkan sawi jabung

atau sawi putih. Daun sawi jenis ini lebar seperti daun sawi

putih, tetapi warnanya lebih hijau tua. Batangnya sangat pendek,

tetapi tegap. Tangkai daunnya agak pipih, sedikit berliku, tetapi

kuat. Varietas sawi hijau banyak dibudidayakan di lahan yang

(41)

c. Sawi huma

Jenis sawi ini baik jika ditanam di tempat-tempat yang

kering, seperti tegalan dan huma. Tanaman ini biasanya ditanam

setelah usai musim penghujan karena sifatnya yang tidak tahan

terhadap genangan air (Haryanto dkk, 2003: 10).

Sawi huma daunnya sempit, panjang, dan berwarna

hijaukeputih-putihan. Tidak seperti sawi putih dan sawi hijau,

sawi huma berbatang kecil, tetapi panjang. Tangkainya

berukuran sedang seperti bersayap (Haryanto dkk, 2003: 11).

d. Caisim alias sawi bakso

Caisim alias sawi bakso (ada juga yang menamakannya

sawi cina) merupakan jenis sawi yang paling banyak dipasarkan

di kalangan konsumen (Haryanto dkk, 2003: 11). Tangkai

daunnya panjang, langsing, dan berwarna putih kehijauan.

Daunnya lebar memanjang, tipis, dan berwarna hijau. Rasanya

yang renyah dan segar dengan sedikit sekali rasa pahit, membuat

sawi ini banyak diminati. Selain enak ditumis atau dioseng,

caisim banyak dibutuhkan oleh pedagang mi bakso, mi ayam,

atau restoran masakan cina. Tak mengherankan jika

permintaannya setiap hari amat tinggi (Haryanto dkk, 2003:

(42)

e. Sawi keriting

Ciri khas sawi ini adalah daunnya yang keriting. Bagian

daun yang hijau sudah mulai tumbuh dari pangkal tangkai daun.

Tangkai daunnya berwarna putih. Selain daunnya yang keriting,

jenis sawi ini amat mirip dengan sawi hijau biasa (Haryanto dkk,

2003: 12).

f. Sawi monumen

Sawi monumen tumbuhnya amat tegak dan berdaun

kompak. Penampilan sawi ini sekilas mirip dengan petsai.

Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan

tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya berwarna hijau

segar. Jenis sawi ini tergolong terbesar dan terberat diantara jenis

sawi lainnya (Haryanto dkk, 2003: 12).

2. Klasifikasi Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.))

Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi

jabur, sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih (B. juncea L. Var. Rugosa

Roxb. Prain) memiliki batang yang pendek, tegap dan daun lebar

berwarna hijau tua, tangkai daun panjang dan bersayap melengkung

kebawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang pendek, daun berwarna

hijau keputih-putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan sawi huma

memiliki ciri-ciri batang kecil panjang dan langsing, daun panjang

sempit berwarna hijau keputih-putihan serta tangkai daun panjang dan

(43)

Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop,

kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili Cruciferae

(Brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir

sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah

maupun bijinya.

Klasifikasi sawi dalam (Rukmana, 2002: 4) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Phylum : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Papavorales

Suku : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea (L.)

3. Morfologi Tanaman Sawi (Brassica juncea (L.))

(44)

Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik di

dataran rendah maupun dataran tinggi. Sistem perakaran sawi memiliki

akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang

bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah dengan

kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain

mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan

berdirinya batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003). Batang sawi

pendek sekali dan beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang

ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana,

2002: 4). Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak

berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset)

hingga sukar membentuk krop (Sunarjono, 2004).

Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam

sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah

penyiraman secara teratur, tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir

musim penghujan (Margiyanto, 2007). Tanah yang cocok untuk

ditanami sawi adalah tanah yang subur, gembur dan banyak

mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang (becek), tata

aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (pH)

tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6

sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2003: 25). Biasanya tanaman ini

(45)

besar daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut

(Haryanto,dkk, 2003: 24)

Tanaman ini dapat melakukan fotosintesis dengan energi yang

cukup, cahaya matahari merupakan sumber yang diperlukan tanaman

untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal

diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara

350-400 cal/cm2 setiap hari, sawi hijau memerlukan cahaya matahari

tinggi. Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman

sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6oC dan

siang 21,1oC serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari.

Meskipun demikian, beberapa varietas sawi tahan terhadap suhu panas,

dapat tumbuh dan produksi dengan baik di daerah dengan suhu antara

27o-32oC (Rukmana, 2004: 34)

Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat

gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik

untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi setiap 100 g

(46)

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100gr sawi

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1979

Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di

tenggorokan pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan

pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal serta memperbaiki dan

memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada

sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, vitamin A, Vitamin

B dan Vitamin C (sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI,

1981)

4. Hama penyerang tanaman sawi (Brassica juncea (L.))

Beberapa hama penyerang tanaman Curcurifeae (kubis, sawi,

petsai) antara lain ulat Agrotis, ulat Crocidolomia, ulat Plutella, ulat

Spodoptera dan kutu daun Aphis.penyakit yang ditimbulkan antara lain

busuk lunak, busuk hitam, akar ganda dan bercak daun. Masing-msing

hama juga menyerang tanaman pada umur yang berbeda, ulat Agrotis

(47)

setelah tanaman di lapang. Pembasmiannya menggunakan pestisida

berbentuk granula (Tjahjadi, 1989: 106).

Dalam pembasmian ulat Plutella xylostella dengan obat-obatan

yang mengandung zat phospor, gejala-gejala kekebalan tampak jelas,

bilamana petani mempergunakan sejenis obat terus menerus. Untuk

menghindari timbulnya kekebalan terhadap sesuatu insektisida maka

perlu diadakan pergantian obat selama masa pengobatan

(Rismunandar, 1986: 90)

C. TEMBAKAU (Nicotiana tabacum)

Tembakau adalah bahan baku dari pembuatan rokok yang sangat

digemari orang Indonesia. Tembakau Indonesia di ekspor ke berbagai

Negara di dunia, karena tembakau Indonesia merupakan tembakau dengan

kualitas terbaik. Distribusi geografis tanaman tembakau di Indonesia adalah

di daerah Deli (Sumatera Utara), Temanggung (Jawa Tengah), Madura,

Boyolali, Klaten, Jember dan Lombok Timur.

1. Klasifikasi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)

Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam

tanaman perkebunan. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai

(48)

Gambar 7. Tanaman Tembakau

Sumber: https://litbangjember.files.wordpress.com/2012/10/varietas-h-382.jpg. Diakses pada 17 Januari 2017

Klasifikasi Tanaman Tembakau

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Personatae

Famili : Solanaceae

Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana tabaccum. L. (Matnawi, 1997)

2. Morfologi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)

Tanaman tembakau mempunyai bagian–bagian sebagai berikut: a. Akar Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam

tanah sampai kedalaman 50–75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga memiliki bulu

(49)

berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap

air dan subur.

b. Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin

ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang

ditumbuhi daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau

sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun

juga tumbuh tunas ketiak daun, dengan diameter batang 5 cm.

Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ

lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun,

dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh

bagian tanaman.

c. Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya

meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak

bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang,

kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan

daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun

tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian

atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah

daun dalam satu tanaman berkisar 28–32 helai, tumbuh berselang–seling mengelilingi batang tanaman. Daun tembakau cerutu diklasifikasikan menurut letaknya pada batang, yang

(50)

(top blad). Sedangkan daun tembakau Virginia pada dasarnya

dibagi menjadi 4 kelas, yakni: daun pasir (lugs), bawah dan

tengah (cutters), atas (leaf), dan pucuk (tips). Bagian dari daun

tembakau Virginia yang mempunyai nilai tertinggi adalah daun

bawah dan tengah menyusul daun atas, sedang daun pasir dan

pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau rajangan

(Abdullah, 1982)

d. Bunga majemuk yang terdiri dalam beberapa tandan yang

masing-masing berisi sekitar 15 bunga. Bentuknya seperti

terompet dan panjang. Bunga pada tanaman tembakau dibedakan

menjadi beberapa bagian yaitu kelopak bunga, mahkota bunga,

bakal buah dan kepala putik. Mahkota bunga berbentuk

terompet, warna merah jambu dan merah muda, terdapat lima

benang sari satu lebih pendek dari yang lain. Kepala putik

terletak pada tabung bunga yang berdekatan dengan benang sari.

Bakal buah di atas dasar bunga terdiri dari dua ruang yang dapat

membesar. Terdapat banyak bakal biji pada ruang-ruang

tersebut. Penyerbukan pada bakal buah akan membentuk buah.

Buah tembakau nantinya akan masak dalam waktu tiga minggu.

Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran kecil

serta terdapat biji di dalamnya (Hanum, 2008; Denda Astra,

(51)

3. Kandungan Zat Kimia Tembakau

Tembakau memiliki kandungan zat-zat seperti gula, fenol, nitrat

dan nikotin denga rincian presentase di bawah ini:

Tabel 3. Susunan senyawa kimia dari daun tembakau

Uraian Jumlah %

Kandungan N total 2,18-3,58

Sumber: (Cahyono, 1998; Denda Astra, 2016: 9)

Berikut ini merupakan senyawa kimia pada tembakau yang larut

dalam air (polar):

Tabel 4. Senyawa kimia batang tembakau dalam ekstrak air

No Senyawa Akuades

(52)

Pada tanaman tembakau beberapa macam alkaloid yang dapat

dimanfaatkan sebagai insektisida diantaranya adalah nikotin. Senyawa

kimia pada tanaman tembakau yang dapat di ekstraksi menggunakan

air yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid.

1. Alkaloid

Nikotin merupakan kelompok alkaloid yang diekstraksi

dari tanaman tembakau. Nikotin tidak berwarna, tetapi jika

dibiarkan dan mengalami kontak langsung dengan udara nikotin

akan berwarna coklat. Nikotin merupakan kelompok alkaloid

toksik yang bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Karena nikotin

mempunyai racun yang tinggi maka dapat digunakan sebagai

bioinsektisida.

2. Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan glikosida

triterpenoid ataupun glikosida steroida yang bersifat seperti

sabun. Saponin ini di deteksi berdasarkan kemampuannya

membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Saponin

merupakan senyawa yang memiliki rasa pahit dan bersifat racun

(Harborne, 1987; Denda Astra, 2016: 12)

3. Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu senyawa fenolik yang terdapat

pada jaringan tumbuhan dan berperan sebagai antioksidan.

(53)

mendonasikan atom hidrogennya (Abdi, 2010; Denda Astra,

2016: 12). Menurut Harborne (1987) senyawa isoflavon

merupakan salah satu kelompok dari flavonoid yang

dimanfaatkan sebagai Bioinsektisida.

4. Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang diisolasi

dari bahan nabati yang disebut minyak astiri. Senyawa ini

terdapat dalam lapisan daun dan dalam buah, berfungsi sebagai

pelindung dan menolak serangga dan mikroba (Harborne, 1987;

Denda Astra, 2016: 13)

Kemampuan tembakau dalam membunuh hama disebabkan

karena kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya yaitu

nikotin (Afifah, fika, 2015: 28).

Daya kerja fisiologi:

1. Beracun untuk semua bentuk kehidupan hewan, jika zat racun

tersebut terdapat pada tempat alat indera (lewat mulut atau

kulit).

2. Beberapa serangga atau hewan tidak peka terhadap nikotin,

mungkin karena perbedaan sifat permeabilitas membran pada

masing-masing jenis hewan atau serangga.

(54)

Dikarenakan daya kerja di atas maka pada hewan atau serangga

dapat terjadi beberapa hal seperti dibawah:

1. Terjadi aktivitas mendadak pada pusat syaraf.

2. Kerja nikotin berlawanan (antagonis) dengan antropin.

3. Kombinasi nikotin dengan reseptor tak reversibel

Insektisida merupakan racun bagi serangga, dapat memasuki

tubuh serangga melalui berbagai bagian tubuh:

1. Dinding Tubuh

Dinding tubuh merupakan bagian tubuh serangga yang

dapat menyerap insektisida dalam jumlah yang besar. Bagian ini

tersusun atas Epikutikula yang terdiri dari lipoprotein

terkonjugasi atau terdiri dari protein dan lemak yang terpisah.

Dapat pula berisi amina. Paraffin, asam lemak, alkohol,

aldehida, keton dan ester hampir selalu ada. Didalam

eksokutikula dan endokutikula terdapat protein-bersamak

disamping kitin. Kitin merupakan bagian terbesar dari

eksokutikula

2. Jalan Pernafasan

Berbeda dengan hewan menyusui atau burung, reptil dan

ampibi, serangga tidak bernafas dengan paru-paru, tetapi dengan

sistem tabung yang disebut dengan trakhea. Trakhea ini

memiliki muara pada dinding tubuh dan disebut stigma atau

(55)

Trakhea selalu terbuka dan di dalamnya terdapat cincin

spirakel yang terbuat dari kitin. Trakhea bercabang kecil-kecil,

disebut trakheola dan dapat mencapai jaringan tubuh serangga.

Udara dan oksigen memasuki trakhea secara difusi dibantu

dengan gerakan abdomen. Oksigen akan langsung berhubungan

dengan jaringan. Insektisida dapat masuk kedalam sistem

pernafasan dalam bentuk gas ataupun butir-butir halus yang

dibawa ke jaringan-jaringan hidup.

3. Alat Pencernaan Makanan

Alat pencernaan serangga terdiri dari tiga bagian, yaitu

bagian depan, tengah dan belakang. Bagian depan dan belakang

memiliki susunan yang mirip dinding tubuh. Dengan demikian

penyerapan pada bagian depan dan belakang sama seperti

bagian dinding tubuh. Dalam hal ini bagian tengah alat

pencernaan makanan tidak memiliki peran khusus.

(Sastrodihardjo, 1979: 57-58).

D. PESTISIDA SINTETIK

Pestisida berarti pembunuh hama (pest: hama dan cide: membunuh)

dan secara umum pengertian pestisida ini sangatlah luas yang mencakup

produk-produk yang digunakan dibidang pengelolaan tanaman (pertanian,

perkebunan, kehutanan), peternakan, kesehatan hewan, perikanan,

(56)

(pengendalian rayap), pestisida rumah tangga, fumigasi serta pestisida

industri (Nikada, 2012).

Proses penyebaran pestisida ke lingkungan (udara dan air) yaitu

melalui penyemprotan pestisida yang terbawa angin (driff). Sebab utama

terjadinya pencemaran lingkungan oleh pestisida adalah pengendapan

(deposit) dan residu pestisida. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang

terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau

aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang

terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan

(aging), perubahan(alteration) atau kedua-duanya. Residu permukaan atau

residu efektif adalah banyaknya materi yang tertinggal, misalnya pada

tanaman setelah aplikasi (Pohan, 2004).

Pestisida sintetik Dursban adalah salah satu pestisida yang spesifik

untuk memberantas hama pada tanaman sawi. Kandungan dalam pestisida

sistetik ini adalah klorpirifos, merupakan zat kimia yang mempunyai

dampak sebagai racun kontak, racun lambung dan racun pernafasan.

E. PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

Pada umumnya budidaya tanaman sayuran masih banyak kendala

yang dihadapi. Salah satu diantaranya adalah serangan hama yang dapat

menurunkan hasil panen. Ratarata serangan oleh hama penusuk pengisap

dapat menurunkan hasil panen sebanyak 40%-80%, serangan oleh lalat buah

(57)

kehilangan hasil panen keseluruhan yang yang diakibatkan oleh organisme

pengganggu tanaman dapat mencapai 40%- 55%. (Pasetriyani,2010: 34)

PHT adalah cara pendekatan dalam pengendalian hama yang

didasarkan pada pertimbangan ekologi. Selain pertimbangan ekologi juga

termaktub efisiensi ekonomi dalam kerangka pengelolaan agro ekosistem

secara menyeluruh. PHT merupakan instrumen penting bagi mendorong

peningkatan produktivitas hasil pertanian dan sekaligus berperan dalam

pelestarian lingkungan. Karena konsep PHT teruji dalam sikap dan

perbuatan yang ramah lingkungan. PHT berawal dari kesadaran manusia

terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat baik bagi

lingkungan hidup maupun kesehatan masyarakat. PHT mengendalikan hama

secara alami. Pengendalian hama secara alami adalah pengendalian hama

yang terjadi di alam tanpa campur tangan manusia. Kita tahu, alam terdiri

atas faktor fisik atau non hayati dan hayati . Faktor tersebut dapat menjadi

pembatas atau penyekat perkembangbiakan hama.

Penggunaan teknik pengendalian hama dalam konsep PHT adalah

sebagai berikut:

a. Secara kultur teknis menggunakan varietas resisten, mengatur pola

bertanam.

b. Secara biologis menggunakan musuh-musuh alami.

(58)

d. Secara kimia menggunakan pestisida selektif, seminimal mungkin atau

menggunakan pestisida biorasional, dan pestisida botani. Jadi dalam

pengendalian hama terpadu perlu dikembangkan upaya pengendalian

hama tanaman sayuran yang kompatibel sehingga dapat mengurangi

penggunaan pestisida kimia (Pasetriyani, 2010: 35)

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) berkembang dan

diterapkan sampai saat ini oleh karena dilandasi oleh beberapa prinsip dasar

sebagai berikut:

a. Pemahaman Sifat Dinamika Ekosistem Pertanian

Usaha pengendalian hama, adalah salah satu cara dari proses

produksi pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari

lahan pertanian bagi kepentingan petani dan masyarakat luas.

Sedangkan proses produksi pertanian meliputi berbagai kegiatan

pengelolaan lingkungan pertanian atau agro-ekosistem yang ditujuan

untuk pencapaian sasaran produktivitas tertentu. Jadi PHT merupakan

bagian integral dari pengelolaan agro-ekosistem. Oleh karena itu agar

diperoleh hasil pengendalian hama yang baik diperlukan pemahaman

tentang sifat agro-ekosistem yang sedang dikelola.

Sama dengan sifat dari ekosistem-ekosistem lain di biosfer

agro-ekosistem dikuasai oleh kaidah-kaidah ekologi yang berlaku secara

umum, namun karena terdapat beberapa ciri khas maka dalam

penampakannya agro-ekosistem berbeda dengan ekosistem lainnya

(59)

b. Analisis Biaya-Manfaat Pengendalian Hama

Biaya yang dikeluarkan dalam pengendalian hama merupakan

total uang yang dikeluarkan untuk membeli pestisida, varietas tahan

hama, untuk menyewa alat pengendalian dan membayar tenaga

pengendali hama. Manfaat yang diperoleh dari usaha pengendalian

hama berupa nilai rupiah dari hasil yang diperoleh. Selisih antara nilai

manfaat dan biaya pengendalian hama secara kasar dan dianggap

sebagai keuntungan dari usaha pengendalian hama.

c. Toleransi Tanaman Terhadap Kerusakan

Perlu kita mengerti bahwa semua tanaman tentu memiliki tingkat

toleransi terhadap adanya kerusakan yang dikarenakan serangga atau

oleh penyebab lainnya. Hal itu berarti bahwa adanya tingkat kerusakan

tidak mempengaruhi produksi tanaman. Oleh karena itu adanya

populasi hama tertentu pada tanaman yang kita usahakan mungkin

tidak akan mengakibatkan kerugian apapun pada kita.

d. Budidaya Tanaman yang Sehat

Tanaman yang sehat tentunya akan lebih bertahan terhadap

serangan hama bila dibandingkan dengan tanaman yang lemah. Juga

tanaman yang sehat akan lebih cepat mengatasi kerusakan yang terjadi

akibat serangan hama dengan mempercepat pembentukan anakan atau

(60)

e. Pemantauan Lahan

Sangat sulit atau bahkan tidak bisa bagi kita untuk meramalkan

kapan terjadinya letusan hama. Sifat dinamika populasi hama sangat

khas pada setiap lahan untuk waktu tertentu. Untuk dapat mengikuti

perkembangan hama dan musuh alami di lahan serta menentukan

tindakan pengendalian yang perlu dilaksanakan, tidak ada jalan lain

selain petani harus mengadakan pemantauan lahannya secara rutin

(Untung, K, 1996: 17-22).

Untuk menunjang konsep PHT tersebut dalam rangka pengurangan

penggunaan bahan insektisida perlu dicari alternatif pengendalian yang

bersifat ramah lingkungan antaralain penggunaan bahan bioaktif (insektisida

nabati, attraktan, repelen), musuh alami (parasitoid dan predator serta

patogen), serta penggunaan perangkap berperekat.

F. PESTISIDA NABATI

Penggunaan pestisida di lingkungan pertanian menjadi masalah yang

sangat dilematis, terutama pada tanaman sayuran yang sampai sat ini masih

menggunakan insektisida kimia sintetis secara intensif. Di satu pihak dengan

digunakannya pestisida maka kehilangan hasil yang diakibatkan organisme

penggangu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi akan menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan seperti berkembangnya ras hama yang resisten

terhadap insektisida, resurjensi hama, munculnya hama sekunder,

terbunuhnya musuh alami hama dan hewan bukan sasaran lainnya, serta

(61)

pengunaan pestisida akan sulit menekan kehilangan hasil yang diakibatkan

OPT (Kardinan, 2001; Rahmawati, 2012:171)

Sejarah menunjukkan bahwa pengendalian hama dengan

memanfaatkan pestisida nabati banyak dilakukan sebelum tahun 1940’an. Era setelah itu adalah era pestisida kimiawi, yang kemudian berdampak luas

pada kehidupan organisma di muka bumi (Haryono, 2011: 2)

Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial

insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae

dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk

ditemukannya famili tumbuhan lain. Didasari oleh banyaknya jenis

tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai insektisida maka penggalian

potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif

pengendalian hama tanaman cukup tepat. (Rahmawati, 2012:172)

Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan

hidup. Yang akan diuraikan di sini adalah biopestisida yang terbuat dari

tanaman sehingga disebut Pestisida Nabati. Kandungan bahan kimia dalam

tanaman tersebut menunjukkan bioaktivitas pada serangga, seperti bahan

penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant), penghambat

perkembangan serangga (insect growth regulator), dan penghambat

peneluran (oviposition deterrent) (Alif, dkk, 2012: 68)

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup Plutella xylostella Foto: Tonny K. Moekasan
Gambar 4. Ngengat Plutella xylostella
Gambar 5.  Kerusakan Akibat Serangan Hama Plutella xylostellaSumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 1. Produktivitas tanaman sawi DIY
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan pestisida organik dan konsentrasi penyemprotan berpengaruh nyata terhadap populasi hama Plutella xylostella pada semua umur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal ekstrak daun Legundi (Vitex trifolia) sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim (Brassica

Ulat daun Plutella xylostella termasuk dalam golongan insecta (serangga) yang harus dikendalikan dengan insektisida. Karakteristik hama ini menyerang daun tanaman

Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama

Hasil identifikasi golongan senyawa esktrak n daun tembakau (Nicotiana tabacum L ) pada konsentarsi 2000 ppm yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri

perlu dilakukan penelitian tentang potensi pestisida nabati dari larutan daun pepaya (carica papaya) dalam mengendalikan hama ulat titik tumbuh

Hasil ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan rendaman daun tembakau (Nicotiana tabacum) selama 6 hari, memberikan efek lematian tertinggi pada kecoa (Periplaneta

Data hasil pengamatan diuji dengan uji Standar eror dengan membandingkan persentase serangan dan jumlah hama Plutella xylostella pada tanaman sawi tanpa