SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
perihnya kebodohan” ~Imam Syafi’i~
“Saat engkau merasa putus asa dan sudah tidak ada harapan sedikitpun, berhentilah sejenak, tengok ke lubuk hatimu yang paling dalam dan lihatlah. Disana masih ada api kecil yang dapat disulut kembali. Api itu adalah harapan dan semangat.”
~Anonim~
“Kesulitan tunduk pada orang yang berjuang. Kesuksesan takluk pada orang yang sabar. Kekuatan mengiringi orang yang ikhlas.” ~Jusuf Kalla~
“Dalam usaha itu ada dua opsi pilihan.
vi
Bapak Zaenal Arifin dan Ibu Nur Julita
yang tak henti-hentinya memberikan semangat, kekuatan, dan doa.
Terima kasih pula untuk sahabat-sahabat yang selalu mengingatkan, memberi dukungan, dan
vii oleh Imroatus Syarifah NIM 11301241041
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA, mengetahui efektivitas pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA, dan mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.
Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain penelitian menggunakan desain tes kemampuan awal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Purworejo dengan sampel penelitian diambil dua kelas secara acak yaitu kelas X-4 sebagai kelas kontrol dan kelas X-5 sebagai kelas eksperimen. Kelas kontrol dikenai pembelajaran dengan metode konvensional, sedangkan kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah tes dan non-tes berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Validitas instrumen menggunakan validitas konstruk oleh para ahli (judgment expert) dengan hasil layak dengan revisi. Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, uji asumsi analisis, dan uji hipotesis berbantuan SPSS 16 for windows.
Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan α = 0,05 dapat disimpulkan bahwa : (1) Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,000; (2) Pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,003; dan (3) Strategi pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA dengan nilai signifikansi 0,022.
viii
dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas X SMA” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada.
1. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izinnya yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Koordinator Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta atas izin menyusun skripsi dan telah memberikan pengarahan. 3. Bapak Drs. Tuharto, M.Si, dosen pembimbing yang telah membimbing,
membantu, memberikan arahan, dorongan, serta masukan-masukan yang sangat membangun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang ikhlas membagi dan memberikan ilmunya.
7. Bapak Drs. Arif Arvianta, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 2 Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
8. Bapak Drs. Bunadi, M.M selaku guru pengampu matematika SMA Negeri 2 Purworejo yang telah membimbing selama melaksanakan penelitian
9. Siswa kelas X-4 dan X-5 SMA Negeri 2 Purworejo tahun pelajaran 2015/2016 yang telah bersedia membantu dalam penelitian ini.
10.Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis penulis selanjutnya. Semoga skipsi ini bermanfaat.
Yogyakarta, Februari 2017
x
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN PERNYATAAN……… iv
1. Kemampuan Komunikasi Matematika .………... 11
2. Pembelajaran Konvensional ... 15
3. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray ……… 20
xi
A. Jenis Penelitian……… 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian………. 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian………... 35
D. Variabel Penelitian ………. 36
E. Definisi Operasional ……… 37
F. Desain Penelitian……….. 39
G. Instrumen Penelitian………. 40
H. Analisis Instrumen Penelitian………... 41
I. Teknik Pengumpulan Data………... 41
J. Teknik Analisis Data……… 42
K. Indikator Keberhasilan ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian……… 53
1. Deskripsi Pembelajaran………... 53
2. Deskripsi Data……… 59
3. Hasil Uji Asumsi Analisis……….. 60
4. Hasil Uji Hipotesis………... 66
B. Pembahasan……….. 68
1. Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Komunikasi Matematika Siswa.... 70
2. Efektivitas Pembelajaran Konvensional terhadap Kemampuan Matematika Siswa ………... 71
xii
xiii
Tabel 4.1. Deskripsi Data ... 60
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas (Pretest) ... 61
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas (Posttest) ... 63
Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas ... 65
Tabel 4.5. Hasil Uji Kemampuan Awal (Pretest) ... 66
Tabel 4.6. Hasil Uji Hipotesis 1 (Posttest)... 68
Tabel 4.7. Hasil Uji Hipotesis 2 (Posttest)... 69
xiv
xv
2.1. Lembar Observasi Kelas Eksperimen ... 80
2.2. Lembar Observasi Kelas Kontrol ... 86
2.3. RPP Kelas Eksperimen ... 89
2.4. RPP Kelas Kontrol ... 100
2.5. Lembar Kerja Siswa ... 107
2.6. Kisi-kisi, Soal, dan Kunci Jawaban Pretest ... 115
2.7. Kisi-kisi, Soal, dan Kunci Jawaban Posttest ... 129
Lampiran 3 Rekap Nilai ... 137
3.1. Rekap Nilai Lembar Observasi Eksperimen ... 137
3.2. Rekap Nilai Lembar Observasi Kontrol ... 138
3.3. Daftar Nilai Pretest ... 139
Lampiran 5 Kelengkapan Kelas Eksperimen ... 149
5.1. Daftar Kelompok Pembelajaran TSTS ... 149
5.2. Skema Bertamu Pembelajaran TSTS ... 150
Lampiran 6 Surat dan Validasi ... 151
6.1. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 151
6.2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 152
1 A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak dapat menghindari berbagai macam bentuk komunikasi karena dengan komunikasi manusia dapat membangun relasi yang dibutuhkannya sebagai makhluk sosial. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain dengan tujuan tertentu. Proses penyampaian pesan menggunakan cara yang efektif akan dapat mudah dipahami oleh penerima pesan. Penyampaian pesan ini dapat berupa isyarat, lisan, maupun tulisan. Dapat dikatakan bahwa dalam berkomunikasi dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik sehingga tujuan yang akan disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh si penerima pesan. Salah satu aspek yang membutuhkan kemampuan komunikasi yang baik adalah dalam bidang pendidikan atau dapat disebut dengan komunikasi pendidikan.
Matematika merupakan suatu objek kajian yang abstrak. Seperti yang telah dijelaskan oleh R.Soedjadi (2000 : 13) bahwa matematika memiliki karakteristik, diantaranya : (1) Memiliki objek kajian abstrak; (2) Bertumpu pada kesepakatan;
(3) Berpola pikir deduktif; (4) Memiliki simbol yang kosong dari arti; (5) Memperhatikan semesta pembicaraan; (6) Konsisten dalam sistemnya. Objek
kajian abstrak berarti bahwa objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak, yang meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip. Keabstrakan ini menjadikan objek kajian matematika sulit untuk dipahami.
Matematika adalah ilmu dasar yang digunakan ke semua bidang ilmu, seperti kesehatan, perekonomian, perindustrian, dan ilmu-ilmu lainnya. Perhitungan matematika sederhana pun bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, misalnya bidang perdagangan. Meski matematika dibutuhkan dalam keseharian, banyak orang yang merasa tidak membutuhkan matematika dan cenderung tidak menyukainya. Begitu pun bagi siswa. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami. Untuk itu dibutuhkan kemampuan komunikasi matematika yang baik bagi siswa sehingga objek-objek kajian matematika dapat dipahami dengan baik.
matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasya, maka komunikasi menjadi hal penting dari mengajar, belajar, dan mengkases matematika. Tanpa komunikasi matematika maka kita akan mendapatkan sedikit keterangan, data, maupun fakta tentang pemahaman siswa dalam proses pembelajaran matematika. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan yang disampaikan berupa isi atau ajaran yang ditujukan kedalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal.
Menurut NCTM dalam Ali Mahmudi (2009 : 2), standar kemampuan
komunikasi matematika yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah (1) Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan
mengkomunikasikan kepada siswa lain; (2) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya; (3) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain; dan (4) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Dengan memiliki kemampuan komunikasi matematika yang baik, maka siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang semestinya.
siswa. Namun kenyataannya kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh siswa Indonesia di ajang TIMSS tahun 2007, terlihat bahwa hanya 14% siswa yang menjawab benar pada salah satu soal tentang membaca data dalam diagram, sedangkan di tingkat internasional terdapat 27% siswa yang menjawab benar. Aspek pada kemampuan komunikasi matematika tentang membaca data diagram yaitu aspek mengorganisasi pemikiran matematika dan aspek mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas. Itu menandakan bahwa komunikasi matematika siswa masih rendah.
Selain itu, Maryani (2011 : 24) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak dapat menuliskan solusi masalah dengan sistematis dan belum mampu bahasa matematika yang tepat. Padahal dalam menuliskan solusi masalah dengan sistematis membutuhkan kemampuan untuk mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika. Selain itu juga dibutuhkan kemampuan dalam menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa masih perlu ditingkatkan.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Menurut NCTM (2000 : 29) dalam buku Principle and Standards for School Mathematics menyatakan bahwa standar pembelajaran matematika terdiri dari pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi matematika, keterkaitan dalam matematika, dan representasi.
Terlihat bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah siswa mampu mengkomunikasikan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan komunikasi matematika. Selain itu, salah satu standar dalam pembelajaran matematika yaitu adanya komunikasi matematika.
Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.
Pembelajaran matematika akan lebih tepat jika berpusat pada siswa, bukan pada guru. Belajar matematika merupakan proses mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya mentransfer ilmu secara pasif, namun siswa harus belajar aktif dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan matematika. Di sebagian besar pembelajaran matematika di sekolah, guru cenderung memberitahu konsep dan cara menggunakannya. Pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa hanya duduk, mendengarkan, menulis dan menjawab soal-soal latihan. Pembelajaran yang tidak efektif bagi siswa, namun menguntungkan bagi guru, sebab guru dapat menyelesaikan bahan pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide-ide dan melakukan aktifitas yang dapat mendorong siswa memahami materi yang diajarkan.
maka motivasi belajar matematika siswa juga perlu ditingkatkan. Karenanya, guru dalam memilih model pembelajaran perlu mempertimbangkan suasana belajar yang dapat memotivasi dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut. Mengingat pentingnya komunikasi matematika, maka diperlukan suatu pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.
ide-ide matematika, kemampuan menganalisis permasalahan, maupun kemampuan menyelesaikan masalah matematika. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa tipe ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dan lebih memahami materi yang sedang diajarkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu :
1. Pembelajaran di sebagian besar sekolah masih menggunakan metode konvensional.
2. Kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa.
3. Pembelajaran Two Stay Two Stray dianggap mampu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika namun masih jarang digunakan.
C. Pembatasan Masalah
pembelajaran matematika materi Dimensi Tiga Kelas X semester genap SMA Negeri 2 Purworejo.
D. Rumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?
2. Apakah pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?
3. Apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X
SMA.
3. Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika melalui pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan.
2. Bagi Guru
Digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
3. Bagi Peneliti
Memahami pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara praktek, tidak hanya sekedar teori.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
11 A. Landasan Teori
1. Kemampuan Komunikasi Matematika
R. Soedjadi (2000 : 41) menyajikan beberapa definisi atau pengertian dari matematika sebagai berikut.
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistemik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur-struktur serta hubungan-hubungan, tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu.
Sedangkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dalam bidang matematika secara lengkap disajikan sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelasaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain.
5) Memilliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika tidak hanya berkutat pada bilangan, akan tetapi tentang pola, kajian, hubungan, struktur, dan nilai kebenaran yang memiliki kekonsistenan di dalam sistemnya. Untuk mempelajari hal tersebut, maka diperlukan suatu komunikasi.
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam matematika, NCTM (2000 : 63) menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk :
b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.
Lindquist (NCTM, 1996 : 71) menyatakan matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik di komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika.
Menurut Sumarmo (2002 : 15), komunikasi matematika meliputi kemampuan siswa : (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, grafik, dan aljabar; (3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematis tertulis; (6) Membuat konjengtur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi; (7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari.
NCTM dalam Ali Mahmudi (2009 : 2) disebutkan bahwa standar kemampuan komunikasi matematika yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut.
2) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya.
3) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.
4) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.
Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematika bagi siswa, Ujang Wihatmana (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa aspek yang digunakan untuk mengungkap kemampuan tersebut, diantaranya :
a. Kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan. b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.
c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
Aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika dapat dinyatakan sebagai berikut.
a. Kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.
b. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.
c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika dengan terorganisasi dan terstruktur.
2. Pembelajaran Konvensional
Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.
Rombepajung (Thobroni dan Arif , 2013 : 18) berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Brown (Thobroni dan Arif , 2013 : 18-19) merinci karakteristik pembelajaran sebagai berikut.
2. Belajar adalah mengingat – ingat informasi atau keterampilan.
3. Proses mengingat melibatkan sistem penyimpanan, memori, dan organisasi kognitif.
4. Belajar melibatkan perhatian aktifsadar dan bertindak menurut peristiwa-peristiwa di luar serta di dalam organisme.
5. Belajar itu bersifat permanen tetapi tunduk pada lupa. 6. Belajar melibatkan berbagai bentuk latihan.
7. Belajar adalah suatu perubahan dalam perilaku.
Menurut Gagne dalam Ratna (2006 : 2), belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Gagne menambahkan bahwa terdapat lima bentuk belajar, yaitu : (1) belajar responden; (2) belajar kontiguitas; (3) belajar operant; (4) belajar observasional; dan (5) belajar kognitif. Pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan berbagai macam pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang paling banyak digunakan di sebagian besar sekolah adalah pembelajaran konvensional.
oleh guru dan sedikit sekali siswa diberikan kesempatan untuk saling bertukar pendapat. Kegiatan tersebut merupakan pembelajaran dengan metode ceramah.
Mulyasa (2011 : 114-115) dalam bukunya menjelaskan bahwa metode ceramah merupakan metode dimana guru menyajikan bahan melalui penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru saat melaksakan metode ceramah dalam pembelajaran, diantaranya (1) Guru akan menjadi satu-satunya pusat perhatian; (2) Sebaiknya dimulai dengan menyampaikan tujuan pengajaran yang akan dicapai setelah kegiatan pembelajaran; (3) Sampaikan garis besar bahan ajar, baik secara lisan maupun tulisan; (4) Hubungkan materi pelajaran yang akan disampaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh peserta didik; (5) Mulai dari hal umum menuju hal khusus; (6) Selingilah dengan contoh yang erat kaitannya dengan kehidupan peserta didik; (7) Arahkan perhatian pada seluruh peserta didik; (8) Gunakan media yang sesuai; (9) Kontrol pembicaraan supaya tidak monoton,; (10) Akhiri ceramah dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas; dan (11) Buatlah kesimpulan dan penilaian, jika perlu beri tugas atau pekerjaan rumah.
David A. Jacobsen (2009 : 215) menguraikan tentang beberapa hal yang dapat
dilakukan oleh guru kepada siswa melalui metode ceramah, diantaranya : (1) Membantu siswa memperoleh informasi yang tidak mudah diperoleh oleh
memadukan informasi dari sumber-sumber yang berbeda; dan (3) Menyingkapkan siswa pada cara pandang yang berbeda. Selanjutnya, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Beberapa kelebihan metode ceramah, yaitu (a) Ketika periode perencanaan terbatas untuk meyusun konten, ceramah justru sangat menghemat waktu dan tenaga; (b) Fleksibel, ceramah dapat digunakan untuk hampir semua bidang konten; (c) Relatif sederhana jika dibandingkan strategi-strategi pengajaran yang lain. Sedangkan kekurangan metode ini adalah (a) Tidak efektif untuk menarik dan mempertahankan perhatian siswa; (b) Tidak memungkinkan guru untuk memeriksa persepsi dan pemahaman siswa yang tengah berkembang; (c) Memaksakan sebuah muatan kognitif yang berat pada siswa sehingga informasi seringkali diabaikan
sebelum siswa menyimpannya dalam ingatan jangka panjang; dan (d) Menempatkan siswa pada peran yang pasif.
Iif Khoiru Ahmadi (2011 : 107) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran konvensional bakat siswa tesebar secara normal. Jika siswa diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar normal pula. Berikut beberapa hal yang menjadi kriteria pembelajaran konvensional.
a. Tingkat ketuntasan diukur dari performance siswa yang dilakukan secara acak. b. Satuan acuan pembelajaran dibuat untuk satu minggu pembelajaran dan hanya
d. Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal.
e. Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca. f. Orientasi pembelajaran pada bahan pembelajaran.
g. Guru sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa dalam kelas.
h. Kegiatan pembelajaran ditujukan kepada siswa dengan kemampuan menengah. i. Pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.
j. Penilaian mengandalkan tes objektif.
k. Guru membantu siswa dengan bentuk tanya jawab secara klasikal.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran konvensional dapat memberikan hasil belajar yang merata untuk seluruh siswa karena pembelajaran ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah. Selain itu, peran guru sebagai pusat pembelajaran dapat mengontrol keadaan kelas secara penuh sehingga peserta didik mudah terkondisikan. Namun, pembelajaran konvensional tidak memberikan ruang untuk bereksplorasi bagi siswa. Siswa hanya menerima materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa tidak sepenuhnya memahami materi pembelajaran. Pembelajaran ini berjalan pasif yaitu siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mengerjakan latihan soal. Kegiatan ini membosankan bagi siswa. Untuk itu diperlukan pembelajaran yang lebih kreatif sehingga siswa didik tidak hanya sebagai penerima materi pembelajaran.
3. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray
Johnson dan Johnson (Thobroni dan Arif, 2013:285) mengemukakan bahwa Cooperative Learning atau yang biasa disebut Pembelajaran Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja sama secara berkelompok dengan maksud memperoleh pengalaman belajar yang sama dengan pengalaman individu maupun kelompok. Sedangkan menurut Slavin (Fitri, 2012) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Nurhadi (Thobroni dan Arif, 2013:286) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif mengandung makna multidimensi karena di dalamnya terdapat makna komunitas belajar, bertukar ide, diskusi, belajar kelompok, belajar kontekstual, dan sebagainya. Konsep komunitas belajar ini dimaksudkan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain.
Nurhadi (Thobroni dan Arif, 2013:287) menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
heterogen yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman belajar individu maupun kelompok.
Thobroni dan Arif (2013:287) mengemukakan unsur-unsur Cooperative Learning, yaitu :
a. Siswa memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”. b. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya. c. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang
sama.
d. Siswa harus membagi tugas dengan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.
e. Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan berpegaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Siswa diminta mempertanggungjawabkan ssecara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Slavin (Thobroni dan Arif, 2013 : 288) mengemukakan enam karakteristik utama pembelajaran kooperatif, yaitu :
1) Adanya tujuan kelompok;
2) Adanya tanggung jawab perseorangan;
5) Adanya penugasan khusus;
6) Adanya proses penyesuaian diri terhadap kepentingan pribadi.
John dan Slavin dalam Miftahul Huda (2013:111) mengasumsikan bahwa yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang lebih besar daripada melaui lingkungan kompetitif individual.
Miftahul Huda (2013:113) mengungkap tentang peran guru dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai konselor, konsultan, dan terkadang sebagai pemberi kritik yang ramah. Pembelajaran ini sangatlah bermanfaat karena memadukan antara tujuan akademik, integrasi sosial, pembelajaran, dan proses kolektif.
Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kooperatif (Miftahul Huda, 2013:12), yaitu :
Tahap 1 : Persiapan Kelompok
a. Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif b. Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok
c. Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok d. Guru menentukan jumlah kelompok
e. Guru membentuk kelompok - kelompok Tahap 2 : Pelaksanaan Pembelajaran
c. Siswa mengeksplorasi persoalan
d. Siswa merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan e. Siswa bekerja mandiri, lalu belajar kelompok
Tahap 3 : Penilaian Kelompok
a. Guru menilai dan menskor hasil kelompok b. Guru memberi penghargaabn pada kelompok
c. Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif pun memiliki beberapa tipe, salah satunya adalah tipe two stay two stray. Dalam pembelajaran menggunakan tipe ini, peserta dituntut untuk berdiskusi dengan siswa lainnya sehingga tercipta komunikasi aktif. Tipe pembelajaran ini membantu siswa untuk memahami topik atau konsep dengan cara yang lebih menyenangkan.
Langkah – langkah pembelajaran dengan menggunakan tipe two stay two stray adalah sebagai berikut :
1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang.
2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, secara teori, pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kemandirian dalam belajar yang di dalamnya juga terdapat cara mereka tentang bagaimana dalam berkomunikasi saat belajar, khususnya mengkomunikasikan matematika. Kemudian, dengan tipe two stay two stray, siswa juga akan berperan aktif sehingga konsep akan lebih mengakar di benak mereka.
Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model ini yaitu dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Sedangkan faktor penghambat dari model Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
4. Hubungan Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
Komunikasi diperlukan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang matematika. Selain untuk menemukan pola, matematika dapat dijadikan alat untuk menyampaikan ide/gagasan, dengan begitu dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik untuk menyampaikannya. Kemampuan komunikasi matematika dapat dikatakan baik apabila memenuhi aspek-aspek sebagai berikut.
c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang terorganisani dan terstruktur dengan baik.
Model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa adalah pembelajaran kooperatif, salah satunya yaitu dengan menggunaka tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Pembelajaran kooperatif tipe ini menuntut siswa untuk aktif melalui tahap-tahap, seperti (1) penugasan, (2) tinggal dan bertamu, (3) kembali ke kelompok, (4) berpikir ulang, dan (5) presentasi kelompok. Sebelum pelaksanaan tahap-tahap tersebut, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang.
Tahap pertama yaitu penugasan. Pada tahap ini, siswa diberi tugas oleh guru untuk memecahkan permasalahan matematika atau untuk menemukan suatu konsep matematika. Penugasan ini meuntut siswa untuk berinteraksi dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya sehingga siswa dapat bertukar pikiran mengenai pemecahan masalah, menemukan konsep, maupun bertukar ide matematika sehingga kemampuan komunikasi matematika siswa pada aspek kemampuan menjelaskan ide-ide matematika, kemampuan menganalisis permasalahan matematika, maupun kemampuan menyelesaikan masalah matematika dapat ditingkatkan.
Tahap ketiga adalah kembali ke kelompok. Tuan rumah mempersilakan tamunya untuk kembali ke kelompok semula. Setelah siswa yang berperan menjadi tamu kembali, mereka ditugaskan untuk menceritakan hasilnya saat bertamu. Tahap ini memiliki fungsi yang sama pada tahap kedua, yaitu untuk mengasah kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.
Tahap selanjutnya adalah berpikir ulang. Siswa dalam kelompok mendiskusikan kembali permasalahan matematika yang telah diberikan guru berdasarkan hasil diskusi dan hasil bertamu. Mereka akan memikirkan kembali solusi yang paling tepat untuk permasalahan yang ada. Berdasarkan tahap ini, siswa dapat mengembangkan aspek kemampuan menganalisis permasalahan matematika dan kemampuan menyelesaikan masalah matematika secara terstruktur.
Tahap terakhir pada pembelajaran Two Stay Two Stray adalah presentasi kelompok. Siswa dituntut untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya kepada teman sekelasnya. Tahap ini membutuhkan kemampuan menjelaskan ide-ide matematika, yang merupakan salah satu aspek pada kemampuan komunikasi matematika.
5. Materi Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga a. Pengertian Titik, Garis, dan Bidang
1) Titik tidak memiliki ukuran seperti panjang maupun lebar, sehingga titik dikatakan berdimensi nol. Titik digambar dengan tanda noktah dan diberi nama menggunaka huruf kapital.
Contoh:
. .
A B2) Garis merupakan kumpulan dari titik-titik yang berjajar memanjang. Garis memiliki ukuran panjang yang tak terbatas dan tidak memiliki lebar. Sebuah garis biasanya diberi nama dengan huruf kecil atau menggunakan dua titik ujungnya. digambar dengan bidang segiempat. Nama bidang dituliskan di pojok bidang menggunakan huruf atau dengan menyebutkan titik-titik sudut dari wakil bidang itu.
Contoh :
D C
A B
a) Titik terletak pada garis
Jika titik A dilalui oleh garis g, maka A terletak pada garis g.
.
gA b) Titik di luar garis
Jika B tidak dilalui oleh garis h, maka titik B berada di luar garis h.
.
B h
2) Kedudukan Titik Terhadap Bidang a) Titik terletak pada bidang
Jika titik A dapat dilalui oleh bidang α, maka dikatakan titik A terletak
pada bidang α.
.
α A
b) Titik di luar bidang
Jika titik B tidak dapat dilalui oleh bidang , maka dikatakan titik B
berada di luar bidang .
3) Kedudukan Garis Terhadap Garis Lain
Kemungkinan kedudukan sebuah garis terhadap garis lain dalam sebuah bangun ruang adalah berimpit, berpotongan, sejajar, dan bersilangan. a) Dua garis berpotongan
Dua buah garis g dan h dikatakan berpotongan jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan mempunyai sebuah titik persekutuan. Dalam geometri bidang, titik persekutuan itu disebut titik potong.
b) Dua garis berimpit
Dua buah garis g dan h dikatakan berimpit jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan berpotongan pada lebih dari satu titik.
c) Dua garis sejajar
Dua buah garis g dan h dikatakan sejajar jika kedua garis terletak pada sebuah bidang dan tidak mempunyai titik persekutuan.
d) Dua garis bersilangan
Dua buah garis g dan h dikatakan bersilangan jika kedua garis itu tidak terletak pada sebuah bidang. Garis g terletak pada bidang α dan garis h
di luar bidang α. Garis h menembus bidang α di titik A, sedangkan titik
4) Kedudukan Garis Terhadap Bidang a) Garis terletak pada bidang
Sebuah garis g dikatakan terletak pada bidang α jika garis g dan bidang
α sekurang-kurangnya mempunyai dua titik persekutuan.
b) Garis sejajar bidang
Sebuah garis h dikatakan sejajar bidang jika garis h dan bidang tidak mempunyai satupun titik persekutuan.
c) Garis menembus bidang
Sebuah garis k dikatakan menembus bidang jika garis k dan bidang hanya mempunyai satu titik persekutuan yang kemudian disebut titik potong.
5) Kedudukan Bidang Terhadap Bidang Lain a) Dua bidang berimpit
Bidang α dan bidang dikatakan berimpit jika setiap titik yang terletak
pada bidang α juga terletak pada bidang atau setiap titik yang terletak
pada bidang juga terletak pada bidang α.
b) Dua bidang sejajar
Bidang α dan bidang dikatakan sejajar jika kedua bidang itu tidak
c) Dua bidang berpotongan
Bidang α dan bidang dikatakan berpotongan jika kedua bidang itu
tepat memiliki sebuah garis persekutuan. Garis persekutuan merupakan tempat kedudukan titik-titik persekutuan bidang α an bidang .
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian sebelumnya yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Fitria Ulfah (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa” dengan jenis penelitian quasi eksperimen yang
2. Dian Mayasari (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMA N 1 Purwosari
Pasuruan” dimana hasilnya adalah metode pembelajaran Two Stay Two Stray
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu meneliti tentang pembelajaran kooperatif dengan komunikasi matematika, namun jenis penelitian yang digunakan berbeda. Penelitian yang dilakukan Dian Maya Sari adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang penulis lakukan menggunakan jenis penelitian quasi eksperimen.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk siswa mendapatkan pengetahuan secara utuh mengenai matematika. Matematika sesungguhnya suatu objek kajian abstrak yang sulit dipahami, sehingga dibutuhkan penyampaian informasi yang jelas kepada siswa supaya informasi yang diperoleh siswa tidak bias. Penyampaian inilah yang kemudian membutuhkan kemampuan dalam berkomunikasi.
dan memahami. Namun, penyampaian konsep tidak harus disampaikan oleh guru. Guru dapat memantik siswa untuk memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan dalam matematika yang kemudian siswa mampu memahami konsep matematika. Ketika seorang siswa telah mampu memahami, maka siswa tersebut seharusnya mampu menjelaskan dengan baik kepada siswa lainnya, baik rasionalisasinya mauupun dalam bentuk matematikanya.
Pada kenyataannya, saat ini pembelajaran matematika hanyalah sebagai sarana untuk mencapai nilai yang baik, sehingga yang terjadi di kelas hanyalah transfer rumus atau materi, bukan untuk memahami matematika secara utuh. Siswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru sehingga pemikiran siswa menjadi kurang kritis dan sulit memunculkan gagasan. Jika demikian, maka siswa akan terkungkung dalam zona nyamannya dan tidak akan mengembangkan ilmu yang telah diterima. Jika demikian, maka kemampuan komunikasi matematika siswa akan terhambat dan sulit berkembang.
kemampuan komunikasinya, terkhusus untuk kemampuan komunikasi matematika sehingga pendekatan ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai dugaan awal hasil penelitian ini, yaitu:
1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.
2. Strategi pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA.
35 A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental research) yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti
melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Penelitian ini akan membandingkan bagaimana kemampuan komunikasi matematika siswa, antara kelompok eksperimen yang dikenai tindakan berupa penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dan kelompok kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konvensional.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Purworejo yang beralamat di Jalan Mayjend S.Parman, Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan waktu penelitian pada bulan Mei - Juni 2016.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
2. Sampel Penelitian
Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini diambil dua kelas dari populasi, yaitu kelas X-4 dan X-5. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik simple random sampling dimana sampel diambil dari populasi secara acak tanpa
memandang tingkatan ataupun peringkat dalam prestasi belajar. Dua kelas yang dijadikan sampel ini akan diberi perlakuan yang berbeda, dimana satu kelas dijadikan sebagai kelas kontrol yang tidak dikenai perlakuan khusus dan kelas lainnya dijadikan sebagai kelas eksperimen yang dikenai perlakuan khusus yaitu menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.
D. Variabel Penelitian
Penelitian eksperimen semu memiliki variabel-variabel penting yang menjadi fokus penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah strategi pembelajaran, terdiri dari strategi pembeajaran kooperatif tipe two stay two stray dan pembelajaran konvensional.
2. Variabel Terikat
E. Definisi Operasional
1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang dilakukan peneliti sebagai berikut.
a. Tahap Persiapan
1. Guru menentukan pokok bahasan
2. Guru membuat RPP untuk setiap pertemuan 3. Guru membuat LKS untuk setiap pertemuan
4. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen yaitu berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan nilai matematika semester sebelumnya.
5. Guru menentukan posisi kelompok dan perpindahan siswa pada waktu pembelajaran.
b. Kegiatan Awal
1. Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. 2. Memperkenalkan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. 3. Menjelaskan garis besar materi untuk tiap pertemuan.
c. Kegiatan Ini 1. Penugasan
menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Pada tahap ini masing-masing anggota tiap kelompok diberi waktu oleh guru untuk memahami materi dan mempelajari bagaimana cara penyelesaian soal agar diperoleh hasil yang tepat.
2. Tinggal dan Bertamu
Dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu kekelompok yang lain, sementara dua anggota yang tinggal dalam tiap kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu.
3. Kembali ke Kelompok
Setelah memperoleh informasi dari anggota yang tinggal, maka tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
4. Berpikir Ulang
Kelompok berpikir kembali dan mencocokkan jawaban mereka serta membahas hasil kerja mereka.
5. Presentasi Kelompok
d. Kegiatan Akhir
Guru membahas dan mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi.
2. Kemampuan Komunikasi Matematika
Kemampuan komunikasi matematika siswa dalam penelitian ini berperan sebagai variabel terikat. Kemampuan ini didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam menyampaikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan matematika yang kemudian dapat memecahkan suatu permasalahan matematika dan dapat menyampaikannya ke dalam bentuk uraian. Aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika dapat dinyatakan sebagai berikut.
a. Kemampuan menjelaskan ide-ide matematika.
b. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.
c. Kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang terorganisani dan terstruktur dengan baik.
F. Desain Penelitian
Berikut desain penelitian yang dimaksud.
Group Pretest Treatment Posttest
R Eksperimen YE1 X YE2
R Kontrol YK1 - YK2
Keterangan :
X : terdapat treatment atau perlakuan khusus, yaitu menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.
- : tidak mendapat treatment atau perlakuan khusus, yaitu menggunakan pembelajaran konvensional.
G. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang digunakan sebagai data yang akan diolah. Beberapa instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran berupa pernyataan dengan
alternatif jawaban “Ya” dan “Tidak” serta terdapat kolom deskripsi. Lembar ini
digunakan untuk membantu peneliti untuk memantau dan mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran.
2. Catatan Lapangan
waktu tertentu. Perhatian dalam catatan ini adalah persoalan yang dianggap menarik seperti perilaku yang kurang perhatian, pertengkaran, dan lain-lain.
3. Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Soal tes pada penelitian ini berupa soal uraian yang dapat menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mengomunikasikan matematika secara tulisan.
H. Analisis Instrumen Penelitian
Soal tes kemampuan komunikasi matematika ini merupakan instrumen penelitian yang vital, karena digunakan sebagai alat ukur dimana yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematika siswa. Soal tes kemampuan komunikasi matematika yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Agar memperoleh validitas isi, maka instrumen ini dikonsultasikan kepada para ahli yang meliputi dosen pembmbing, dosen ahli (selain pembimbing) dari Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
I. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengisi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan membuat catatan lapangan.
2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Terdapat dua jenis tes yang digunakan, yaitu pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang dilaksanakan sebelum materi pelajaran diberikan untuk mengetahui sejauh manakah penguasaan siswa terhadap materi atau bahan ajar yang akan diberikan. Sedangkan posttest adalah tes yang diberikan di akhir pembelajaran untuk mengetahui apakah semua materi yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan baik oleh siswa atau belum.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berguna untuk melengkapi data dan memberi bukti bahwa penelitian dilakukan secara nyata. Dokumentasi dapat berupa foto.
J. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
Data hasil observasi yang dimaksud di sini adalah data-data deskriptif tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang diperoleh berdasarkan pada lembar observasi pelaksanaan pembelajaran.Observasi ini dilakukan oleh observer pada setiap kali pertemuan.
Data hasil observasi dari lembar observasi pelaksanaan pembelajaran matematika dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ini akan dianalisis melalui teknik berikut ini :
Untuk jawaban "ya" akan diberikan skor 1, sedangkan untuk jawaban "tidak" akan diberikan skor 0. Yang selanjutnya akan digunakan untuk mengetahui persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan rumus :
100
x : persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan a : jumlah skor yang diperoleh pada setiap pertemuan
b : jumlah skor maksimal pada setiap pertemuan
Kemudian setelah dilakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran untuk setiap pertemuan, selanjutnya dihitung rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran. Adapun cara menghitungnya yaitu dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
x : rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran
x : persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan n : jumlahtotal pertemuan tatap muka
Selanjutnya perolehan rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran ini akan dikategorikan ke dalam beberapa kualifikasi pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Kualifikasi Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
No. Persentase Kualifikasi
1. 66,67% x100% Tinggi
2. 33,33% x66,67% Sedang
3. 0%x33,33% Rendah
2. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika
Soal tes yang sudah divalidasi, kemudian digunakan di dalam kelas. Selanjutnya, dilakukan penskoran untuk masing-masing hasil pekerjaan siswa, dan pada akhirnya skor tersebut akan dikonversikan ke dalam bentuk nilai.
Tabel 3.2. Aspek dan Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Aspek yang diukur Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematika 1. Kemampuan menjelaskan
ide-ide matematika secara tulisan.
a. Menuliskan data atau informasi matematika yang terdapat dalam suatu soal.
b. Menuliskan masalah yang terdapat dalam suatu soal.
2. Kemampuan menganalisis permasalahan matematika.
a. Mendefinisikan suatu permasalahan matematika.
b. Menggunakan gambar atau tabel matematika untuk memodelkan
a. Ketepatan dalam menggunakan strategi penyelesaian masalah matematika.
b. Menuliskan kesimpulan dari masalah yang telah diselesaikan menggunakan kalimat matematika yang tepat.
Perolehan nilai siswa selanjutnya dianalisis guna mengetahui jawaban dari hipotesis penelitian yang telah dirumuskan. Adapun analisis hasil tes kemampuan komunikasi matematika ini dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini.
a. Analisis Deskriptif
eksperimen dan kelas kontrol. Dalam analisis deskrtiptif akan dicari nilai rata-rata skor (mean), skor tertinggi, skor terendah, variansi, dan standar deviasi.
a) Mean
Mean adalah rata-rata perolehan skor siswa masing-masing kelas. Data perolehan skor siswa berupa data tidak berkelompok, maka mean ini dapat dicari dengan rumus :
�̅ = ∑ ���� �
Keterangan :
�̅ = Mean (Rata-rata skor siswa) �� = nilaisiswa
� = banyaknya siswa
b) Skor tertinggi
Skor yang tertinggi diperoleh dengan cara melihat langsung dan mengidentifikasikan skor yang tertinggi yang diperoleh siswa.
c) Skor terendah
Skor yang terendah diperoleh dengan cara melihat langsung dan mengidentifikasikan skor yang terendah yang diperoleh siswa.
d) Variansi
Variansi di dapatkan melalui rumus :
�̅ = rata-rata skor siswa � = banyaknya siswa
e) Standar Deviasi
Standar deviasi adalah akar dari variansi yang dapat menunjukkan seberapa besar simpangan baku dari data yang dianalisis. Cara menghitungnya yaitu : � = √�
b. Uji Asumsi Analisis
Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kemampuan awal siswa.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data hasil pretest dan posttest yang diperoleh dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
� : Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes
kemampuan komunikasi matematika berasal dari populasi yang berdistribusi normal
� : Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes
Statistik uji yang digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,025.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas ditujukan untuk mengetahui apakah variansi data pada populasi yang digunakan di dalam penelitian ini sama atau tidak.
Rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
� : � = � Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen
pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa mempunyai variansi yang sama.
� :� ≠ � Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen
pada tes kemampuan komunikasi matematika siswa memiliki variansi yang tidak sama /berbeda.
Statistik uji yang digunakan adalah Uji One Way ANOVA melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. dari Levene Statistic pada tabel Test of Homogenity of Variances kurang dari 0,025.
3) Uji Kemampuan Awal
Rumusan hipotesis yang digunakan adalah
� : �� = �� kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan
awal yang sama.
� : �� ≠ �� kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan
awal yang tidak sama/berbeda.
Statistik uji yang digunakan adalah Uji independent samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. dari tabel Independent Samples kurang dari 0,025.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui jawaban dari rumusan masalah. Kriteria kefektifan dalam pengujian hipotesis ini adalah sebagai berikut.
1) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 1
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa.
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
� : �� ≤ 7 ,99 : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
� : �� > 7 ,99 : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa
Statistik uji yang digunakan adalah uji one samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05.
2) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 2
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa.
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
� : �� ≤ 7 ,99 : pendekatan konvensional tidak efektif ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematika siswa
� : ��> 7 ,99 : pendekatan konvensional efektif ditinjau dari kemampuan
komunikasi matematika siswa
3) Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 3
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
� : �� ≤ �� : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
tidak lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa
� : �� > �� : strategi pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa Statistik uji yang digunakan adalah uji independent samples melalui bantuan software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi � = , . Kriteria keputusannya adalah H ditolak jika jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05.
K. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil jika memenuhi indikator berikut.
53 A. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu untuk mengetahui keefektifan dua strategi pembelajaran ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika siswa. Dua strategi pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang dikenakan pada kelompok kontrol.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Purworejo yang terdiri dari enam kelas untuk kelas X dan berisi siswa heterogen. Berasal dari enam kelas inilah kemudian diambil dua kelas secara acak, yaitu kelas X-4 sebagai kelas kontrol dan kelas X-5 sebagai kelas eksperimen. Peneliti bertindak sebagai guru untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan 2 kali pertemuan tiap minggunya dengan durasi 2 × 45 menit untuk tiap pertemuan. Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga.
1. Deskripsi Pembelajaran
proses pembelajaran selesai, siswa diberi posttest untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa. Berikut deskripsi pembelajaran untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
a. Pembelajaran Kelas Eksperimen
Kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen menyesuaikan RPP yang telah direncanakan. Pada pembelajaran ini, peneliti bertindak sebagai guru yang diamati oleh seorang observer yang bertugas untuk memantau proses pembelajaran dan mengisi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Secara umum, pembelajaran di kelas eksperimen terlaksana sesuai dengan RPP yang telah direncanakan. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang dicantumkan dalam lembar observasi yang terlihat pada Lampiran 2.1 halaman 80 dengan hasil analisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang mencapai 94,7 % yang masuk dalam kategori tinggi. Rekap penilaian hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 3.1 halaman 137.
Pembelajaran matematika di kelas eksperimen menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berisi kegiatan-kegiatan dan permasalahan matematika yang harus didiskusikan oleh siswa. LKS berisi tentang materi Konsep dan Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang pada Dimensi Tiga yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.5 halaman 107. Kegiatan-kegiatan pada LKS dilaksanakan siswa secara berkelompok.
sebelum memasuki materi yang akan dipelajari. Kemudian untuk pertemuan pertama, siswa dikelompokan menjadi 8 kelompok yang masing-masing terdiri atas 4 siswa heterogen. Pengelompokkan ini berlaku selama penelitian berlangsung. Daftar kelompok dapat dilihat pada Lampiran 5.1 halaman 149. Sebelum memasuki kegiatan inti, guru memberikan peraturan pembelajaran menggunakan strategi kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
Kegiatan inti diawali dengan pemberian tugas pada setiap kelompok yang telah diuraikan dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dibagi menjadi tiga kegiatan. LKS secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.5 halaman 107. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai petunjuk pada LKS dan mendiskusikan permasalahan yang ada pada LKS yang kemudian mencari pemecahan atas masalah yang didapatkan. Tahap penugasan ini memaksa siswa untuk mengasah kemampuan dalam hal menganalisis masalah matematika dan menyelesaikan masalah matematika secara terorganisasi dengan baik. Selain itu, siswa harus menuliskan penyelesaian dalam LKS sehingga membutuhkan kemampuan menjelaskan ide-ide matematika secara tertulis. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan aspek-aspek yang menandakan kemampuan komunikasi matematika siswa.