DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional... 7
F. Asumsi Penelitian... 9
G. Hipotesis Penelitian... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 11
1. Definisi Model Pembelajaran Inkuiri ... 11
2. Komponen Pembelajaran Inkuiri ... 12
3. Pendekatan dalam Pembelajaran Inkuiri ... 13
4. Jenis-Jenis Pembelajaran Inkuiri ... 14
5. Tahap-tahap dalam Model Pembelajaran Inkuiri ... 16
B. Keterampilan Proses Sains ... 17
3. Pengembangan Keterampilan Proses Sains di SD ... 27
4. Penilaian Keterampilan Proses Sains ... 28
C. Sikap Ilmiah ... 28
1. Definisi Sikap Ilmiah ... 28
2. Aspek Sikap Ilmiah ... 29
3. Penilaian Sikap Ilmiah ... 30
4. Pengembangan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran IPA SD ... 31
D. Aplikasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains dan Sikap IlmiahSiswa SD ... 33
E. Deskripsi Materi Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya serta Konsep Peristiwa Alam ... 36
BAB III METODE PENELITIAN... 40
A. Metode dan Desain Penelitian ... 40
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41
C. Prosedur Penelitian... 42
D. Instrumen Penelitian... 44
E. Analisis Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 49
F. Teknik Pengumpulan Data ... 55
G. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
A. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... 59
B. Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... 65
C. Pembahasan... 71
1. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
DAFTAR TABEL
Indikator dalam Aspek Keterampilan Proses Dasar...
Indikator dalam Aspek Keterampilan Proses Terpadu...
Jenis Keterampilan Proses Sains yang Harus Dikuasai
Siswa SD...
Indikator dalam Setiap Aspek Sikap Ilmiah...
Aspek Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah yang
Dikembangkan dalam Penelitian dengan Model Inkuiri
Terbimbing...
Deskripsi Materi Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang
Mempengaruhinya serta Konsep Peristiwa Alam...
Sebaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains...
Sebaran Butir Pernyataan Skala Sikap Ilmiah
dan Indikatornya...
Aspek yang Diungkap pada Lembar Pedoman Wawancara...
Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Keterampilan
Proses Sains...
Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Diskriminasi Soal...
Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes
Keterampilan Proses Sains...
Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Kesukaran Soal...
Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Keterampilan
Proses Sains...
Pedoman untuk Menginterpretasi Nilai N-gain...
Hasil Tes Keterampilan Proses Sains...
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Nilai
Keterampilan Proses Sains...
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data N-Gain
Keterampilan Proses Sains...
Hasil Uji Hipotesis untuk Variabel Keterampilan Proses Sains...
Hasil Pengukuran Sikap Ilmiah...
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Nilai Sikap
Ilmiah...
Peningkatan (N-Gain) Sikap Ilmiah...
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Peningkatan Sikap
Ilmiah...
Hasil Uji Hipotesis untuk Variabel Sikap Ilmiah...
Hasil Pengukuran Setiap Aspek Sikap Ilmiah...
Kategori Peningkatan Tiap Aspek Sikap Ilmiah... 61
61
65
66
67
67
68
70
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
2.1
3.1
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Model Pengembangan Sikap Ilmiah...
Desain Penelitian The Matching Only Pretest-Posttest Control
Group Design...
Bagan Alir Penelitian...
Diagram Nilai Pretest, Posttest, dan Peningkatan (N-gain)
Keterampilan Proses Sains...
Diagram Nilai Sikap Ilmiah Awal, Sikap Ilmiah Akhir, dan
Peningkatan (N-gain)Sikap Ilmiah...
Diagram Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam
Penelitian Pembelajaran Inkuiri Terbimbing...
Diagram Peningkatan Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains..
Diagram Peningkatan Setiap Aspek Sikap Ilmiah...
32
41
45
62
68
78
81
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran. Hal.
1 Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains... 96
2 Soal Tes Keterampilan Proses Sains... 114
3 Kisi-kisi Skala Sikap Ilmiah Siswa... 122
4 Skala Sikap Ilmiah Siswa... 125
5 RPP dan LKS Pertemuan 2... 127
6.1 Data Nilai Pretest KPS Kelas Eksperimen... 139
6.2 Data Nilai Postest KPS Kelas Eksperimen... 140
6.3 Data Nilai Pretest KPS Kelas Kontrol ... 141
6.4 Data Nilai Posttest KPS Kelas Kontrol... 142
6.5 Nilai Pretest, Posttest, Gain dan N-Gain KPS Kelas Eksperimen... 143
6.6 Nilai Pretest, Posttest, Gain dan N-Gain KPS Kelas Kontrol. 144 7.1 Data Nilai Sikap Ilmiah Awal Kelas Eksperimen... 145
7.2 Data Nilai Sikap Ilmiah Akhir Kelas Eksperimen... 146
7.3 Data Nilai Sikap Ilmiah Awal Kelas Kontrol... 147
7.4 Data Nilai Sikap Ilmiah Akhir Kelas Kontrol... 148
7.5 Nilai Sikap Ilmiah Awal, Akhir, Gain dan N-gain Kelas Eskperimen... 149
7.6 Nilai Sikap Ilmiah Awal, Akhir, Gain dan N-gain Kelas Kontrol... 150
8 Hasil Analisis Data SPSS untuk Aspek Keterampilan Proses Sains... 151
9 Hasil Analisis Data SPSS untuk Aspek Sikap Ilmiah... 157
10 Pedoman Wawancara... 163
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan
oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling
berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil
eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi
lebih lanjut. Sejalan dengan pengertian tersebut, Tim Pusat Kurikulum Depdiknas
(2007: 8) menyebutkan bahwa perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh
kehadiran fakta-fakta, namun juga ditandai dengan kemunculan metode ilmiah,
yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah, yang mengembangkan pula nilai
dan sikap ilmiah.
Tetapi, pada kenyataannya IPA seringkali dianggap sebagai mata pelajaran
membosankan dan rumit yang hanya menampilkan sekumpulan teori, fakta, dan
rumus sebagai hapalan. Pendapat seperti ini tidak menggambarkan keutuhan IPA
sebagai body of knowledge karena hanya memandang IPA dari segi penguasaan
produk. Pendapat seperti itu umumnya muncul sebagai akibat dari proses
pengajaran IPA yang bersifat didaktik, di mana pengetahuan ditransfer
menggunakan metode ceramah. Siswa tidak terbiasa dihadapkan pada kegiatan
eksperimen atau penyelidikan untuk membuktikan konsep atau memperoleh
2
menyelaraskan antara penguasaan konsep, pengembangan keterampilan proses
dan sikap ilmiah.
Kenyataan yang dihadapi bertentangan dengan hakikat IPA. Jika kita
kembali menelaah hakikat IPA yang mengandung empat unsur (produk; proses;
aplikasi; dan sikap ilmiah) serta latar belakang kurikulum mata pelajaran IPA di
Sekolah Dasar (selanjutnya disebut SD), dapat dilihat dengan jelas bahwa
pembelajaran IPA hendaknya dilakukan secara inkuiri ilmiah. Hal ini
dimaksudkan agar pendidikan IPA dapat menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah, mengkomunikasikan serta mengaplikasikan ketiga
aspek tersebut sebagai aspek penting kecakapan hidup. Artinya, pendidikan IPA
berorientasi pada pengembangan potensi manusia agar memiliki pemahaman
mengenai alam sekitarnya dan mampu memecahkan masalah atau pertanyaan
yang berkenaan dengan peristiwa atau fenomena alam dalam kehidupannya kelak.
Selaras dengan hakikat IPA dan latar belakang kurikulum mata pelajaran
IPA, UNESCO menyatakan empat pilar pendidikan, yaitu 1) learning to know, 2)
learning to do, 3) learning to be dan 4) learning to live togeteher. Keempat pilar
tersebut dikembangkan secara hirarkis, mulai dari tingkatan paling rendah, yaitu
learning to know atau hanya belajar untuk sekedar tahu. Dalam hal ini, IPA hanya
dipelajari sebagai produk. Seperti paparan sebelumnya, dalam belajar IPA, siswa
harus difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan melalui bekerja ilmiah dengan
objek atau peristiwa alam (learning to do) agar pengetahuannya lebih bermakna,
serta agar keterampilan proses dan sikap ilmiahnya berkembang. Pengetahuan,
3
selanjutnya diharapkan akan menetap dalam diri siswa, sehingga siswa menjadi
individu yang unggul dalam bidang IPA seperti halnya seorang ilmuwan (learning
to be). Pada akhirnya, siswa harus mampu mengaplikasikan seluruh potensinya
tersebut tidak hanya dalam konteks personal, namun juga sosial masyarakat dan
global (learning to live together). Namun, umumnya siswa SD Indonesia baru
menempati tingkat paling rendah, hanya belajar untuk mengetahui saja, dengan
kemungkinan pemahamannya pun belum tuntas.
Urgensi pelaksanaan pembelajaran inkuiri ilmiah yang disebutkan di atas,
diperkuat oleh tujuan pembelajaran IPA SD (Pusat Kurikulum, 2007: 16) yaitu
agar siswa:
(1)memahami konsep-konsep IPA, (2) memiliki keterampilan proses, (3) mempunyai minat mempelajari alam sekitar, (4) bersikap ilmiah, (5) mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (6) mencintai alam sekitar, serta (7) menyadari kebesaran dan kegungan Tuhan.
Nyatanya, setelah meninjau Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
untuk mata pelajaran IPA SD yang berhubungan dengan inkuiri ilmiah dan
keterampilan proses sains (Pusat Kurikulum, 2007: 16; BSNP, 2006: 3-12)
tampak hal-hal sebagai berikut.
Siswa kelas 1 – 3, belum diperkenalkan pada inkuiri ilmiah, pembelajaran
masih terbatas pada pengembangan keterampilan proses dasar pengamatan,
klasifikasi, menyimpulkan hasil pengamatan, melakukan percobaan
sederhana, menyimpulkan hasil percobaan yang dikembangkan secara parsial.
4
Siswa kelas 4, baru mulai diperkenalkan dengan inkuiri ilmiah yang
mengintegrasikan keterampilan proses dasar, misalnya membuat suatu
karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh
udara. Persentase kemunculan keterampilan proses sains sebesar 19%.
Siswa kelas 5, nampak adanya pengembangan inkuiri ilmiah yaitu pada
kompetensi dasar menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat
benda baik sementara maupun tetap dan membuat suatu karya/model dari
bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. Dalam kompetensi
dasar kedua, siswa dituntut untuk merancang sendiri langkah kerja.
Keterampilan proses sains memiliki porsi hanya 13% dalam standar isi.
Siswa kelas 6, muncul aspek keterampilan proses sains dalam inkuiri ilmiah
seperti melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan
gerak dan menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi
listrik. Kompetensi dasar yang memuat keterampilan proses hanya 17%.
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa siswa kelas 1 – 6, masih kurang sekali
diperkenalkan pada inkuiri ilmiah yang mengembangkan keterampilan proses
sains sebagai ciri penting pada mata pelajaran IPA. Sebagian besar kompetensi
yang diukur ditekankan pada aspek kognitif, seperti menjelaskan atau
mendeskripsikan.
Hal lain yang melatarbelakangi penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Dokmë et.al (2011: 3470), Dokmë dan Aydinli (2009: 546), dan
Tarmidzi (2010) yang mengkaji pengaruh pembelajaran inkuiri terhadap
5
pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses
sains, namun hasilnya masih belum optimal. Penyebab kurang optimalnya
pencapaian peningkatan keterampilan proses sains disebabkan beberapa hal, yaitu
keterbatasan alokasi waktu pembelajaran, keterbatasan kemampuan guru
mengaplikasikan pembelajaran inkuiri, kurangnya sarana dan sumber belajar serta
jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas.
Di sisi lain, kurangnya kesempatan siswa melakukan inkuiri ilmiah juga
berdampak pada rendahnya sikap ilmiah siswa. Dalam berinkuiri ilmiah, siswa
dituntut untuk memiliki sikap ilmiah seperti tanggung jawab, tekun, berpikiran
terbuka, dan mampu bekerja sama. Sikap-sikap tersebut tidak dapat
ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran yang hanya mengandung kegiatan
mendengar, melihat dan mencatat apa yang disampaikan guru. Asumsi mengenai
adanya hubungan antara kurangnya kegiatan inkuiri ilmiah dengan rendahnya
keterampilan proses sains dan sikap ilmiah didukung dengan hasil telaah terhadap
standar isi KTSP mata pelajaran IPA kelas 1-6. Kompetensi dasar yang memberi
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiahnya hanya sekitar 9
dari 119 kompetensi dasar, atau hanya sebesar 0,08%.
Hal-hal yang telah dipaparkan di atas mendorong peneliti melakukan
penelitian yang mengaplikasikan pembelajaran inkuiri terbimbing untuk
meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa. Pemilihan inkuiri
terbimbing didasarkan pada perkembangan kognitif siswa SD yang diasumsikan
6
“Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SD”
B. Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang masalah, maka permasalahan yang dikaji
dalam penelitian adalah “Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains dan
sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA di SD melalui pembelajaran dengan
model inkuiri terbimbing?” Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan
pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?
2. Bagaimana peningkatan sikap ilmiah siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan model inkuiri terbimbing dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Relevan dengan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian secara
umum adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan keterampilan
proses sains dan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran dengan model inkuiri
7
1. Menganalisis perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa antara
yang mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan
yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.
2. Menganalisis perbedaan peningkatan sikap ilmiah siswa antara yang
mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang
mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil
penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi model
pembelajaran inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan proses
sains dan memupuk sikap ilmiah siswa. Lebih khusus lagi, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. guru sebagai bahan rujukan dalam memperbaiki proses pembelajaran
dengan mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan
b. mahasiswa LPTK dan peneliti dalam memperkaya hasil penelitian
terdahulu yang nantinya dapat digunakan dalam melaksanakan penelitian
dalam kajian sejenis.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam mengidentifikasi variabel penelitian,
8
1. Model inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang melibatkan
kegiatan siswa bereksperimen menggunakan panduan LKS untuk menguji
suatu hipotesis di bawah bimbingan guru. Langkah pembelajaran inkuiri
terbimbing terdiri atas: (a) tahap penyajian masalah; (b) pengumpulan data
untuk verifikasi; (c) pengumpulan data melalui eksperimen; (d)
pengorganisasian, perumusan, dan penjelasan; dan (e) analisis proses inkuiri.
2. Keterampilan proses sains merupakan sekumpulan keterampilan fisik dan
mental yang dikembangkan melalui kegiatan inkuiri. Keterampilan proses
sains yang diukur dalam penelitian terdiri atas keterampilan: (a)
mengklasifikasi; (b) merumuskan hipotesis; (c) merencanakan/melakukan
eksperimen dan mengontrol variabel; (d) menginterpretasi data; (e)
mengkomunikasikan; (f) memprediksi; dan (g) menyimpulkan. Instrumen
yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains berupa soal tes
pilihan ganda sebanyak 15 soal.
3. Sikap ilmiah adalah sekumpulan sikap motivasional, sosial, praktikal atau
perilaku, dan reflektif/kognitif seperti yang dimiliki seorang ilmuwan dan
mempengaruhi keinginan seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan ilmiah,
serta cara seseorang merespon kepada orang lain, objek, atau peristiwa alam.
Sikap ilmiah yang diteliti terdiri atas: (a) sikap ingin tahu; (b) sikap respek
terhadap data; (c) sikap penemuan dan kreativitas; (d) sikap berpikiran
terbuka; (e) sikap kerjasama; (f) sikap berpikir kritis; (g) sikap ketekunan; dan
9
dilakukan dengan menggunakan instrumen skala sikap yang berisi 21 butir
pernyataan.
F. Asumsi Penelitian
Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran inkuiri
yang sesuai dilaksanakan dalam pembelajaran IPA SD kelas V. Hal ini didasarkan
pada anggapan bahwa siswa kelas V belum terbiasa melakukan inkuiri bebas baik
di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga sehingga bimbingan dari
guru atau orang dewasa masih sangat diperlukan dalam kegiatan inkuiri. Melalui
pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dapat mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan proses sains dasar maupun terpadu sekaligus memupuk sikap ilmiah
seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian terdahulu. Dalam penelitian kali
ini, peneliti mengasumsikan bahwa faktor internal maupun eksternal yang
mempengaruhi pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa
relatif tidak berbeda ditinjau dari karakteristik dan latar belakang siswa.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teoritis terhadap literatur dan hasil penelitian yang relevan,
maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian kali ini adalah:
1. Ha1 : terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan
keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan
model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapat pembelajaran
10
2. Ha2 : terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan sikap ilmiah
antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi
eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
kemudian dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan keterampilan proses sains
dan sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen.
Desain penelitian yang dipilih yaitu “Matching Only Pretest Posttest
Control Group Design”. Desain ini melibatkan dua kelompok sampel, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dipilih tanpa melalui random
sampling. Keterampilan proses sains dan sikap ilmiah kedua kelompok diukur dua
kali, yaitu pada saat pretest dan posttest. Pretest dilakukan untuk mengetahui
keadaan awal apakah terdapat perbedaan antara kedua kelompok. Hasil pretest
yang diharapkan adalah tidak adanya perbedaan tingkat keterampilan proses sains
maupun sikap ilmiah yang signifikan antara kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol. Pretest dan posttest terhadap kedua kelompok dilakukan
menggunakan instrumen yang sama (Sugiyono, 2011: 113; Fraenkel dan Wallen,
2007: 276-278). Hasil posttest kedua kelompok selanjutnya dibandingkan untuk
membuktikan adanya perbedaan tingkat keterampilan proses sains dan sikap
41
Gambar 3.1. Desain Penelitian The Matching-Only Pretest-Posttest Control
Group Design
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri Percobaan Cileunyi yang berlokasi di
Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. SD Negeri Percobaan Cileunyi
merupakan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang diterapkan pada
pembelajaran kelas 1 hingga kelas 3. Sedangkan pembelajaran untuk kelas 4, 5,
dan 6 hingga saat ini masih dalam tahap Rancangan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI).
Populasi yang dipilih adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Percobaan
Cileunyi yang tersebar di tiga kelas sebanyak 89 orang siswa. Selanjutnya dipilih
30 siswa kelas C untuk dijadikan anggota kelas eksperimen dan 30 siswa kelas A
sebagai anggota kelas kontrol. Seluruh sampel yang dipilih dianggap mewakili
populasi dengan karakteristik yang sama ditinjau dari tingkat usia, tempat tinggal,
serta latar belakang. Kelompok eksperimen
M O X O
Kelompok kontrol
42
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahap sebagai berikut.
1. Tahap persiapan dan pengembangan instrumen.
a. Identifikasi masalah dengan membaca artikel hasil penelitian terdahulu
mengenai pengaruh aplikasi pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap
aspek keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa SD serta kajian
terhadap standar isi KTSP yang memuat indikator keterampilan proses
dan sikap ilmiah.
b. Studi literatur untuk menemukan teori dan hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan model inkuiri, keterampilan proses sains dan sikap
ilmiah.
c. Penentuan subjek penelitian. Siswa SD Percobaan Negeri Cileunyi
dipilih sebagai sampel penelitian yang dibagi ke dalam dua kelompok
sampel, satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas lain sebagai kelas
eksperimen.
d. Penyusunan instrumen. Instrumen penelitian dibagi menjadi dua jenis,
yaitu instrumen tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai
keterampilan proses sains berupa 15 butir soal pilihan ganda. Sedangkan
instrumen nontes dalam bentuk: (1) skala sikap digunakan untuk
mengukur sikap ilmiah siswa; (2) lembar wawancara untuk mengetahui
tanggapan siswa mengenai pembelajaran inkuiri terbimbing.
43
g. Analisis hasil uji coba instrumen, yang terdiri atas uji daya pembeda,
tingkat kesukaran soal, validitas dan reliabilitas butir soal.
h. Revisi instrumen berdasarkan analisis data hasil uji coba instrumen.
2. Tahap pelaksanaan.
a. Pretest diberikan pada kedua kelompok sampel guna mendapatkan data
mengenai tingkat keterampilan proses sains sebelum perlakuan diberikan.
b. Penyebaran lembar skala sikap ilmiah dilakukan untuk mengetahui sikap
ilmiah siswa sebelum perlakuan diberikan.
c. Perencanaan pembelajaran model inkuiri terbimbing di kelas eksperimen,
meliputi kegiatan:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model inkuiri
terbimbing untuk diaplikasikan di kelas eksperimen dengan materi
bumi dan alam semesta. Konsep yang dipelajari tentang daur air dan
kegiatan manusia yang mempengaruhinya serta peristiwa alam.
2) Mempersiapkan media serta sumber belajar yang diperlukan.
d. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional di kelas kontrol masing-masing sebanyak tiga
kali pertemuan.
e. Posttest untuk memperoleh data keterampilan proses sains siswa setelah
diberi perlakuan.
f. Penyebaran lembar skala sikap ilmiah untuk memperoleh data sikap
44
g. Wawancara dengan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai
pembelajaran inkuiri terbimbing.
3. Tahap pengolahan dan analisis data.
a. Menentukan rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains
serta sikap ilmiah siswa.
b. Melakukan uji hipotesis untuk melihat adanya perbedaan antara
peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa kelas
eksperimen dengan kelas kontrol menggunakan teknik statistik dengan
program SPSS for Window version 17.
c. Menarik kesimpulan penelitian.
Alur penelitian di atas secara garis besar ditampilkan dalam Gambar 3.2.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri atas:
1. Soal tes keterampilan proses sains.
Instrumen tes dirancang dalam bentuk soal pilihan ganda. Perangkat soal
digunakan untuk memperoleh data pretest maupun posttest pada kedua
kelompok sampel dengan pokok bahasan proses daur air dan kegiatan
manusia yang memengaruhinya serta peristiwa alam. Tabel 3.1 menyajikan
penyebaran aspek keterampilan proses sains dalam soal yang telah diuji
45
Identifikasi masalah
Studi literatur
Penentuan sampel penelitian
Penyusunan instrumen
Judgement instrumen
Uji coba instrumen
Analisis data hasil uji coba
Revisi instrumen Penyusunan RPP model inkuiri
terbimbing
Pretest keterampilan proses sains dan pemberian angket sikap ilmiah di kedua kelas
Pembelajaran inkuiri terbimbing
Pembelajaran konvensional Observasi
Pengolahan dan analisis data hasil penelitian
Posttest keterampilan proses sains dan pemberian angket sikap ilmiah
Di kedua kelas
Penarikan kesimpulan (pembuktian hipotesis)
46
Tabel 3.1. Sebaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains
Sub pokok
bahasan Aspek KPS Indikator
No.
Jenis daur air Mengklasifik asi
Mengidentifikasi perbedaan dan
persamaan antara peristiwa
1 1
Proses daur air Merumuskan hipotesis
Menyatakan hubungan antara dua variabel berdasarkan pemikiran deduktif
Menentukan langkah kegiatan untuk memperoleh data melalui penyelidikan
Menentukan alat dan bahan untuk percobaan
Mengidentifikasi variabel bebas dan kontrol dalam pengujian
Mengidentifikasi hubungan antara satu variabel dengan variabel lain dalam seri data sebagai dasar untuk menarik kesimpulan
Menggabungkan beberapa informasi
7
Membuat kesimpulan yang merangkum dan konsisten dengan bukti terkumpul
Menarik kesimpulan berdasarkan hasil interpretasi terhadap data
6
Menggunakan tabel dalam mencatat dan mengorganisasikan data
Menggunakan diagram dalam
mencatat dan mengorganisasikan data
12
Memprediksi Memprediksi peristiwa yang mungkin
terjadi berdasarkan sekumpulan bukti
Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan / pola yang sudah ada
Menggunakan pola, menghubungkan
pola yang ada dan memperkirakan peristiwa yang akan terjadi
2
4, 5
8
47
2. Skala sikap ilmiah.
Skala sikap ilmiah merupakan instrumen untuk mengungkap data sikap
ilmiah siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing maupun dengan pembelajaran konvensional. Butir pernyataan
dirancang sesuai dengan indikator sikap ilmiah yang selanjutnya dilakukan
validasi isi oleh ahli. Untuk lebih jelasnya, sebaran butir pernyataan setiap
aspek sikap ilmiah dan indikatornya dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Sebaran Butir Pernyataan Skala Sikap Ilmiah dan Indikatornya Aspek sikap
Menanyakan tentang materi yang tidak dipahami
Antusias terhadap proses sains
1
Menyarankan langkah-langkah percobaan yang baru
Menggunakan alat tidak seperti biasanya
Menunjukkan pendapat/laporan berbeda dengan teman sekelas
3
Partisipasi aktif dalam kelompok 4, 5, 7 3
Sikap ketekunan (perseverance)
Menyelesaikan tugas tepat waktu
Disiplin menyelesaikan tugas
8
Menghargai pendapat/temuan orang lain
Tidak merasa selalu benar
Menerima saran dari teman
9
Meragukan temuan teman
Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Perhatian pada kelestarian alam sekitar
Partisipasi pada kegiatan sosial
12
20
48
(1) (2) (3) (4)
Sikap respek
terhadap data
(respect for
evidence)
Tidak memanipulasi data
Tidak mengabaikan data sekecil pun
17 19
2
3. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
RPP dirancang sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran sesuai
tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing. Sedangkan di kelompok kontrol
dilakukan pembelajaran IPA menggunakan RPP untuk pembelajaran
konvensional. RPP disusun dalam tiga kali pertemuan, dengan alokasi waktu
masing-masing selama 2 x 35 menit. Pada pertemuan pertama materi yang
dipelajari tentang proses daur air; pertemuan kedua membahas tentang
kegiatan manusia yang mempengaruhi proses daur air, dan pertemuan
terakhir membahas tentang peristiwa alam.
4. Lembar pedoman wawancara.
14 butir pertanyaan diajukan pada siswa setelah pembelajaran berakhir.
Wawancara dilakukan untuk menjaring data mengenai respon emotif siswa,
kesulitan yang dihadapi, serta kontribusi pembelajaran inkuiri terbimbing
terhadap peningkatan keterampilan proses sains juga sikap ilmiah siswa. Data
dalam lembar wawancara digunakan dalam triangulasi data untuk melengkapi
49
Tabel 3.3 Aspek yang Diungkap pada Lembar Pedoman Wawancara
Aspek yang diungkap
Isi pertanyaan Nomor
pertanyaan
Pengalaman memperoleh
pembelajaran inkuiri terbimbing
Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap pemahaman siswa
Partisipasi siswa dalam
pembelajaran inkuiri terbimbing
Kesulitan yang ditemui dalam pembelajaran
Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains
Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap sikap ilmiah
Ketersediaan sumber belajar dan media
Bimbingan yang diberikan guru baik melalui panduan LKS maupun saat pembelajaran
E. Analisis Data Hasil Uji Coba Instrumen
Terhadap instrumen soal tes keterampilan proses sains yang telah dinilai
validitas kontennya oleh ahli, selanjutnya dilakukan uji coba instrumen di
lapangan. Sedangkan untuk instrumen skala sikap, hanya dilakukan validasi
konten oleh ahli. Hasil uji coba instrumen tes kemudian dianalisis validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soalnya. Di bawah ini
50
1. Uji Validitas Instrumen.
Instrumen tes keterampilan proses sains dan sikap ilmiah yang digunakan
harus memenuhi prinsip validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat keandalan suatu alat ukur (Arikunto, 2010: 63).
Sugiyono mengatakan bahwa instrumen yang valid dapat menghasilkan data
valid, artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Akdon, 2008: 143).
Pengujian validitas dilakukan terhadap isi pertanyaan butir soal dan
pernyataan yang berhubungan dengan sikap ilmiah. Tahapan dalam pengujian
validitas tes keterampilan proses sains ada dua, yaitu validasi konten melalui
konsultasi dengan ahli dan ujicoba instrumen terhadap 26 responden siswa
kelas V SD Negeri Cibiru IX yang telah memperoleh pelajaran tentang bumi
dan alam semesta di tahun pelajaran 2011/2012.
Analisis terhadap validitas soal tes dilakukan dengan aplikasi program
SPSS for Window version 17 dengan penghitungan koefisien korelasi yang
selanjutnya dikonsultasikan dengan harga r tabel. Jika rhitung > rtabel, maka item
soal dinyatakan valid (Usman, 2011: 358). Rekapitulasi hasil uji validitas
instrumen ditunjukkan dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains Nomor
soal
r hitung r tabel Kategori
(1) (2) (3) (4)
1 0,743 ≥ 0,317 Valid
51
(1) (2) (3) (4)
4 -0,169 0,317 Tidak valid
5 0,456 ≥ 0,317 Valid
6 0,529 ≥ 0,317 Valid
7 0,391 ≥ 0,317 Valid
8 0,409 ≥ 0,317 Valid
9 0,441 ≥ 0,317 Valid
10 0,389 ≥ 0,317 Valid
11 0,278 0,317 Tidak valid
12 0,504 ≥ 0,317 Valid
13 0,487 ≥ 0,317 Valid
14 0,327 ≥ 0,317 Valid
15 0,592 ≥ 0,317 Valid
16 0,487 ≥ 0,317 Valid
17 0,550 ≥ 0,317 Valid
18 NN 0,317 -
19 0,422 ≥ 0,317 Valid
20 0,503 ≥ 0,317 Valid
21 0,405 ≥ 0,317 Valid
22 0,417 ≥ 0,317 Valid
Berdasarkan hasil rekapitulasi, maka soal yang valid ada 18 soal, yaitu
soal nomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, dan 22.
2. Uji reliabilitas.
Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat ukur dalam mengukur apa
yang diukurnya, artinya kapanpun alat ukur tersebut digunakan akan
memberikan hasil yang sama (Sugiyono, 2011: 173; Arikunto, 2010: 86-87).
Nilai koefisien korelasi diperoleh dengan menggunakan aplikasi software
SPSS for Window version 17 dengan teknik split-half. Hasil analisis
52
Sedangkan harga r tabel (95%)(26)adalah sebesar 0,317. Karena r hitung > r tabel,
maka perangkat soal tes dinyatakan reliabel (Soeharto & Sururi, 2007: 56).
3. Uji Daya Pembeda Soal
Analisis daya pembeda soal dilakukan untuk membedakan kemampuan
siswa yang digolongkan memiliki kemampuan rendah dan kemampuan tinggi
(Arikunto, 2010: 211). Daya pembeda soal disebut indeks diskrimasi (D)
yang nilainya antara 0,00 – 1,00. Selanjutnya nilai D diinterpretasikan
berdasarkan pedoman dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Diskriminasi Soal
Indeks Diskriminasi Kategori
0,00 – 0,20 Soal jelek
0,20 – 0, 40 Soal cukup baik
0,40 – 0,70 Soal baik
0,70 – 1,00 Soal baik sekali
Negatif Soal tidak baik dan harus dibuang
Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa-siswa
berkemampuan tinggi saja. Seluruh peserta uji coba dikelompokkan terlebih
dahulu ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (siswa berkemampuan
tinggi) dan kelompok bawah (siswa berkemampuan rendah). Untuk tujuan ini
seluruh peserta tes kemudian diranking mulai dari yang mendapatkan skor
tertinggi hingga terrendah.
Rekapitulasi hasil analisis daya pembeda yang diperoleh menggunakan
53
Tabel 3.6. Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes Keterampilan Proses Sains
Nomor soal
Indeks diskriminasi (D) Kategori
(1) (2) (3)
Berdasarkan tabel, maka soal-soal yang memiliki daya pembeda baik
adalah soal bernomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, dan 22.
4. Analisis Tingkat Kesukaran Soal.
Analisis tingkat kesukaran soal dilakukan untuk memilih soal-soal
dengan kategori baik, yaitu soal-soal yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar, atau soal-soal dalam kategori sedang. Tingkat kesukaran soal
54
210) menuliskan kategori indeks kesukaran seperti ditunjukkan dalam Tabel
3.7. Semakin besar indeks kesukaran soal, maka soal tersebut semakin
mudah, begitu pun sebaliknya.
Tabel 3.7. Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Kesukaran Soal
Indeks kesukaran Kategori
0,00 – 0,30 Soal sukar
0,30 – 0,70 Soal sedang
0,70 – 1,00 Soal mudah
Analisis tingkat kesukaran soal dilakukan dengan program ANATES for
Window Version 4.0. Hasil analisis tingkat kesukaran soal ditunjukkan dalam
Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains
No. soal Indeks Tingkat kesukaran (P) Kategori
55
(1) (2) (3)
20 0,54 Sedang
21 0,69 Sedang
22 0,62 Sedang
Diketahui dari tabel di atas bahwa soal yang memiliki tingkat kesukaran baik
ada 15 soal. Berdasarkan hasil analisis terhadap data uji coba instrumen,
maka soal yang memenuhi keempat parameter soal yang baik (validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran) adalah soal nomor 1, 2, 5,
6, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, dan 22.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data-data penelitian dikumpulkan menggunakan teknik yang disesuaikan
dengan jenis data dan instrumen yang dikembangkan, yaitu sebagai berikut.
1. Teknik tes. Tes terdiri atas pretest dan posttest menggunakan perangkat soal
pilihan ganda untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang tingkat
keterampilan proses sains siswa.
2. Teknik non tes. Instrumen yang memuat rating scale digunakan untuk
menjaring data mengenai sikap ilmiah siswa. Instrumen ini diberikan sebelum
dan sesudah perlakuan diberikan pada kelas eksperimen. Sedangkan pada
kelas kontrol, instrumen diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran
konvensional dilaksanakan. Guna melengkapi data penelitian, peneliti
melakukan observasi proses pembelajaran dan wawancara dengan siswa di
56
G. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
Data-data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest serta skala
sikap ilmiah selanjutnya dianalisis dan kemudian digunakan dalam pengujian
hipotesis. Analisis data yang dilakukan terdiri atas langkah-langkah:
1. Mengubah skor keterampilan proses sains dan sikap ilmiah ke dalam bentuk
nilai dengan skala 0-100.
2. Menghitung rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains serta
sikap ilmiah, standar deviasi dan variansinya menggunakan program
Microsoft Excel for Window.
3. Menguji normalitas data dengan menggunakan program SPSS for Window
verison 17 dengan menggunakan uji one sample Kolmogorov Smirnov. Nilai
assimptot signifikansi kemudian dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Jika Sig
α (0,05), maka data tidak berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai Sig ≥
α (0,05), maka data berdistribusi normal (Riduwan, dkk, 2011: 71).
4. Menguji homogenitas dua varians data nilai keterampilan proses sains dan
sikap ilmiah dengan teknik One-way Annova. Dasar pengambilan
keputusannya jika Sig. α (0,05), maka data tidak homogen; dan jika Sig ≥α
(0,05) maka data homogen.
5.Jika sebaran data normal dan homogen, kemudian dilakukan uji statistik
paired sample t-test untuk membandingkan dua rerata nilai pretest dan
posttest keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Jika nilai t hitung > t tabel,
57
variabel tersebut dikatakan mengalami peningkatan yang signifikan. Jika
sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah statistik
nonparametris dengan teknik pengujian Mann-Whitney.
6. Kemudian untuk mengetahui besarnya peningkatan keterampilan proses sains
dan sikap ilmiah, digunakan rumus N-gain sebagai berikut.
g = � −� �
� ��� −� � (3.1) (Arikunto, 2010)
Spost = skor posttest
Spre = skor pretest
Smaks = skor maksimal ideal
Kemudian nilai g dikonsultasikan ke dalam tabel 3.9 untuk diinterpretasi.
Tabel 3.9 Pedoman untuk Menginterpretasi Nilai N-gain
Interval N-gain Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 g 0,7 Sedang
g < 0,3 rendah
7. Terhadap data N-gain dilakukan kembali uji normalitas dan homogenitas
dengan teknik seperti langkah 2, 3, dan 4. Jika t hitung > t tabel dan jika nilai α
0,05, maka Ho ditolak, di mana:
Ho : µ1 = µ2
58
dengan
Ho1 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan
proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.
Ha1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan
proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.
Ho2 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiah
siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.
Ha2 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiahsiswa
yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan
yang mendapat pembelajaran konvensional.
µ1 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas
eksperimen; dan
µ2 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas
kontrol.
Pengolahan data statistik untuk uji hipotesis dilakukan menggunakan program
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data hasil penelitian,
peneliti dapat menarik kesimpulan:
Pertama, pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang
positif terhadap pengembangan keterampilan proses sains siswa. Hal ini
dibuktikan dengan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains yang
signifikan antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
yang belajar melalui model konvensional. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil
uji statistik yang menunjukkan nilai t hitung (6,466) > t tabel (95%) (n=29) dengan
Sig. (0,000) < 0,05.
Keterampilan proses sains yang menggabungkan keterampilan mental
kognitif dan keterampilan fisik motorik, seperti melakukan eksperimen mampu
dikuasai dengan baik oleh siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing.
Selain itu, pembelajaran inkuiri terbimbing juga mampu meningkatkan
keterampilan berhipotesis, menginterpretasi data, menyimpulkan, dan
memprediksi lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dengan kata
lain, pembelajaran inkuiri yang bersifat minds-on dan hands-on dapat secara
90
Kedua, pembelajaran inkuiri terbimbing ternyata kurang menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sikap ilmiah siswa. Hal ini
dibuktikan dengan besar t hitung (0,114) < t tabel (1,699) dengan signifikansi = 0,910
> 0,05. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu lemahnya alat ukur yang
digunakan sehingga hanya mampu mengukur pengetahuan siswa tentang sikap
ilmiah, kurangnya kesempatan siswa melakukan kegiatan inkuiri bebas sesuai
dengan kecepatan belajar masing-masing, serta keterbatasan alokasi waktu
pembelajaran.
B. Saran
Merujuk pada kesimpulan yang diperoleh, maka untuk dapat memperbaiki
kelemahan penelitian di kemudian hari peneliti mengajukan saran-saran sebagai
berikut.
1. Agar lebih dapat mengembangkan keterampilan proses sains secara umum,
sebaiknya guru memberikan tugas berupa pekerjaan rumah bagi siswa yang
dapat mengembangkan keterampilan prosesnya. Secara khusus, untuk
meningkatkan keterampilan mengklasifikasi, sebaiknya guru menyediakan
lebih banyak sumber atau media belajar yang dapat digunakan siswa untuk
mengembangkan keterampilan mengklasifikasinya.
2. Pengukuran sikap ilmiah sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
instrumen angket yang dilengkapi dengan instrumen pengukuran lainnya,
91
3. Untuk lebih mengembangkan serta meningkatkan sikap ilmiah reflektif
(berpikiran terbuka, berpikir kritis, dan respek terhadap data), sebaiknya
pembelajaran inkuiri terbimbing dilaksanakan dengan frekuensi yang lebih
banyak dari biasanya dengan alokasi waktu yang rasional agar guru lebih
memiliki banyak waktu untuk memberikan pemodelan dan melakukan
upaya-upaya yang relevan.
4. Pemupukan sikap ilmiah hendaknya tidak hanya dilakukan dalam
pembelajaran IPA, namun juga dalam pembelajaran yang memadukan IPA
dengan mata pelajaran lain mengingat sikap ilmiah tidak hanya aplikatif