• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI STRATEGI PQ4R DAN BACAAN REFUTATION TEXT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI STRATEGI PQ4R DAN BACAAN REFUTATION TEXT."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

A. LatarBelakangMasalah ………... 1

B. MasalahPenelitian ………... 16

C. TujuanPenelitian ………... 17

D. ManfaatPenelitian ………... 18

E. DefinisiOperasionalIstilah ………. 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 27

A. PemahamanMatematis ……... 22

B. KomunikasiMatematis ………. 29

C. KemandirianBelajarMatematis ……… 36

D. Strategi PQ4R dalam Pembelajaran Matematika ……... 43

E. Pengembangan Bacaan Berbentuk Refutation Text …. 50 F. Teori Belajar Pendukung ……… 56

G. Penelitian-penelitian yang Relevan ……… ... 59

H. HipotesisPenelitian……….. …. 65

BAB III METODE PENELITIAN ……… 70

A. DesainPenelitian ……… 70

B. SubyekPenelitian ……….. 71

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... …. 73

D. Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... …. . 87 E. Jadwal Penelitian... …. 90

(2)

iv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 95

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data... …. 95

B. Analisis Data Pemahaman Matematis (PMS) ... ... 100

C. Analisis Data komunikasi Matematis Siswa(KMS) … 125 D. Analisis Data Kemandirian Belajar Siswa ... … 148

E. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis(PMS), Komunikasi Matematis (KMS), dan Kemandirian Belajar matematis siswa (KBS) 172 F. Perbandingan Kontribusi Pembelajaran SPRT TerhadapPeningkatanPemahaman Matematis Siswa (PMS) danKomunikasi Matematis Siswa (KMS) 183 G. Gambaran Kinerja Siswa dalam Memahami PMS dan KMS 187 H. PembahasanHasilPenelitian ……… 199

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 227 A. Kesimpulan ……….. 227

B. Implikasi ……….. 231

C. Rekomendasi ……….. 232

DAFTAR PUSTAKA ……….. 235

(3)

DAFTAR TABEL

Keterkaitan antara Variabel Kemampuan Pemahaman,

Kemampuan Komunikasi Matematis,

KemandirianBelajarSiswaserta Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

71

Tab el 3.2

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan PAM 74

Tab el

Uji Q-Cochran tentang Validitas Muka Tes PAM 75 Tab

el

Uji Q-Cochran tentang Validitas Isi Tes PAM 75 Tab

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

81

Tab el 3.8

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

82

Tab el 3.9

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka LKS Dengan Strategi PQ4R

89

Tab el 3.10

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi LKS dengan Strategi PQ4R 89

Tab el 4.1

Deskripsi Data Pemahaman Awal Matematis (PAM) siswaBerdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah

95

Tab el 4.2

Deskripsi Data Pemahaman Awal Matematis (PAM) SiswaBerdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah

97

Tab el 4.3

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data PAMSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

99

Tab el 4.4

Uji Kesetaraan Data PAM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

(4)

vi el

4.5

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM Tab

Uji Signifikansi Peningkatan PMS SiswaKedua Kelompok Pembelajaran

105

Tab el 4.8

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain PMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

106

Tab el 4.9

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan PMS antara Kedua Kelompok Pembelajaran

107

Tab el 4.10

Deskripsi Data PMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Level Sekolah

Uji Signifikansi Peningkatan PMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Level Sekolah

109

Tab el 4.13

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain SPRTSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

110

Tab el 4.14

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan PMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

111

Tab el 4.15

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan PMS Siswa Ketiga Level SekolahSetelah Mendapat Pendekatan SPRT

112

Tab el 4.16

Deskripsi Data PMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Kategori PAM

Uji Signifikansi Peningkatan PMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Kategori PAM

116

Tab el 4.19

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain PMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

117

Tab el

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan PMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

(5)

4.20 Tab el 4.21

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain PMS Siswa antar Kategori PAMSetelah Mendapat Pendekatan SPRT

119

Tab el 4.22

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan PMS Siswa antar Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan SPRT

120

Tab el 4.23

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan PMS Siswa Ditinjau dariInteraksi antara Pembelajaran dengan Level Sekolah

121

Tab el 4.24

Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah

122

Tab el 4.25

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan PMS Siswa Ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran dengan PAM

123

Tab el 4.26

Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAMterhadap Peningkatan PMS

124

Tab el 4.27

Deskripsi Skor Komunikasi Matematis Siswa (KMS) Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM

126

Uji Signifikansi Peningkatan KMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

131

Tab el 4.30

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

132

Tab el 4.31

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KMS Siswa antara Kedua Kelompok Pembelajaran

Uji Signifikansi Peningkatan KMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Level Sekolah

134

Tab el 4.34

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

135

Tab el

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

(6)

viii Tab

el 4.36

Uji Signifikansi Levene Perbedaan Peningkatan KMS Siswa Ketiga Level Sekolah Setelah Mendapat Pembelajaran SPRT

137

Uji Signifikansi Peningkatan KMS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaranuntuk Setiap Kategori PAM

139

Tab el 4.39

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

140

Tab el 4. 40

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KMSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

141

Tab el 4.41

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KMS Siswa antar Kategori PAMSetelah Mendapat Pembelajaran SPRT

142

Tab el 4.42

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KMS Siswa antar Kategori PAM Setelah Mendapat Pembelajaran SPRT

143

Tab el 4. 43

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KMS Siswa Berdasarkan Interaksi Pembelajaran dengan Level Sekolah

144

Tab el 4. 44

Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah Terhadap Peningkatan KMS Siswa

145

Tab el 4.45

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KMS Siswa Berdasarkan Interaksi Pembelajaran dengan PAM

146

Tab el 4.46

Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAMterhadap peningkatan KMS Siswa

147

Tab el 4. 47

Deskripsi Skor Kemandirian Belajar Siswa (KBS) Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM

149

Tab el 4.48

Uji Normalitas Data N-Gain KBSKedua Kelompok Pembelajaran

153

Tab el 4.49

Uji Normalitas Data N-Gain KBSKedua Kelompok Pembelajaran

154

Tab el 4. 50

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KBS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

(7)

Tab el 4. 51

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBSantara Kedua Kelompok Pembelajaran

155

Tab el 4.52

Deskripsi Data KBS Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

157

Tab el 4. 54

Uji Signifikansi Peningkatan KBS Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

158

Tab el 4. 55

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KBS Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

159

Tab el 4. 56

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBS Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

160

Tab el 4.57

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KBSantar Level Sekolah Setelah Mendapat Pembelajaran SPRT

161

Tab el 4.58

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa antar Kategori Level Sekolah Setelah Mendapat Pembelajaran SPRT Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

163

Tab el 4.60

Uji Signifikansi Peningkatan KBS pada Ketiga Kategori PAM 164

Tab el 4.61

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KBSSiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

164

Tab el 4.62

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBS Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM

165

Tab el 4.63

Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KBSantar Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan SPRT

166

Tab el 4.64

Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBSantar Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan SPRT

167

Tab el 4.65

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KBSDitinjau dari Interaksi antara Pembelajaran dengan Level Sekolah

(8)

x Tab

el 4.66

Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah

Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KBSDitinjau dari Interaksi antara Pembelajaran dengan PAM

170

Tab el 4.68

Uji Perbedaan Peningkatan KBSDitinjau dari Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAM

171

Tab el 4.69

Klasifikasi Derajat Asosiasi 173

Tab el 4.70

Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis

174

Tab el 4.71

Uji Pearson – Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan

Komunikasi Matematis Keseluruhan

175

Tab el 4.72

Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis

176

Tab el 4.73

Uji Pearson – Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan

Komunikasi Matematis Kelas SPRT

176

Tab el 4.74

Banyaknya Siswa berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemandirian BelajarSiswa dalam Matematika

178

Tab el 4.75

Uji Pearson – Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dalam Matematika Secara Keseluruhan

178

Tab el 4.76

Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis Kelas SPRT

179

Tab el 4.77

Uji Pearson – Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan

Komandiran Belajar Kelas SPRT

180

Tab el 4.78

Banyaknya Siswa berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis

dan Kemandirian Belajar Siswa dalam Matematika

181

Tab el 4.79

Uji Pearson–Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dalam Matematika Secra Keseluruhan

181

Tab el

Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas SPRT

(9)

4.80 Tab el 4.81

Uji Pearson – Chi Kuadrat dan Koefisien Kontingensi berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Kemandiran Belajar Kelas SPRT

182

Tab el 4.82

Deskripsi Kontribusi Pembelajaran SPRT Terhadap Peningkatan PMS dan KMS Berdasarkan Level Sekolah

184

Tab el 4.83

Deskripsi Kontribusi Pembelajaran SPRT Terhadap Peningkatan PMS dan KMS Berdasarkan Pemahaman Awal Matematis (PAM)

186

Tab el 4.84

Rata-rata Skor Setiap Soal Kemampuan Pemahaman Matematis SiswaDitinjau dari Pendekatan Pembelajaran

191

Tab el 4.85

Rangkuman Kesulitan yang Dialami Siswa pada Tes PMS 193

Tab el 4.86

Rata-rata Skor Setiap Soal Kemampuan Komunikasi Matematis SiswaDitinjau dari Pendekatan Pembelajaran

196

Tab el 4. 87

(10)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A BAHAN AJAR 246

Lampiran A-1 Rencana Pembelajaran (Contoh) 247

Lampiran A-2 Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) 249

Lampiran A-3 Bacaan Refutation Text 273

Lampiran B INSTRUMEN PENELITIAN 324

Lampiran B-1 Kisi-kisiTesPemahamanMatematis 325

Lampiran B-2 Butir Tes Pemahaman Matematis 327

Lampiran B-3 Kisi-kisi Tes Komunikasi Matematis 330

Lampiran B-4 ButirTesKomunikasiMatematis 333

Lampiran B-5 Butir Soal Tes PAM 336

Lampiran B-6 Kisi-kisi Skala Kemandirian Belajar Matematika Siswa

340

Lampiran B-7 SkalaKemandirianBelajarSiswa 341

Lampiran C KUALITAS INSTRUMEN 347

Lampiran C-1 TES Pengetahuan Awal Matematis 347

Lampiran C-2 Tes Pemahaman Matematis 356

Lampiran C-3 TesKomunikasiMatematis 356

Lampiran C-4 SkalaKemandirianBelajarMatematikaSiswa 365

Lampiran D DATA HASIL PENELITIAN 371

Lampiran D-1 HasilTesdan Non TesKelas SPRT Sekolah Level Tinggi

371 Lampiran D-2 HasilTesdan Non TesKelas PKV Seolah Level

Tinggi

(11)

Sedang

Lampiran D-4 HasilTesdan Non TesKelas PKV Sekolah Level Sedang

374 Lampiran D-5 HasilTesdan Non TesKelas SPRT Sekolah Level

Rendah Gambar 2.1 Siklus Kemandirian Belajar... 39

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Pengambilan Sampel 72

Gambar 4.1 Diagram Batang Skor PAM Siswa Berdasarkan Pemelajaran dan Level Sekolah

100 Gambar 4.2 Diagram Batang PMS Berdasarkan Level Sekolah dan

Pembelajaran

108 Gambar 4.3 Diagram Batang Rata-rata PMS Kedua Kelompok

Pembelajaran Berdasarkan PAM

119 Gambar 4.4 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

Level Sekolahterhadap Peningkatan PMS siswa

127 Gambar 4.5 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran

denganPAMterhadap Peningkatan PMS

129 Gambar 4.6 Diagram Batang KMS Siswa Berdasarkan Level

Sekolah dan Kelompok Pembelajaran

133 Gambar 4.7 Diagram Batang KMS Berdasarkan KAM dan

Pembelajaran

142 Gambar 4.8 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

Level Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis

150

Gambar 4.9 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAM terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis (KMS) siswa

153

Gambar 4.10 Diagram Batang Rerata KBS Berdasar Level Sekolah 156 Gambar 4.11 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

Level Sekolahterhadap Peningkatan KBS

(12)

xiv

Gambar 4.12 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAMterhadap peningkatan KBS

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Atas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Atas.

Dalam NCTM 2000 disebutkan pula bahwa pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Dinyatakan pula dalam NCTM 2000 bahwa belajar tanpa pemahaman merupakan hal yang terjadi dan menjadi masalah sejak tahun 1930-an, sehingga belajar dengan pemahaman tersebut terus ditekankan dalam kurikulum.

(14)

sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada pemahaman matematika dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan berkomunikasi di dalam penerapannya.

Menurut Anderson et al. (2001), siswa dikatakan memiliki kemampuan pemahaman matematis jika siswa tersebut mampu mengkonstruksi makna dari pesan-pesan yang timbul dalam pengajaran seperti komunikasi lisan, tulisan, dan grafik. Siswa dikatakan memahami suatu konsep matematika (masalah) antara lain ketika mereka membangun hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dan pengetahuan sebelumnya. Pemahaman terhadap suatu masalah merupakan bagian dari pemecahan masalah.

Berkaitan dengan pentingnya pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2002) juga menyatakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian hasil pembelajaran belum mampu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tersebut.

(15)

and Science Study (TIMSS) 2007. Pada hasil studi TIMSS 2007 untuk siswa kelas

VIII, Indonesia menempati peringkat ke 36 dari 48 negara dalam matematika. Aspek yang dinilai dalam matematika adalah pengetahuan tentang fakta, prosedur, konsep, penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep (Martin, et. al., 2008). Sementara itu, hasil tes PISA tahun 2006 tentang matematika, siswa Indonesia berada pada peringkat 52 dari 57 negara. Aspek yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan pemahaman, pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan komunikasi (communication) (PISA, 2006).

Hasil TIMSS dan PISA tersebut dapat dijadikan sebagai informasi bahwa masih banyak siswa yang tidak bisa menjawab materi ujian matematika yang berstandar internasional. Jika dilihat dari materi yang diujikan, materi tes yang diberikan merupakan soal-soal tidak rutin (masalah matematis yang membutuhkan kemampuan penalaran). Soal seperti itu belum dibiasakan pada siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.

Selain kemampuan pemahaman matematis, kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam pembelajaran matematika juga sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga bisa memberikan respon yang tepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran.

(16)

matematisnya kepada orang lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Huggins (1999) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain.Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM,2000) yaitu belajar untuk

berkomunikasi (mathematical communication).

Perlunya kemampuan komunikasi matematik untuk ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, dikemukakan oleh Baroody (1993), bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematis melalui lima aspek komunikasi yaitu representing, listening, reading, discussing, dan writing. Selanjutnya disebutkan sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir ( a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga "an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and

succinctly. Kedua, mathematics learning as social activity: artinya, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini merupakan bagian penting untuk "nurturing children's mathematical potential'.

(17)

dan strategi matematik; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai danmempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru merupakan manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.

Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa mampu memahami komunikasi matematis tidaklah mudah. Dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap siswa SMU terungkap bahwa siswa masih lemah dalam membuat model matematika terhadap informasi yang diberikan dalam soal.Kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol gambar, grafik, tabel dan media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah juga belum memberikan hasil yang memadai (Tandililing, dkk. 2005).

(18)

National Council of Teachers of' Mathematics (NCTM (1991), NCTM (2000),

dan Standar Nasional Kemampuan Dasar SD sampai dengan SMU (2000)) bahwa komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu diupayakan peningkatannya sebagaimana kemampuan dasar lainnya, seperti kemampuan bernalar, kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan pemecahan masalah.

Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa berbagai pendekatan, gagasan atau inovasi dalam dunia pendidikan matematika yang sampai saat ini yang diterapkan secara luas ternyata belum bisa memberikan perubahan positif yang berarti, baik dalam proses pembelajaran matematika di sekolah maupun dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika pada umumnya. Tidak sedikit pula para guru yang masih menganut paradigma transfer of knowledge dalam pembelajaran matematika masa kini. Paradigma ini beranggapan bahwa siswa merupakan objek atau sasaran belajar, sehingga dalam proses pembelajaran berbagai usaha lebih banyak dilakukan oleh guru, mulai dari mencari, mengumpulkan, memecahkan, dan menyampaikan informasi ditujukan agar peserta didik memperoleh pengetahuan.Fenomena seperti ini mengindikasikan bahwa bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika tetapi melalui pemberitahuan. Kenyataan di lapangan juga menunjukkan demikian, bahwa kondisi pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif .

(19)

komunikasi matematis siswa di kelas antara lain (Sullivan & Mousley, 1996) mengatakan: (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan soal dan (b) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan proses pembelajaran matematik, kemudian guru mencoba memecahkan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian, dan memberi soal latihan atau product oriented education. Brooks & Brooks (1999) menamakan pembelajaran seperti ini sebagai konvensional, karena suasana kelas masih didominasi guru dan titik berat pembelajaran ada pada keterampilan dasar. Pembelajaran konvensional atau mekanistik ini menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Paling sedikit ada dua konsekwensinya. Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis (Sumarmo, 1999). Kedua, jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.

(20)

untuk dihafal bukan untuk belajar bekerja sendiri. Berarti pendekatan pembelajaran matematika seperti yang dikemukakan, tidak memberikan kebebasan berpikir pada siswa, melainkan belajar hanya untuk tujuan yang singkat.

Untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, model pembelajaran matematika di kelas perlu direformasi. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar

dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan berkomunikasi.

(21)

Mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasimatematis sangat penting,disamping karenakemampuan tersebut sangat mendukung pada kemampuan-kemampuan matematis lain, kemampuan-kemampuan tersebut juga merupakan tujuan dalam kurikulum. Dalam KTSP disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Hal tersebut juga sesuai dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (2000). Dalam NCTM 2000 tersebut, kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaranmatematikameliputi: (1) komunikasimatematis (mathematical communication); (2) penalaranmatematis (mathematical reasoning); (3)

(22)

atasdisebutdengandayamatematis (mathematical power) atauketerampilanmatematika (doing math). Ketrampilan matematika (doing math) berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tiggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar secara logik, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP tingkat sekolah menengah dan standar pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (2000), baikkemampuanpemahamanmatematismaupunkemampuankomunikasimatematisp erluuntukdikembangkan.Kaitan antara pemahaman matematis dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Bagan 1 berikut ini.

Gambar 1.1:Keterkaitan antara Pemahaman dan Beberapa Aspek Komunikasi, Modifikasi dari Kramarski (2000)

Mathematical Communication

Writing

g

Talking

Konsep Prinsip Strategi

Reading Listening Discussing Sharing

Representation Mathematical

(23)

Peningkatan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman matematika dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Suatu aktivitas pembelajaran yang diduga dapat diterapkan untuk menumbuhkembangkan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa antara lain adalah dengan strategi P4QR (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) (Arends, 1977; Slavin, 2000) yang disertai bacaan berbentuk refutation

(24)

bacaan tambahan lainnya. Dengan keterampilan membaca itu setiap siswa akan dapat memasuki dunia keilmuan yang penh pesona, memahami khasanah kearifan yang banyak hikmat, dan mengembangkan berbagai keterampilan lainnya yang amat berguna untuk kelak mencapai sukses dalam hidup. Aktivitas membaca yang terampil akan membukakan pengetahuan yang luas, gerbang kearifan yang dalam, serta keahlian di masa yang akan datang. Kegiatan dan keterampilan membaca itu tidak dapat diganti dengan strategi-straegi lainnya. Dengan membaca siswa dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui tulisan. Membaca dapat dipandang sebagai sebuah proses interaktif antara bahasa dan pikiran. Sebagai proses interaktif, maka keberhasilan membaca akan dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang melatar belakangi dan strategi membaca yang erat kaitannya dengan kemandirian belajar (self-regulated learning) (Gie, 1998).

Selanjutnya Refutation Text adalah teks yang membandingkan antara ide yang benar dan ide yang salah. Dalam kerangka paham konstruktivisme ide yang benar itu berupa penjelasan terbaik yang diterima oleh banyak orang sebagai benar. Dalam kegiatan belajar mengajar penjelasan terbaik yang disampaikan oleh guru bersumber dari para ahli atau para ilmuwan, sehingga ide yang benar itu sama dengan konsepsi ilmuwan. Ide yang salah merupakan konsepsi-konsepsi yang berbeda atau menyimpang dari konsepsi para ilmuwan.

(25)

1. Menyajikan jenis-jenis kesalahan yang banyak dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pretes.

2. Membahas anggapan-anggapan siswa atau kemampuan awal matematika siswa (prakonsepsi) terhadap materi ajar yang dijaring dengan pretes,

3. Membahas alternatif penyajian materi yang mungkin diterima oleh kebanyakan siswa dan konsepsi-konsepsi yang salah dapat diperbaiki (Hydn & Alvermann, 1985; Risko& Alvares , 1986;).

(26)

Selain aspek kognitif, aspek afektif juga penting dalam pelajaran matematika. Wardani (2004) mengemukakan aspek afektif ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika, aspek afektif tersebut adalah kemandirian belajar (Self-regulated learning).

Pada tahun 1989, NCTM (Romberg, 1994 dan Wahyudin, 2008) mengemukakan peranan aspek afektif dan aspek kognitif dalam pembelajaran matematika. Kedua aspek tersebut secara simultan sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Kemandirian belajar matematika siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan mereka dalam belajar matematika. Perkembangan teknologi yang sangat pesat berakibat pula pada semakin banyaknya sumber-sumber belajar yang bisa diakses, hal ini akan sangat mendukung belajar bagi siswa yang punya kemandirian belajar yang . Siswa dengan pembelajaran strategi PQ4R dan bacaan berbentuk refutation text diperkirakan akan mempunyai kemandirian belajar yang lebih dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Begitu juga siswa dengan kemampuan awal matematika lebih tinggi serta level sekolah yang lebih tinggi diperkirakan mempunyai tingkat kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan awal matematika serta level sekolah yang lebih rendah.

(27)

Level sekolah dibagi dalam tiga kelompok yaitu :atas, menengah, dan bawah. Digunakannya tiga level dalam penelitian ini bertujuan agar semua kelompok sekolah terwakili sehingga kesimpulan yang didapatkan lebih representatif. Pengelompokan ini juga bertujuan untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah terhadap perkembangan kemampuan pemahaman, komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa dalam matematika. Sedangkan kemampuan awal matematika siswa dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini bertujuan untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal siswa terhadap perkembangan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends (2008a), bahwa kemampuan awal siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan struktur kognitif yang sudah ada. Dalam penelitian ini, informasi tentang pengetahuan awal matematika siswa digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan awal matematika siswa (, sedang, dan rendah). Informasi ini digunakan dalam pembentukan kelompok ketika melaksanakan pembelajaran dengan strategi PQ4R.

(28)

bahwa kemampuan pelajar secara empirik terbentuk menurut peringkat kemampuan siswa masing-masing dan tentu ikut mewarnai proses pembelajaran. Namun demikian variabel-variabel tingkat kemampuan awal dan variabel level sekolah dapat dikontrol.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan kemandirian belajar siswa perlu untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Hasil penelitian yang dilakukan ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan komunikasi matematis siswa serta kemandirian belajar matematika siswa SMA.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakahpeningkatandanpencapainkemampuan pemahaman matematis siswa (PMS), komunikasi matematis siswa (KMS), dan kemandirian belajar siswa (KBS) antara yang mendapat pembelajaran strategi PQ4R dan bacaan berbentuk refutation text (SPRT) lebih baik dari pada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (PKV) ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (atas, menengah, dan bawah); dan (c) pengetahuan awal matematis (PAM)?

(29)

3. Apakahterdapatasosiasiantarapemahamanmatematissiswa (PMS), kemampuankomunikasimatematissiswa (KMS), dankemandirianbelajarsiswa (KBS) dalammatematika?

4. Manakah di antara pemahaman matematis siswa (PMS) dan komunikasi matematis siswa (KMS) yang mendapat kontribusi (effect Size) terbesar setelah pembelajaran strategi SPRT ditinjau dari keseluruhan, level sekolah, dan PAM?

5. Bagaimana gambaran kinerja siswa ditinjau dari proses pembelajaran, penyelesaian soal pemahaman matematis, dan penyelesaian soal komunikasi matematis?

6. Kesulitan apa saja yang dialami siswa pada saat menyelesaikan soal pemahamanmatematis dan komunikasi matemats?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan peningkatanpemahamandankomunikasimatematissertakemandirianbelajarsiswa SMA melaluistrategi PQ4R danbacaanrefutation text. Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(30)

2. Menganalisis secara komprehensifinteraksiantara: (a) pembelajarandengan level sekolahdan (b) pembelajarandengan PAM terhadappencapaian PMS, KMS dan KBS.

3. Mendeskripsikanasosiasiantarapemahamanmatematissiswa (PMS), kemampuankomunikasimatematissiswa (KMS), dankemandirianbelajarsiswa (KBS) dalammatematika.

4. Menganalisis secara komprehensif manakah di antara (PMS) dan (KMS) yang mendapat kontribusi (effect Size) terbesar setelah pembelajaran strategi PQ4R dan bacaan berbentuk refutation text (SPRT).

5. Mengkaji dan menganalisis kinerja siswa ditinjau dari proses pembelajaran, penyelesaian soal pemahaman matematis, dan penyelesaian soal komunikasi matematis.

6. Mengkaji dan menganalisis kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal pemahaman dan komunikasi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, peneliti, dan lembaga terkait.

(31)

2. Bagi guru atau pengajar, dapat menjadikan strategi PQ4R disertai bacaan berbentuk refutation text sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi matematika, dan kemandirian belajar siswa.

3. Bagi peneliti, dapat dijadikan rujukan bagi langkahnya teori mengenai penelitian yang disertai bacaan berbentuk refutation text dalam bidang pendidikan matematika, sehingga membuka suatu wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan matematika. Di samping itu strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa pada berbagai jenjang pendidikan.

4. Bagi pembuat kebijakan, agar lebih memahami bahwa pentingnya inovasi pembelajaran dalam proses belajar yang sudah melalui kajian secara mendalam dan empiris sehingga penemuan itu menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan aspek-aspek kognitif kemampuan matematis seperti pemahaman matematis dan komunikasi matematis serta meningkatkan aspek afektif ketika berkomunikasi dalam kelompok.

E. Definisi Operasional

(32)

1. Strategi PQ4R adalah strategi pembelajaran yang memuat enam tahapan belajar, yaitu: aktivitas memeriksa atau meneliti, aktivitas menyusun atau membuat pertanyaan, aktivitas membaca teks secara aktif, aktivitas memikirkan contoh-contoh, aktivitas menghafal/memahami setiap jawaban yang telah ditemukan, dan aktivitas meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan.

2. Pemahaman matematis adalah tingkat atau level pengetahuan matematis yang meliputi: mengaitkan suatu konsep matematika untuk memecahkan masalah matematis; menjelaskan hubungan antar knsep secara tertulis dalam menyelesaikan soal matematika; mengubah suatu situasi atau kata-kata ke dalam model matematika; mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya 3. Komunikasi matematisadalah kemampuan menyatakan dan mengilustrasikan

ide matematika ke dalam bentuk model matematika yaitu bentuk persamaan, notasi, gambar dan grafik, atau sebaliknya.

4. Kemandirian belajar adalah proses aktif dan konstruktif seseorang yang meliputi: inisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, menetapkan tujuan

belajar, mengatur dan mengontrol kinerja belajar, mengatur dan mengontrol

kognisi, motivasi dan perilaku, memandang kesulitan sebagai tantangan,

mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan, memilih dan

menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan

konsep diri (Self-efficacy).

(33)

dengan menyajikan kesalahan yang banyak dilakukan siswa yang tidak sesuai

dengan konsep ilmuwan, kemudian membahas alternatif penyajian materi yang

mungkin dapat diterima oleh kebanyakan siswa.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran strategi PQ4R dan bacaan refutation text pada siswa kelas X SMA. Desain eksperimen yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes-postes (Pretest-Posttest Control Group Design). Secara singkat, desain eksperimen tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut.

O X O

O O

Keterangan:

X= pembelajaran dengan starategi PQ4R dan bacaan berbentuk refutation text. O = pretes = postes kemampuan pemahaman matematis (PMS) dan kemampuan komunikasi matematis siswa (KMS)

Penelitianinimelibatkanduakategorikelassampel,

yaitukelaseksperimendankelaskontrol.Kelas- kelassampeltersebuttidakdibentukdengancaramenempatkansecaraacaksubjek-subjekpenelitiankedalamkelas-kelassampeltersebut, melainkanmenggunakankelas-kelas yang ada. Di kelaseksperimendankelaskontrolberturut-turutdilaksanakanpembelajarandenganstrategiPQ4R danbacaanrefutation text(X) danpembelajaransecarakonvensional.Padaawaldanakhirpembelajaransiswakeduak

elasdiberites (O),

(35)

Penelitian melibatkan variabel bebas dan variabel tak bebas. Variabel bebasnya adalah pembelajaran strategi PQ4R danbacaanrefutation text. Variabel tak bebasnya adalah kemampuan pemahamanmatematis, kemampuan komunikasi matematis, dan skalakemandirianbelajarsiswa. Penelitian ini juga menggunakan level sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan pengetahuan awal matematika siswa (atas, tengah, danbawah) sebagai variabel kontrol. Keterkaitan antara variabel bebas, tak bebas (terikat), dan kontrol disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Keterkaitan antara Variabel Kemampuan Pemahaman, Kemampuan Komunikasi Matematis, Kemandirian Belajar Siswa serta Pendekatan

Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Kemam puan yang Diukur

Pende-

katan SPRT KONVENSIONAL (PKV)

PAM

Peringkat Sekolah Peringkat Sekolah

(36)

Subyek penelitian siswa kelas X dari tiga SMA Negeri yang mewakili sekolah level atas, level sedang, dan level rendah di Kota Pontianak propinsi Kalimantan Barat. Selanjutnya dari masing-masing sekolah yang sudah terpilih,dipilihlah masing-masing dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, jadi totalnya ada 6 kelas. Secara keseluruhan, siswa yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 214 siswa.Prosedur pengambilan subyek penelitian dapat dilihat pada Bagan 3.1 berikut ini.

Dipilih

Dipilih 3

SMA Dipilih Peringkat

Dipilih

Bagan 3.1 : Diagram Prosedur Pengambilan Sampel

Penentuan peringkat sekolah merujuk pada SMA terakreditasi berdasarkan peringkat sekolah yang telah dilakukan Dinas DIKNAS Kota Pontianak yang membagi peringkat sekolah dalam tiga peringkat, yaitu peringkat atasi, peringkat

(37)

menengah, dan peringkat bawah.Di samping itu juga diperhatikan rata-rata pelajaran matematika pada ujian akhir nasional dua tahun terakhir di masing-masing sekolah.

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen yaitu tes dan non tes. Intrumen dalam bentuk tes terdapat tiga jenis tes yaitu: tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan pemahaman matematis, tes kemampuan komunikasi matematis.Instrumen dalam bentuk non tes terdiri dari skala kemandirian belajar siswa dalam matematik, pedoman wawancara, dan lembar observasi.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi instrumen dan merancang instrumen penelitian untuk selanjutnya dilakukan penilaian ahli sebagai penimbang atau validator yang berkompeten untuk menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran, guna penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan para ahli, instrumen tersebut diujicobakan kepada siswa yang sudah mempelajari materi tersebut.

(38)

sudah memenuhi syarat maka instrumen tersebut bisa diterapkan di lapangan. Berikut ini uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan:

1.Tes Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Tes Pengetahuan Awal Mateatis (PAM) dirancang untuk mengetahui kema-

puan prasyarat dalam mempelajari materi atau pokok bahasan dalam penelitian. Pemberian tes pengetahuan awal matematis juga dimaksudkan pula untuk penempatan siswa berdasarkan kategori pengetahuan awal matematisnya ke dalam tiga kelompok yaitu siswa kelompok atas, siswa kelompok tengah, dan siswa kelompok bawah. Pengelompokan siswa didasarkan pada kriteria pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan PAM

Interval Skor Tes PAM Kategori

xi ≥75 Tinggi

55< xi<75 Sedang

xi ≤ 55 Rendah

(39)

Hasil pertimbangan para ahli dianalisis menggunakan uji statistik Q-Cochran. Uji statistik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah para

penimbang telah menimbang instrumen secara sama atau tidak. Hasil uji statistik hasil pertimbangan terhadap validitas muka disajikan pada Tabel 3.3, sedangkan hasil pertimbangan terhadap validitas isi disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.3

Uji Q-Cochran tentang Validitas Muka Tes PAM Test Statistics

N 30

Cochran's Q 5.176

df 29

Asymp. Sig. .270

a 1 is treated as a success.

Tabel 3.4

Uji Q-Cochran tentang Validitas Isi Tes PAM Test Statistics

N 30

Cochran's Q 3,500

df 29

Asymp. Sig. .478

a 1 is treated as a success.

Berdasarkan Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 di atas terlihat bahwa harga statistik Q-Cochran untuk validitas muka dan validitas isi adalah 5,176 dan 3,500 dengan

(40)

rumus korelasi Product Moment Pearson. Reliabilitas tes PAM dihitung dengan rumus KR-2.1. Analisis validitas dan reliabilitas serta tingkat kesukaran tes PAM

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.

Besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,821. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005), suatu tes dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,821 tergolong tinggi. Selanjutnya ada 24 butir soal dari 30 butir soal dimana koefisien rhitung (rxy) dengan nilai r berkisar antara 0,391 sampai 0,762 dan lebih besar dari rtabel (0,334) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk 24 butir soal tersebut. Dengan demikian untuk 24 butir tes kemampuan awal matematis dinyatakan valid.

Adapun tingkat kesukaran tes kemampuan awal matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir soal adalah :

TK = N

B

Keterangan TK : Tingkat Kesukaran

B : jumlah skor yang didapat siswa pada butir-butir soal N : jumlah skor ideal pada butir soal tersebut

Hasil lengkap perhitungan tingkat kesukaran butir soal PAM dapat dilihat pada Lampiran C.1.

(41)

Dari 24 butir soal terdapat 3 butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran

tergolong sukar, 4 butir soal tergolong mudah, dan 14 butir soal yang tergolong sedang. Perbandingan tingkat kesukaran soal tersebut masih proporsional ditinjau dari aspek tingkat kesukaran.

2. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa (PMS)

Tes kemampuan pemahaman matematis berfungsi untuk mengungkap kemampuan pemahaman matematis yang dimiliki siswa. Materi yang diteskan adalah persamaan dan pertidasamaan kuadrat, fungsi kuadrat, dan sistim persamaan dengan dua perubah dan tiga perubah. Tes ini berbentuk uraian yang terdiri dari lima butir soal.

(42)

pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang seragam. H1 : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak seragam.

Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah Q-Cochran. Kriteria pengujiannya adalah: jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam keadaan lainnya, H0 ditolak.

Hasil perhitungan validitas muka tes kemampuan pemahaman matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 2,000

df 4

Asymp. Sig. 0,736

a 1 is treated as a success.

Tabel 3.6

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

test Statistics

N 5

Cochran's Q 4.000

df 4

Asymp. Sig. 0.406

a 1 is treated as a success.

(43)

semuanya lebih besar dari 0,05.Dengan demikian, pada taraf signifikansi  = 0,05, H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan pemahaman matematis dari segi validitas isi dan validitas muka adalah seragam.

Setelah tes diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, dilakukan ujicoba pada siswa kelas XI SMA negeri di Pontianak sebanyak 35 orang. Data hasil ujicoba tes kemampuan pemahaman matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C2.Selanjutnya untuk menguji validitas butir,skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis diajukan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy)  rtabel, maka H0 ditolak, dalam keadaan lainnya H0 diterima. Pada taraf = 0,05 dengan n = 35 diperoleh rtabel = 0,334. Perhitungan reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

(44)

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tes kemampuan pemahaman matematis dapat digunakan untuk penelitian. Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, perangkat soal tes pemahamanmatematis siap dipergunakan Sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tersebut se - lengkapnya disajikan pada Lampiran B-1.

Penghitungan tingkat kesukaran butir soal pemahaman matematis dilakukan langkah-langkah yang sama seperti penghitungan tingkat kesukaran tes kemampuan awal matematika. Hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap butir soal dimana kelima butir soal mempunyai tingkat kesukaran yang tergolong sedang (berkisar antara 0,465 sampai 0,621.

3. Kemapuan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan komunikasi matematis berfungsi untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa. Materi yang diteskan adalah persamaan dan pertidasamaan kuadrat, fungsi kuadrat, dan sistim persamaan dengan dua perubah dan tiga perubah. Tes ini berbentuk uraian yang terdiri dari lima butir soal.

(45)

indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan komunikasi matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMA kelas X. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan kejelasan soal dari segi gambar atau representasi. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang penimbang disajikan pada Lampiran C-2 Untuk menguji keseragaman hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang seragam. H1 : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak seragam.

Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah Q-Cochran. Kriteria pengujiannya adalah: jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam keadaan lainnya, H0 ditolak.

Hasil perhitungan validitas muka dan validitas isi tes kemampuan komunikasi matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.

Tabel 3.7

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 1.000

df 4

Asymp. Sig. .910

a 1 is treated as a success.

(46)

Tabel 3.8

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 3.000

df 4

Asymp. Sig. .558

a 1 is treated as a success.

angka signifikansi asymp. Sig. 0,910 dan 0,558. Karena harga asymp. Sig. semuanya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi  = 0,05, H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan komunikasi matematis dari segi validitas isi dan validitas muka adalah seragam.

Setelah tes diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, dilakukan ujicoba pada siswa kelas XI SMA negeri di Pontianak sebanyak 35 orang. Data hasil ujicoba tes kemampuan komunikasi matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C-3.Selanjutnya untuk menguji validitas butir soal,skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis diajukan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

(47)

ditolak, dalam keadaan lainnya H0 diterima. Pada taraf = 0,05 dengan N = 35 diperoleh rtabel = 0,334. Perhitungan reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas diperoleh 0,712 (tergolong sedang) dan koefisien korelasi setiap butir soal tes kemampuan pemahaman matematis dari lima butir soal semuanya dsinyatakan valid. Nilai rxy berkisar dari 0,579 sampai 0,781 lebih besar dari rtabel (0,334) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk setiap butir soal. Dengan demikian setiap butir tes kemampuan komunikasi matematis dinyatakan valid.

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tes kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan untuk penelitian. Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, perangkat soal tes pemahaman matematis siap dipergunakan sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tersebut selengkapnya disajikan pada Lampiran C-3.

Penghitungan tingkat kesukaran butir soal komunikasi matematis dilakukan langkah-langkah yang sama seperti penghitungan tingkat kesukaran tes kemampuan awal matematika. hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap butir soal tergolong sedang (berkisar antara 0,451 sampai 0,699).

4. Kemandirian Belajar (Self-regulated learning)

(48)

belajar, (3) mengatur dan mengontrol kinerja belajar; (4) memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, (5) memandang kesulitan sebagai tantangan, (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, (7) memilih dan menerapkan strategi belajar, (8) mengevaluasi proses belajar, (9) self eficacy (konsep diri).

Skala Self-regulated learning dalam matematika terdiri dari 45 item pernyataan yang dilengkapi dengan lima pilihan jawaban yaitu: sering sekali (Ss), sering (Sr), kadang-kadang (Kd), jarang (Jr), dan tidak pernah (Tp).

Sebelum skala ini digunakan dalam penelitian, dilakukan ujicoba terbatas pada 10 orang siswa SMA untuk mengetahui keterbacaan bahasa skala tersebut pada tarap siswa SMA, sehingga akan diperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala Self-regulated learning siswa dalam matematika dapat dipahami siswa SMA kelas X dengan baik.

(49)

Proses perhitungan skor setiap pilihan (Ss, Sr, Kd, Jr, dan Tp)) dari masing-masing pernyataan pada skalaSelf-regulated learning, data hasil ujicoba, dan perhitungan reliabilitas dan validitas butir skala secara lengkap terdapat pada Lampiran C4.

Untuk menguji validitas butir soal, skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk mengukur koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ini digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy) rtabel, maka H0 ditolak, dalam keadaan lainnya H0 diterima. Pada taraf = 0,05 dengan N = 40 diperoleh rtabel = 0,312. Sedangkan untuk menghitung reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas diperoleh 0,840 (tergolong tinggi) Selanjutnya perhitungan validitas setiap butir skala Self-regulated learning, kecuali untuk butir 4, 9, 14, 20, dan 45, koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,312) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi

(50)

Pedoman observasi digunakan untuk mengamati situasi didaktis dan pedagogis yang terjadi selama proses pembelajaran. Di samping itu lembar observasi digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas proses pembelajaran guru dan aktivitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran.Hal ini dipandang perlu dideskripsikan secara rinci untuk memperkuat pembahasan hasil penelitian yang akan diperoleh nantinya. Untuk maksud tersebut, peneliti menyusun item-item dalam tabel dengan memberikan tanda ceklis yang sesuai dengan suasana yang terjadi di kelas selama pembelajaran. Pengamat yang dilibatkan adalah peneliti dan dibantu oleh seorang guru di masing-masing sekolah tempat penelitian.Lembarobservasi pelaksanaan proses pembelajaran denganstrategi PQ4R danbacaanrefutation textberdasarkan indikator-indikator yang perlu muncul dalam pembelajaran. Sedangkan lembar observasi aktivitas siswa disusun berdasarkan indikator-indikator: keaktifan bertanya, keberanian mengemukakan dan mempertahankan pendapat, bernegosiasi, dankeaktifan dalam pembelajaran.

Hasil observasi aktivitas guru dan siswa tersebut memberikan gambaran tentang kualitas pelaksanaan proses pembelajaranstrategi PQ4R danbacaanrefutation text digunakan dalam pembelajaran matematika di kelas eksperimen.

6. Pedoman Wawancara

(51)

pemahaman dan komunikasi matematis yang dianggap kurang. Setiap kelas dipilih 3sampai 5 orang siswapadamasing-masingkelastiapsekolah.

Pemilihansiswa yang diwawancaraididasarkan pada pertimbangan:

a. Memilihsiswaberdasarkantingkatkemampuanmerekadalammenjawabsoal-soal yang diujikan (tinggi, sedang, dan rendah).

b. Memperhatikanjawabansiswaterhadaptes yang diujikan.

c. Memintasiswa agar mencermatikembalisoal-soal yang tidak tuntas dijawab, salahmenggunakankonsep dan operasi, ataujawabanakhir yang salah.

d. Berdiskusi dengan siswa, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan: 1) Mengapa soal ini tidak dapat dijawab dengan tuntas?

2) Di mana letak kesulitannya?

3) Mengapa menggunakan cara tersebut. Apakah ada cara lain?

4) Mengapa mengambil sikap “seperti ini” ketika berinteraksi dengan siswa lain atau guru di kelas matematika?

Meskipun demikian, bentuk pertanyaan berkembang selama wawancara sesuai dengan temuan di lapangan ketika melakukan diskusi dengan siswa.

e. Mencatat hasil wawancara dalam format wawancara.

Hasil wawancara dengan siswa ditriangulasi melalui wawancara dengan siswa lainnya dan dengan guru yang mengetahui dengan baik karakteristik siswa yang diteliti. Wawancara dengan guru juga dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih lanjut tentang pelaksanaan proses pembelajaran dalam mengungkap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang diteliti.

(52)

Terdapat tiga perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan pengembangan bacaan berbentuk refutation text. Berikut diuraikan masing-masing perangkat pembelajaran tersebut.

1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa. LKS ini dibuat dalam bentuk berbasis masalah yang disertai pertanyaan-pertanyaan sebagai acuan bagi proses belajar siswa. LKS ini disajikan pada Lampiran A2.LKS yang disusun selanjutnya divalidasi atau dinilai oleh ahli terkait validitas muka dan validitas isi LKS ini. Penilai tersebut adalah dosen-dosen pendidikan matematika yang bergelar doktor pendidikan matematika atau yang sedang menempuh studi doktor pendidikan matematika. Penilaian terhadap validitas muka mencakup aspek-aspek (1) kejelasan dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan; dan (2) kejelasan dan kemenarikan sajian yang terkait gambar, ilustrasi, atau tabel. Sedangkan penilaian terhadap validitas isi mencakup aspek-aspek (1) kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetesi dasar; (2) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa; (3) kesesuaian dengan aspek-aspek kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis, dan (4) kesesuaian sajian materi dengan strategi PQ4R. . Hasil penilaian tersebut disajikan pada Lampiran A4.

Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas isi dan validitas muka LKS ini.

Tabel 3.9

(53)

LKS Dengan Strategi PQ4R

N 5

Cochran's Q 1.000

df 4

Asymp. Sig. .869

Tabel 3.10

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi LKS dengan Strategi PQ4R

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 4.000

df 4

Asymp. Sig. .758

a 1 is treated as a success.

Dari Tabel 3.9dan Tabel 3.10diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji tersebut adalah 0,869 untuk validitas isi dan 0,758 untuk validitas muka lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun validitas isi LKS ini. Dengan demikian, LKS ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.

Semua penilai menyimpulkan bahwa LKS ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait pemilihan konteks, tata tulis, penggunaan ejaan, dan kejelasan gambar atau ilustrasi. Hasil penilaian beserta saran perbaikan tersebut dijadikan dasar untuk memperbaiki LKS ini. Selanjutnya LKS yang sudah diperbaiki diujicobakan untuk mengetahui readability (keterbacaan), kesesuaian alokasi waktu, dan kemudahan penggunaan

bahan ajar tersebut dalam kegiatan pembelajaran.

(54)

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun sebagai panduan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya terkait bagaimana mempraktikkan strategi PQ4R berbasis masalah dengan memanfaatkan LKS sebagai sumber belajar siswa. RPP ini disajikan pada Lampiran A1.

3. Bacaan Berbentuk Refutation Text

Bacaan berbentuk refutation textadalah bacaan yang dibuat berdasarkan konsepsi siswa. Tujuannya adalah untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Refutation Textadalahteks yang membandingkanantara ide yang benardan ide yang salah.

Bacaandiawalidenganmenyajikankonsepsi-konsepsisiswakemudiandilanjutkanpenjelasansingkat, contoh-

contohsoaldanpenyelesaiannyasertatugas-tugassebagailatihan.Dalamkerangkapahamkonstruktivisme ide yang benarituberupapenjelasanterbaik yang diterimaolehbanyak orang sebagaibenar.Bacaan yang dibuatkemudiandivalidasioleh 3 orang yang bergelarDoktorpendidikanmatematikauntukmelihatreadability(keterbacaan)

teksbacaan. Di sampingitubacaan yang

(55)

Pelaksanaannya dalam proses pembelajaran dengan strategi PQ4R, bacaan dibagikan kepada siswa tiga hari sebelum pembelajaran dilaksanakan dengan maksud siswa sudah membaca lebih dulu teks tersebut.

E.Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian secara umum disajikan sebagai berikut. Tabel 3.11 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu

1 Persiapan Maret – Juni 2010

2 Pelaksanaan penelitian Awal Agustus – Desember 2010 3 Analisis data dan pembahasan Desember 2010 – Maret 2011 4 Penyusunan laporan Maret – April 2011

F. Teknis Analisis Data

Terdapat dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui analisis terhadap jawaban siswa pada tes pemahaman matematis dan tes komunikasi matematis serta data skala kemandirian belajar (Self-regulated learning)siswa. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas pembelajaran dan hasil wawancara dengan siswa dan guru. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mendukung kelengkapan data kuantitatif dan untuk menjawab pertanyaan penelitian serta mengkaji lebih jauh tentang penerapan starategi PQ4R dan pembahasannya.

(56)

1. Tahap pertama: melakukan analisis deskriptif data dan menghitung gain ternormalisasi (normalized gain) pretes dan postes. Melalui tahap ini dapat diketahui besar peningkatan kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan kemandirian belajar siswa dari sebelum sampai setelah mendapat pembelajaran baik yang mendapat pembelajaran dengan strategi PQ4R maupun yang mendapat pembelajaran konvensional. Menurut Meltzer (2002: 3), gain ternormalisasi (g) ini diperkenalkan oleh Hake dan secara sederhana merupakan gain absolut dibagi dengan gain maksimum yang mungkin (ideal), yaitu:

g = skorskormaksimalpostesideal skor skorpretespretes.

Kriteria interpretasinya adalah: g-tinggi jika g> 0,7

g-sedang jika 0,3 <g 0,7

g-rendah jika g 0,3. (Hake, 1999: 1) Pada tulisan ini, g dituliskan sebagai N-Gain.

2. Tahap kedua: menguji persyaratan analisis statistik parametrik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis. Pengujian persyaratan analisis dimaksud adalah uji normalitas data dan uji homogenitas varians keseluruhan data kuantitatif.

Gambar

Gambar 4.12
grafik. Siswa dikatakan memahami suatu konsep matematika (masalah) antara
Gambar 1.1:Keterkaitan antara Pemahaman dan Beberapa Aspek Komunikasi, Modifikasi dari Kramarski (2000)
Tabel 3.1. Keterkaitan antara Variabel Kemampuan Pemahaman, Kemampuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simulasi untuk mengukur daya resolusi sudut sinyal dari algoritma dilakukan dengan parameter korelasi yang sama, hasilnya algoritma MUSIC ini memiliki daya resolusi yang

Bagaimana kondisi fasilitas peralatan pelayanan bandar udara untuk pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Haluoleo

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa realisasi akumulasi capaian indikator kesesuaian program yang direncanakan terhadap program yang dianggarkan sampai dengan

L’utilisation De La Technique Asosiasi Dans L’apprentissage De La Production Écrite. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hasil uji korelasi Pearson’s antara jumlah keempat insisivus rahang atas dengan nilai ukur interpremolar dan intermolar pada mahasiswa suku India Tamil Fakultas Kedokteran

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan geladikarya ini dengan judul “analisis

mengungkapkan bahwa kualitas hidup pria lansia lebih tinggi dari pada wanita lansia. Pada pria lansia dilaporkan secara signifikan bahwa pria lansia memiliki

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk menganalisis antrian yang terjadi pada Bank Central Asia Cabang Teluk Mas dan untuk menentukan jumlah teller yang sebaiknya