• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSAKATA PADA ANAK TUNARUNGU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSAKATA PADA ANAK TUNARUNGU."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSAKATA PADA ANAK TUNARUNGU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh Niati Tusniarti

0800903

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSKATA ANAK PADA TUNARUNGU

Oleh NiatiTusniarti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Luar Biasa

© Niati Tusniarti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang – undang

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

NIATI TUSNIARTI NIM 0800903

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSAKATA PADA ANAK TUNARUNGU

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing :

Pembimbing I

Dr. Imas Diana Aprilia M.Pd

NIP. 19701417 19940 2 001

Pembimbing II

Dra. Mimin Tjasmini M.Pd

NIP. 19540310 198803 2 004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,

Drs. Sunaryo, M.Pd.

(4)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KOSAKATA PADA ANAK TUNARUNGU

Niati Tusniarti (0800903)

Penguasaan kosakata anak tunarungu yang rendah akan bepengaruh terhadap kemampuan berfikir, mengeja, membaca dan menulis. Gangguan pendengaran yang dialami tunarungu menghambat proses penerimaan informasi yang bersifat verbal, sedangkan bunyi bahasa dibentuk dari hasil peniruan dan rekaman suara yang masuk ke dalam indra pendengaran, sehingga suara/informasi yang didengar akan dijadikan sebagai kata yang bermakna. Permasalah tersebut memberikan alasan peneliti untuk mengupayakan meningkatkan pemahaman kosakata anak dengan menggunakan media puzzle yang bersifat visual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sejauh mana penggunaan media puzzle dalam meningkatkan pemahaman kosakata anak tunarungu. Penelitian ini dilakukan di SLB B Sukapura Bandung, dengan satu subjek penelitian di kelas IV SDLB. Metode penelitian yang digunakan adalah Single Subject Research dengan desain penelitian A-B-A. Pengumpulan data menggunakan tes lisan dan tes tulis. Data yang diperoleh dianalisis dengan presentase dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Komponen-komponen yang dianalisis yaitu analisis dalam kondisi (menganalisis data kondisi baseline maupun intervensi), dan analisis antar kondisi (membandingkan kondisi baseline dengan kondisi intervensi). Berdasarkan temuan hasil penelitian, diketahui bahwa penggunaan media puzzle dapat meningkatkan penguasaan/pemahaman kosakata anak tunarungu. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam aspek menyebutkan, menunjukkan dan menuliskan kosakata setelah diberikan penanganan/intervensi.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Rumusan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian... 5

E. Manfaat Penelitian... 6

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A.Deskripsi Teori ... 9

1. Konsep Dasar Ketunarunguan ... 9

a. Pengertian Anak Tunarungu ... 9

b. Klasifikasi Ketunarunguan ... 10

c. Dampak Ketunarunguan ... 12

2. Kosakata ... 18

3. Media Pembelajaran ... 19

a. Pengertian Media Pembelajaran ... 19

b. Kedudukan Media Pembelajaran ... 20

c. Media Puzzle ... 22

(6)

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A.Subjek dan Lokasi Penelitian ... 30

1. Subjek Penelitian ... 30

2. Lokasi Penelitian ... 30

B.Desain Penelitian ... 30

C.Metode Penelitian ... 32

D.Prosedur Penelitian ... 33

1. Persiapan Penelitian... 33

2. Pelaksanaan Penelitian ... 33

E. Variabel Penelitian ... 34

1. Defisnisi Konsep Variabel ... 34

a. Media Puzzle ... 34

b. Pemahaman Kosakata ... 35

2. Definisi Operasional Variabel ... 35

a. Media Puzzle ... 35

b. Pemahaman Kosakata ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 38

G.Proses Pengembangan Instrumen ... 40

1. Uji Validitas Instrumen ... 40

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 41

H.Tehnik Pengumpulan Data ... 43

I. Tehnik Pengolahan Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A.Hasil Penelitian ... 45

1. Target Behavior Kemampuan Mengucapkan ... 45

a. Hasil Penelitian Kemampuan Mengucapkan ... 45

(7)

c. Analisis Antar Kondisi ... 60

2. Target Behavior Kemampuan Menunjukan ... 66

a. Hasil Penelitian Kemampuan Menunjukan ... 66

b. Analisis Dalam Kondisi ... 72

c. Analisis Antar Kondisi ... 82

3. Target Behavior Kemampuan Menuliskan ... 88

a. Hasil Penelitian Kemampuan Menuliskan ... 88

b. Analisis Dalam Kondisi ... 94

c. Analisis Dalam Kondisi ... 102

B.Pembahasan ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A.Kesimpulan... 112

B.Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Ketunarunguan ... 10

Tabel 2.2 Perkembangan Kognitif Piaget ... 16

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 39

Tabel 3.2 Daftar Tim Ekspert Judgment Instrumen Penelitian ... 40

Tabel 3.3 Klasifikasi Uji Reliabilitas ... 43

Tabel 4.1 Data Baseline 1 (A-1) Kemampuan Mengucapkan ... 46

Tabel 4.2 Data Intervensi (B) Kemampuan Mengucapkan ... 47

Tabel 4.3 Data Baseline 2 (A-2) Kemampuan Mengucapkan ... 49

Tabel 4.4 Rekapitulasi Persentase Kemampuan Mengucapkan ... 50

Tabel 4.5 Panjang Kondisi Kemampuan Mengucapkan ... 52

Tabel 4.6 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Mengucapkan ... 53

Tabel 4.7 Rentan Stabilitas Kemampuan Mengucapkan ... 54

Tabel 4.8 Mean Level Kemampuan Mengucapkan ... 54

Tabel 4.9 Batas Atas Kemampuan Mengucapkan ... 54

Tabel 4.10 Batas Bawah Kemampuan Mengucapkan ... 55

Tabel 4.11 Kondisi Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Mengucapkan ... 57

Tabel 4.12 Jejak Data Kemampuan Mengucapkan ... 57

Tabel 4.13 Level Stabilitas dan Rentan Kemampuan Mengucapkan ... 57

Tabel 4.14 Data Level Perubahan Kemampuan Mengucapkan ... 58

Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Analisis Visual dalam Kondisi Mengucapkan ... 59

Tabel 4.16 Data Jumlah Variabel yang Diubah Kemampuan Mengucapkan ... 60

Tabel 4.17 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya Mengucapkan ... 61

Tabel 4.18 Perubahan Stabilitas Kemampuan Mengucapkan ... 61

Tabel 4.19 Perubahan Level Data Kemampuan Mengucapkan ... 62

Tabel 4.20 Data Perentase overlap Kemampuan Mengucapkan ... 64

Tabel 4.21 Hasil Analisis antar Kondisi Kemampuan Mengucapkan ... 64

Tabel 4.22 Data Baseline 1 (A-1) Kemampuan Menunjukan ... 67

Tabel 4.23 Data Intervensi (B) Kemampuan Menunjukan ... 68

(9)

Tabel 4.24 Rekapitulasi Persentase Kemampuan Menunjukan ... 71

Tabel 4.25 Panjang Kondisi Kemampuan Menunjukan ... 73

Tabel 4.26 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Menunjukan ... 74

Tabel 4.27 Rentan Stabilitas Kemampuan Menunjukan ... 75

Tabel 4.28 Mean Level Kemampuan Menunjukan ... 75

Tabel 4.29 Batas Atas Kemampuan Menunjukan ... 76

Tabel 4.30 Batas Bawah Kemampuan Menunjukan ... 76

Tabel 4.31 Kondisi Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Menunjukan ... 78

Tabel 4.32 Jejak Data Kemampuan Menunjukan ... 79

Tabel 4.33 Level Stabilitas dan Rentan Kemampuan Menunjukan ... 79

Tabel 4.34 Data Level Perubahan Kemampuan Menunjukan ... 80

Tabel 4.35 Rangkuman Hasil Analisis Visual dalam Kondisi Menunjukan ... 80

Tabel 4.36 Data Jumlah Variabel yang Diubah Kemampuan Menunjukan ... 82

Tabel 4.37 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya Menunjukan ... 82

Tabel 4.38 Perubahan Stabilitas Kemampuan Menujukan ... 83

Tabel 4.39 Perubahan Level Data Kemampuan Menujukan ... 83

Tabel 4.40 Data Perentase overlap Kemampuan Menujukan ... 85

Tabel 4.41 Hasil Analisis antar Kondisi Kemampuan Menujukan ... 86

Tabel 4.42 Data Baseline 1 (A-1) Kemampuan Menuliskan ... 88

Tabel 4.43 Data Intervensi (B) Kemampuan Menuliskan ... 89

Tabel 4.44 Data Baseline 2 (A-2) Kemampuan Menuliskan ... 91

Tabel 4.44 Rekapitulasi Persentase Kemampuan Menuliskan ... 92

Tabel 4.46 Panjang Kondisi Kemampuan Menuliskan ... 94

Tabel 4.47 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Menuliskan ... 95

Tabel 4.48 Rentan Stabilitas Kemampuan Menuliskan ... 96

Tabel 4.49 Mean Level Kemampuan Menuliskan ... 96

Tabel 4.50 Batas Atas Kemampuan Menuliskan ... 97

Tabel 4.51 Batas Bawah Kemampuan Menuliskan ... 97

Tabel 4.52 Kondisi Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Menuliskan ... 99

Tabel 4.53 Jejak Data Kemampuan Menuliskan ... 100

(10)

Tabel 4.55 Data Level Perubahan Kemampuan Menuliskan ... 101

Tabel 4.56 Rangkuman Hasil Analisis Visual dalam Kondisi Menuliskan ... 101

Tabel 4.57 Data Jumlah Variabel yang Diubah Kemampuan Menuliskan ... 103

Tabel 4.58 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya Menuliskan ... 103

Tabel 4.59 Perubahan Stabilitas Kemampuan Menuliskan... 104

Tabel 4.60 Perubahan Level Data Kemampuan Menuliskan ... 104

Tabel 4.61 Data Perentase overlap Kemampuan Menuliskan ... 106

(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Desain A-B-A ... 32

Grafik 4.1 Hasil Baseline 1 (A-1) Kemampuan Mengucapkan ... 46

Grafik 4.2 Hasil Intervensi (B) Kemampuan Mengucapkan ... 48

Grafik 4.3 Hasil Baseline 2 (A-2) Kemampuan Mengucapkan ... 49

Grafik 4.4 Rekpitulasi Persentase Kemampuan Mengucapkan ... 50

Grafik 4.5 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Mengucapkan ... 52

Grafik 4.6 Kecenderungan Stabilitas Baseline 1 (A-1) Mengucapkan ... 55

Grafik 4.7 Kecenderungan Stabilitas Intervensi (B) Mengucapkan ... 56

Grafik 4.8 Kecenderungan Stabilitas Baseline 2 (A-2) Mengucapkan ... 56

Grafik 4.9 Data Overlap A-1 dan B Kemampuan Mengucapkan ... 63

Grafik 4.10 Data Overlap B dan A-2 Kemampuan Mengucapkan ... 64

Grafik 4.11 Mean Level Kemampuan Mengucapkan ... 66

Grafik 4.12 Hasil Baseline 1 (A-1) Kemampuan Menunjukan ... 67

Grafik 4.13 Hasil Intervensi (B) Kemampuan Menunjukan ... 69

Grafik 4.14 Hasil Baseline 2 (A-2) Kemampuan Menunjukan ... 70

Grafik 4.15 Rekpitulasi Persentase Kemampuan Menunjukan ... 71

Grafik 4.16 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Menunjukan ... 73

Grafik 4.17 Kecenderungan Stabilitas Baseline 1 (A-1) Menunjukan ... 77

Grafik 4.18 Kecenderungan Stabilitas Intervensi (B) Menunjukan ... 77

Grafik 4.19 Kecenderungan Stabilitas Baseline 2 (A-2) Menunjukan ... 78

Grafik 4.20 Data Overlap A-1 dan B Kemampuan Menunjukan ... 84

Grafik 4.21 Data Overlap B dan A-2 Kemampuan Menunjukan ... 85

Grafik 4.22 Mean Level Kemampuan Menunjukan ... 87

Grafik 4.23 Hasil Baseline 1 (A-1) Kemampuan Menuliskan ... 89

Grafik 4.24 Hasil Intervensi (B) Kemampuan Menuliskan ... 90

Grafik 4.25 Hasil Baseline 2 (A-2) Kemampuan Menuliskan ... 91

Grafik 4.26 Rekpitulasi Persentase Kemampuan Menuliskan ... 93

(12)

Grafik 4.28 Kecenderungan Stabilitas Baseline 1 (A-1) Menuliskan ... 98

Grafik 4.29 Kecenderungan Stabilitas Intervensi (B) Menuliskan ... 98

Grafik 4.30 Kecenderungan Stabilitas Baseline 2 (A-2) Menuliskan ... 99

Grafik 4.31 Data Overlap A-1 dan B Kemampuan Menuliskan ... 105

Grafik 4.32 Data Overlap B dan A-2 Kemampuan Menuliskan ... 106

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Perolehan Bahasa Anak Tunarungu ... 14

Gambar 2.2 Skema Perolehan Bahasa Anak Dengar ... 15

Gambar 2.3 Skema Kedudukan Media pada Proses Pembelajaran ... 20

Gambar 2.4 Bentuk Potongan Huruf Puzzle ... 25

Gambar 2.5 Bentuk Potongan Gambar Puzzle ... 25

Gambar 2.6 Bentuk Alas Puzzle ... 26

Gambar 2.7 Bentuk Potongan Gambar dan Huruf Puzzle... 26

Gambar 2.8 Skema Kerangka Pemikiran ... 29

Gambar 3.1 Puzzle Utuh ... 36

Gambar 3.2 Puzzle Acak ... 36

Gambar 3.3 Menyusun Potongan Gambar Puzzle ... 36

Gambar 3.4 Menyusun Potongan Huruf Puzzle ... 37

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai mahluk sosial memiliki bahasa. Bahasa adalah sistem lambang yang dipergunakan oleh individu maupun kelompok sebagai sarana untuk berekspresi, berinteraksi sosial dan sebagai alat menjalin kerjasama. Bagi manusia bahasa merupakan media penghubung yang dapat menciptakan informasi, pesan, petunjuk dan penghantar ilmu pengetahuan, oleh karena itulah bahasa berperan sentral dalam perkembangan intelektual dan sosial-emosional seseorang.

Perolehan bahasa dimulai dari proses menangkap informasi, memahami, sampai pada tahap mengekspresikan pikiran, semua itu merupakan kesatuan yang berkaitan dengan proses berkomunikasi. Kemampuan berbahasa yang dimiliki individu yaitu memahami hubungan lambang bahasa dengan benda atau kejadian yang dinamakan bahasa reseptif. Setelah kemampuan reseptif telah dikuasai tahap selanjutnya adalah pengungkapan diri yang dinamakan bahasa ekspresif.

Informasi yang bersifat verbal perolehannya dipengaruhi oleh keberfungsian organ pendengaran, bunyi bahasa dibentuk dari hasil peniruan dan rekaman suara yang masuk ke dalam indra pendengaran, sehingga suara/informasi yang didengar akan dijadikan sebagai kata yang bermakna. Semakin banyak stimulus suara yang masuk kedalam indra pendengaran dan disimpan dalam memori, semakin bertambah pula kosakata dalam berbahasa. Seorang ahli bahasa yaitu Tarigan (2011:2) mengemukakan “Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin banyak kosakata yang kita miliki, semakin besar pula kemungkinan kita terampil berbahasa”.

(15)

mampu mengakses informasi suara/bunyi. Pengaruh dari kehilangan pendengaran tersebut maka akan berdampak kepada pemerolehan informasi.

Hambatan yang dialami anak tunarungu dalam bahasa memungkinkan anak sulit untuk memahami makna kata. Seperti yang dikemukakan oleh

Somad dan Hernawati (1995:11) “anak tunarungu mengalami hambatan

dalam perkembangan bahasanya. Dengan demikian pemahaman anak tunarungu terhadap bahasa sedikit sekali. Oleh karena itu anak tunarungu sering disebut anak yang “miskin bahasa” ”. Tidak mengherankan bila anak tunarungu memiliki kemampuan yang kurang dibanding anak yang tidak mengalami ketunarunguan dari segi akademis, ini dikarenakan kemampuan bahasa yang terbatas serta sulit untuk memamami kata yang diverbalisasikan dan bersifat abstrak. Permasalahan yang lebih kompleks yakni dalam kemampuan berfikir, mengeja, membaca, dan menulis.

Anak yang tidak mengalami ketunarunguan, pemerolehan bahasa dapat secara langsung diterima melalui peniruan yang berulang-ulang melalui indra pendengarannya, sehingga menjadi kosakata yang mudah untuk dimaknai. Berbeda bagi anak tunarungu dalam proses peniruan kata hanya diperoleh melalui indra visual, anak melihat gerak bibir/artikulasi, mimik/ekspresi dan gesture pembicaranya. Sesuai dengan pendapat Sadja’ah, E (2003;43) yang menyebutkan:

Anak tunarungu tidak/kurang mendengar menangkap kata atau pembicaraan orang lain tidak melalui pendengarannya, ia hanya mampu menangkap/ melihat pembicaraan orang lain atau lawan bicaranya melalui gerak bibir dengan kemampuan daya lihat (mata) matalah yang mengalih fungsi menutupi hal-hal yang kurang dan tidak didapat melalui pendengarannya.

Indra visual dijadikan sebagai alat penerimaan informasi yang dilihat dan diamati, akan tetapi kekurangan dari indra visualnya sifatnya terbatas.

(16)

anak dalam pemerolehan bahasa yang lebih bermakna. Seperti yang dikemukakan oleh Somad dan Hernawati (1995:108) sebagai berikut :

Latihan indra dapat dikatakan sebagai batu loncatan untuk berkomunikasi bagi anak tunarungu. Hal ini dapat dipergunakan sebagai alat dalam belajar, untuk perkembangan bahasa ujaran, untuk mengerti bahasa persiapan berbicara, persiapan membaca, yang penyajiannya dalam bentuk bermain. Anak dapat ,meraba, menggunakan, mengambil bagian, menyamakan, mencoba, memperoleh perasaan sukses melalui perabaan, visual, pengecap, penciuman dan mungkin pendengaran. Peneliti melihat kasus pada siswa kelas IV yang mengalami masalah dalam menguasai kosakata Kemampuan anak saat ini, anak mampu menuliskan abjad dari A-Z, membaca huruf konsonan dan vokal. Hasil observasi yang telah dilakukan, siswa masih sulit untuk mengucapkan nama benda dengan baik, bentuk ekspresi yang ditunjukan adalah dengan ucapan atau gerakan yang sulit untuk dimengerti/tidak jelas. Siswa sering menunjukkan kekeliruan/kesalahan dalam mengekspresikan kedalam bentuk tulisan, misalnya untuk kata tomat ditulis kungan, nanas ditulis dangang. Gejala yang tampak menunjukkan tingkat penguasaan dan pemahaman kosakata yang dimiliki masih rendah. Hambatan yang ditemukan kemungkinan besar yang menyebabkan siswa mengalami permasalahan di atas yakni; kurangnya motivasi secara internal (diri anak), daya ingat, daya abstraksi dan eksternal (lingkungan), media yang kurang variatif yang digunakan dalam meningkatkan pemahaman kosakata dan bahasa anak.

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak akan terlepas dari kompetensi guru serta metode yang baik, akan tetapi ditunjang pula dengan media yang tepat dan menarik sehingga dapat menambah perhatian anak dan tidak merasa bosan saat pembelajaran dilaksanakan. Faktanya di lapangan masih kurangnya penggunaan media pada saat proses pembelajaran khususnya dalam peningkatan kosakata.

(17)

Media pembelajaran juga dapat membantu pendidik untuk mempermudah proses belajar, memperjelas materi pembelajaran dengan bergam contoh yang konkret melalui media, memfasilitasi interaksi dengan pembelajar, dan memberi kesempatan praktik untuk mereka. Penggunaan media yang digunakan khususnya bagi anak tunarungu dalam mendapatkan pengalaman, dibutuhkan media yang bersifat visual. Tidak menutup kemungkinan apabila media yang digunakan melibatkan semua indra yang masih berfungsi, dapat memberikan pengalaman dan pemahaman yang lebih. Terlebih apabila media tersebut memiliki tampilan yang menarik, dan cara penggunaannya dengan cara mencocokan, menyusun, mengambil dan menyamakan sehingga anak tidak merasa bosan atau jenuh dalam menggunakannya, bahkan anak memiliki kesenangan tersendiri setelah berhasil menyelesaikannya.

Puzzle adalah media permainan dengan menyusun potongan gambar acak

sehingga menjadi potongan yang sempurna/utuh. Media puzzle merupakan media visual yang dalam pengunaannya membutuhkan koordinasi visual dan tangan dan penyelesaiannya membutuhkan pemikiran, kesabaran dan ketekunan. Media ini walaupun merupakan media permainan, tetapi dapat pula digunakan dalam setting sekolah dalam proses pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh Yulian (201:15) “Diantara berbagai jenis media pembelajaran yang digunakan, puzzle adalah media yang paling umum dipakai termasuk media pembelajaran sederhana yang dapat digunakan di sekolah”.

Media puzzle dalam penelitian ini, memiliki bentuk yang menggabungkan antara gambar dan huruf. Diharapkan dapat memberikan pengalaman yang lebih bagi anak khususnya dalam meningkatkan kosakata. Media ini dirancang berdasarkan permasalahan dan kebutuhan anak tanpa mengurangi peran guru/peneliti dalam proses pembelajaran.

Permasalahan dan upaya dalam menangani permasalahan tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan menggunakan media puzzle dengan tujuan dapat meningkatkan pemahaman kosakata anak

(18)

B. Identifikasi Masalah

Pemaparan permasalahan pada latar belakang, maka permasalahan itu dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut :

1. Gangguan pendengaran yang dialami siswa DN menghambat proses penerimaan informasi yang bersifat verbal dan abstrak sehingga berpengaruh terhadap pemahaman kosakata dan kemampuan berbahasa yang rendah.

2. Anak tunarungu merupakan insan visual, proses penerimaan informasi sebagian besar diterima melalui matanya. Keterlibatan indra lain yang masih berfungsi dapat membantu anak dalam mempercepat proses perolehan informasi secara utuh

3. Pengaruh faktor internal/dalam diri anak (daya ingat, motivasi, daya abstraksi), serta faktor eksternal (metode, media) yang tepat dapat memfasilitasi penerimaan informasi dalam meningkatkan bahasa. 4. Penggunaan media pembelajaran yang bersifat visual serta

melibatkan indra lain seperti seperti kinestetik dan taktil (tidak terhambat) dianggap akan memberikan pemahaman informasi secara utuh pada anak.

Identifikasi masalah di atas peneliti bermaksud untuk membahas peningkatan kemampuan pemahaman siswa tunarungu khususnya pada kosakata dasar melalui penggunaan media puzzle.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah penggunaaan media puzzle dapat meningkatkan pemahaman kosakata pada anak tunarungu kelas D4 di SLB B Sukapura Bandung?”

D. Tujuan Penelitian

(19)

2. Memperoleh gambaran tentang pengaruh penerapan media puzzle terhadap kemampuan memahami kosakata anak tunarungu.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah pemikiran dan sumbangan ilmu pendidikan luar biasa melalui penggunan media puzzle, khususnya dalam mengembangkan pengusaan kosakata anak

tunarungu. 2. Manfaat praktis

a) Menambah referensi untuk para pendidik dalam memberikan pengajaran kepada anak tunarungu dalam memahami kosakata. b) Menambah media pembelajaran yang baru untuk anak

tunarungu.

c) Memberi wawasan baru kepada peneliti, dan semua yang ikut berpartisipasi dalam pembelajaran bagi anak tunarungu dalam meningkatan jumlah pemahaman kosakata anak.

1. Struktur Organisasi Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian

F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

(20)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Lokasi Penelitian

B. Desain Penelitian

C. Metode Penelitian

D. Prosedur Penelitian

E. Definisi Variabel Penelitian

F. Instrumen Penelitian

G. Proses Pengembangan Instrumen

H. Tehnik Pengumpulan Data

I. Tehnik Pengolahan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek Dan Lokasi Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas D4 di SLB B Sukapura beinisial DN dan berjenis kelamin laki-laki berusia 11 tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2011 tingkat kehilangan pendengaran telinga kanan 44,16 d.B dan telinga kiri 47,5 d.B, maka siswa ini digolongkan pada ketunarunguan sedang.

Siswa ini dipilih sebagai subjek dengan alasan, siswa belum menguasai kosakata dengan baik dibandingkan dengan teman sekelasnya, dalam aspek menyebutkan, menunjukan dan menuliskan. Karakteristik kemampuan subjek dalam menguasai kosakata sebagai berikut : sulit mengucapkan kata atau kata tidak sempurna, serta kurang mengetahui cara menuliskan nama benda. Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan usia jenjang pendidikan, subjek harus sudah mampu menguasai kosakata dan mampu mengekspresikan baik secara verbal maupun non verbal. Selain itu apabila kekurangan yang dimiliki subjek tidak ditangani sejak dini maka dikhawatirkan subjek sulit untuk mengerti kata-kata yang abstrak dan lebih komlpeks pada tahap/jenjang yang lebih tinggi.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SLB B Sukapura Bandung, yang beralamat di

Jalan Sukapura No. 4 Desa Sukapura Kota Bandung. Penelitian dilaksanakan

di sekolah pada waktu di luar jam pelajaran maupun pada saat jam pelajaran.

B. Desain Penelitian

(22)

perilaku setelah dilakukan penenganan/intervensi secara berulang-ulang. Sunanto, J.et al. (2006 : 41) mengemukakan bahwa :

Pada desain subjek tunggal pengukuran variabel terikat atau perilaku sasaran (target behavior) dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu misalnya perminggu, perhari, atau perjam. Perbandingan tidak dilakukan antar individu maupun kelompok tetapi perbandingan dibandingkan pada subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian A-B-A. Desain A-B-A menggunakan tiga tahap pengukuran yaitu sebelum diberikan pengukuran baseline-1 (A-1), pada saat dilakukan perlakuan/intervensi (B) dan setelah

diberikan intervensi baseline-2 (A-2). “Disain A-B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas.” (Sunanto, 2006: 44). Desain A-B-A ini akan memberikan petunjuk bahwa adanya hubungan sebab dan akibat antara veriabel bebas dan veriabel terikat. Adapun tahapan yang pada desain A-B-A ada 3 tahap, yaitu tahap baseline-1, tahap intervensi dan tahap baseline-2.

A-1 (baseline-1) adalah “kondisi dimana pengukuran perilaku sasaran

dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun”.

(Sunanto,.et al, 2011: 41). Fase baseline ini melihat sejauh mana kemampuan siswa sebelum diberikan penanganan.

B (intervensi) adalah “kondisi ketika suatu intervensi telah diberikan dan

perilaku sasaran diukur di bawah kondisi tersebut.” (Sunanto,. et al, 2006: 41). Kondisi dimana siswa diberikan perlakuan/penanganan berturut-turut.

A-2 (baseline-2) adalah pengulangan kondisi baseline, tahapan ini sebagai evaluasi sampai sejauh mana intervensi yang diberikan berpengaruh

pada subjek. “Hal ini dimaksudkan sebagai kontrol untuk kondisi intervensi

sehingga keyakinan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional

(23)

Desain A-B-A dalam dapat digambarkan pada grafik, sebagai berikut : Grafik 3.1

Desain A-B-A

Target behavior dalam penelitian harus dapat diukur, meskipun demikian tetap tidak menutup kemungkinan bahwa tidak hanya perilaku (psikomotor) saja. Dikemukakan oleh Sunanto,.et.al, (2006:6) bahwa “ranah kognitif (cognitive domain), psikomotor (psychomotor domain), dan afektif (affective domain), dalam Taksonomi Bloom semuanya dapat dijadikan perilaku

sasaran (target behavior)”. Penelitian ini, peneliti menggunakan ranah kognitif sebagai target behavior, yaitu meningkatkan pemahaman kosakata pada siswa tunarungu.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Sugiono (2011:72)

mengemukakan “metode esperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian

yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Metode eksperimen bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan akibat adanya perlakuan.

Penelitian ini, peneliti menggunakan eksperimen dengan subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR) yang bertujuan untuk mengidentifikasi besarnya pengaruh dari suatu perlakuan (intervensi) yang diberikan kepada individu secara berulang - ulang dalam waktu tertentu.

(24)

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Persiapan awal penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1) Mengajukan pengangkatan dosen pembimbing.

2) Permohonan surat pengantar dari Fakultas kepada Rektor untuk selanjutnya mengajukan surat pengantar ke LINMAS.

3) Permohonan ijin penelitian ke Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk memperoleh surat rekomendasi untuk melakukan penelitian ke SLB B Sukapura Bandung.

2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian penggunaan media puzzle dalam meningkatkan pemahaman kosakata pada siswa tunarungu, dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

1) Pelasanaan uji instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen

2) Pelaksanaan baseline – 1 sebanyak empat sesi

3) Pelaksanaan intervensi sebanyak delapan sesi (menyebutkan dan menuliskan), enam sesi (menunjukan)

4) Pelaksanaan baseline – 2 sebanyak empat sesi (menyebutkan dan menuliskan), tiga sesi (menunjukan)

(Jadwal pelaksanaan penelitian terlampir)

Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan prosedur yang sistematis yang dilaksanakan dengan menggunakan desain A-B-A memiliki prosedur yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Baseline-1 (A-1)

(25)

lembar kerja tanpa diberi perlakuan apa pun. Pengukurannya dilakukan berulang-ulang pada hari yang berbeda dengan durasi waktu 35 menit. Tes yang diberikan berbentuk perintah yang mana siswa diperintahkan untuk, menyebutkan, menunjukan dan menuliskan nama buah-buahan, hewan ataupun nama-nama bagian tubuh bagian atas. Hasil tes kemudian dimasukkan ke dalam format data hasil baseline-1.

b. Pelaksanaan Intervensi (B)

Tahap intervensi ini, siswa diberikan penanganan oleh peneliti dengan durasi waktu 70 menit setiap pertemuan. Siswa diberikan pengajaran mengenal nama-nama buah, binatang maupun bagian tubuh berdasarkan rencana pelaksanaan yang dibuat dengan menggunakan media puzzle (RPP terlampir). Tahap ini siswa diajarkan dan diarahkan untuk menyusun puzzle secara mandiri, kemudian siswa membaca kembali kata yang terdapat pada puzzle, dan meraba huruf pada puzzle. Setelah kegiatan pembelajaran selesai

menggunakan puzzle, evaluasi dilakukan dengan memberikan lembar kerja, kemudian hasil dimasukkan ke dalam format data hasil intervensi (B).

c. Pelaksanaan baseline-2 (A-2)

Prosedur pelaksanaan baseline-2 sama halnya dengan pelaksanaan tahap baseline-1. Baseline-2 dilakukan untuk mengukur kembali kemampuan siswa

dalam penguasaan kosakata, tahap baseline-2 juga dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang dilakukan berpengaruh terhadap siswa.

E. Variabel Penelitian

1. Definisi Konsep Variabel

a. Media Puzzle

Sugiyono (2011: 39) menyatakan “Variabel bebas merupakan variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

(26)

Media berasal dari bahasa Latin berarti “tengah, perantara atau pengantar“.

Puzzle memiliki arti teka-teki atau tebakan. Media puzzle adalah salah satu

media teka-teki visual yang memiliki tampilan menarik, berbentuk papan permainan.

Menyusun/mengoperasikan puzzle melibatkan koordinasi tangan dan

pikiran. Cara menggunaan puzzle dengan mencocokan, menyusun, mengambil dan menyamakan, sehingga siswa tidak merasa bosan atau jenuh dalam memainkannya.

b. Pemahaman Kosakata

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah, kemampuan pemahaman kosakata. Kemampuan berarti kesanggupan. “Variabel terikat merupakan variabel yang dipegaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” Sugiono (2011:39). Pemahaman berarti mengerti, mengatahui seluk beluk akan sesuatu. Kosakata/kata adalah bagian terkecil dari bahasa. Gabungan dari huruf disebut kata, gabungan dari kata dapat menjadi sebuah bahasa. Kemampuan memahami kosakata berarti kesanggupan mengerti antara bentuk simbol dan makna yang ada di dalamnya atau dengan kata lain mengerti maksud dari isi kata, sehingga setiap kata yang dibaca atau diucapakan dapat dimengerti maknanya.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Media Puzzle

Penerapan media puzzle pada saat melakukan intervensi dalam penelitian yakni, untuk meningkatkan persepsi visual, keterlibatan indra lain yang masih berfungsi dapat memberikan pemaknaan kata yang mendalam bagi siswa. Adapun bentuk puzzle yang digunakan dalam penelitian ini yaitu puzzle nama buah-buahan, binatang dan bagian tubuh.

Langkah-langkah penggunaan media puzzle dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(27)

Gambar 3.1

Puzzle Utuh

2) Langkah 2 : peneliti mengacak puzzle dan menyusun kembali hingga bentuk puzzle menjadi utuh kembali.

Gambar 3.2

Puzzle Acak

3) Langkah 3 : siswa diberikan puzzle yang telah diacak

bagiannya, dan siswa diberi perintah untuk menyusunnya kembali dengan benar. Apabila siswa tidak mampu menyusun kata dengan benar, maka peneliti memberi arahan dan bantuan agar kata pada puzzle menjadi benar.

Gambar 3.3

(28)

Gambar 3.4

Menyusun Potongan Huruf Puzzle

4) Langkah 4 : siswa membaca kata, dan merasakan permukaan

huruf yang kasar, agar siswa dapat memahami bentuk dan susunan huruf yang membentuk kata, dan diharapkan siswa dapat memahami kata secara utuh.

Gambar 3.5

Proses Meraba Permukaan Huruf Puzzle

5) Langkah 5 : gambar diperlihatkan pada siswa dan diperintahkan untuk menyebutkan, menunjukan dan menuliskan nama benda.

b. Pemahaman Kosakata

Variabel terikat dalam penelitian ini merupakan target behavior. Target

behavior dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam

(29)

Berdasarkan hasil observasi dan tes awal yang telah dilakukan peneliti

terhadap siswa, diperoleh hasil kemampuan siswa dalam

pemahaman/penguasaan kosakata sangat rendah yaitu pada kemampuan

mengucapkan , menunjukan dan menuliskan nama-nama benda di sekitar dan

nama bagian tubuh. Melihat gejala yang terjadi dilapangan maka peneliti

membatasi penelitian pada benda/objek yang sering dilihat siswa.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian,

diasumsikan dapat menajwab pertanyaan penelitian. Instrumen dalam

penelitian ini merupakan alat pengumpul data dengan tujuan untuk mengukur

tingkat pemahaman kata. Adapun aspek-aspek yang diukur dalam instrumen

ini adalah dengan mengucapkan nama gambar, menunjukan dan menuliskan,

bentuk dari instrumennya berupa tes. Sebelum langsung ke pembuatan tes

peneliti melakukan rancangan instrument penelitian dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Membuat Kisi-kisi Instrumen

Pembuatan kisi-kisi ini mengacu kepada kemampuan yang telah dimiliki

siswa. Penyusunan kisi-kisi ini untuk mengarahkan peneliti sebelum masuk

kepada pembuatan instrumen. Kisi-kisi instrument adalah sebagai berikut :

Standar kompetensi : Memahami kosakata.

Kompetensi dasar : Mengidentifikasi nama-nama binatang,

(30)

Tabel 3.1

Instrumen dalam penelitian ini merupakan alat pengumpul data,

penyusunan instrumen berangkat dari kisi-kisi instrument yang telah dibuat

sebelumnya dengan melihat kondisi siswa di lapangan. Instrument yang

diberikan peneliti kepada siswa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengucapkan kata

Tes yang pertama mengucapkan 20 nama pada gambar. Pelaksanaan

tes ini, siswa diperintahkan untuk mengucapkan nama pada gambar

(LKS) yang telah disediakan peneliti. Banyaknya soal pada tes ini

adalah 20 butir.

2) Menunjukan kata

Tes yang kedua menunjukan nama pada gambar. Pelaksanaan tes ini,

(31)

(LKS) yang telah disediakan peneliti. Banyaknya soal pada tes ini

adalah 20 butir.

3) Menuliskan kata

Tes yang ketiga menuliskan nama pada gambar. Pelaksanaan tes ini,

siswa diberikan perintah untuk menuliskan nama pada gambar

(LKS) yang telah disediakan peneliti. Banyaknya soal pada tes ini

adalah 20 butir.

( Instrument terlampir )

G. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Validitas Instrumen

Instrument yang baik merupakan instrument yang valid. “Validitas

adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrument. Suatu instrument yang valid/sahih mempunyai

validitas tinggi“ Arikunto (2010:211). Sebelum peneliti melakukan

pengetesan instrumen pada siswa, instrument tersebut diuji terlebih dahulu

kevalidannya, pengujian tersebut dinilai oleh para ahli. Ahli-ahli tersebut

menilai isntrumen yang akan diteskan dengan kriteria cocok atau tidak cocok.

Tim penilai pada perhitungan validitas exspert-judment adalah para ahli

dibidang pendidikan luar biasa, yaitu :

Tabel 3.2

Daftar Tim exspert-judment Instrumen Penelitian

No Nama Ahli Jabatan Instasi

1. Drs. Endang Rusyani, M.Pd Dosen UPI

2. Drs. Adi Setiadi, M.Pd Guru SLB B

Sukapura

3. Siska Sugianti, S.Pd Guru SLB B

(32)

Setelahnya instrument tersebut di jugment dan dihitung menggunakan

( Hasil perhitungan dari uji reliabilitas tersebut dilampirkan )

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Instrument yang baik bukan hanya instrument yang telah diakui

kevalidannya, akan tetapi harus teruji relieabilitasnya. "Reliabilitas

menunjukan kepada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik” Arikuto (2010:221).

Untuk mengetahui instrument yang dibuat peneliti sudah reliabel atau

belum, maka peneliti melakukan uji reliabilitas kepada siswa yang memiliki

hambatan yang sama pada kemampuan pemahaman kosakata yang masih

rendah. Pengujian relibilitas penelitian ini dengan internal consistency,

dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali. Data kemampuan

menunjukan dan menuliskan pengujiannya dihitung dan dianalisis dengan

menggunakan rumus Kuder Richardson (KR). “Kuder Richardson

menggunakan perhitungan secara langsung pada butir tes, dan tidak membagi butir tes pada perangkat ukur menjadi dua bagian” Susetyo (2011:116). Rumus yang digunakan pada pengujian relibilitas ini adalah rumus KR.20.

(33)

Keterangan :

k = jumlah item pada instrumen

= proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar = proporsi jawaban salah

= jumlah perkalian jawaban benar dengan salah

= Varians skor tes Pkr20 = koifesien reliabilitas

Perhitungan uji reliabilitas aspek menyebutkan, dengan kriteria penilaian dari 0 sampai 4, maka rumus yang digunakan adalah Alpha Cronbach.

“Rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skrornya bukan 1 dan 0” dalam Arikunto (2010:239), rumusnya adalah sebagai berikut:

Keterangan :

k = mean kuadrat subjek

∑si2 = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

s2t = varians total

r11 = reliabilitas instrument

Rumus untuk varians total dan varian item

Keterangan :

Jk = Jumlah kuadrat seluruh item jks = jumlah kuadrat subjek

r11=

(34)

Klasifikasi Reliabilitas

Tabel 3.3

Klasifikasi Reliabilitas

( hasil perhitungan dari uji reliabilitas tersebut dilampirkan )

H. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang terkumpul akan menghitung adanya pengaruh dari perlakuan

yang diberikan peneliti sebelum dan sesudah menggunakan media puzzle

dalam pemahaman kosakata siswa tunarungu. Data-data yang terkumpul akan

menunjukan ada atau tidaknya peningkatan memahami kosakata

Teknik pengumpulan data menggunakan alat yaitu berbentuk tes. Melalui tes akan diketahui sejauh mana peningkatan pemahaman kosakata. Tes yang diberikan sebanyak data yang diperoleh mencapai kestabilan, baik itu pada fase baseline-1, intervensi dan fase baseline-2.

Penilaian dilihat pada setiap jawaban yang benar dan salah akan disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan pada setiap tes. Perhitungannya dapat dihitung dengan cara :

I. Tehnik Pengolahan Data

Hasil data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis ke dalam statistik deskriptif dan penyajian data diolah dengan menggunakan grafik.

Statistik deskriptif adalah “statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

Kurang dari 0.20 Tidak ada korelasi

0.20 – 0.40 Korelasi rendah

0.40 – 0.70 Korelasi sedang

0.70 – 0.90 Korelasi tinggi

0.90 – 1.00 Korelasi tinggi seklai

1.00 – ke atas Korelasi sempurna

(35)

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi.” (Sugiyono, 2011:147).

Bentuk grafik yang digunakan adalah grafik garis. Grafik garis ini dapat memperjelas gambaran dari pelaksanaan eksperimen. Sunanto (2006:30) menyatakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk membuat grafik, antara lain :

1) Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya, sesi, hari, dan tanggal). 2) Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang

menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya, persen, frekuensi, dan durasi).

3) Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.

4) Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya, 0%, 25%, 50%, dan 75%).

5) Label kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

6) Garis Perubahan Kondisi yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

7) Judul Grafik yaitu judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Langkah-langkah yang diambil untuk menganalisis data adalah sebagai berikut :

1) Menskor hasil pengukuran pada fase baseline 2) Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi

3) Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline dan intervensi

4) Menjumlah semua skor yang diperoleh pada fase baseline dan intervensi

5) Membandingkan hasil skor-skor pada fase baseline dengan skor pada fase intervensi

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa media puzzle dapat meningkatkan kemampuan memahami kosakata pada siswa DN yang mengalami keturunguan. Kesimpulan tersebut diambil dilihat berdasarkan perbandingan antara sebelum dengan sesudah diberikan intervensi. Tingkat pemahaman kosakata siswa DN meningkat, setelah diberikan intervensi dengan menggunakan media puzzle, hal ini dapat ditunjukan dengan meningkatnya nilai perolehan aspek mengucapkan, menunjukkan dan menuliskan. Setelah diberikan intervensi dengan menggunakan media puzzle dalam aspek mengucapkan mengalami peningkatan dari fase baseline-1 , hasil tersebut terlihat berdasarkan perolehan persentase sebesar 35,05%. Aspek menunjukkan mengalami peningkatan sebesar 78,75%. Aspek menuliskan mengalami peningkatan sebesar 67,5%. Data tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan media puzzle dapat berpengaruh terhadap kemampuan memahami/menguasai kosakata pada anak tunarungu.

Berdasarkan pertanyaan pada rumusan masalah pada bab I dan hasilnya dijawab berdasarkan hasil perhitungan pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle dapat meningkatkan pemahaman kosakata pada anak tunarungu.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran yaitu kepada :

1. Pihak guru

(37)

Mengoperasikan media puzzle ini dengan cara melihat media kemudian mencocokan gambar dan huruf, membaca kata dan meraba huruf, dapat memberikan pengalaman secara visual dan taktil. Memberikan penguatan pada saat proses belajar, sehingga dapat menambah tingkat pemahaman kosakata di sekolah.

2. Peneliti selanjutnya

(38)

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian sebagai Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Asyhar, R (2011). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada Perss Jakarta

Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama

Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung : Satu Nusa

Desmita (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya Djaelani. (2009). Penggunaan Media Compic dalam Meningkatkan

Kemampuan Memahami Kosakata pada Anak Tunarungu. Skripsi Sarjana FIP UPI: tidak diterbitkan.

Lestari, Penti. (2008). Penerapan Pendekatan Multisensori dalam Meingkatkan Kemampuan Menghafal Bacaan Sholat Anak Tunarungu. Skripsi Sarjana FIP UPI: tidak diterbitkan.

Paul, Petter.V & Whitelaw. (2011). Hearing And Deafnes. Sudbury, MA: Jones & Bartlett.

Sadja’ah. E. (2003) Layanan dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu . Bandung: San Grafika.

Sadja’ah. E. (2003) Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung: San Grafika.

Somad & Hernawati. (1995). Ortopedegogik Anak Tunarungu. Departemen pendidikan dan kebudayaan : tidak diterbitkan.

Somantri, Sutjihati. (2006). Psikologi Luar Biasa . Bandung: Refika Aditama. Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta

Sunanto, J et al. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung : UPI Press

(39)

Skripsi FIP UPI. Tidak diterbitkan.

Tarigan, Henry.(2011). Pengajaran Kosakata.Bandung: Angkasa Tarigan, Henry.(2011). Pengajaran Pemerolehan Bahasa: Angkasa Wasito, W. S (1995). Kamus Lengkap Bahasa Inggris. Hasta : Bandung. Yeniyansyah, Dini.(2012) Pengaruh Media Puzzle Terhadap Kemampuan

Logika Matematika Anak Taman Kanak-kanak. Skripsi FIP UPI : Tidak diterbitkan

Yulian, Agus Suminar. (2011). Penerapan Latihan Multisensori pada Sisway yang Mengalami Hambatan Persepsi Visual di Sekolah Dasar. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan

Yusep, Nur Jatmika. (2012). Ragam Aktivitas Harian untuk Playgroup. Jogakarta : Diva Pers

Gambar

Tabel 4.55 Data Level Perubahan Kemampuan Menuliskan ................................  101
Grafik 4.33 Mean Level Kemampuan Menuliskan  .............................................
Grafik 3.1 Desain A-B-A
Gambar 3.1 Puzzle Utuh
+5

Referensi

Dokumen terkait

ademik siswa SMA Negeri di Kota Padang berdasark nalisis diperoleh terlihat bahwa t hitung adalah 1,424 de > 0,05 maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdap ik siswa

Diharapkan untuk dapat menghadirkan Pimpinan Teknis yang namanya tercantum di Daftar Personil Inti dengan membawa tanda pengenal bagi Perusahaan yang tidak

Pertama, konseling masyarakat sekitarnya (Sue & from which we encounter the kerangka sosial budaya setem yang dianut, atau gaya hidupn multi budaya (Ibrahim, 1991;

Gudang Garam Tbk Kediri merupakan perusahaan yang memproduksi rokok kretek dengan selalu mengedepankan kualitas produk yang diproduksi, dimana hal tersebut dapat diketahui

ah pada usia muda menghadapi problem atau masal mukakan bahwa dampak dari seorang wanita yang mela pada anak yang dilahirkannya. Hal tersebut sering me ngtua,

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

First of all, quokkas prefer thick vegetation and their habitats are island swamps, mainly on Rottnest Island and Bald Island.. They can also be found

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “Faktor - faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris