• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes erecta) yang Diaktivasi dengan H3PO4.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes erecta) yang Diaktivasi dengan H3PO4."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ARANG AKTIF DARI BATANG

TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta) YANG DIAKTIVASI

DENGAN H3PO4

Skripsi

Oleh :

I Putu Adi Surya Mahardika

NIM. 1208105002

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

BUKIT JIMBARAN

(2)

ii

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ARANG AKTIF DARI BATANG

TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta) YANG DIAKTIVASI

DENGAN H3PO4

Skripsi

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Udayana

Oleh :

I Putu Adi Surya Mahardika NIM. 1208105002

Disetujui untuk disidangkan tanggal : 16 Mei 2016

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Emmy Sahara, M.Sc.(Hons.) Ir. Wahyu Dwijani Sulihingtyas, M.Kes.

NIP. 196506161991032002 NIP. 195909191985032002

Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia

(3)

TEAM PENGUJI SIDANG SKRIPSI

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ARANG AKTIF DARI BATANG TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta) YANG DIAKTIVASI

DENGAN H3PO4

Oleh :

I Putu Adi Surya Mahardika NIM. 1208105002

Skripsi ini disidangkan di Bukit Jimbaran Pada hari Senin, 16 Mei 2016

Penguji Sidang Skripsi

Ketua Sekretaris

Dra. Emmy Sahara, M.Sc.(Hons.) Ir. Wahyu Dwijani Sulihingtyas, M.Kes.

NIP. 196506161991032002 NIP. 195909191985032002

Anggota

Drs. I Wayan Suarsa, M.Si. NIP. 196504191991031001

Anggota

Drs. I Wayan Suirta, M.Si. NIP. 196507191992031002

Anggota

(4)

iv

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi arang aktif dari batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) dengan aktivator H3PO4. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menentukan karakteristik arang aktif dari limbah batang tanaman gumitir serta menentukan konsentrasi optimum H3PO4 yang dibutuhkan untuk mendapatkan arang aktif dengan karakteristik yang baik ditinjau dari kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu total, kadar karbon, daya serap terhadap metilen biru, dan daya serap terhadap iod. Selain itu, dilakukan juga analisis spektra secara FTIR terhadap arang aktif dengan karakteristik yang terbaik.

Secara umum, bila dibandingkan dengan standar mutu SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis maka aktivasi dengan berbagai konsentrasi H3PO4 dalam penelitian ini menghasilkan arang aktif dengan karakteristik yang baik, dimana aktivasi dengan asam fosfat sebesar 15% menunjukkan karakteristik yang terbaik yaitu: kadar air 4,67 ± 0,33%, kadar zat mudah menguap 5,59 ± 0,33%, kadar abu 5,67 ± 0,33%, kadar karbon 84,33%, daya serap terhadap metilen biru sebesar 162,84 ± 0,50 mg/g dan daya serap terhadap I2 sebesar 759,62 ± 3,07 mg/g. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer FTIR menunjukkan bahwa arang aktif tersebut mengandung gugus fungsi OH, C-H alifatik, P=O dan P-OH.

(5)

ABSTRACT

This paper discusses the manufacture and characterization of activated carbon made from the stems of marigold plants (Tagetes erecta) with H3PO4 as the chemical activator. This research was aimed to create and determine the characteristics of the activated carbon from the waste of marigold plant as well as to determine the optimum concentration of H3PO4 required to obtain the activated carbon with good characteristics in terms of water, volatile substance, total ash, and carbon contents, as well as the absorption capacities of methylene blue and iodine. In addition, the analysis of FTIR spectra of the activated carbon with the best characteristics was also carried out.

In general, compared to the quality standards of SNI 06-3730-1995 about the technical activated carbon, activation with various concentrations of H3PO4 produced activated carbon with good characteristics, but most of all activation with phosphoric acid at the concentration of 15% produced the activated carbon showing the best characteristics as follows: water content of 4.67 ± 0,33%, volatile substance content of 5.59± 0,33%, ash content of 5.67 ± 0,33%, and carbon content of 84.33%. The absorption capacity of methylene blue was 162.84 ± 0,50 mg/g while the absorption capacity of I2 was 759, 62 ± 3,07 mg/g. The FTIR identification showed that the activated carbon contains the functional groups of OH, C-H aliphatic, P=O and P-OH.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes erecta) yang Diaktivasi dengan H3PO4” tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. I Nengah Wirajana, S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

MIPA Universitas Udayana yang telah memberikan petunjuk dan saran. 2. Dra. Emmy Sahara, M.Sc.(Hons.) dan Ir. Wahyu Dwijani Sulihingtyas,

M.Kes. selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ayah I Nyoman Sutamba dan Ibu Ni Wayan Suatri yang telah memberi doa, semangat, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ni Putu Diah Pithaloka Dewani, Amd.Gz untuk doa, semangat, dukungan

dan bantuannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

5. Seluruh teman-teman Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Udayana

dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari semua pihak sehingga dapat menjadi evaluasi dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak yang membutuhkan.

Bukit Jimbaran, 29 April 2016

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Team Penguji Sidang Skripsi ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tagetes sp. ... 5

2.2 Biomassa ... 9

2.2.1 Pengertian biomassa ... 9

2.2.2 Biomassa sebagai sumber energi ... 10

2.2.3 Konversi biomassa ... 11

(8)

viii

2.3 Arang Aktif ... 14

2.3.1 Bahan baku arang aktif ... 15

2.3.2 Pembuatan arang aktif ... 16

2.3.3 Kualitas arang aktif ... 19

2.4Spektroskopi ... 22

2.4.1 Spektroskopi inframerah ... 24

2.4.2 Spektroskopi ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) ... 26

BAB III Metode Penelitian 3.1 Tempat Penelitian ... 29

3.2 Alat dan Bahan ... 29

3.2.1 Peralatan penelitian... 29

3.2.2 Bahan penelitian ... 29

3.3 Prosedur Kerja ... 29

3.3.1 Penyiapan bahan ... 29

3.3.2 Pirolisis batang gumitir (Tagetes erecta) menjadi arang ... 30

3.3.3 Aktivasi arang ... 30

3.3.4 Karakterisasi arang aktif ... 30

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Arang dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes erecta) 33 4.2 Aktivasi Arang ... 33

4.3 Karakterisasi Arang Aktif ... 35

4.3.1 Kadar air ... 35

4.3.2 Kadar zat mudah menguap ... 38

(9)

4.3.4 Kadar karbon ... 42

4.3.5 Daya serap metilen biru ... 44

4.3.6 Daya serap iodin ... 46

4.3.7 Gugus fungsi ... 48

Bab V Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

Daftar Pustaka ... 54

Lampiran... 57

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SII. 0258-79. ... 19

Tabel 2.2 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06 3730 1995 dtrefsfsd tentang Arang Aktif Teknis. ... 19

Tabel 4.1 Rendemen Hasil Aktivasi Arang Batang Gumitir Menggunakan berbagai Konsentrasi Asam Fosfat ... 34

Tabel 4.2 Hasil Penentuan Kadar Air Arang Aktif ... 36

Tabel 4.3 Hasil Penentuan Kadar Zat Mudah Menguap Arang Aktif ... 38

Tabel 4.4 Kadar Abu Total Arang Aktif ... 40

Tabel 4.5 Kadar Karbon Arang Aktif ... 42

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Daya Serap Metilen Biru ... 45

Tabel 4.7 Hasil Penentuan Daya Serap Iodin ... 47

Tabel 4.8 Data Spektrum Inframerah Arang... 50

Tabel 4.9 Data Spektrum Inframerah Arang Aktif ... 51

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Gumitir ... 7

Gambar 2.2 Limbah Biomassa ... 10

Gambar 2.3 Struktur Pori Arang (a) dan Arang Aktif (b) ... 15

Gambar 2.4 Diagram Alir Pembuatan Arang Aktif ... 17

Gambar 2.5 Absorpsi dalam Spektrum Inframerah... 25

Gambar 2.6 Contoh Spektrum Inframerah Biokarbon yang Berasal dari Daun Tanaman Gumitir (Tagetes erecta) ... 26

Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Asam Fosfat dan Rendemen Arang Aktif ... 35

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Kadar Air Arang Aktif ... 37

Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Kadar Zat Mudah Menguap Arang Aktif ... 39

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Kadar Abu Total Arang Aktif ... 41

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Kadar Karbon Arang Aktif ... 43

Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Metilen Biru ... 44

Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Daya Serap Arang Aktif terhadap Metilen Biru ... 45

Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Fosfat dan Daya Serap Arang Aktif terhadap Iodin ... 48

Gambar 4.9 Spektra Inframerah Arang ... 49

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1Skema Kerja

1.1 Diagram alur penelitian ... 57

1.2 Pirolisis batang gumitir (Tagetes erecta) menjadi arang ... 58

1.3 Aktivasi arang ... 59

1.4 Karakterisasi arang aktif ... 60

1.5 Analisis gugus fungsi ... 63

Lampiran 2Pembuatan Larutan 2.1 Pembuatan larutan asam fosfat (H3PO4) ... 64

2.2 Pembuatan larutan iodium (I2) 0,125 N ... 65

2.3 Pembuatan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N ... 65

2.4 Pembuatan larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,05 N ... 65

2.5 Pembuatan larutan metilen biru ... 65

2.6 Pembuatan indikator amilum 1% ... 66

Lampiran 3 Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif 3.1 Pirolisis batang tanaman gumitir menjadi arang ... 67

3.2 Aktivasi arang dengan variasi konsentrasi asam fosfat ... 68

3.3 Penentuan kadar air arang aktif ... 69

3.4 Penentuan kadar zat mudah menguap arang aktif ... 70

3.5 Penentuan kadar abu total arang aktif ... 72

3.6 Penentuan kadar karbon arang aktif ... 73

3.7 Penentuan daya serap arang aktif terhadap metilen biru ... 74

(13)

Lampiran 4 Dokumentasi

4.1 Preparasi sampel ... 81

4.2 Pirolisis sampel ... 81

4.3 Aktivasi arang ... 82

4.4 Karakterisasi arang aktif ... 82

4.5 Penentuan absorbansi filtrat metilen biru ... 83

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman gumitir (Tagetes erecta) merupakan salah satu tanaman yang

banyak dikembangkan di Indonesia, khususnya di Bali. Gumitir merupakan

tanaman yang biasa dimanfaatkan untuk menghias kebun. Bunga tanaman gumitir

biasanya berwarna kuning atau oranye dan memiliki bau yang menyengat.

Bagian bunga tanaman gumitir biasa digunakan sebagai sarana

persembahyangan ataupun sebagai hiasan guna menambah nilai estetika. Tanaman

gumitir dibudidayakan secara luas untuk mendapatkan ekstrak lutein yang

merupakan suatu suplemen makanan, dan sebagai pewarna makanan (Qin et al.,

2014). Selain itu, tanaman gumitir juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan anti

nyamuk (Patel et al., 2012), anti nematoda (Wang et al., 2007), insektisida

(Parugrug dan Aurea, 2008), dan juga sebagai antioksidan (Gong et al., 2012).

Dalam budidaya tanaman gumitir, setelah masa panen selesai, tanaman ini

akan menyisakan limbah pertanian yang melimpah. Sampai saat ini batang

tanaman gumitir belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk menanggulangi

masalah, biasanya petani membakar limbah tanaman ini atau dijadikan pakan

ternak. Pembakaran limbah tanaman gumitir ataupun limbah pertanian lainnya

secara terus menerus akan menimbulkan pencemaran udara.

Limbah tanaman gumitir ini merupakan suatu biomassa yang dapat dirubah

menjadi materi yang bernilai ekonomis lebih tinggi dan lebih bermanfaat daripada

(15)

Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup,

termasuk bahan organik baik yang hidup maupun yang ada di bawah permukaan

tanah. Contoh dari biomassa adalah pohon, hasil panen, rumput, hewan dan

sisa/kotoran hewan (Sutaryo, 2009). Salah satu pemanfaatan biomassa adalah

sebagai bahan dasar produksi arang aktif. Pemanfaatan biomassa seperti limbah

tanaman gumitir untuk produksi arang aktif memiliki dampak yang positif sebagai

pengurangan limbah pertanian dalam hal ini limbah padat organik.

Arang aktif merupakan padatan dengan bahan dasar karbon berpori yang

memiliki luas permukaan sangat tinggi yaitu diatas 600 m2/gram. Biomassa dapat

digunakan sebagai bahan untuk pembuatan arang melalui pemanasan pada suhu

tinggi. Setelah itu arang diubah menjadi arang aktif melalui proses aktivasi.

Proses aktivasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang

melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas karbon

(Cooney, 1980). Aktivasi arang aktif dapat dilakukan melalui proses aktivasi

secara fisik dan proses kimia. Proses aktivasi secara fisik dapat dilakukan dengan

pemberian uap air atau gas CO2, sedangkan secara kimia dilakukan dengan

penambahan zat kimia tertentu (Jamilatun et al., 2014). Aktivasi secara kimia

dapat dilakukan dengan penambahan zat kimia sekaligus pada saat pirolisis

ataupun penambahan zat kimia setelah arang terbentuk.

Aktivasi secara kimia memberikan beberapa keuntungan karena dapat

dilakukan dalam satu langkah, dengan mengkombinasikan pirolisis dan aktivasi

yang dilakukan pada suhu yang lebih rendah maka akan dihasilkan struktur pori

arang aktif yang lebih baik (Ioannidou dan Zabanitou, 2007). Aktivator kimia

(16)

3

garam. Qin (2014) melaporkan bahwa arang aktif yang dihasilkan dari batang

tanaman gumitir (Tagetes erecta) yang aktivasinya menggunakan asam fosfat

(H3PO4) yang dilakukan sekaligus saat pirolisis menghasilkan arang aktif dengan

struktur pori yang lebih baik.

Berdasarkan SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis, arang aktif

berbentuk serbuk yang berkualitas baik memiliki kadar air maksimal sebesar 15%,

kadar zat mudah menguap maksimal 25%, kadar abu maksimal 10% dan kadar

karbon minimal 65%. Untuk daya serapnya, arang aktif yang baik memiliki daya

serap terhadap I2 minimal sebesar 750 mg/g dan daya serap terhadap metilen biru

minimal sebesar 120 mg/g (Sudrajat dan Pari, 2011).

Arang aktif banyak dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik untuk berbagai tujuan,

diantaranya sebagai pembersih air, pemurnian gas, atau pengolahan limbah cair.

Dalam perindustrian, arang aktif sangat berguna karena dapat mengadsorpsi bau,

warna, gas serta logam. Maraknya perkembangan proses industri akan

meningkatkan resiko pencemaran lingkungan sehingga meningkatkan pula

kebutuhan akan arang aktif (Sidiq, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

aktivasi arang dari batang tanaman gumitir dengan berbagai konsentrasi aktivator

H3PO4 dan karakterisasinya sehingga diperoleh arang aktif yang berkualitas sesuai

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu :

1.2.1 Bagaimanakah karakteristik arang aktif yang dihasilkan dari batang tanaman

gumitir (Tagetes erecta) yang diaktivasi dengan berbagai konsentrasi

H3PO4?

1.2.2 Berapakah konsentrasi H3PO4 yang dibutuhkan untuk membuat arang aktif

yang memenuhi standar SNI?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1.3.1 Membuat arang aktif dari limbah batang tanaman gumitir (Tagetes erecta)

dengan aktivator asam fosfat (H3PO4).

1.3.2 Menentukan konsentrasi optimum asam fosfat (H3PO4) yang dibutuhkan

untuk mendapatkan arang aktif yang baik ditinjau dari kadar air, kadar zat

mudah menguap, kadar abu total, kadar karbon terikat, daya serap terhadap

iod, daya serap terhadap metilen biru, dan gugus fungsinya.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan akan diperoleh informasi ilmiah mengenai

pemanfaatan limbah batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) sebagai bahan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tagetes sp.

Genus Tagetes merupakan subfamili Asteroideae dari famili asteraceae.

Tanaman jenis ini merupakan tanaman budidaya yang memiliki bau menyengat

dan dapat tumbuh di hampir semua jenis tanah (Shahzadi, 2012). Spesies dari

Tagetes dikenal dengan nama Inggris marigold, tumbuh sebagai tanaman hias

tahunan. Varietas spesies dari Tagetes digunakan secara luas sebagai tanaman

hias, namun pada banyak negara di bagian timur, bunganya digunakan sebagai

sarana persembahyangan (Vasudevan et al., 1997).

Spesies dari Tagetes berkembang di seluruh dunia, tanaman ini merupakan

tanaman yang kokoh serta bercabang dan tingginya bervariasi dari 0,01 hingga 2,2

meter. Spesies-spesiesnya memiliki daun yang tersegmentasi, menyirip, berwarna

hijau gelap dan beraroma, sedangkan bunganya memiliki warna yang bervariasi

dari kuning, jingga, hingga kemerahan (Shahzadi, 2012). Berikut ini adalah

varietas utama yang merupakan spesies dari genus Tagetes (Priyanka et al., 2013):

1. Marigold Amerika atau Afrika (Tagetes Erecta):

Marigold jenis ini dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan spesies

lainnya. Bunganya berbentuk bulat dan dapat tumbuh besar hingga

mencapai 5 inchi. Bunga dari marigold jenis ini berwarna kuning hingga

jingga. Jenis marigold Afrika memerlukan waktu yang lebih lama untuk

(19)

2. Marigold Prancis (Tagetes patula)

Jenis marigold ini dapat tumbuh tinggi dari 5 hingga 18 inchi. Bunganya

dapat berwarna merah, jingga dan kuning. Bunga dari marigold jenis ini

lebih kecil daripada jenis lain yaitu sekitar 2 inchi.

3. Marigold Signet (Tagetes signata)

Jenis marigold signet tumbuh lebat dengan bunga tunggal yang kecil.

Bunganya berwarna kuning hingga jingga dan dapat dimakan. Bunga dari

marigold signet memiliki aroma yang pedas dan daunnya memiliki bau

seperti lemon. Tanaman ini sangat baik untuk ditanam pada pot sebagai

hiasan jendela.

Marigold Afrika atau Amerika (Tagetes Erecta) di Indonesia khususnya di

Bali banyak dibudidayakan dan dinamakan sebagai tanaman gumitir. Sistem

botani dari tanaman gumitir adalah sebagai berikut (Priyanka et al., 2013):

Kingdom : Plantae

Order : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Tagetes

Species : erecta

Berdasarkan kebutuhannya, bunga gumitir hampir setiap hari digunakan

khususnya untuk keperluan upacara keagamaan di Bali. Secara umum bunga

gumitir banyak digunakan untuk membuat sesajen sehingga pada saat menjelang

hari raya keagamaan, kebutuhan terhadap bunga gumitir akan meningkat. Selain

(20)

7

kalung bunga bagi pengunjung, dan dekorasi lainnya guna menambah nilai

estetika. Gambar tanaman gumitir (Tagetes erecta) ditunjukkan dalam Gambar 2.1

berikut ini:

Gambar 2.1 Tanaman Gumitir (Tagetes erecta)

Tanaman ini selain dibudidayakan secara khusus, sering juga ditanam

sebagai penghias halaman rumah dan tentunya juga bisa sebagai penambah

pendapatan keluarga tani. Akibat kebutuhan yang meningkat, maka semakin

marak pula pembudidayaan tanaman gumitir ini (Artanaya dan Widiada, 2013).

Tanaman gumitir merupakan tanaman perdu dengan bentuk daun lancip

bergerigi, kecil-kecil berwarna hijau. Secara morfologi tinggi tanaman gumitir

kurang lebih 50 – 60 cm tergantung kesuburannya. Apabila sudah cukup umur

( + 50 hari) tanaman gumitir akan berbunga yang berwarna kekuningan, dengan

(21)

ini dapat tumbuh di daerah dataran tinggi maupun daerah dataran rendah

(Artanaya dan Widiada, 2013).

Tanaman gumitir digunakan secara besar-besaran tidak hanya di Bali,

melainkan di seluruh bagian dunia. Hal ini diakibatkan karena tanaman gumitir

merupakan tanaman yang multifungsi (Vasudevan et al., 1997). Telah dilakukan

studi untuk mengamati aktifitas insektisida dari tanaman gumitir (Tagetes erecta)

terhadap kumbang jagung (Sitophilus zeamais), yang merupakan hama tumbuhan,

dimana serbuk daun dari tanaman gumitir dapat berfungsi sebagai penolak

kumbang jagung. Aktifitas insektisida dari tanaman ini tergolong baik karena

tidak menghambat pertumbuhan tanaman sampel (Parugrug et al., 2008).

Nematisida kimiawi diketahui terbatas keberadaannya sehingga membuat

harganya tidak terjangkau. Selain itu banyak nematisida sintetis mempengaruhi

organisme non-target seperti mikroorganisme tanah yang bermanfaat. Tanaman

gumitir (Tagetes erecta) dilaporkan dapat mengurangi populasi nematoda serta

lebih ramah lingkungan daripada nematisida kimiawi karena tidak menekan

pertumbuhan mikroorganisme tanah yang lain. Aktifitas anti nematoda dari

tanaman gumitir (Tagetes erecta) yang memberikan efek menguntungkan untuk

produk organik dan meminimalisir pencemaran lingkungan membuat tanaman ini

berpotensi sebagai pengganti nematisida kimiawi (Wang et al., 2007).

Bunga gumitir juga dapat digunakan sebagai sumber karotenoid. Karotenoid

yang berasal dari ekstrak bunga gumitir secara komersial digunakan sebagai

pewarna dan suplemen makanan. Salah satu karotenoid yang sering dijumpai

adalah lutein. Ekstrak bunga gumitir yang dianalisis dengan LC-MS telah

(22)

9

Sampai sejauh ini, pemanfaatan tanaman gumitir masih terbatas bagian

bunganya saja, sedangkan penggunaan bagian lainnya seperti daun, batang, serta

akarnya belum dimanfaatkan dengan baik. Setelah masa panen selesai, budidaya

tanaman gumitir akan menyisakan limbah pertanian. Untuk menanggulangi

limbah, biasanya petani membakar limbah tanaman ini atau menjadikannya pakan

ternak. Pembakaran limbah tanaman gumitir ataupun limbah pertanian lainnya

secara terus menerus akan menimbulkan pencemaran udara.

2.2 Biomassa

2.2.1 Pengertian biomassa

Menurut kementrian pertanian, kehutanan dan perikanan Jepang, biomassa

merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung

maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi atau bahan dalam

jumlah yang besar. Biomassa disebut juga sebagai “fitomassa” dan seringkali

diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya yang diperoleh d a r i

b a h a n hayati (Yokayama dan Matsumura, 2008). Menurut Sutaryo (2009)

biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup,

termasuk bahan organik baik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada di

atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah, misalnya

pohon, hasil panen, rumput, serasah, akar, hewan dan kotoran hewan.

Biomassa secara spesifik merujuk pada limbah pertanian seperti jerami,

sekam padi, limbah perhutanan seperti serbuk gergaji, tinja, kotoran hewan,

sampah dapur, lumpur kubangan, dan sebagainya. Dalam kategori jenis

(23)

rumput, rumput laut, dan lain-lain. Beberapa contoh biomassa ditampilkan pada

Gambar 2.2 berikut ini:

Sisa pemotongan kayu Ranting kayu

Sekam Bonggol Jagung

Gambar 2.2 Limbah Biomassa

2.2.2 Biomassa sebagai sumber energi

Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi

jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan

semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan

menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk

keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan

bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi

energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah

cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,

penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari

pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan

sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan

(24)

11

Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber

energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak,

kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan

baku pembuatan biodiesel. Ubi kayu, jagung, sorghum, sago merupakan

tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan pembuatan bioetanol

(Teknik Pertanian IPB, 2006).

2.2.3 Konversi biomassa

Untuk pemanfaatan biomassa, bahan baku hayati yang dipilih dari berbagai

jenis biomassa harus mempertimbangkan tujuan pemanfaatan, permintaan dan

ketersediaannya. Setelah itu, barulah bahan baku ini bisa diubah menjadi bahan

yang baru atau dikonversi menjadi energi.

Biomassa yang ditanam di ladang atau yang diperoleh dari hutan untuk

tujuan tertentu disebut sebagai biomassa asli, sedangkan bahan hayati yang

terbuang dari hasil proses produksi, konversi dan pemanfaatan dinamakan

sebagai biomassa limbah dan digunakan untuk tujuan lain. Pemanfaatan

biomassa limbah juga penting untuk menghindari konflik antara penggunaan

bioenergi untuk makanan dan pakan ternak.

Pengangkutan dan penyimpanan biomassa tidaklah mudah karena

ukurannya yang terlalu besar dan mudah terurai. Oleh karena itu, biomassa layak

untuk digunakan di daerah dimana biomassa tersebut diproduksi. Berdasarkan

alasan ini, biomassa sering digunakan di dalam daerah atau daerah dimana

pasokan dan permintaan biomassa seimbang. Akan tetapi, jika biomassa diubah

menjadi bentuk yang mudah untuk diangkut seperti pelet atau bahan bakar cair,

(25)

Ada berbagai teknologi konversi yang bisa digunakan untuk merubah

kualitas biomassa sesuai dengan tujuan penggunaannya. Ada teknik fisika,

kimia dan biologi. Konversi fisika termasuk penggerusan, penggerindaan, dan

pengukusan untuk mengurai struktur biomassa dengan tujuan meningkatkan

luas permukaan sehingga proses selanjutnya, yaitu kimia, termal dan biologi

bisa dipercepat. Proses ini juga meliputi pemisahan, ekstraksi, penyulingan dan

sebagainya untuk mendapatkan bahan berguna dari biomassa serta proses

pemampatan, pengeringan atau kontrol kelembaban dengan tujuan membuat

biomassa lebih mudah diangkut dan disimpan. Teknologi konversi fisika

sering digunakan pada perlakuan pendahuluan untuk mempercepat proses

utama.

Konversi kimia meliputi hidrolisis, oksidasi parsial, pembakaran,

karbonisasi, reaksi hidrotermal untuk penguraian biomassa, serta sintesis,

polimerisasi, hidrogenasi untuk membangun molekul baru atau pembentukan

kembali biomassa. Penghasilan elektron dari proses oksidasi biomassa dapat

digunakan pada sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik.

Konversi biologi umumnya terdiri atas proses fermentasi seperti

fermentasi etanol, fermentasi metana, fermentasi aseton-butanol, fermentasi

hidrogen, dan perlakuan enzimatis yang berperan penting pada penggunaan

bioetanol. Aplikasi d a r i proses fotosintesis dan fotolisis akan menjadi lebih

penting untuk memperbaiki sistem biomassa (Yokayama dan Matsumura, 2008).

2.2.4 Pemanfaatan energi biomasa

Menurut Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor,

(26)

13

1. Biobriket

Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber

energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan

sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket

batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa dikonversi menjadi

briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk

kayu, dan limbah-limbah biomassa yang lainnya dapat dimanfaatkan

menjadi briket.

2. Gasifikasi

Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses

konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi

bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk

menggerakan generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu

alternatif dalam rangka program penghematan dan diversifikasi energi.

Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan

pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan serta kehutanan.

3. Pirolisis

Pirolisis adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu

yang lebih dari 150oC. Pada proses pirolisis terdapat beberapa tingkatan

proses, yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah

pirolisis yang terjadi pada bahan baku, sedangkan pirolisis sekunder adalah

pirolisis yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisis primer. Pirolisis

adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada

(27)

4. Likuifikasi

Likuifikasi merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan

proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat

ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan

dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang

energi, likuifikasi terjadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk

memudahkan dalam transportasi serta pemanfaatannya.

5. Biokimia

Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan proses biokimia.

Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis,

fermentasi dan anaerobic digestion. Anaerobic digestion adalah penguraian

bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses

biokimia.

Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa

tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan

karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol

dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami hidrolisis terlebih

dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai

kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan

bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa

mencapai kadar etanol di atas 99.5% (Teknik Pertanian IPB, 2006).

2.3 Arang Aktif

Arang aktif yang sering disebut juga karbon aktif, adalah arang yang

dimurnikan yaitu konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan

(28)

15

kotoran, sehingga permukaan karbon atau pusat aktif menjadi bersih dan lebih

luas. Keluasan area pusat aktif ini yang menentukan efektifitas kegunaannya

sebagai adsorben (penyerap) cairan atau gas.

Arang aktif memiliki pori-pori mikro dan makro yang jumlah, bentuk dan

ukurannya bervariasi. Bentuk pori bisa berupa silinder, empat persegi panjang

atau tidak beraturan dengan ukuran diameter antara 10 100.000 Å (Sudrajat dan

Pari, 2011). Perbedaan mendasar antara arang dengan arang aktif adalah pada

struktur pori-porinya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3 :

Gambar 2.3 Struktur Pori Arang (a) dan Arang Aktif (b) (Sumber: Harsanti, 2011)

2.3.1 Bahan baku arang aktif

Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon

organik maupun anorganik, asal saja bahan tersebut memiliki struktur berpori.

Kayu dan batubara biasa digunakan untuk membuat arang aktif sebagai bahan

pemucat minyak makan. Arang aktif yang terbuat dari kayu kini telah

menggantikan tulang yang dulu digunakan untuk proses pemurnian gula.

Demikian pula limbah pertanian dapat dibuat arang aktif seperti tempurung

kelapa, tempurung kelapa sawit, kulit buah kopi, sekam padi, tempurung biji

karet, tempurung biji jarak, tempurung kemiri dan lain-lain. Dari sektor

(29)

potongan kayu dan lain-lain. Dari peternakan, bahan arang aktif umumnya tulang

sisa dari pejagalan dan dari pertambangan adalah batu bara muda (kokas)

(Sudrajat dan Pari, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan baku keras seperti tempurung

kelapa, kelapa sawit dan batubara akan menghasilkan arang aktif dengan berat

jenis tinggi yang penggunaannya sesuai untuk penyerapan gas. Kayu atau limbah

pertanian dengan kadar selulosa dan hemiselulosa tinggi serta teksturnya lunak

lebih sesuai untuk tujuan penyerapan cairan.

Struktur anatomi bahan baku juga menentukan karakteristik arang aktif yang

dihasilkan. Bahan baku yang memiliki pori dengan diameter kecil dan jumlah

banyak serta tekstur keras artinya memiliki permukaan aktif yang luas akan

menghasilkan arang aktif dengan daya adsorpsi tinggi, contohnya adalah kayu

keras berberat jenis tinggi, tunggak, tempurung kelapa, kelapa sawit dan batubara.

Namun secara umum, kayu dengan kadar karbon tinggi (kadar selulosa dan

lignin), kadar abu dan bahan ekstraktif rendah, banyak mengandung pori dan

tekstur keras, cenderung akan menghasilkan arang aktif berkualitas tinggi

(Sudrajat dan Pari, 2011).

2.3.2 Pembuatan arang aktif

Proses pebuatan arang aktif terdiri dari tiga tahapan utama yaitu perlakuan

bahan baku, pembuatan arang dan pembuatan arang aktif. Diagram alir tahapan

(30)
[image:30.595.260.373.83.231.2]

17

Gambar 2.4 Diagram Alir Pembuatan Arang Aktif (Sumber: Sudrajat dan Pari, 2011)

1. Pemotongan Bahan Baku

Sebelum dibuat menjadi arang, bahan baku terlebih dahulu dibuat potongan

kecil agar pada tahapan proses aktivasi akan terjadi proses pemurnian yang

sempurna.

2. Pembuatan Arang

Arang adalah produk setengah jadi dalam pembuatan arang aktif. Kualitas

arang aktif yang dihasilkan dipengaruhi oleh kesempurnaan proses pengarangan.

Cara pembuatan arang berbeda-beda tergantung jenis bahan baku yang digunakan,

keadaan, kondisi sarana prasarana yang tersedia, serta tingkat teknologi atau

efisiensi proses yang ditargetkan. Retor dan tanur merupakan alat yang digunakan

pada proses pembuatan arang yang memerlukan efisiensi proses yang tinggi.

3. Pengolahan Arang Menjadi Arang Aktif (Proses Aktivasi)

Arang aktif disusun oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam kisi

heksagonal dimana molekulnya berbentuk amorf yaitu merupakan pelat-pelat

datar. Mengolah arang menjadi arang aktif pada prinsipnya adalah membuka

(31)

juga bertujuan untuk menambahkan gugus aktif pada arang sehingga dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsi dari arang tersebut. Gugus aktif yang

terbentuk pada arang aktif tergantung dari aktivator yang digunakan pada saat

aktivasi.

Ada dua cara mengaktifkan arang yaitu melalui reaksi oksidasi lemah

menggunakan uap air pada suhu 900 1.000oC atau dengan cara dehidrasi

menggunakan bahan kimia atau garam-garam CaCl2, ZnCl2, H3PO4, NaOH,

Na2SO4 dan lain-lainnya. Perendaman dengan bahan kimia dapat dilakukan

sebelum proses karbonisasi, atau setelah proses karbonisasi. Berikut merupakan

prosedur pembuatan arang aktif :

1. Pembuatan arang granular

Arang yang dihasilkan dari proses karbonisasi atau pengarangan

dipecah-pecah menjadi bentuk granular kira-kira berukuran sebesar kerikil (diameter 2- 3

cm) dengan menggunakan alat pemukul (hammer mill). Apabila bahan baku

berupa kayu bulat atau tempurung kelapa, maka digunakan alat pencacah

(crusher). Hal ini dilakukan dengan maksud memperbesar bidang kontak antara

bahan baku dengan bahan pengaktif.

2. Perendaman dalam bahan kimia

Arang dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan bahan kimia seperti

ZnCl2, CaCl2, MgCl2, NaOH atau H3PO4 dalam konsentrasi yang berbeda-beda

tergantung jenis bahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ZnCl2, NaOH, dan

H3PO4 merupakan bahan kimia yang cukup baik untuk digunakan dalam aktivasi

arang. Lama perendaman sekitar 12-24 jam dan kemudian ditiriskan dengan

(32)

19

3. Pengemasan

Arang aktif yang telah kering dikemas di dalam kantung plastik yang

terlindung dari udara. Pengemasan dalam ukuran besar dapat menggunakan

karung plastik yang didalamnya dilapisi lembaran plastik (Sudrajat dan Pari,

2011).

2.3.3 Kualitas arang aktif

Kualitas arang aktif tergantung dari jenis bahan baku, teknologi pengolahan,

cara pengerjaan, dan ketepatan penggunaannya. Standar mutu arang aktif di

Indonesia mengacu pada Standar Industri Indonesia SII 0258 – 79 yang kemudian

direvisi menjadi SNI 06 3730 1995 seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.1

[image:32.595.115.513.378.498.2]

dan Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SII. 0258-79

Uraian Prasyarat Kualitas

Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC (%) Maksimal 15

Kadar air (%) Maksimal 10

Kadar abu (%) Maksimal 2.5

Bagian yang mengarang -

Daya serap terhadap I2 (%) Minimal 20

Sumber: Sudrajat dan Pari, 2011

Tabel 2.2 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06 – 3730 – 1995

Uraian Butiran Prasyarat Kualitas Serbuk

Bagian yang hilang pada pemanasan 900oC

(%) Maksimal 15 Maksimal 25

Kadar air (%) Maksimal 4.5 Maksimal 15

Kadar abu (%) Maksimal 2.5 Maksimal 10

Bagian tidak mengarang - -

Daya serap terhadap I2 (mg/g) Minimal 750 Minimal 750

Karbon aktif murni (%) Minimal 80 Minimal 65

Daya serap terhadap benzena (%) Minimal 25 -

Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Minimal 60 Minimal 120

Berat jenis curah (g/ml) 0.45 0.55 0.3 0.35

Lolos mesh 325 (%) - Minimal 90

Jarak mesh (%) 90 -

[image:32.595.116.517.521.745.2]
(33)

1. Kadar air

Prinsip dalam penentuan kadar air adalah pemanasan pada suhu 105oC

selama 4 jam sehingga tercapai massa konstan. Berdasarkan SNI 06 – 3730 –

1995 tentang arang aktif teknis, arang aktif dalam bentuk serbuk yang baik

memiliki kadar air maksimal 15%.

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis arang

aktif yang dihasilkan (Kurniawan dan Sutapa, 2009). Penentuan kadar air dapat

dilakukan dengan asumsi bahwa dalam karbon aktif tersebut hanya air yang

merupakan senyawa mudah menguap. Pada dasarnya penentuan kadar air adalah

dengan menguapkan air dari arang aktif dengan pemanasan 105oC hingga

diperoleh berat konstan. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat

higroskopis arang aktif, dimana arang aktif mempunyai sifat salinitas yang besar

terhadap air (Jankowska et al., 1991).

2. Kadar zat mudah menguap

Prinsip dalam penentuan kadar zat mudah menguap adalah pemanasan pada

suhu 900oC selama 15 menit sehingga tercapai berat konstan. Berdasarkan SNI

06 – 3730 – 1995 tentang arang aktif teknis, arang aktif dalam bentuk serbuk yang

baik memiliki kadar mudah menguap maksimal 25%.

3. Kadar abu total

Prinsip dalam penentuan kadar abu adalah pemanasan pada suhu 650oC

hingga diperoleh abu. Berdasarkan SNI 06 3730 1995 tentang arang aktif

teknis, arang aktif dalam bentuk serbuk yang baik memiliki kadar abu maksimal

(34)

21

4. Kadar karbon

Fraksi karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses pengarangan selain

air, abu, dan zat-zat mudah menguap. Sehingga dalam perhitungannya kadar

karbon dapat ditentukan melalui selisih persentase total dengan jumlah persentase

kadar air, kadar zat mudah menguap, dan kadar abu dari arang aktif (Sudrajat dan

Pari, 2011). Berdasarkan SNI 06 3730 1995 tentang arang aktif teknis, arang

aktif dalam bentuk serbuk yang baik memiliki kadar karbon aktif murni minimal

65%.

5. Daya serap terhadap metilen biru

Metilen biru merupakan salah satu zat warna thiazin yang sering digunakan

dalam proses pewarnaan karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Zat

warna metilen biru merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses

pewarnaan kulit, kain mori, kain katun serta bahan pakaian lainnya. Penggunaan

metilen biru dapat menimbulkan beberapa efek seperti iritasi saluran pencernaan

jika tertelan, menimbulkan gangguan pernafasan jika terhirup, dan iritasi jika

tersentuh pada kulit (Hamdaoui, dan Chiha, 2006). Berdasarkan SNI 06 3730

1995 tentang arang aktif teknis, arang aktif dalam bentuk serbuk yang baik

memiliki daya serap terhadap metilen biru minimal 120 mg/g.

6. Daya serap terhadap iodin

Adsorpsi iodin dilakukan untuk menentukan kapasitas adsorpsi arang aktif.

Angka iodin didefinisikan sebagai jumlah miligram iodin yang diadsorpsi oleh

satu gram arang aktif (Jankowska et al., 1991). Menurut Pari, 2009 penentuan

daya serap terhadap iodin bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang aktif

(35)

dalam bentuk serbuk yang baik memiliki daya serap terhadap iodin minimal 750

mg/g.

2.4 Spektroskopi

Spektroskopi adalah pengukuran serapan dari interaksi antara radiasi

elektromagnetik dengan zat-zat. Spektroskopi penting sekali bagi ahli kimia

karena absorpsi energi dari spektrum elektromagnetik dapat dikorelasikan dengan

struktur dari senyawanya. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mendapatkan

informasi mengenai ikatan suatu senyawa untuk menentukan rumus bangun suatu

senyawa yang tak diketahui atau untuk mengukur banyaknya senyawa tertentu.

Sehingga dengan mengetahui struktur dari suatu senyawa, seorang ahli kimia

dapat meramalkan sifat-sifat dari suatu senyawa (Fessenden dan Fessenden,

2010).

Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Pada

analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk

menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi

elektromagnetik. Persamaan Planck menunjukkan bahwa E = hƲ, dimana E

adalah energi foton, Ʋ adalah frekuensinya, sedangkan h adalah tetapan Planck

(6,624 x 10-27 J detik). Suatu foton memiliki energi tertentu dan dapat

menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom atau molekul. Karena tiap spesies

kimia mempunyai tingkat-tingkat energi yang berbeda, maka transisi perubahan

energinya juga berbeda (Khopkar, 2014).

Radiasi elektromagnetik adalah energi yang dipancarkan dari suatu sumber

lalu diteruskan melalui ruang angkasa atau suatu zat dalam bentuk gelombang

(Fessenden dan Fessenden, 2010). Radiasi berinteraksi dengan spesies kimia, dan

(36)

23

berupa refleksi, refraksi, dan difraksi. Cara interaksi dengan suatu sampel dapat

dilakukan dengan absorpsi, pemendaran (luminenscence), emisi dan

penghamburan (scattering), tergantung dari sifat materi (Khopkar, 2014).

Apabila suatu senyawa mengabsorpsi energi, ia akan mengalami keadaan

transisi ke berbagai tingkat energi. Misalnya, semua ikatan kovalen dari suatu

senyawa akan terus-menerus bergetar dan berputar. Ikatan yang sedang bergetar

dapat mengabsorpsi energi dan akan bergerak ke arah tingkat getaran energi yang

lebih tinggi. Keadaan getar suatu ikatan terbatas. Suatu ikatan hanya dapat

bergetar pada suatu tingkat energi. Oleh sebab itu, suatu ikatan hanya dapat

mengabsorpsi foton dari energi tertentu untuk mengeksitasi ikatan tersebut

bergetar ke tingkat energi lebih tinggi (Fessenden dan Fessenden, 2010). Biasanya

spektra absorpsi atom merupakan puncak yang sempit. Sedangkan absorpsi

molekul, molekul poliatom dalam keadaan terkondensasi akan membutuhkan

energi yang lebih besar. Energi total adalah jumlah dari energi elektronik, vibrasi,

dan rotasi suatu molekul (Khopkar, 2014).

Panjang gelombang (λ) atau frekuensi (Ʋ) yang diabsorpsi senyawa dapat

diukur menggunakan alat yang disebut spektrofotometer. Radiasi elektromagnetik

dari sumber radiasi akan melewati sampel, dan ditangkap lalu dicatat oleh

detektor. Pengukuran menggunakan spektrofotometer menghasilan spektrum yang

merupakan grafik dari panjang gelombang dan energi yang diabsorpsi oleh suatu

senyawa (Fessenden dan Fessenden, 2010). Pada penelitian ini digunakan

spektrofotometer FTIR sehingga spektrum inframerah yang didapat akan

(37)

spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk analisis kuantitatif daya serap arang

aktif terhadap metilen biru.

2.4.1 Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah membantu dalam mengidentifikasi jenis ikatan

yang terdapat dalam suatu senyawa. Dengan mengetahui jenis ikatan kovalen

yang ada dan mana yang tidak, kita dapat memperkirakan gugus fungsi yang ada

atau tidak ada dalam suatu senyawa (Fessenden dan Fessenden, 2010).

Dalam spektrofotometer FTIR, radiasi inframerah yang panjang

gelombangnya makin besar dialirkan melalui sampel, lalu persentase transmisinya

diukur. Persentase transmisi berbanding terbalik dengan ukuran absorpsi dari

radiasi inframerah. Secara teoritis apabila suatu senyawa tak mengabsorpsi radiasi

pada suatu panjang gelombang, berarti transmisinya 100%. Apabila semua radiasi

diabsorpsi oleh sampel maka transmisinya 0% (Fessenden dan Fessenden, 2010).

Spektrum inframerah adalah grafik dari persentase transmitan dengan

kenaikan panjang gelombang atau penurunan frekuensi. Puncak dalam spektrum

inframerah menunjukkan absorpsi dari radiasi inframerah oleh sampel pada

frekuensi tersebut. Intensitas relatif dari tiap kumpulan frekuensi adalah khas

untuk setiap jenis ikatan, misalnya C-H atau C=O (Fessenden dan Fessenden,

2010). Gambar 2.5 menggambarkan absorpsi-absorpsi beberapa gugus fungsi

(38)
[image:38.595.116.511.95.287.2]

25

Gambar 2.5 Absorpsi dalam Spektrum Inframerah (Sumber: Fessenden dan Fessenden, 2010)

Daerah spektrum inframerah antara 4000 1400 cm-1 disebut daerah gugus

fungsi. Bagian dari spektrum ini menunjukkan absorpsi yang timbul karena ikatan

dan gugus fungsi. Kebanyakan puncak absorpsi dalam daerah spektrum ini dengan

mudah dikenal berasal dari gugus fungsi yang khas. Daerah spektrum inframerah

antara 1400 – 600 cm-1 dinamakan daerah sidik jari. Absorpsi dari

bermacam-macam perubahan menyebabkan daerah spektrum ini manjadi kompleks dan

umumnya sukar diartikan. Akan tetapi, kita dapat mengenal suatu senyawa

dengan membandingkan spektrum tersebut dengan spektrum senyawa yang ada

dalam literatur. Apabila spektrum suatu sampel mempunyai pola yang sama baik

dalam daerah gugus fungsi ataupun dalam daerah sidik jari, berarti senyawa

tersebut sejenis (Fessenden dan Fessenden, 2010). Hal penting yang perlu diingat

saat menginterpretasikan spektrum IR adalah lebih baik untuk meneliti semua

spektrum daripada melihat bagian demi bagian (Khopkar, 2014). Gambar 2.6

berikut adalah contoh spektrum yang dihasilkan spektrofotometer FTIR terhadap

(39)
[image:39.595.116.499.76.319.2]

Gambar 2.6 Contoh Spektrum Inframerah Biokarbon yang Berasal dari Daun Tanaman Gumitir (Tagetes erecta)(Sumber: Singanan dan Peters, 2013)

2.4.2 Spektroskopi Ultraviolet dan Cahaya Tampak (UV-Vis)

Radiasi foton ultraviolet dan cahaya tampak mempunyai energi yang lebih

tinggi dari foton inframerah. Baik radiasi UV atau cahaya tampak apabila

diabsorpsi oleh suatu senyawa, hasilnya adalah transisi elektron dari keadaan

dasar (keadaan energi terendah) suatu senyawa ke keadaan energi yang lebih

tinggi karena tereksitasi. Transisi elektronik ini dapat dikorelasikan dengan

panjangnya penyatuan ikatan π dari suatu senyawa (Fessenden dan Fessenden,

2010).

Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektroskopi ultraviolet dan

daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia.

Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahap, yang pertama yaitu M + hƲ

= M*, merupakan eksitasi spesies akibat absorpsi foton (hƲ) dengan waktu hidup

terbatas (10-8-10-9detik). Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M*

menjadi spesies baru dengan reaksi fotokimia. Absorpsi dalam daerah ultraviolet

(40)

27

dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies.

Spektroskopi absorpsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam

suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif (Khopkar, 2014).

Panjang gelombang dari ultraviolet dan cahaya tampak diukur dalam

nanometer (nm) dengan 1 nm = 10-9 m. Ada juga dengan satuan angstrom dengan

1 Å = 10-10 m. Panjang gelombang dari radiasi cahaya tampak yang dapat kita

lihat antara 400 nm (sinar violet) dan 750 nm (sinar merah). Panjang gelombang

tersebut di antaranya memberikan warna biru, hijau, kuning, oranye, dan

warna-warna antara. Radiasi UV tak terlihat oleh mata, tetapi dapat menyebabkan luka

bakar (misalnya luka bakar karena matahari) dengan kisaran panjang gelombang

(100-400 nm) (Fessenden dan Fessenden, 2010).

Dalam spektrum UV dan cahaya tampak, dibuat perbandingan panjang

gelombang dengan absorpsi. Untuk analisis kuantitatif dalam spektroskopi

absorpsi, digunakan hukum Lambert-Beer dimana absorpsi (A) merupakan

logaritma dari perbandingan antara intensitas radiasi sinar yang masuk pada

sampel (I0) dengan radiasi sinar yang keluar (It) sehingga dapat ditunjukkan dalam

persamaan berikut:

(a) adalah absorptivitas molar (absorpsi/M), (b) adalah panjang sel pada sampel

(cm), dan (c) adalah konsentrasi sampel (M). Berdasarkan persamaan di atas,

dapat ditinjau bahwa intensitas sinar monokromatis berkurang secara eksponensial

bila konsentrasi zat pengabsorpsi bertambah. Sehingga jika suatu sistem

mengikuti hukum Lambert-Beer, maka grafik antara absorbansi terhadap

konsentrasi akan menghasilkan garis lurus melalui (0,0). Kurva linier akan

(41)

(Y) adalah absorbansi, (X) adalah konsentrasi zat pengabsorpsi, (b) adalah slope,

dan (a) adalah intersep. Nilai absorbansi larutan sampel kemudian diekstrapolasi

hingga memotong garis regresi linier, kemudian ditarik garis tegak lurus hingga

memotong sumbu X, dan konsentrasi sampel dapat ditentukan. Sehingga hukum

Lambert-Beer diatas merupakan persamaan mendasar untuk spektroskopi absorpsi

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Gumitir (Tagetes erecta)
Gambar 2.2 Limbah Biomassa
Gambar 2.3 Struktur Pori Arang (a) dan Arang Aktif (b)
Gambar 2.4 Diagram Alir Pembuatan Arang Aktif                      (Sumber: Sudrajat dan Pari, 2011)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah insentif berpengaruh dan signifikan terhadap komitmen

Penambahan kalsium karbonat (CaCO 3 ) dengan konsentrasi yang berbeda pada media bersalinitas 4 g/L memberikan pengaruh nyata bagi laju pertumbuhan bobot harian benih patin

Hasil penelitian meninjukkan bahwa: (1) Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah , Audit Internal, dan Good Governance menunjukkan kondisi yang baik; (2) Penerapan

Metode: Penelitian deskriptif obsevasional ini dilakukan pada 50 model studi pasien yang dirawat di Klinik Pendidikan Spesialis Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak (jenis kelamin, berat lahir anak, berat badan, dan tinggi badan anak), karakteristik keluarga (berat badan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh bahwa nilai rata-rata kinerja dari strategi 7T merchandising yang diberikan oleh Golden Swalayan Kota Kediri dengan adanya olshop

Lebih dari sepertiga (38 %, meningkat dari 34 % pada tahun 2004) area global tanaman biotek di tahun 2005, atau setara dengan 33.9 juta hektar, berada di negara berkembang

1) Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI J akarta s ebagai Ibukota N egara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam