TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT ”
TRAFFICKING”
(Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya
Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”
di Stasiun Televisi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur
Disusun Oleh :
ARI CHRISTIANTO
0343010399
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Isi Pesan Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”di Stasiun Televisi Trans 7)
Nama : ARI CHRISTIANTO
NPM : 0343010399
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti Seminar Proposal
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035
Mengetahui Ketua Jurusan Komunikasi
Judul : TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT
”TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat
Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Televisi )
Nama : ARI CHRISTIANTO
NPM : 0343010399
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal 12 Maret 2010
Pembimbing Utama 1. Penguji I
Drs. Saifuddin Zuhri MSi Ir. H. Didiek Tranggono, MSi
NPT. 947 000 035 NIP. 030 203 679
2. Penguji II
Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035
3. Penguji III
Zaenal Abidin A, S.Sos, MSi, M.Ed NPT. 997 300 170
Mengetahui
Ketua Program Studi Komunikasi
”TRAFFIKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Unsur Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”di Stasiun Televisi)
Nama : ARI CHRISTIANTO
NPM : 0343010399
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing
Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035
Mengetahui Dekan
KATA PENGANTAR
Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN
LAYANAN MASYARAKAT “TRAFFICKING” (Studi Deskripsi Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat
“Trafficking” di Stasiun Televisi)”
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi
mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas
bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
2. Juwito, S. Sos., MSi., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur
3. Drs. Saifuddin Zuhri, MSi., sebagai Dosen Pembimbing Utama yang
senantiasa memberikan waktu pada penulis dalam penyusunan skripsi
penelitian ini.
ii
5. Orang tuaku tercinta, yang dengan kasih sayangnya yang besar dan dengan
kesabarannya yang begitu besar yang telah memberikan bantuan baik materiil
maupun moril dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih.
6. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik
Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas
jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena
apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang
hari menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.
Surabaya, Mei 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11
2.1.1. Media dan Konstruksi Realitas ... 11
2.1.2. Iklan ... 13
2.1.3. Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif ... 15
2.1.4. Unsur-Unsur Iklan ... 17
2.1.5. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa ... 19
2.1.6. Tingkat Pengetahuan ... 21
2.1.7. Iklan Layanan Masyarakat ... 22
2.1.8. Trafficking ... 23
2.1.8.3. Bentuk-Bentuk Trafficking Manusia ... 28
2.1.8.4. Masalah Trafficking di Indonesia ... 30
2.1.9. Teori Stimulus Respons ... 31
2.2. Kerangka Pikir ... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35
3.1.1. Definisi Operasional ... 35
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 37
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 39
3.2.1. Populasi ... 39
3.2.2. Sampel dan Penarikan Sampel ... 39
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.4. Metode Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 45
4.2. Penyajian Analisis Data ... 46
4.2.1. Identitas Responden ... 46
4.2.2. Tentang Media ... 48
4.2.3. Tingkat Pengetahuan Mayarakat Tentang Iklan
Layanan Masyarakat versi ”Trafficking” di Stasiun
Televisi ... 50
4.2.3.1.Audio ... 51
4.2.3.2.Talent ... 53
4.2.3.3.Props ... 56
4.2.3.4.Setting ... 58
4.2.3.5.Slogan ... 60
4.2.3.6.Visual ... 63
4.3. Tingkat Pengetahuan Secara Keseluruhan ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 67
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 47
Tabel 4.3. Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 48
Tabel 4.4. Melihat Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” ... 48
Tabel 4.5. Waktu Melihat Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” . 49 Tabel 4.6. Jumlah Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” yang Dilihat ... 50
Tabel 4.7. Voice Over “Laporkan Jika Anda Melihat, Mengetahui Dan Mengalami ”Trafficking” ... 51
Tabel 4.8. Voice Over “Waspadalah Terhadap Sindikat Perdagangan Orang Di Sekitar Kita” ... 52
Tabel 4.9. Model Dari Iklan ... 54
Tabel 4.10. Adanya Anak Perempuan Yang Menjadi Model ... 55
Tabel 4.11. Uang Sebagai Alat Peraga ... 56
Tabel 4.12. Berkas Kontrak Kerja Sebagai Alat Peraga ... 57
Tabel 4.13. Latar Belakang Tempat Tidur ... 58
Tabel 4.14. Latar Belakang Gedung Sekolah ... 59
Tabel 4.15. Mengetahui Slogan Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” ... 60
Tabel 4.16. Manfaat Slogan Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” ... 61
Tabel 4.17. Warna Gambar ... 63
Tabel 4.18. Gambar-Gambar ... 64
Tabel 4.19. Tingkat Pengetahuan Responden Secara Keseluruhan Terhadap Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” ... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses Persuasi ... 17
Gambar 2.2. Model Teori S-R ... 32
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Tingkat Pengetahuan masyarakat Tentang
Unsur Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” di Stasiun
Televisi ... 34
Gambar 3.1. Bagan Multistage Cluster Random ... 39
viii Lampiran 2. Rekapitulasi Jawaban Responden
POTONGAN GAMBAR
”TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Televisi)
Salah satu iklan yang terus dimunculkan di televisi adalah iklan layanan masyarakat versi trafficking yaitu iklan yang berisi tentang himbauan kepada masyarakat agar tidak mudah terjerat kasus trafficking yang sedang marak terjadi di negeri kita. Yang menjadi korban trafficking kebanyakan adalah perempuan-perempuan muda dari desa yang putus sekolah dan ingin memperbaiki taraf hidup keluarga dengan bekerja dikota atau menjadi tenaga kerja wanita (TKW) yang diiming-imingi mendapatkan pekerjaan yang enak dan mendapatkan gaji yang besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di stasiun televisi.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Media Massa, Media dan Konstruksi Realitas, Iklan, Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif, Pesan Iklan, Unsur-Unsur Iklan, Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa, Tingkat Pengetahuan, Iklan Layanan Masyarakat, Trafficking, Teori Stimulus Respons, Kerangka Pikir.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian menggunakan tabel frekuensi dan pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari: mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat minimal berusia 17 tahun yang bertempat tinggal di kota Surabaya. Teknik penentuan sampel menggunakan rumus Yamane dan teknik penarikan sampel adalah multistage cluster random sampling.
Hasil penelitian ini berdasarkan dari hasil analisis adalah Sebagian besar responden tergolong dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan atau pemahaman responden mengenai iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi belum sepenuhnya mengerti.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya informsi mengenai trafficking yang kurang sehingga kurang memahami apakah trafficking itu. Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memerangi trafficking adalah dengan menayangkan iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi. Indonesia termasuk dalam kategori sumber trafficking khususnya untuk perdagangan perempuan belia, sehingga membuat pemerintah untuk selalu terus mewaspadai jaringan sindikat perdagangan manusia ini.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Masalah
Salah satu kebutuhan mendasar dari manusia adalah informasi. Melalui
informasi orang dapat memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dari
berbagai informasi yang ada didalam media massa, iklan merupakan hal yang
paling tidak bisa dihindari. Mulai dari kita bangun pagi sampai kita hendak
tidur dimalam hari, kita pasti mau tidak mau mengkonsumsi iklan. Media
massa, baik itu media elektronik, media cetak, media luar ruang, internet, dll,
menampilkan iklan hampir di semua isinya, sehingga masyarakat terpaksa
mengkonsumsinya. Iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi
non personal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk
(barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi, melalui berbagai
macam media.” (Widyatama, 2007:13).
Sebuah iklan yang disampaikan tidak akan ada tanpa adanya pesan.
Pesan (message) terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan dan lambang
untuk mengekspresikannya. Pesan yang disiarkan media massa bersifat umum,
karena memang demi kepentingan umum (Efenddy, 2003:312). Efek dari
pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada
komunikasi sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada
khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Salah satu efek dari
komunikasi massa yaitu efek konatif. Efek konatif tidak langsung timbul
sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif
dan efek afektif (Effendy, 2003:319).
Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada
sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Menurut
Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan
berpromosi atau memberikan informasi melalui media massa.
Salah satu media untuk menyampaikan pesan berupa iklan adalah
televisi. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan
penyebaran iklan. Karenanya memperbincangkan masalah iklan televisi
amatlah menarik, selain memiliki sisi kreasi dan inovasi dalam hal ini
mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari
semuanya. iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi masyarakat yang
bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya
hidup pemirsanya. Dengan didukung karakteristiknya yang audio dan visual,
televisi mampu membangkitkan selera pemirsa terutama atas rangsangan
visual, sehingga menjadikannya sebagai medium yang intim dan personal.
Seperti diketahui iklan adalah struktur informasi dan susunan
komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat
persuasive, tentang produk – produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor
yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut
3
pesan periklanan melalui televisi, radio, koran, majalah, iklan luar rumah (out
of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003: 504).
Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada
saat iklan itu ditayangkan. Jika audien tidak menekan remote control-nya
untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan
tayangan iklan televisi satu per satu. Perhatian audien akan tertuju hanya
kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi, tidak
kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang
berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau
melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak
demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya
dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2004: 188)
Berkembang pesatnya dunia periklanan di Indonesia tidak terlepas dari
peranan televisi. Munculnya televisi dengan iklan televisinya berhasil
menggeser posisi iklan media cetak dan radio. Setiap tayangan hiburan,
informasi, film, kuis dan lain-lain tidak bisa dipisahkan dari iklan. Melalui
iklan televisi ini, para produsen dan kreator iklan berharap hasil karyanya
dapat diterima komunikan. Karena melalui televisi masyarakat lebih paham isi
dan tujuan iklan yang ditayangkan di televisi tersebut. Kelebihan iklan televisi
adalah lebih banyak informasi yang diberikan kepada masyarakat, sehingga
masyarakat lebih paham dan mengerti tentang isi iklan yang ditayangkan di
televisi tersebut. Salah satu iklan televisi yang terus dimunculkan adalah iklan
trans 7 yang menduduki peringkat ketiga dalam rating stasiun televisi pada
tahun 2008 tersebut yaitu iklan yang berisi tentang himbauan kepada
masyarakat agar tidak mudah terjerat kasus trafficking yang sedang marak
terjadi di negeri kita. Yang menjadi korban “trafficking” kebanyakan adalah
perempuan-perempuan muda dari desa yang putus sekolah dan ingin
memperbaiki taraf hidup keluarga dengan bekerja dikota atau menjadi tenaga
kerja wanita (TKW) yang diiming-imingi mendapatkan pekerjaan yang enak
dan mendapatkan gaji yang besar. Sekarang “traficking” terjadi hampir di
seluruh Indonesia dan biasanya terjadi dikota- kota besar. Kebanyakan yang
menjadi korban “trafficking” adalah kaum wanita karena mudah dihasut. Salah
satu kasus “trafficking” yang paling menonjol baru-baru ini adalah yang
terjadi di Sulawesi Selatan yaitu dipulangkannya 17 perempuan belia yang
berasal dari Tana Toraja yang dipekerjakan di tempat karaoke di Sandakan,
Malaysia. Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Selatan dan Koalisi
Perempuan Parepare bekerja sama untuk proses pemulangan ke daerah asal
mereka. Kasus-kasus “trafficking” anak belia yang serupa kemungkinan besar
merupakan fenomena gunung es di mana kasus-kasus yang tidak atau belum
muncul ke permukaan jauh lebih
banyak.(http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content
&task=view&id=163&Itemid=6)
Pada banyak kasus, korban-korban “trafficking” dipekerjakan sebagai
Pekerja Seks Komersial (PSK) di dalam maupun di luar negeri dan menjadi
5
mereka dijanjikan dengan pekerjaan yang bervariasi, misalnya sebagai pelayan
toko, pelayan restoran, atau pekerja rumah tangga (PRT), tapi pada
kenyataannya mereka dijerat sebagai PSK. Banyak di antara korban adalah
perempuan-perempuan belia. Jika ditilik area geografinya, maka untuk
wilayah Sulawesi Selatan, Makassar dan Parepare merupakan daerah tujuan
(destination area) sekaligus sebagai tempat transit (transit area) “trafficking”
dalam bentuk eksploitasi seksual, tergantung dari mana mereka berasal dan
kemana tujuan mereka. Sedangkan untuk tujuan ke luar negeri, mereka
kebanyakan dan paling rentan dipekerjakan di negara-negara tetangga seperti,
Malaysia, Singapura, Hongkong, dll.
Kasus-kasus “trafficking” tidak hanya terkait dengan eksploitasi
seksual, tapi juga terjadi terhadap pekerja migran di kebun kelapa sawit di
Malaysia. Mereka yang terjerat dalam sindikat ini adalah orang-orang yang
tidak memiliki apa-apa kecuali tenaga (proletarian), perempuan maupun
laki-laki. Mereka direkrut oleh calo nakal yang mengiming-imingi mereka gaji
yang menggiurkan, padahal mereka dijual kepada kontre (kontraktor) nakal
dengan harga antara RM1.500 dan RM2.000 (antara 4 juta dan 5 juta rupiah),
begitu transaksi antara calo dan kontre berlangsung, mereka yang
diperdagangkan ini berada di bawah kekuasaan kontre.
Ada ekpsresi yang seringkali terdengar dalam kaitan dengan ini, yaitu
”sekali seseorang terjerat kontre (nakal), seumur hidup ia akan bekerja tanpa
bayaran.” Jikapun mereka dapat terlepas dari situasi ini, hal ini dianggap
jeratan trafficking dalam bentuk perbudakan di perkebunan kelapa sawit
Malaysia karena mereka diawasi secara ekstra ketat. Kesulitan ini bukan saja
karena letak perkebunan yang terisolasi sehingga ketika mereka lari, besar
kemungkinan mereka akan mati kelaparan di perjalanan, tetapi juga karena
mereka tak berdokumen sehingga mereka sangat rentan ditangkap polisi
Malaysia yang senantiasa melakukan checking. Oleh karena pekerja di kebun
kelapa sawit identik dengan pekerja migran yang berasal dari Sulawesi
Selatan, maka ini paling tidak menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah
Sulawesi Selatan untuk melakukan tindakan preventif-progresif agar
korban-korban serupa tidak bertambah.
Meskipun KUHP (Pasal 297) telah mengancam hukuman enam tahun
penjara bagi siapapun yang memperdagangkan perempuan dan anak di bawah
umur, ini dianggap tidak efektif untuk menjerat pelaku perdagangan orang
atau yang lebih populer dengan istilah trafficking terorganisir. Dengan
demikian, urgensi dilahirkannya UU khusus terkait dengan ini sebagai akibat
dari meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisir (dan tidak terorganisir),
baik yang bersifat antar-negara, maupun dalam negeri, sehingga menjadi
ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan
terhadap hak azasi manusia. Oleh karenanya, pemerintah berkeinginan untuk
mencegah dan menanggulangi tindak pidana “trafficking” yang didasarkan
pada komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya
pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan
7
dengan trafficking belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan
terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana ”trafficking”.
Setelah melalui proses panjang, UU No, 21/2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) akhirnya
disahkan baru-baru ini. Berdasarkan UU ini, maka definisi perdagangan orang
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
negara maupun antar-agama, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
Jika merujuk pada definisi di atas, maka tidak ada pembatasan bahwa
perdagangan orang hanya terkait dengan jenis kelamin atau usia tertentu. Oleh
karenanya, dalam rapat DPRD Sulawesi Selatan pada 21 Juni 2007 yang lalu,
tidak terakomodirnya perdagangan laki-laki dalam Rancangan Peraturan
Daerah (Ranperda) ”trafficking” mendapat kecaman dari anggota dewan
karena Ranperda ini hanya mencakup perdagangan perempuan dan anak, dan
Ranperda ini terancam dikembalikan untuk selanjutnya disempurnakan (Fajar,
22 Juni 2007). Kecaman ini cukup signifikan, mengingat tidak tercakupnya
laki-laki yang juga potensil sebagai korban perdagangan menunjukkan
kemudian membuat lagi Ranperda ”trafficking” khusus bagi laki-laki karena
tidak terakomodir pada Ranperda ”trafficking” untuk perempuan dan anak
Trafficking bukanlah fenomena baru di Indonesia, dan meskipun
kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja, orang
memang seringkali mengidentikkannya dengan perdagangan perempuan dan
anak. Ini cukup beralasan karena pada banyak kasus, korban perdagangan
perempuan dan anak yang lebih menonjol ke permukaan. Unicef (1998),
misalnya, melaporkan bahwa jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan
berkisar antara 40.000 dan 70.000 yang tersebar di 75.106 tempat di seluruh
Indonesia. Ini menunjukkan lebih rentannya perempuan dan anak untuk
diperdagangkan yang akhir-akhir ini semakin sering kita baca (di koran,
majalah, dll) dan dengarkan (dari orang ke orang, radio dll), ataupun
melihatnya di televisi di mana penculikan yang diiringi dengan ”trafficking”
menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siapa saja yang mendengarkan,
melihat apalagi mengalaminya. (http://www.
stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=163&Item
id=6)
Hal tersebut yang mendorong peneliti untuk mengetahui seberapa
besar tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya tentang iklan “trafficking”
yang di tayangkan di televisi, karena semakin tinggi tingkat pengetahuan
masyarakat khususnya para perempuan muda tentang pentingnya menjaga diri
9
pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi dan agar mengurangi kasus
“trafficking” di Indonesia. Selanjutnya tingkat pengetahuan masyarakat akan
digolongkan pada kategori tinggi, sedang atau rendah.
Teori yang digunakan adalah teori S-O-R yang nantinya setelah
mendapatkan informasi akan membuat masyarakat merasa bahwa menjaga diri
dan tidak mudah terhasut omongan orang yang baru mereka kenal dan
menjanjikan mereka pekerjaan dengan gaji yang tinggi adalah hal yang sangat
penting. Demikian halnya dengan gencarnya penayangan iklan layanan
masyarakat tentang ”Trafficking” di Trans 7, maka masyarakat akan
menganggap bahwa permasalahan ”trafficking” merupakan permasalahan
yang patut mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan data tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian di Surabaya guna mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan
yang dimiliki masyarakat di Surabaya tentang iklan ”Trafficking” baik dengan
mengambil sasaran atau obyek penelitian kali ini adalah masyarakat di
Surabaya.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disampaikan
sebelumnya, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat
pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat versi
“trafficking” di stasiun televisi.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan guna baik secara teoritis
dan praktis.
1. Kegunaan teoritis yaitu dapat menambah wacana dan memberikan
informasi serta sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
komunikasi sebagai bahan masukan atau referensi untuk penelitian
selanjutnya yang membahas tentang masalah yang sama.
2. Kegunaan praktis yaitu dapat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat khususnya kaum wanita muda tentang bahaya dari tarfficking.
Sehingga masyarakat dapat menjaga diri dan tidak mudah terbujuk oleh
rayuan orang yang menjanjikan pekerjaan yang lebih baik sehingga tidak
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Media dan Konstruksi Realitas
Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar
saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkonstruksikan realitas,
lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Media bukan hanya
memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga
berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa, lewat bahasa, lewat
pemberitaan pula, media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang
pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan
memahami peristiwa dalam kacamata tertentu (Eriyanto, 2004: 24).
Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi
berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita,
diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerja
media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat
dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi
(Constructed Reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih
dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita
(Tuchman dalam Sobur, 2001: 83).
Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan
menggunakan bahwa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan
hanya sebagai alat realitas, namun juga menentukan relief seperti apa yang
diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki
peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan
dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001: 88).
Setiap upaya “menceritakan” sebuah, peristiwa, keadaan, benda,
atau apapun, pada hakikatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas.
Begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah
mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian
mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkonstruksikan realitas,
yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk
laporan jurnalistik berupa berita (News), karangan khas (Feature), atau
gabungan keduanya (News Feature). Dengan demikian berita pada
dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed Reality).
(Sobur, 2001: 88).
Penggunaan bahwa tertentu jelas berimplikasi terhadap
kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas
turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan
makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001:
90) bahwa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus
13
Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur
utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan
alat narasi media (Sobur, 2001:91).
2.1.2. Iklan
Iklan adalah suatu pesan yang berisi penawaran suatu produk yang
ditujukan kepada masyarakat untuk menarik minat masyarakat melalui
suatu media. Iklan bertujuan menarik minat konsumen untuk membeli.
Iklan adalah bagian dari bauran promosi (promotion mix) dan bauran
promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Sehingga
secara ringkas, iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu
produk yang ditunjukkan kepada masyarakat lewat suatu media serta tidak
boleh menipu atau membohongi khalayak pemirsa iklan televisi,
setidaknya mereka mencantumkan komposisi bahan, nama perusahaan
yang memproduksi serta dimana mereka dapat membeli (Kasali, 1992:
173).
Iklan itu sendiri juga merupakan atau memiliki fungsi sebagai
media bagi individu. Sebagaimana dinyatakan oleh McQuail (1994:72)
tentang fungsi media bagi individu yaitu:
a. Informasi
Individu memperoleh informasi tentang peristiwa dan kondisi
disekitarnya yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat
b. Indentitas
1. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi.
2. Menemukan model-model perilaku.
3. Mengindentifikasikan diri dengan nilai-nilai dalam media.
c. Integrasi dan Interaksi Sosial
Mengindetifikasikan diri dengan orang lain.
d. Hiburan
1. Melepaskan diri dari permasalahan.
2. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetika.
3. Mengisi waktu.
Untuk dapat menarik perhatian, maka iklan haruslah menerapkan
prinsip-prinsip VIPS, yang terdiri dari : visibilitas, artinya mudah dilihat
atau mudah memikat atau mempengaruhi perhatian khalayak; indentitas
pengiklan dan promise atau janji perusahaan kepada konsumen (Jefkins,
1997: 15).
Adapun tujuan iklan umumnya mengandung misi komunikasi
artinya suatu komunikasi yang harus dibayar untuk menarik kesadaran,
menanamkan informasi, mengembangkan sikap, atau mengubah sikap
khalayak dan mengharapkan adanya suatu tindakan yang menguntungkan
bagi pengiklan (Jefkins, 1997 : 17). Sikap seseorang terhadap suatu obyek
tertentu tergantung pada pengetahuan seorang akan memiliki pengaruh
terhadap sikap khalayak, apabila terlebih dahulu mempengaruhi kognisi
15
Dari beberapa pendapat tersebut tampak bahwa iklan adalah suatu
aktivitas yang dilakukan oleh pengiklan untuk mempengaruhi konsumen
guna membeli suatu produk yang diiklankan. Iklan akan berhasil
mempengaruhi/membujuk konsumen apabila dikemas dengan sepersuasif
mungkin sehingga konsumen bisa mengerti dan memahami isi pesan dari
iklan itu sendiri dan pada akhirnya konsumen akan menentukan sikap.
2.1.3. Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif
Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan
suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif
pada hakikatnya merupakan alat untuk membujuk atau teknik untuk
menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu. (http://massofa.wordpress.
com/2008/01/31/logika-penalaran-dan-analisis-definisi/)
Selanjutnya Edwin P. Bettinghouse dalam Tommy dan Fahrianoor
(2004:90) memberikan batasan bahwa persuasi adalah ”in order to be
persuasive in nature, a communication situation must involve a conscious
attempt by one individual to be change the behaviour of another behaviour
individual or group individuals through the transmision of some message”.
Dari definisi Bettinghouse tersebut bahwa suatu situasi komunikasi harus
mengandung upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mengubah
perilaku melalui pesan yang disampaikan.
Dari pemaparan batasan persuasi mengandung unsur-unsur:
1. Situasi upaya mempengaruhi
3. Untuk mengubah sikap khalayak
4. Melalui pesan lisan dan tertulis
5. Dan dilakukan secara sadar
Dengan demikian, maka persuasi merupakan suatu tindakan
psikologis yang dilakukan secara sadar melalui media untuk tujuan
perubahan sikap. Perubahan sikap menuju perubahan opini, perubahan
persepsi, perubahan perasaan dan perubahan tindakan.
Pada umumnya komunikasi persuasif bertujuan mengubah
perilaku, kepercayaan dan sikap seseorang dengan memanfaatkan data dan
fakta psikologis maupun sosiologi dari komunikan yang hendak
dipengaruhinya, sehingga ia bersedia melakukan kegiatan tertentu sesuai
dengan keinginan komunikator. Komunikasi persuasif ini dilakukan
dengan secara langsung atau tatap muka, karena komunikator
mengharapkan tanggapan / respon khusus dari komunikan.
Menurut model proses persuasif itu pesan-pesan komunikasi akan
efektif dalam persuasi apabila memiliki kemampuan mengubah secara
psikologik minat atau perhatian individu dengan cara sedemikian rupa,
sehingga individu akan menanggapi pesan-pesan komunikasi sesuai
dengan kehendak komunikator.
Dengan perkataan lain kunci keberhasilan persuasi terletak pada
kemampuan mengubah struktur psikologik internal individu sehingga
17
dan lain-lain) dengan perilaku yang diwujudkan sesuai dengan kehendak
komunikator.
Gambar 2.1. Proses Persuasi
Sebagai sebuah proses komunikasi, persuasif merupakan uapaya
menyampaikan informasi lewat cara tertentu yang membuat orang
menghapus gambaran lama di benaknya dan menggantikan dengan
gambaran baru sehingga berubahlah perilakunya, kebanyakan aprogram
persuasif bertujuan untuk mengubah atau menetralkan, mengkristalkan
opini yang favorable dengan cara mengubah opini itu. (Malik dan
Iriantara, 1994:99)
Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun
membayar tetapi dengan jumlah yang sedikit. Periklanan memiliki maksud
untuk menginformasikan, membujuk atau hanya mengingatkan saja.
Sementara itu sasaran periklanan yang didasarkan pada tujuan untuk
membujuk atau mempengaruhi (persuasif). Periklanan yang bersifat
membujuk berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan
tinggi. (Sutisna, 2003:276-277)
2.1.4. Unsur-Unsur Iklan
Berdasarkan Jean Merrie Boursicat, seorang kolektor film iklan
identitas produk yang kuat. Itu bisa dibangun lewat ide cerita, visualisasi
gambar, atau jingle yang menarik. Sehingga pesan yang ingin disampaikan
dapat dicerna atau dimengerti serta dapat membentuk image pada pemirsa
Unsur-unsur dalam sebuah iklan adalah bagian-bagian dalam iklan
yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model
(talent), peraga (props), latar (setting), gambar (visual). (Menurut Effendy,
1993:178).
Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa
dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang
perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia
secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia
lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.
Unsur suara atau audio dalam iklan di televisi, pada dasarnya sama
dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat
(jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan
menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang
terekam dalam kamera.
Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting
dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa
keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator,
19
Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain digunakan
untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, intuk
mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung
keberadaan seoran model iklan yang berpenampilan menarik. Fungsi
utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan
keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu
produk.
Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana
pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu
berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.
Unsur gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi
merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam
menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak akan lebih
mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur
gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh
(gesture) dari pemeran iklan.
2.1.5. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi
melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai
sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum,
Everett M. Rogers, menyatakan bahwa selain media massa modern
terdapat media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, juru dongeng
keliling, juru pantun, dan lain-lain. (Effendy, 2003: 50)
Komunikasi massa didefinisikan sebagai jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim
melalui media cetak atau media elektronik sehingga pesan yang sama
dapat diterima secara serentak dan sesaat. (Rachmat, 1994: 189).
Pada dasarnya komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan
dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak
dengan mengunakan media. Maka seseorang yang akan menggunakan
media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu
memahami karakteristik komunikasi massa, yaitu:
1. Komunikasi bersifat heterogen
Massa dalam komunikasi massa teradi dari orang-orang yang
heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam
kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam,
berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang
berjenis-jenis.
2. Media massa menimbulkan keserempakan
Yang dimaksd dengan keserempakan ialah keserempakan kontak
21
komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam
keadaaan yang terpisah.
3. Hubungan komunikator-komunikan yang bersifat non-pribadi
Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan
komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim
dicapai oleh orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat
umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan
teknologi dari penyebaran yang massal dan sebagian lagi dikarenakan
syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. (Effendy,
1993: 81).
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih
lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang
digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi
banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku
masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1).
2.1.6. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan hasil individu dalam menerima
stimuli dari lingkungan dan mengubahnya kedalam kesadaran psikologis.
Tingkat pengetahuan adalah suatu konsep yang merupakan salah satu
akibat dari perubahan yang terjadi, yang diklasifikasikan ke dalam efek
ia ketahui, dipahami atau dipersepsi oleh khalayak serta juga terkait
dengan pentrasmisian pengetahuan (Rakhmat, 2001;67).
Definisi pengetahuan mengacu kepada apakah seseorang cukup
intens mengetahui informasi dari suatu masalah tergantung kepada
pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai masalah tersebut
bagaimana orang tersebut menanggapi dan memecahkan masalah tersebut
secara jelas (Eriyanto, 2000;239).
2.1.7. Iklan Layanan Masyarakat
Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk
menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana
tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan
keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya
penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku
masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra
baik di mata masyarakat. (Widyatama, 2007:104)
Secara normatif bertambahnya pengetahuan, dimilikinya kesadaran
sikap dan perbuahan perilaku masyarakat tersebut sangat penting bagi
kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebab masyarakat akan
terbangun dan digiring pada situasi ke arah keadaan yang baik. Umumnya,
materi pesan yang disampaikan dalam iklan jenis ini berupa
informasi-informasi publik untuk menggugah khalayak melakukan sesuatu kebaikan
23
Selain mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup
masyarakat, bertambahnya pengetahuan masyarakat dan munculnya
kesadaran sikap serta perilaku sebagaimana inti pesan juga dapat
menguntungkan pengiklan itu sendiri, selain mendapatkan citra baik di
tengah masyarakat. (Widyatama, 2007:105)
Dewasa ini di dunia bisnis, iklan layanan masyarakat juga telah
ditempatkan secara khusus karena dapat digunakan untuk mendukung
kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan sosial yang didapat dari iklan
layanan masyarakat dapat menjadi sasaran antara yang membantu
lancarnya keuntungan ekonomi. Logikanya, dengan citra baik di tengah
masyarakat yang telah didapat oleh perusahaan, pada akhirnya juga akan
mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih, membeli dan
menggunakan produk. Sehingga keuntungan bisnis yang ingin diraih
dalam iklan ini terjadis ecara tidak langsung. Hal ini dapat terjadi
mengingat keputusan dan perilaku konsumen banyak pula dipengaruhi olej
seberapa besar citra baik perusahaan tersebut secara sosial di mata
konsumennya. (Widyatama, 2007:107)
2.1.8. Trafficking
2.1.8.1. Pengertian Trafficking
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafiking sebagai:
seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau
bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau
menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol
PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum
Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak;
Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)
Meskipun KUHP (Pasal 297) telah mengancam hukuman enam
tahun penjara bagi siapapun yang memperdagangkan perempuan dan anak
di bawah umur, ini dianggap tidak efektif untuk menjerat pelaku
perdagangan orang atau yang lebih populer dengan istilah trafficking
terorganisir. Dengan demikian, urgensi dilahirkannya UU khusus terkait
dengan ini sebagai akibat dari meluasnya jaringan kejahatan yang
terorganisir (dan tidak terorganisir), baik yang bersifat antar-negara,
maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat,
bangsa dan negara, serta penghormatan terhadap hak azasi manusia. Oleh
karenanya, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi
tindak pidana trafficking yang didasarkan pada komitmen nasional dan
internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan
25
itu, peraturan perundang-undangan terkait dengan trafficking belum
memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya
pemberantasan tindak pidana trafficking. (http://www.stoptrafiking.or.id/)
2.1.8.2. Faktor Penyebab Trafficking
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya
trafiking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan
hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang
berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah
(http://www.stoptrafiking.or.id/):
1. Kurangnya Kesadaran: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari
kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya
bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk
menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang
disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
2. Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk
merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk
bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu
pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau
pinjaman.
3. Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar
hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat
4. Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya trafficking:
a. Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya
menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai
istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi
pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa
tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi
untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.
b. Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan
kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan
terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk
bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai
strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk
dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
c. Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang
serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus
sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan
perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini.
Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai
orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh
kerapuhan ekonomi mereka.
d. Sejarah Pekerjaan karena Jeratan Hutang: Praktek menyewakan
27
strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh
masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan
hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang
sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
5. Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang
memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan
kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang
ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun
yang memintanya.
6. Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas
memiliki lebih sedikit keahlian atau skill dan kesempatan kerja dan
mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari
pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
7. Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan
imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak
mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat
pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak
benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor
yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena
migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk
menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para
penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku
2.1.8.3. Bentuk-Bentuk Trafficking Manusia
Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada
perempuan dan anak-anak (http://www.stoptrafiking.or.id/):
1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak
dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran,
penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian
dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan.
Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan
memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi
kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan
menolak bekerja.
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah
Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di
trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam
kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak
dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan
fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau
kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau
diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen
menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu
29
3. Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah
Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak
memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko
kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja
yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau
bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat
kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. 4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya–terutama di luar negeri.
Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta
budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat
kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di
industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.
5. Pengantin Pesanan–terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang
berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus
semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk
bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau
menjual mereka ke industri seks.
6. Beberapa Bentuk Buruh atau Pekerja Anak–terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis,
mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan
7. Trafficking Bayi–baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa
buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di
luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya
untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga
Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu
tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.
2.1.8.4. Masalah Trafficking Di Indonesia
Statistik untuk trafficking yang konkrit dan dapat diandalkan di
Indonesia masih sangat sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan,
karena itu, sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini
mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini
(http://www.stoptrafiking.or.id/):
1. Buruh Migran: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2002 terdapat sekitar 500.000 warga
negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui
jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI)
memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran
perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri.
Organisasi-organisasi ini juga menyertakan jumlah buruh migran yang tidak
terdokumentasi yang melewati jalur-jalur ilegal kedalam perkiraan
mereka.
2. PRT: Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 persennya adalah
31
3. Pekerja Seks Komersial:Sebuah laporan Organisasi Perburuhan Dunia
(ILO) tahun 1998 memperkirakan bahwa ada sekitar 130.000 –
240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 persennya adalah
anak-anak di bawah 18 tahun.
2.1.9. Teori Stimulus Respons
Teori S - R sebagai singkatan dari Stimulus-Response ini, berasal
dari kajian psikologi. Tidak mengherankan apabila kemudian menjadi
salah satu teori komunikasi, sebab obyek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi
komponen-komponen; sikap, opini, prilaku, kognisi dan konasi (Effendy, 2003:115).
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Selain itu,
teori ini menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak penerima
sebagai akibat dari komunikasi. Dampak atau pengaruh yang terjadi
merupakan suatu reaksi tertentu dari rangsangan tertentu (Sendjaja,
1999:71). Dengan demikian, besar kecilnya pengaruh serta dalam bentuk
apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi dan penyajian stimulus.
Unsur-unsur dalam model ini adalah :
a. Pesan (Stimulus), merupakan pesan yang disampaikan komunikator
kepada komunikan. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa
tanda dan lambang.
b. Efek (response), merupakan dampak dari pada komunikasi. Efek dari
konatif. Efek kognitif merupakan efek yang ditimbulkan setelah
adanya komunikasi. Efek kognitif berarti bahwa setiap informasi
menjadi bahan pengetahuan bagi komunikan (Effendy, 2003:118)
Suatu stimulus dalam situasi tertentu dapat berupa objek dalam
lingkungan, suatu pola penginderaan atau pengalaman atau kombinasi dari
ketiganya. Sifat khas stimulus adalah konsep yang komplek, yang berbeda
dari satu situasi dengan situasi yang lain dan akan mempengaruhi
pemahaman kita tentang fenomena yang dijelaskan. Sedangkan respon
merupakan konsep kotak hitam yang hanya diamati dalam artian perilaku
yang dihasilkan. Karena itu kita hanya mengamati perilaku eksternal dan
menganggapnya sebagai manifestasi dari keadaan internal organisme
tersebut. Sedangkan R merupakan response tertentu terhadap peristiwa/
stimulus. Menurut Stimulus–Response ini, efek yang ditimbulkan adalah
reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar sebagai berikut :
Gambar 2.2. : Model Teori S - R (Effendy, 2003:255)
Menurut gambar dari model di atas menunjukkan bahwa stimulus
atau pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan
mungkin diterima atau mungkin saja terjadi penolakan. Dalam tahapan
berikutnya bila komunikan menerima stimulus atau pesan yang Respon
33
disampaikan maka akan memperhatikan. Proses selanjutnya komunikan
tersebut mengerti dari pesan yang telah disampaikan. Dan proses terakhir
adalah kesediaan diri komunikan untuk mengubah sikap yang menandakan
keberhasilan dalam proses komunikasi (Effendy, 2003:56).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan muncul dari
adanya proses berfikir dan pemahaman individu terhadap obyek, dengan
adanya proses tersebut maka menimbulkan kesadaran individu terhadap
obyek. Proses berfikir tersebut menunjuk pada kegiatan yang melibatkan
penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti obyek dan peristiwa
(Rakhmat, 1999:68). Pada tahap ini individu akan membuka memorinya,
sesuai dengan pengalamannya terhadap obyek. Pada tahap ini, ia sadar
terhadap obyek yang dihadapinya tersebut. Dan pada tahap terakhir, ia
menyimpan ke dalam ingatannya dan dijadikan pengetahuan. Proses
selanjutnya, timbullah perasaan suka atau tidak suka terhadap obyek.
Individu akan menyeleksi atau memilih, dan dari pilihan tersebut
diyakininya. Setelah itu ia akan membeli atau menggunakan sebagai hasil
dari keputusannya (Effendy,1993:256).
2.2. Kerangka Pikir
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafiking sebagai:
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk
pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan
manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas
orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Trafficking bukanlah fenomena baru di Indonesia, dan meskipun
kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja, orang
memang seringkali mengidentikkannya dengan perdagangan perempuan dan
anak. Ini cukup beralasan karena pada banyak kasus, korban perdagangan
perempuan dan anak yang lebih menonjol ke permukaan.
Kasus-kasus trafficking tidak hanya terkait dengan eksploitasi
seksual, tapi juga terjadi terhadap pekerja migran. Mereka yang terjerat
dalam sindikat ini adalah orang-orang yang tidak memiliki apa-apa kecuali
tenaga (proletarian), perempuan maupun laki-laki. Mereka direkrut oleh calo
nakal yang mengiming-imingi mereka gaji yang menggiurkan, padahal
mereka dijual kepada kontre (kontraktor) nakal, begitu transaksi antara calo
dan kontre berlangsung, mereka yang diperdagangkan ini berada di bawah
kekuasaan kontre. Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui
tingkat pengetahuan (efek kognitif) masyarakat Surabaya tentang unsur iklan
layanan masyarakat “Trafficking” di stasiun televisi
Tingkat Pengetahuan :
“Trafficking“ di televisi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif,
dimana dalam pendekatan deskriptif kuantitatif akan dapat
menginterpretasikan secara rinci tingkat pengetahuan masyarakat tentang isi
pesan iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi.
Penelitian ini hanya mengoperasikan satu variabel saja yaitu tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap isi pesan iklan layanan masyarakat
”Trafficking” di televisi. Selanjutnya untuk mempermudah pengukuran
variabel maka akan ditampilkan definisi operasional dari variabel tingkat
pengetahuan tersebut.
3.1.1.Definisi Operasional
Tingkat pengetahuan adalah suatu konsep yang merupakan salah
satu akibat dari perubahan yang terjadi, yang diklasifikasikan ke dalam
efek kognitif. Dari efek kognitif itulah terjadi bila ada perubahan pada apa
yang ia ketahui, dipahami atau dipersepsi oleh khalayak serta juga terkait
dengan pentrasmisian pengetahuan (Rakhmat, 2001:67).
Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap isi pesan iklan traffiking
adalah respon yang diberikan oleh masyarakat setelah melihat dan
memperhatikan berbagai informasi dalam iklan tentang ”Trafficking”,
dalam wujud orientasi atau kecenderungan untuk lebih waspada terhadap
orang atau pihak-pihak yang menawarkan suatu pekerjaan dengan segala
iming-iming yang diberikan. Penelitian ini dipusatkan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap unsur-unsur iklan layanan
masyarakat “Trafficking”. Adapun unsur-unsur dari Iklan “Trafiking” ini
berisi tentang :
a. Audio
Adalah suara dari orang belakang layar yang mengisi suara pada iklan
layanan masyarakat “Trafficking”. Seperti : “laporkan jika anda melihat,
mengetahui dan mengalami ”Trafficking” dan “waspadalah terhadap
sindikat perdagangan orang di sekitar kita”.
b. Talent
Adalah model atau orang dari iklan layanan masyarakat “Trafficking”
yaitu anak perempuan.
c. Props
Merupakan alat peraga yang dipergunakan sebagai pelengkap dalam
memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan iklan layanan
masyarakat “Trafficking”, seperti uang dan berkas kontrak kerja.
d. Setting
Yaitu lokasi atau tempat yang dipergunakan dalam pembuatan atau
pasca produksi iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi.
37
e. Slogan
Merupakan bahasa atau kata yang digunakan dalam iklan layanan
masyarakat “Trafficking” di televisi.
f. Visual
Merupakan gambar yang ada di dalam iklan layanan masyarakat
“Trafficking” di televisi yaitu warna gambar.
3.1.2.Pengukuran Variabel.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap unsur
iklan layanan masyarakat ”Trafficking” di televisi diukur dengan alternatif
pilihan yang dinyatakan dalam jumlah skor atas pertanyaan atau kuesioner
yaitu :
1. Apabila responden memberikan jawaban ”Tahu” maka akan diberikan
skor 2
2. Apabila responden memberikan jawaban ”Tidak tahu” maka akan
diberikan skor 1
Variabel tingkat pengetahuan masyarakat dalam penelitian ini akan
digolongkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, rendah yang ditentukan
berdasarkan jumlah skor jawaban masing-masing responden. Jumlah skor
yang menjadi batasan skor untuk lebar interval tingkat rendah, sedang, dan
tinggi menggunakan rumus :
Keterangan:
Range(R) : Batasan dari setiap tingkatan
Skor Tertinggi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item
pertanyaan.
Skor Terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan
masyarakat “Trafficking” di Trans 7 terdiri dari 12 pertanyaan. Untuk
mengetahui pengkategorian responden tiap jawaban dilakukan
penghitungan sebagai berikut :
Skor tertinggi : 12 x 2 = 24
Jadi batasan skor dalam lebar interval tingkat pengetahuan adalah
rendah, sedang, dan tinggi yaitu :
Kategori penilaian rendah = apabila total nilai skor yang diperoleh
diantara 12 s/d 15.
Kategori penilaian sedang = apabila total nilai skor yang diperoleh
diantara 16 s/d 19.
Kategori penilaian tinggi = apabila total nilai skor yang diperoleh
39
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang
ciri-cirinya akan diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
Surabaya yang berusia 17 tahun keatas dan pernah melihat iklan layanan
masyarakat ”Trafiking” di televisi. Berdasarkan dari data BPS Surabaya
jumlah masyarakat Surabaya yang berusia 17 tahun keatas ada sebanyak
2.013.045 orang.
3.2.2. Sampel dan Penarikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan
Pemirsa/responden bertempat tinggal di kota Surabaya. Teknik penarikan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah multistage cluster
random sampling, maka secara sistematis tekhnik penarikan sampel dapat
digambarkan sebagai berikut :
N.1.a
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah multistage cluster random sampling, yakni dilakukan melalui 3
tahap sebagai berikut :
a. Tahap pertama, dilakukan pemilihan terhadap wilayah penelitian di kota
Surabaya, di mana kota Surabaya terbagi dalam 5 bagian wilayah yaitu
Surabaya pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, dan
Surabaya Barat. Setelah dipilih secara acak dua wilayah yang terpilih
adalah Surabaya Pusat dan Surabaya Timur.
b. Tahap kedua, dilakukan pemilihan pada wilayah kecamatan. Kemudian
dilakukan pengundian dan terpilih masing-masing dua kecamatan pada
satu wilayah Surabaya. Pada tahap ini wilayah Surabaya Pusat terpilih
dua kecamatan yaitu kecamatan Tegalsari dan Simokerto, sedangkan
pada wilayah Surabaya Timur yang terpilih yaitu kecamatan Rungkut
dan Gunung Anyar.
c. Tahap ketiga dilakukan pemilihan kelurahan yang mana setelah
dilakukan pemilihan secara random maka terpilih dua wilayah kelurahan
di masing-masing kecamatan. Pada kecamatan Tegalsari terpilih dua
kelurahan yaitu Tegalsari dan Kedungdoro, pada kecamatan Simokerto
terpilih kelurahan Simokerto dan Simolawang. Sedangkan pada
41
Tengah dan Gunung Anyar, dan pada kecamatan Rungkut terpilih
kelurahan Medokan Ayu dan Penjaringan Sari.
Jumlah populasi responden yang berusia 17 tahun pada
masing-masing kelurahan adalah sebagai berikut :
a. Kelurahan Tegalsari : 11.330 jiwa
Jadi berdasarkan data tersebut maka untuk mengetahui jumlah
sampel maka digunakan rumus Yamane yaitu sebagai berikut :
1
d = Presisi (derajat ketelitian 10%).
1
Berdasarlan hasil perhitungan tersebut, maka jumlah sampe yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 orang responden yang
diambil secara purposive untuk menentukan responden di kelurahan
dengan kriteria yang melihat iklan layanan masyarakat ”Trafiking” di
televisi dan berusia 17 tahun ke atas. Untuk lebih rincinya, jumlah sampel
yang akan diteliti tiap-tiap wilayah kelurahan ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
ni = Ni x n
N
Keterangan :
ni = Jumlah penduduk disuatu kelurahan
Ni = Ukuran stratam ke 1
N = Jumlah seluruh penduduk di delapan kelurahan
n = Jumlah sampel yang telah ditetapkan
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh :
43
8. Kelurahan Penjaringan Sari : 100 068
. 102
7.759
x 7,60= 8
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang
memberikan jawaban-jawaban dari kuesioner, sedangkan data sekunder
adalah data yang diperoleh dari buku penunjang penelitian.
Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner
tertutup dan terbuka yang berupa angket. Yang dimaksud kuisioner tertutup
adalah kemungkinan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan
responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain. Dan kuisioner
terbuka adalah jawaban yang menjelaskan kuisioner tertutup.(Singarimbun,