BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya tugas pokok aparatur negara yang juga abdi negara tercermin
dalam tugas pokoknya di bidang pemerintahan umum, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat. Sejak pasca reformasi diharapkan akan berdampak positif
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah yang dapat dilihat dari semakin
keterpihakkannya pemerintah terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat, namun
dalam kenyataannya semakin meluasnya praktek -praktek kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) dalam sistem birokrasi publik di Indonesia berimbas buruk
terhadap tatanan dan citra birokrasi dihadapan masyarakat.
Buruknya kinerja pelayanan public disebabkan karena belum terlaksananya
transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan public. Oleh karena
itu, pelayanan publik harus dilaksanakan karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan
publik belum memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat.
Satlantas Polresta Medan yang dalam hal ini sebagai pelaksana pelayanan
public yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan mampu
menerapkan prinsip-prinsip good governance antara lain akuntabilitas dan
masyarakat atas pelayanan yang diberikan yang belum akuntabel atau belum dapat
dipertanggungjawabkan seperti, profesionalitas pegawai, persyaratan administrasi
ataupun mekanisme kerja yang belum jelas serta biaya pelayanan pembuatan surat
izin mengemudi yang belum terlaksana dengan baik. Selain itu di Kantor Satlantas
Polresta Medan juga masih banyak calo-calo dan pungli yang berkeliaran di
lingkungan Satlantas Medan. Meski adanya larangan tentang pengurusan pembuatan
surat izin mengemudi (SIM) melibatkan calo melalui audio suara diSatlantas Polresta
Medan, praktik percaloan tetap saja marak di instansi tersebut. Konsidi ini membuat
para warga masyarakat yang ingin membuat SIM menjadi tidak nyaman. Aktivitas
calo yang meresahkan itu bebas berkeliaran, seolah-olah mendapat restu dari pihak
kepolisian. Hal ini dapat dilihat dari jurnal Medan Bisnis
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia, tarif penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM) ditetapkan
sebesar Rp.120 ribu untuk SIM A dan SIM B. Sedangkan untuk SIM C ditetapkan
sebesar Rp.100 ribu. Namun ketetapan itu sepertinya jauh sekali dari realitas yang
ada. Dari pantauan Smart FM di Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, meski
terpampang jelas tarif resmi namun sudah menjadi rahasia umum jika tarif
pengurusan SIM menelan biaya berkali lipat dari ketetapan itu. Bahkan di tangan para
di akses 23 November 2013). Selain itu dalam
pengurusan Surat Izin Mengemudi pemohon harus melampirkan sertifikat dari
sekolah mengemudi, sehingga pemohon harus membayar mahal untuk pengurusan
surat izin mengemudi (SIM). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meminta pihak
Polresta Medan untuk mencabut kebijakan tersebut karna sangat memberatkan
masyarakat dan sebagai gantinya cukup dilakukan test drive di kantor Satlantas, yang
benar-benar luluslah yang akan dikeluarkan SIM-nya tetapi belum mendapatkan
tanggapa
Namun, berbagai tuntutan dari masyarakat tersebut tidaklah akan terbentuk
secara otomatis. Banyak langkah yang harus direncanakan, dilakukan, dan di nilai
secara sistematis dan konsisten. Penataan sumber daya aparatur yang profesional
harus diprioritaskan, karena reformasi di bidang administrasi pemerintahan
mengharapkan hadirnya pemerintah yang lebih berkualitas dan mampu mengemban
fungsi-fungsi pelayanan publik. Tumpuan dan harapan tersebut tertuju kepada
aparatur pemerintah, karena aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan
bagi masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab fungsi pelayanan umum di
Indonesia yang mengarahkan tujuannya kepada public service, memikirkan dan
mengupayakan tercapainya sasaran pelayanan kepada seluruh masyarakat dalam
Hal ini mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan pembenahan
menyangkut mutu dan kualitas dari pelayanan yang dihasilkan. Tantangan yang
dihadapi dalam pelayanan publik adalah bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan
yang efisien, namun juga bagaimana pelayanan dapat dilakukan dengan transparan
dan profesional tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani, atau
dengan kata lain bagaimana menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis.
Tantangan tersebut merupakan hal yang beralasan karena secara empiris masyarakat
di daerah menginginkan agar aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya
dapat bekerja secara optimal yang akhirnya dapat memberikan pelayanan yang baik
bagi masyarakat.
Demikian pula dengan aparatur/pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta
Medan khususnya bidang pelayanan pengurusan Surat Izin Mengenudi (SIM). Dalam
melayani masyarakat, Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, tidak terlepas dari
permasalahan mengenai kondisi pelayanan yang relatif belum memuaskan. Hal ini
berkaitan dengan baik buruknya sumber daya aparatur yang profesional. Kantor
Satuan Lalu Lintas Polresta Medan mempunyai tugas dan kewenangan di bidang
pelayanan publik antara lain : memberikan pelayanan sekaligus pengawasan terhadap
prosedur pembuatan SIM.
Surat Izin Mengemudi atau SIM merupakan bukti registrasi dan identifikasi
yang diberikan ole
mengemudikan kendaraan bermotor. Setia
bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009).
Adapun Fungsi SIM (surat izin mengemudi) adalah :
1. Sebagai bukti kompetensi mengemudi,
2. Sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan
identitas lengkap pengemudi,
3. Untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan dan identifikasi forensik
Kepolisian.
Pada tahun 2013 di Indonesia lebih dari 60 juta unit motor yang beredar namun
hanya sekitar 40 persennya tidak memiliki SIM, padahal SIM mutlak dimiliki bagi
seseorang yang hampir beberapa jam dalam sehari berkendara mengunakan sepeda
motor/mobil, bukan hanya untuk mencegah operasi atau razia yang kadang
dilakukkan oleh polisi tetapi SIM juga bermanfaat ketika kita mengalami suatu
kejadian yang tidak kita inginkan seperti kecelakaan atau mungkin terlibat dalam
kecelakaan walau secara tidak sengaja.
Dalam ranah hukum ketentuan pidana bagi pengendara yang tidak bisa
menunjukkan Surat Izin mengemudi adalah tertuang pada pasal 106 ayat 5 kurungan
memiliki surat izin mengemudi adalah kurungan selama 4 bulan denda 1.000.000,-
tertuang pada pasal 281 UU No. 2 tahun 2009. Berikut ini adalah jenis pelanggaran
dalam Berlalu Lintas.
Gambar 1.1
Jenis Pelanggaran dalam Lalu Lintas Di Kantor Satlantas Polresta Medan
Kesadaran masyarakat untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM) di Kota
Medan semakin meningkat pasca munculnya kebijakan dari Satlantas Polresta Medan
untuk mengintensifkan razia kelengkapan surat kendaraan termasuk SIM pengemudi.
Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang melakukan permohonan pembuatan
SIM di Satlantas Polresta Medan, Jalan Adinegoro Medan. Pantauan di gedung
Satlantas Polresta Medan, puluhan masyarakat yang didominasi anak muda ini
terlihat memadati ruangan untuk mengurus permohonan SIM baru. Hal ini dapat
terlihat jelas dari data yang berhasil penulis peroleh dari Kantor Satlantas Polresta
Medan. Berikut ini adalah tabel Rekapitulasi Pembuatan SIM sepanjang Tahun 2014
Tabel 1.1
Rekapitulasi Kegiatan Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satlantas Polresta Medan
Sumber: Kantor Satlantas Polresta Medan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan penulis
dilapangan, syarat-syarat seseorang telah berhak memiliki SIM adalah berusia 17
tahun untuk SIM golongan A,C dan D, berusia 21 tahun untuk SIM golongan B, bisa
lintas jalan dan teknik dasar kendaraan bermotor. Namun kenyataannya, masih ada
juga masyarakat yang telah memenuhi syarat tetapi belum memiliki SIM namun
bebas menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya. Hal ini disebabkan oleh
lambannya aparatur serta mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, sehingga
terkadang masyarakat sering merasa malas mengantri dan ribetnya administrasi
pembuatan Surat Izin Mengemudi apalagi SIM dibuat berdasarkan domisili kelahiran,
membuat masyarakat malas untuk memprosesnya terlebih adanya jasa calo dengan
harga yang berbeda-beda yang membuat masyarakat enggan mengurusnya walau
SIM mati sekalipun serta kurangnya sosialisasi dan informasi kepada masyarakat
mengenai prosedur dan biaya dalam pengurusan pembuatan SIM. .
Akuntabilitas dan transparansi seharusnya sudah diketahui, dipahami dan
diterapkan oleh semua instansi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat maupun di
daerah. Karena itu, Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sebagai kantor
pemerintahan sedang berusaha untuk memperbaiki citra pelayanan publik di mata
masyarakat. Saat ini Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sedang berupaya
menerapkan paradigma Good Governance khususnya penerapan akuntabilitas dan
transparansi dalam pemerintahannya. Akuntabilitas dan transparansi sangatlah
penting diterapkan di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sebagai laporan atau
tolak ukur dalam setiap Pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Misalnya saja
untuk membuat sepuluh SIM aparatur pemerintah bisa menyelesaikan dalam waktu
sedangkan untuk SIM perpanjangan 60 menit. Dengan adanya penerapan
akuntabilitas pegawai akan lebih memperbaiki kinerjanya untuk dapat menyelesaikan
pembuatan SIM dengan waktu sesingkat mungkin. Setiap kantor pemerintahan pasti
memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan good governance khususnya
akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayanan publik.
Begitu juga dengan Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.
Berdasarkan keadaan diatas penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam
penelitian dengan judul “Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam
Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)”
1.2 Perumusan Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan
apa yang benar-benar terjadi. Jadi untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar
data dan fakta ke dalam bentuk penulisan ilmiah, maka perlu perumusan masalah
dengan jelas, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dan pedoman arah
penelitian. Setiap penelitian dimulai dengan perumusan masalah, yaitu yang memberi
gambaran adanya sesuatu yang perlu diselesaikan. Masalah dapat diketahui atau
dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara
apa yang direncanakan dengan kenyataannya, adanya pengaduan dan kompetisi
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam pembuatan Surat
Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan?
2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas
dan transparansi dalam Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu
Lintas Polresta Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini
adalah :
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang proses dan situasi terkini penerapan
akuntabilitas dan transparansi dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapan
akuntabilitas dan transparansi dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM)
di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, penelitian ini juga
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
penulis dalam menulis karya ilmiah dan menganalisa permasalahan di
lapangan, dan juga menjadi masukan pengetahuan bagi penulis tentang
akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik.
2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi
instansi itu sendiri.
3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini diharapkan
bermanfaat sebagai bahan masukan bagi Fakultas dan menjadi referensi
tambahan bagi mahasiswa/i di masa mendatang.
1.5 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi
hambatan landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.
Setelah masalah penelitian dirumuskan maka selanjutnya adalah mencari teori-teori,
konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan
sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Sugiyono (2005:55).
Teori-teori yang menjadi landsan dalam penelitoan ini adalah:
1.5.1 Akuntabilitas
Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru.
Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menekankan konsep
Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang mulai digemborkan
kembali pada awal era reformasi di tahun 1998. Tuntutan masyarakat ini muncul
karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara
konsisten di setiap kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab
lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai
penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia.
Era reformasi memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di Indonesia.
Menurut Kumorotomo (2005) akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban
bawahan atas pemenuhan wewenang yang dilimpahkan kepadanya, sehingga
akuntabilitas merupakan faktor di luar individu dan perasaan pribadinya.
Ada 3 hal yang menjadi dimensi akuntabilitas, antara lain :
1. Akuntabilitas Politik, yang biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat
pemilu
2. Akuntabilitas Finansial, yang fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan
tepat waktu tentang penggunaan dana publik
3. Akuntabilitas administratif ,yang pada umumnya berkaitan dengan pelayanan
publik dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.
Penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada
publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun pertanggung jawaban
1. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang
antara lain meliputi : tingkat ketelitian, profesionalitas petugas, kelengkapan
sarana dan prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan.
b. Akuntablitas kinerja harus sesuai dengan pelayanan publik yang telah
ditetapkan.
c. Standaar pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka baik
kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi
pemerintah, apalagi terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar harus
dilakukan upaya perbaikan.
d. Masyarakat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan secara berkala.
e. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam
pelayanan publik
2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik
a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan
b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan
publik harus ditandatangani oleh petugas/pejabat yang ditunjuk berdasarkan
3. Akuntabilitas produk pelayanan
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan sari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan
b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuaai
dengan ketentuan yang berlaku.
c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.
1.5.2 Transparansi
Dalam KepMenPan No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang pedoman umum
penyelenggaraan pelayanan publik, menjelaskan pengertian transparansi
penyelenggaraan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat
terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan ataupun pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan informasi.
Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi :
1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh
2. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu
sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta
tata cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanaan.
Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit-belit dan mudah
dipahami dan dilaksanakan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis atau
persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Rincian biaya pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan
apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata
cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
perundang-undangan.
5. Waktu penyelesaian pelayanan
Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus
berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali
mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani apabila persyaratannya
6. Pejabat yang berwenangdan bertanggung jawab
Pejabat/ petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan
pelayanan dan menyelesaikan keluhan, persoalan, atau sengketa yang
diwajibkan memakai tanda pengenal. Pejabat/ petugas yang memberikan
pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan ciri positif
terhadap penerima pelayanan dengan memperhatikan berikut ini :
a. Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.
b. Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan dan dapat
mengubah keluhan penerima pelayanan menjaadi senyuman.
c. Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan
kecepatan suara, sikap tubuh, mimik dan pandangan mata.
d. Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.
e. Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
7. Lokasi pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak
berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon, dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi
dan informatika.
8. Janji Pelayanan
Janji pelayanan ditulis secara jelas, singkat,dan mudah dimengerti, menyangkut
mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat Motto Pelayanan,
dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada
pemberi maupun penerima pelayanan.
9. Standar pelayanan publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan
masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan
kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan
jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah
dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
10.Informasi Pelayanan
Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap
unit pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur,
persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta
pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah
diuraikan diatas.
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan
kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi merupakan upaya
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai.
Transparansi dan akuntabilitas harus dilaksanakan pada seluruh aspek
manajemen pelayanan, yang meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan laporan hasil kinerja. Transparansi dan akuntabilitas hendaknya
dimulai dari proses perencanaan pengembangan pelayanan karena sangat terkait
dengan pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan berhak atas
pelayanan.
1.5.3 Pelayanan Publik
1.5.3.1Pengertian Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa
“pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang
diperlukan orang lain. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris
(public), terdapat beberapa pengertiaan, yang memiliki variasi arti dalam bahasa
Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan Negara.
Pelayanan publik (public service) merupakan segala kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun
Pemerintah Pusat/Daerah maupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang
menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah
orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki
hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik (Ahmad, 2008:3).
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Ratminto (2005: 18), ada beberapa pengertian dasar di dalam
pelayanan publik diantaranya sebagai berikut :
a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah.
c. Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/ satuan
organisasi Kementrian, Departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah
lainnya baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara dan
d. Unit penyelenggaran pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi
pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima
pelayanan publik.
e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
f. Penerima pelayanan publik adalah orang ataupun masyarakat
g. Biaya pelayanan publik adalah segala biaya sesuai imbalan jasa atas pemberian
pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan dari penyelenggaraan atau pemberi pelayanan sesuai
harapan dan kebutuhan masyarakat.
Sementara menurut Kurniawan (2005:4) pelayanan publik adalah pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelayanan publik adalah keseluruhan pelayanan yang dilaksanakan oleh aparatur
pemerintah kepada publik didalam suatu organisasi atau instansi untuk memenuhi
kebutuhan penerima pelayanan publik/masyarakat dan penerima
1.5.3.2Asas dan Prinsip Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut
(Ratminto, 2005:19) :
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan-peraturan
perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun
2004, dijelaskan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan harus memenuhi
beberapa prinsip yaitu :
a. Kesederhanaan, prosedur / tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,
cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan yang mecakup beberapa hal antara lain:
- Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan umum
- Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoala, sengketa,
dalam pelaksanaan pelayanan publik.
- Rincian biaya pelayanan dan tata cara pembayaran
c. Kepastian Waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akuransi. Dimana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan
sah.
e. Rasa aman, Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
f. Tanggung Jawab, Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat
yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana. Tersedianya saranan dan prasarana kerja,
peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan
sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
h. Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana kerja yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan
teknologi telematika.
i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberian pelayanan herus bersikap
disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas.
j. Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parker, toilet, tempat ibadah dan
lain-lain.
Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan
tersebut, sebaliknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberkasilan pelayanan
publik tersebbut. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha meningkatkan
kualitas pelayanan publiknya.
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata
laksana), dukungan sumber daya manusia dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki
berbagai kelemahan antara lain:
1. Kurang Responsif.
Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada
tingkatan petugas pelayanan sampai dengan tingkayan pertanggungjawab
instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan
masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang Informatif
Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat
atau bahkan tidak sampai kepda masyarakat.
3. Kurang Accessible
Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat,
sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4. Kurang Koordinasi
Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan yang lainnya sangat kurang
berkoordinasi, akibatnya serinng terjadi tumpang tidih ataupun pertentangan
kebijakan antara satu instaansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang
5. Birokratis
Pelayanan khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan dengan
melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
6. Kurang mau mendengar keluhan ataupun saran dari masyarakat
Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan ataupun saran dari masyarakat. Akibatnya pelayanan dilaksanakan
dengan apa adanya tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
1.5.3.3Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi
pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual
masyarakat terhadap peranan pemerintah. Filosofi pelayanan publik adalah
menempatkan rakyat sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pemerintah
khususnya dalam hal pemberian pelayanan. Oleh sebab itu dalam konteks pelayanan
publik, kepuasan masyarakat adalah objek utama dalam pencapaian tujuan organisasi
pemerintahan.
Hal ini dapat dilihat dalam paradigma New Public Service, secara teoritik
pelayanan publik yang ideal harus dapat bersifat responsive terhadap berbagai
kepentingan dan nilai-nilai publik. Selain itu pelayanan publik juga harus bersifat non
agama, dan latar belakang kepartaian. Hal ini berarti setiap warga negara
diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima
pelayanan selama memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
Pelayanan publik dalam konteks paradigma New Public Service sebagai bagian
dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
publik menuju pelayanan prima sehingga diharapkan dapat terciptanya pelayanan
publik yang bermutu dan berkualitas. Kualitas merupakan aspek yang sangat penting
dan mendukung segala sesuatu untuk menunjukkan dan membandingkan seberapa
baik atau buruk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhannya. Suatu pelayanan dikatakan baik atau berkualitas jika masyarakat
merasa bahwa kebutuhan atau kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas
akan pelayanan tersebut.
Menurut W.E Deming dalam (Sinambela.2008:43) kualitas diartikan sebagai
perbaikan yang berkesinambungan; selain itu menurut Kaouru Ishikawa mengartikan
kualitas adalah produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan
pelanggan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan semuanya sudah terukur ketepatannya
karena yang diberikan adalah yang berkualitas.
Menurut Alberth dan Zemke dalam (Dwiyanto.2005:140) mengatakan kualitas
pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik
yang baik pula. Oleh karena itu, sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dan
membentuk keutuhan sebagai sistem maka dalam sistem pelayanan publik perlu
diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan
publik terdiri dari; pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas
waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi terpadu yang saling
terkait. Dengan demikian, pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas dan memiliki
mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya berpedoman pada standar umum
pelayanan publik.
Untuk menilai kualitas dari pelayanan publik digunakan penilaian yang
menggunakan indikator ganda yang mana dilihat dari aspek proses pelayanan dan
aspek out-put atau hasil pelayanan. Berdasarkan indikator ini, maka (Dwiyanto.
2005:150) menjabarkan tiga hal yang perlu diperhatikan guna memberikan pelayanan
publik yang berkualitas. Ketiga indikator tersebut adalah:
1. Pelayanan publik yang efisien
Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan yang terbaik antara input
dan output. Apabila output dapat dicapai dengan input yang minimal, maka tingkat
efisiensi akan menjadi semakin baik. Dalam pelayanan publik, input yang
dimaksudkan adalah berupa uang, tenaga, waktu, dan materi lain yang digunakan
untuk menghasilkan atau mencapai suatu output. Artinya, harga yang diberikan
Selain itu, masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dalam waktu yang relatif
singkat tanpa membutuhkan banyak tenaga. Sedangkan output yang dimaksudkan
adalah dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang
berkualitas dan memuaskan pelanggan atau pengguna layanan.
Efisiensi dalam pelayanan publik, dapat dilihat dari sudut pandang pemberi
layanan, dan dari sudut pandamg pengguna layanan. Dalam hal pelayanan publik,
pemberi layanan adalah aparatur pemerintah, sedangkan pengguna layanan adalah
masyarakat. Aparatur pemerintah sebagai pemberi layanan harus mengusahakan agar
harga pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan Sumber Daya Publik. Selain
itu, masyarakat sebagai pengguna pelayanan menghendaki pelayanan publik dapat
dicapai dengan biaya yang murah, waktu yang singkat, dan tidak banyak membuang
energi.
Dalam meningkatkan aspek efisiensi dalam pelayanan publik, dilakukan dengan
menggunakan tiga strategi, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi
teknologi. Pelaksanaan deregulasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, pertama
menyederhanakan daftar pertanyaan dalam pengisian formulir untuk semua jenis
pelayanan publik. Kedua, mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan
prosedur pelayanan agar masyarakat dapat mengakses dan mengetahui secara mudah
semua informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Ketiga, dengan
mengoptimalkan penggunaan teknologi internet sehingga tidak hanya sekedar
download untuk mendapatkan formulir yang berkaitan dengan pelaksanaan
pelayanan publik, sehingga masyarakat tidak perlu mendatangi tempat pelayanan
untuk mendapatkan formulir tetapi dapat langsung mencetaknya dari internet.
Keempat, meningkatkan jasa pengantaran hasil suatu pelayanan publik ke alamat
pelangga dengan menggunakan dana APBD, atau dapat juga dibebankan kepada
warga pengguna yang bersangkutan asalkan rasionalitas biaya pelayanan diumumkan
kepada publik secara rasional.
Pengurangan biaya dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik dapat
dilakukan dengan mengurangi biaya pelayanan publik yang ditanggung masyarakat
sebagai pengguna pelayanan dengan cara membebaskan biaya pelayanan yang
bersifat mendasar atau pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu
penggunaan teknologi juga dapat diterapkan dalam meningkatan efisiensi. Inti dari
strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan informasi
dengan cara meningkatkan sistem database yang dapat mengaplikasikan proses
administrasi dan manajemen melalui sistem komputer online. Penggunaan sistem
online pada pelayanan publik dapat digunakan tidak hanya untuk menampilkan
informasi penting mengenai proses pelayanan, melainkan juga dapat dioptimalkan
agar dapat dilakukam pengisian formulir dalam pelaksanan pelayanan publik secara
2. Pelayanan publik yang responsif
Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan
mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur
daya tanggap organisasi khususnya organisasi pemerintahan terhadap harapan,
keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan masyarakat pengguna layanan. Tujuan utama
pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan agar
dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Oleh sebab itu,
penyedia pelayanan publik harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan
warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan warga tersebut.
Menurut Osborne dan Plastrik dalam (Dwiyanto. 2005:156) mengatakan bahwa
agar suatu organisasi pemerintahan lebih responsive terhadap masyarakat dalam
memberikan pelayanan, dapat dilakukan dengan menerapkan Citizen’s Charter
(kontrak pelayanan). Citizen’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan
pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat
perhatian. Hal ini berarti bahwa kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai
pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan publik.
Masyarakat sebagai penerima pelayanan dapat memberikan keluhan atau
pengaduan apabila mendapatkan pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan
pelayanan publik dapat dijadikan masukan bagi organisasi pemerintahan untuk terus
membenahi pelayanan yang diberikannya agar tercipta pelayanan publik yang
berkualitas.
3. Pelayanan publik yang non partisan
Pelayanan publik yang non-partisipan adalah sistem pelayanan yang
memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan
berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan
sebagainya. Latar belakang pengguna pelayanan tidak boleh dijadikan pertimbangan
dalam memberikan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan
asas persamaan di depan hukum. Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi
semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik.
Pelaksanaan pelayanan publik yang non-partisipan dapat dilihat dari indikator
seperti adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan,
pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, tidak
diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan tertentu. Untuk
menyelenggarakan pelayanan publik yan non-prtisipan ini dapat dilakukan dengan
memegang tiga prinsip dasar, yaitu pertama, prinsip atau asas kesamaan hukum yaitu
penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk
memperoleh pelayanan publik. Kedua, menerapkan prinsip netralitas birokrasidi
dalam politik, yaitu dengan melarang semua PNS untuk menjadi anggota atau
dan partai politik. Ketiga, menerapkan kode etik birokrasi. Penerapan kode etik ini
diantaranya adalah dengan memberikan sanksi kepada aparatur pemerintahan yang
melakukan praktik diskriminasi pelayanan publik.
Pada dasarnya hakikat dari pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupalan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah
sebagai abdi negara. Guna mencapai pelayanan publik yang prima, maka dalam
memberikan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan publik yang telah
disahkan berdasarkan peraturan perundangan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya
adalah sebagai berikut:
1. Dasar hukum
Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum
yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa
pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut
hukum dan perundangan.
2. Sistem, mekanisme, dan prosedur
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan
diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta harus memiliki prosedur
atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik.
3. Jangka waktu penyelesaian
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam
pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang
efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan
dalam standart waktu yang singkat.
4. Biaya/tarif
Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Oleh sebab itu biaya atau tarif yang yang diberikan
harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara
keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga
yang murah.
5. Produk pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai
pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good,
public service dan administration service.
6. Sarana, prasarana, dan fasilitas
Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat
serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau
masyarakat.
7. Kompetensi pelaksana
Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta
kemampuan yang menyangkut sikap dan prilaku dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat.
8. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan
Setiap organisasi pemerintahan harus memiliki sarana yang menampung
aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada
masyarakat.
9. Jumlah pelaksana
Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar
dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dapat berjalan efektif
1.5.4 Peranan Pemerintah dalam Pelayanan Publik
Peran pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan,
kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaran pemerintahan,
yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga- lembaga lainnya. Birokrasi ini
tidak hanya menyangkut kepada birokrasi tetapi akan sangat terkait dengan organisasi
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya
peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondusi yang
kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dilingkungan
aparatur pemerintahan. Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan publik.
Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang netral dalam penyelenggaraan
administrasi dan pemerintahan negara ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi
rintangan. Padahal ditengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan pelayanan
publik yang baik, dalam arti proporsional dan kepentingan, yaitu birokrasi yang
berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki dengan
tanggung jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika
diingat bahwa pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan
abdi negara, juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan
masyarakatlah aparat birokrasi harus mengabdikan diri. Aparat birokasi memang
sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdi dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip
pemerintahan yang memberikan pelayanan kepada publik harus benar- benar
dilaksanakan bukanlah citra yang menjadi dilayani oleh masyarakat.
Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh kekuatan-
kekuatan politik atau organisasi masa. Namun, bila kekuatan- kekuatan politik dan
agregaasi kepentingan maasyarakat, apalagi tidak ditunjang dengan adanya proses
pengambilan keputusan dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal
ini bisa mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar.
Bila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi
dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi , sehingga dapat
mengkokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara.
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintahan gagal untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan
program-program yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat
birokrasi. Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi mengakibatkan
menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Inilah yang
menjadi pagkal tolak ukur kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintah yang
masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut ditandai
dengan perilaku aparatur negara dilingkungan birokrasi yang masih menempatkan
dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah seharusnya
melayani bukan dilayani. Dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh
pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam
membangun.
1.5.5 Standar Operasional Prosedur Penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) Penyelenggaraan administrasi Surat Ijin Mengemudi (SIM) telah dilakukan Polri lebih dari 50 Tahun yang lalu hingga saat ini dalam kurun waktu lebih dari
setengah abad, maka masyarakat telah menerima kenyataan bahwa Polri merupakan satu-satunya Instansi yang mengeluarkan SIM. Seiring dengan bergulirnya
Reformasi, Pelayanan Polisi Lalu Lintas kepada masyarakat dalam penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dituntut lebih profesional, procedural, bermoral dan transparan guna menghilangkan kesan negative di masyarakat. Untuk memenuhi hal
tersebut sebagai anggota Polri khususnya Polisi Lalu Lintas yang akan mengawalinya haruslah dibekali dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang baik
berkaitan dengan Registrasi dan Identifikasi. Surat Ijin Mengemudi sebagai upaya untuk menunjang kegiatan tersebut antara lain melalui pelatihan, penataran dan pendidikan.
Di dalam Standar Operasional Prosedur akan dijelaskan mengenai persyaratan mendapatkan SIM, dimana dijelaskan tentang persyaratan usia, persyaratan
yang sesuai dengan Perkap No.9 Tahun 2012 Pasal 27 tentang pengajuan pembuatan
SIM baru golongan A, C & Alih Golongan adalah : 1. Tes Kesehatan
Tes kesehatan dimulai dengan membeli formulir tes kesehatan dan pemeriksaan
KTP. Biasanya yang dites hanya mata saja untuk mengetahui mata kita rabun
minus atau tidak. Apabila lulus anda dapat melangkah ke babak selanjutnya,
namun jika gagal maka anda tidak dapat mengikuti tahapan berikutnya.
2. Membeli dan Mengisi Formulir Pendaftaran
Harga formulir pendaftaran berbeda antara SIM baru dan perpanjang SIM.
Untuk SIM baru biasanya berharga lebih mahal. Setelah diisi dengan baik dan
benar anda harus menyerahkan berkas yang sudah lengkap tadi ke loket
pendaftaran.
3. Ujian Teori Mengemudi Kendaraan Bermotor
Yang wajib anda persiapkan di sini adalah alat tulis minimal bolpen dan pensil
2B untuk komputer. Alat tulis penunjang tambahan seperti penghapus pensil,
tipex, rautan dan lain sebagainya boleh anda bawa untuk jaga-jaga. Materi soal
yang diujikan pada ujian SIM biasanya adalah mengenai rambu-rambu
lalu-lintas, prioritas jalan di persimpangan, pengetahuan dasar kendaraan, dan lain
sebagainya. Setelah ujian selesai tunggu hasil ujian dibagikan. Apabila lulus
maka anda dapat melanjutkan ke ujian praktek, sedangkan bagi yang tidak lulus
4. Ujian Praktek Mengemudi Kendaraan Bermotor
Ujian praktek adalah ujian membawa kendaraan bermotor yang akan anda buat
izinnya. Tingkat kesulitan biasanya disesuaikan dengan mood petugas yang
memberi tes anda. Jika anda lulus tes lapangan maka anda berhak mendapat
SIM / Surat Izin Mengemudi dari Kepolisian.
5. Membuat dan Mengambil Kartu SIM / Surat Izin Mengemudi
Setelah lulus semua ujian maka anda harus membuat foto, tanda tangan, dan
sidik jari digital. Semua hal tersebut dilakukan di tempat anda membuat SIM
secara langsung. Jangan lupa ngaca dulu agar foto anda tidak berantakan
rambutnya. Setelah membuat data digital maka anda tinggal menunggu sim
diprint dan di bagikan.
1.6 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
penelitian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat
menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa
kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainnya (Singarimbun, 1995:33).
Oleh karena itu, untuk dapat menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis
dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka
1. Akuntabilitas merupakan para pengambil keputusan dalam sektor publik,
swasta, dan masyarakat yang memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas)
kepada publik (masyarakat umum) sebagaimana halnya kepada para pemilik
(stakeholders).
Adapun yang menjadi indikator dalam mengukur akuntabilitas antara lain:
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses seperti :
tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan
prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan
perundang-undangan ), dan kedisiplinan harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif
harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan
produk pelayanan. Selain itu prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.
Transparansi merupakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan proses
merupakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam
memperoleh informasi yang lebih akurat dan memadai.
Yang menjadi indikator untuk mengukur Transparansi yaitu :
a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Standar pelayanan publik
d. Rincian biaya pelayanan
e. Waktu penyelesaian pelayanan
f. Lokasi pelayanan
g. Janji pelayanan
h. Informasi pelayanan
3. Pelayanan Publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di
Lingkungan Badan Umum Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa,
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika
penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi
penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV PENYAJIAN HASIL DATA PENELITIAN
Bab ini berisi hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan
berdasarkan wawancara langsung dan dokumentasi yang akan
dianalisis.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini berisi pembahasan atau interpretasi dari data-data yang
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran yang diperoleh