• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA PEGAWAI DI TAMAN KANAK-KANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESETARAAN GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA PEGAWAI DI TAMAN KANAK-KANAK"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA

PEGAWAI DI TAMAN KANAK-KANAK

Oleh :

ENY PUTRIYANI

D0307007

SKRIPSI

Disusun untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user

MOTTO

Bebas bukan berarti melakukan hal-hal yang kau suka,

jadilah tuan atas dirimu sendiri

Kehidupan adalah petualangan yang hebat,

atau sama sekali bukan apa-apa (Helen Keller)

Kebahagiaan adalah sesuatu yang berasal dari dirimu,

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Setiap detak nadi dan nafas yang kuhembuskan, dan setiap detik waktu di kehidupanku

Hanya kepada Allah aku berserah diri

Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang tiada henti, doa dan harapan-harapan yang selalu diberikan kepadaku.

Bapak Ibu Sunarjo yang telah membesarkanku, serta adikku tersayang Nur Ariffin

Doa, dukungan dan kesabaran yang tak ada hentinya dari seseorang yang selalu menyayangiku.

Terima kasih Yogo D Nugroho

Teman-teman dan sahabat yang mewarnai hidupku.

(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan anugerah dan bimbingan-Nya yang luar biasa

sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam melakukan penelitian dan

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam Pembagian

Kerja Pegawai di Taman Kanak-Kanak” ini. Sholawat serta salam selalu

tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Pembagian kerja yang ada di taman kanak-kanak menjadi hal menarik

bagi penulis untuk mengangkatnya kedalam skripsi. Adapun skripsi ini penulis

susun sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial dari Jurusan

Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Bagus Haryono, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. T. A. Gutama, M.Si selaku pembimbing akademik dan pembimbing

skripsi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam

(7)

commit to user

5. Dr. Mahendra Wijaya, MS dan Dra. Rahesli Humsona, M.Si selaku

motivator, terima kasih untuk nasehat-nasehat yang diberikan.

6. Ibu Titiek Sugiyati, M.Pd selaku kepala sekolah TK Islam Teladan

Tarbiyatul Banin II yang telah memberikan izin kepada penulis dalam

rangka melakukan penelitian.

7. Bapak-Ibu pegawai TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II yang telah

bersedia menjadi responden dalam penelitian yang penulis lakukan.

8. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, adik yang tak henti-hentinya memberikan

dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Keluarga besar yang selalu

memberikan pelajaran berharga untukku.

9. Yogo D Nugroho, terima kasih untuk dukungan dan kesabaran yang tak

pernah habis untukku.

10. Sahabat Coffee Break Community (CBC) tercinta, Mami Inge, Bunda Cista,

Tante Arum, Dedek Yustina, dan Epen, terima kasih untuk kasih sayang

dan support kalian selama ini. menjadi tempat mencurahkan isi hati.

11. Keluarga Virgo tersayang, Desi, Bebenk, Ahong, Yolanda, Nita, Rendy,

terima kasih untuk bantuan dan dukungan kalian. Canda tawa dan

kebersamaan kita akan selalu kurindukan.

12. Saudara-saudara seperjuangan di Pondok Kemuning, Ninda, Diah, lanjutkan

perjuangan kalian. Jeng Lian, aku segera menyusul langkahmu. Adek-adek

ceriwis Dinar, Nita, Anggun, Dita, terima kasih untuk keceriaan kalian yang

menghidupkan rumah ini.

13. Teman-teman magang, Panjul, Lody, Tangguh, Sigit, terima kasih untuk

kerjasama kalian.

14. Teman-teman seperjuangan Sosiologi angkatan 2007 yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu, aku akan selalu merindukan kebersamaan kita.

15. Teman-Teman HIMASOS yang menjadi tempatku berproses dan

(8)

commit to user

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

banyak untuk segala bantuan dan dukungan yang diberikan dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis telah berusaha untuk sempurnanya skripsi ini, tetapi keterbatasan

kemampuan penulis maka skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

kritik dan saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan sepenuh hati

demi perbaikan tulisan yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para

pembaca dan penulis khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis,

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman Judul………... i

Halaman Persetujuan………... ii

Halaman Pengesahan………... iii

Halaman Motto……….. iv

Halaman Persembahan………... v

Kata Pengantar………... vi

Daftar Isi……… ix

Daftar Tabel………... xvi

Daftar Bagan………... xvii

Daftar Matrik………... xviii

Abstrak………... xix

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 8

C. Tujuan Penelitian………... 8

1. Tujuan Operasional……… 8

2. Tujuan Fungsional………... 9

D. Manfaat Penelitian………. 9

1. Manfaat Praktis………... 9

2. Manfaat Teoritis………. 10

E. Tinjauan Pustaka……….... 10

F. Definisi Konseptual………... 17

1. Gender………... 17

1.1. Definisi Gender………... 17

1.2. Ketimpangan Gender………. 20

1.3. Kesetaraan Gender………... 23

2. Pembagian Kerja……… 26

(10)

commit to user

4. Taman Kanak-Kanak………... 28

G. Landasan Teori………... 30

1. Teori Struktural Fungsional……… 31

2. Kerangka Kerja Harvard (Harvard Framework)……… 34

2.1. Pengertian………... 34

2.2. Kegunaan………... 35

H. Kerangka Pemikiran………... 37

I. Metode Penelitian………... 37

1. Lokasi Penelitian……… 37

2. Jenis Penelitian………... 38

3. Jenis Data………... 39

a. Data Primer………... 39

b. Data Sekunder………... 39

4. Teknik Pengumpulan Data………. 40

a. Observasi………... 40

b. Wawancara………... 40

c. Dokumentasi………. 41

5. Teknik Pengambilan Sampel………... 41

a. Populasi……… 41

b. Sampel………... 41

c. Responden……… 42

d. Informan………... 43

6. Validitas Data………. 43

7. Teknik Analisis Data………... 44

a. Reduksi Data……… 44

b. Penyajian Data………... 44

c. Penarikan Kesimpulan………... 45

8. Teknik Analisis Gender………... 46

BAB II DESKRIPSI LOKASI………... 52

A. Gambaran Umum………... 52

(11)

commit to user

2. TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II………... 53

2.1. Letak Geografis………... 53

2.2. Sejarah dan Perkembangannya………... 54

B. Visi, Misi Dan Tujuan……… 56

1. Visi………. 56

2. Misi………. 56

3. Tujuan………. 57

C. Struktur Organisasi Dan Pembagian Kerja……… 57

1. Yayasan Ya-Islami………. 58

2. Kepala Sekolah………... 60

3. Komite Sekolah………... 60

4. Dewan Guru………... 61

5. Tata Usaha………... 61

6. Karyawan……… 61

D. Prasana Dan Fasilitas………. 62

1. Pegawai………... 62

2. Perpustakaan………... 64

3. Mushola………... 64

4. Ruang Aula………. 64

5. Sarana Bermain………... 65

6. Sarana Kesenian………. 65

E. Tata Aturan……… 66

1. Tata Tertib Guru………. 66

2. Tata Tertib Karyawan………. 67

3. Tata Tertib Anak Didik………... 68

4. Tata Tertib Orangtua/Wali Siswa dan Pengantar………... 69

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS GENDER………... 71

A. Hasil Penelitian………... 71

1. Profil dan Karakteristik Sosial Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II……… 71

(12)

commit to user

1.2. Profil Informan………... 75

1.3. Karakteristik Sosial Pegawai……….. 75

a. Pendidikan ………. 76

b. Lama Bekerja ………. 76

c. Jabatan ………... 76

2. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II……… 77

1. Profil Aktivitas………. 78

1.1. Aktivitas Produksi………. 78

1.1.1. Guru ………... 78

a. Mengajar di Kelas………... 78

b. Menyiapkan Keperluan Mengajar………... 80

c. Mendampingi Siswa………... 81

d. Bimbingan Penyuluhan Siswa………... 82

e. Penilaian Proses Belajar Siswa……….. 83

f. Studi Banding………... 84

g. Menerima Siswa Baru……… 85

1.1.2. Staf Tata Usaha ……….. 85

a. Mengumpulkan Pembayaran Sekolah Siswa.. 85

b.Melengkapi Keperluan Administrasi ………. 86

c.Menerima Siswa Baru ……… 87

1.1.3. Karyawan ………... 87

a. Membersihkan Lingkungan Sekolah ………. 87

b.Menjaga Keamanan Sekolah ……….. 88

c.Mendampingi Siswa ………... 89

1.2. Aktivitas Reproduksi………. 89

1.2.1. Guru ……… 90

a. Pelaksanaan Peraturan……… 90

b. Kesejahteraan Pegawai……….. 91

c.Rapat Intern ..……….. 93

(13)

commit to user

1.2.2. Staf Tata Usaha ……….. 94

a. Pelaksanaan Peraturan……… 94

b. Kesejahteraan Pegawai……….. 94

c.Rapat Intern ..……….. 95

d. Pembinaan……….. 95

1.2.3. Karyawan ………... 95

a. Pelaksanaan Peraturan……… 96

b. Kesejahteraan Pegawai……….. 96

c. Pembinaan……….. 97

1.3. Aktivitas Sosial Kemasyarakatan………... 97

1.3.1. Guru ……… 97

a. Menghadiri Upacara Kematian……….. 98

b. Peringatan Hari Besar……… 98

c. Bantuan Korban Bencana Alam……… 99

d. Bergabung dengan KKG dan IGTKI………. 100

1.3.2. Staf Tata Usaha ……….. 101

a. Menghadiri Upacara Kematian……….. 101

b. Peringatan Hari Besar……… 102

c. Bantuan Korban Bencana Alam……… 102

1.3.3. Karyawan………... 103

a. Menghadiri Upacara Kematian……….. 103

b. Peringatan Hari Besar……… 103

c. Bantuan Korban Bencana Alam……… 104

2. Profil Akses dan Kontrol/Manfaat………. 104

2.1. Guru ... 105

a. Pendapatan ... 105

b. Pendidikan ... 106

c. Bangunan Fisik ... 107

d. Peralatan Kantor ... 107

e. Kendaraan ... 108

(14)

commit to user

a. Pendapatan ... 109

b. Pendidikan ... 109

c. Bangunan Fisik ... 110

d. Peralatan Kantor ... 110

e. Kendaraan ... 110

2.3. Karyawan ... 111

a. Pendapatan ... 111

b. Pendidikan ... 112

c. Bangunan Fisik ... 112

d. Kendaraan ... 112

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh ………... 113

3.1. Guru ... 113

a. Pendidikan ... 114

b. Kebijakan ... 114

c. Lingkungan ... 115

d. Ekonomi ... 116

3.2. Staf Tata Usaha ... 116

a. Pendidikan ... 116

1. Profil Aktivitas Produksi Pegawai………. 121

2. Profil Aktivitas Reproduksi Pegawai………. 123

3. Profil Aktivitas Sosial Kemasyarakatan………. 125

(15)

commit to user

5. Faktor-Faktor yang Berpengaruh………... 129

C. Analisis Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pegawai Di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ………... 141

BAB IV PENUTUP………... 147

A. Kesimpulan……… 147

B. Implikasi……… 148

1. Implikasi Metodologis……… 148

2. Implikasi Teoritis………... 150

3. Implikasi Empiris………... 152

C. Saran………... 153

Daftar Pustaka………... xxi

(16)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kerangka Analisis Harvard Profil Aktivitas……….. 48

Tabel 2 Kerangka Analisis Harvard Profil Akses dan Kontrol/Manfaat…… 49

Tabel 3 Kerangka Analisis Harvard Faktor-Faktor Yang Berpengaruh……. 51

Tabel 4 Tupoksi Komite Sekolah TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ….. 60

Tabel 5 Distribusi Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ……... 62

Tabel 6 Profil Aktivitas Produksi ……… 121

Tabel 7 Profil Aktivitas Reproduksi ……… 123

Tabel 8 Profil Aktivitas Sosial Kemasyarakatan ………. 125

Tabel 9 Profil Akses dan Kontrol/Manfaat ………. 127

Tabel 10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Guru……… 129

Tabel 11 Faktor-Faktor yang Berpengaruh padaStaf Tata Usaha ……… 133

Tabel 12 Faktor-Faktor yang Berpengaruhpada Karyawan ………. 136

Tabel 13 Pembahasan Profil Aktivitas Produksi, Reproduksi, Sosial

Kemasyarakatan, dan Profil Akses dan Kontrol/Manfaat …………..

(17)

commit to user

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Teknik Analisis Data………. 45

(18)

commit to user

DAFTAR MATRIK

Matrik 1 Karakteristik Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II… 77

(19)

commit to user

ABSTRAK

Eny Putriyani, D0307007. 2011. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di Taman Kanak-Kanak (Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja antara Pegawai Laki-Laki dan Pegawai Perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga). Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah perempuan yang bekerja di sektor publik semakin meningkat. Hal yang sama terjadi pada salah satu jenjang pra pendidikan dasar yaitu di taman kanak-kanak. Peminat pekerjaan pada jenjang pendidikan yang sangat terkait dengan dunia anak-anak ini mayoritas diminati perempuan, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi para laki-laki. Tentunya diperlukan adanya pembagian kerja bagi taman kanak-kanak yang memiliki pegawai laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penelitian ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesetaraan gender dalam pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, mengetahui diskriminasi dalam sistem pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, dan mengetahui bias gender yang terjadi pada pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga. Sampel yang digunakan berjumlah 6 orang responden dan 1 orang informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis interaksi dan teknik analisis gender yaitu teknik analisis Harvard. Sedangkan teori yang digunakan adalah Teori Struktural Fungsional dari Talcott Parsons dan Robert K Merton.

Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat disampaikan bahwa pada aktivitas produksi, reproduksi, maupun sosial kemasyarakatan terdapat partisipasi dari pegawai laki-laki maupun pegawai perempuan. Namun, pada aktivitas produksi sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh pegawai perempuan. Sedangkan untuk aktivitas reproduksi dan aktivitas sosial kemasyarakatan terdapat porsi yang sama antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan.

Sedangkan pada profil akses dan kontrol menunjukkan bahwa pegawai laki-laki dan pegawai perempuan memiliki porsi yang sama dalam mengakses dan mengontrol sumber daya yang dimiliki. Meskipun perempuan lebih memegang peranan dalam aktivitas produksi, hal ini tidak menjadikan perempuan sepenuhnya menguasai sumber daya yang dimiliki.

(20)

commit to user

ABSTRACT

Eny Putriyani, D0307007. 2011.Gender Equality in the Civil Division of Labor in kindergarten (Descriptive Qualitative Study on Gender Equality in the Civil Division of Labour between Men and Women Employees in TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga). Thesis: University Degree Program Eleven March Surakarta.

Along with time, the number of women employed in the public sector is growing. The same thing happened with one of the basic level of education in pre-school kindergarten. Interest in the work of the educational level of women were closely linked to the children's world controlling stake, but this should not preclude men. Of course, the Division of labor required for the kindergarten, which the male and female staff. It is in this context the study.

The purpose of this study was to determine gender equality in the division of labor between male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, aware of discrimination in the system of division of labor between male employees and female employees in TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, and knowing gender bias that occurs in male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

The research method used is descriptive qualitative. Purposive sampling technique for sampling of male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga. The sample used amounted to 10 respondents. Data collection techniques used were observation, interviews, and documentation. Analysis techniques using interaction analysis techniques and analysis techniques that gender analysis techniques Harvard. While the theories used are the Structural Functional Theory of Talcott Parsons and Robert K Merton.

In the summary of the results of this study could be presented that the activities of production, reproduction and social participation of the staff of the male and female employees. Nevertheless, the production activity of most of the work performed by women staff. With regard to reproduction and social activity Is equally among male and female members of staff.

While the profile of access and control showed that employed men and women employees have the same part in access to and control over resources. Although more women play an important role in production activities, this does not make a woman in full possession of resources.

(21)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Rineka Cipta : Jakarta.

Budiman, Arief. 1982. Pembagian Kerja Secara Seksual. PT. Gramedia :

Jakarta.

Depdikbud. 1990. Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1990 tentang Pra

Sekolah. Jakarta.

Depdikbud. 1994. Garis-Garis Besar Pedoman Pengajaran di Taman

Kanak-Kanak. Balai Pustaka : Jakarta.

Depdikbud. 1996.Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional

Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta.

Effendi, T.N. 2001. Peran Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi. Dalam

Nursyahbani Katjasungkana dkk, Potret Perempuan : Tinjauan Politik,

Ekonomi, Hukum di Zaman Orde Baru. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka

Pelajar : Yogyakarta.

Handayani, Trisakti. 2008.Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UPT

Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.

Moleong, Lexi J. 1998.Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya :

Bandung.

Mosse, Julia Cleves. 1997. Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar :

Yogyakarta.

Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. PT.

(22)

commit to user

Saptiani, R. 1991. Menuju Kemandirian Perempuan : Persoalan Buruh

Perempuan Industri dalam Kemandirian Perempuan Indonesia. Puslit

KSW UNIBRAW : Malang.

Setneg. 2000. Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Sekretariat

Negara : Jakarta.

Slamet, Y. 2006. Teknik Pengambilan Sampel untuk Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif. Surakarta.

Soekanto, Soerjono. 1990.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press : Jakarta.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta.

Suryadi, Ace & Ecep Idris. 2004. Kesetaraan Gender (Dalam Bidang

Pendidikan). PT. Genesindo : Bandung.

Sutopo, HB. 2002.Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press: Surakarta.

Wolf, Naomi terjemahan Omi Intan Naomi. 1999. Gegar Gender : Kekuasaan

Perempuan Menjelang Abad 21. Pustaka Semesta Press : Yogyakarta.

Jurnal :

Partini, “Potret Keterlibatan Perempuan Dalam Pelayanan Publik di Era

Otonomi Daerah”,Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 7/Maret 2004,

hal. 323.

Jurnal Internasional :

Mayra Buvinic, Andrew R. Morrison, A., Waafas Ofosu-Amaah, and Mirja

Sjoblom, “Equality for Women: Where Do We Stand on Millennium

Development Goal 3?”, Contemporary Sociology: A Journal of Reviews,

2010, hal. 424. http://csx.sagepub.com/content/39/4/436 (diakses pada

Rabu, 20 April 2011).

Torben Iversen dan Frances Rosenbluth, “The Political Economy of Gender:

Explaining Cross-National Variation in the Gender Division of Labor and

(23)

commit to user

No. 1/January 2006, hal. 4. http:/www.people.fas.harvard.edu (diakses

pada Kamis, 21 April 2011).

Laporan Penelitian :

Ir. Suyanto, M.Kes., Analisis Kesenjangan Gender pada Aspek Kebijakan,

Kurikulum dan Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Taman

Kanak-Kanak (TK) Studi di Kota Semarang Jawa Tengah (Pusat Penelitian

Gender Universitas Diponegoro, 2004).

Skripsi :

Lesamana, Angga. 2008. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Peran dan

Tugas Pegawai Rutan Boyolali.

Rahajeng, Siti Andewi. 2006.Pembagian Kerja Berdasarkan Gender.

Data Internet :

Solahuddin, Gazali. Guru Pria Di TK, Mengapa Tidak?

http://www.sweetie’ssite.multiply.comdiakses pada Senin, 11 April 2011.

Wongso, Hervinny.Mendobrak Stigma Genderhttp://www.mediaindonesia.com

diakses pada Minggu, 10 April 2011.

Rahima, Swara. Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung ?

http://www.scribd.com diakses pada Minggu, 10 April 2011.

Konsep Dasar Gender http://www.file.upi.edu diakses pada Kamis, 14 April

(24)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hampir semua kebudayaan di dunia menempatkan perempuan pada

posisi subordinat laki-laki. Terlebih lagi di dunia yang didominasi oleh

budaya patriarkhi, menjadi sulit bagi perempuan untuk memiliki

kesempatan yang sama dengan laki-laki.

Sejalan dengan perkembangan teknologi serta globalisasi terjadi

perubahan tuntutan peran pada wanita, dimana wanita mulai masuk kedalam

peran sosial, seperti mereka melakukan sosialisasi dengan cara keluar

rumah, mengaktualisasikan diri, serta mereka mulai terjun ke dalam

berbagai aktivitas ataupun berbagai macam bentuk kegiatan, bahkan ada

yang terjun ke dalam dunia kerja untuk mengembangkan pendidikannya

serta potensi yang dimilikinya. Bahkan saat ini banyak diantara mereka

yang mulai mencapai posisi penting atau posisi tinggi didalam pekerjaan

mereka. Akan tetapi di lain sisi bagi wanita yang berpandangan tradisional

atau feminim akan tetap merasa bahwa mereka harus bertanggung jawab

terhadap anak, suami, urusan rumah tangga, urusan keluarga, dan lain

(25)

commit to user

Tantangan kemajuan dan globalisasi tersebut mengharuskan kita

melihat peranan laki-laki dan perempuan dalam satu tatanan mitra

kesejajaran yang saling mengisi. Walaupun kita melihat perbedaan biologis

antara laki-laki dan perempuan tetapi kita harus dapat melihat perbedaan

gender yang stereotipe-nya tidak sesuai lagi dengan perkembangan

masyarakat sekarang. Ideologi yang berdasarkan gender ini mempunyai

dampak langsung atas jenis dan nilai pekerjaan yang dilakukan oleh

perempuan, pada umumnya kaum perempuan diposisikan sebagai pekerja

utama sektor domestik yang tidak dibayar dan laki-laki di sektor publik.

Adanya diskriminasi gender di dunia kerja baik sektor formal maupun

informal menjadi kenyataan yang harus dihadapi perempuan. Julia Cleves

Mosse, menyatakan bahwa salah satu ideologi yang paling kuat menyokong

perbedaan gender adalah pembagian dunia kedalam wilayah publik dan

privat. Wilayah publik yang terdiri atas pranata publik, negara,

pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis, kegiatan perusahaan,

perbankan, agama dan kultur di hampir semua masyarakat di dunia ini

didominasi laki-laki.1

Stereotipe peran gender menjadi salah satu faktor penghambat bagi

perempuan untuk memilih jenis pekerjaan maupun mengembangkan karier

di sektor publik. Jika perempuan pada strata menengah ke bawah, bekerja di

sektor publik kebanyakan atas dasar dorongan kebutuhan ekonomi.

Sedangkan bagi perempuan di kelas menengah ke atas, bekerja bagi mereka

1

(26)

commit to user

adalah bagian dari aktualisasi diri. Hal ini selain terkait dengan semakin

terbukanya peluang bagi perempuan untuk memasuki sektor-sektor yang

pada awalnya diperuntukkan hanya untuk laki-laki. Semakin banyaknya

perempuan berpendidikan yang berkeinginan untuk aktif di sektor publik

merupakan konsekuensi logis dari pembukaan peluang yang lebih besar bagi

anak perempuan untuk bersekolah.

Persoalannya, generalisasi bahwa “semua perempuan bekerja hanya

untuk ‘membantu’ suami” atau “semua perempuan bekerja hanya sebagai

kegiatan sampingan” banyak tidak terbukti validitasnya. Bagi perempuan

miskin, dalam situasi krisis ekonomi, banyak perempuan menjadi pencari

nafkah utama keluarga atau bersama-sama suami memberikan kontribusi

finansial hingga 50% dari total penghasilan keluarga, atau bahkan lebih.

Sebenarnya pihak yang diuntungkan dalam kasus diskiriminasi upah adalah

pemilik modal yang dapat menekan biaya produksi melalui pengurangan

komponen biaya tenaga kerja.

Dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki, perempuan di sektor

publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal

(kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena ideologi patriarkhis yang

dominan. Hal ini diindikasikan dengan minimnya jumlah perempuan yang

menduduki posisi pengambil keputusan dan posisi strategis lainnya baik di

sektor pemerintah maupun di sektor swasta. Meskipun persentase

perempuan lebih dari 50% dari total penduduk Indonesia, namun perempuan

(27)

commit to user

Demikian pula dapat dihitung dengan jari, jumlah perempuan yang

menduduki jabatan struktural, bupati, walikota, menteri, dll.2

Sikap mental dan perilaku masyarakat terhadap pemberian

kesempatan bagi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan perlu

ditingkatkan terutama di lingkungan masyarakat atau diluar keluarga,

mengingat bahwa setiap perilaku masyarakat pada umumnya masih

memandang perempuan tidak pantas, tidak wajar dan tidak mampu berperan

diluar lingkungan keluarga dan rumah tangga.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam

bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu.3Sejauh ini

persoalan gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara

dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya

perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari

solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang jika

bersumber dari kaum lelaki.

Jika kita ingin melihat persoalan gender secara lebih berimbang, tentu

saja, kita perlu mengkaji apa sesungguhnya yang ada di "kepala" laki-laki

tentang soal yang klasik ini. Dengan perkataan lain semestinya diperlukan

perhatian yang lebih serius tentang isu-isu gender pada laki-laki, bukan

hanya mendekati dari sisi perempuan.

2

Swara Rahima,Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung ?(http://www.scribd.com). 3

(28)

commit to user

Isu gender mengemuka karena budaya suatu masyarakat yang

mengaitkan peran di masyarakat dengan jenis kelamin. Akibat dari budaya

ini timbul tindakan yang membuat suatu jenis kelamin lebih superior dari

jenis kelamin yang lain, misalnya ada pekerjaan yang khusus laki-laki dan

pekerjaan yang khusus untuk perempuan. Diskriminasi ini menimbulkan

ketidakadilan gender. Budaya dalam masyarakat biasanya juga berimbas

dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga dalam pelaksanaan

tugas-tugas pemerintah, tanpa disadari banyak mengakibatkan ketidakadilan

gender.

Kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan

perlu dibangun dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis.

Pada hakekatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dalam porsi

yang sama sebagai makhluk paling mulia dibandingkan dengan makhluk

lainnya. Dalam realitas yang ada di masyarakat gambaran mengenai kondisi

fisik antara laki-laki dan perempuan mempengaruhi konsep pembagian kerja

antara laki-laki dan perempuan.

Kuatnya persepsi masyarakat dalam mengidentikkan pekerjaan

dengan jenis kelamin tertentu ternyata masih berlaku hingga sekarang.

Pekerjaan yang kasar, menuntut daya tahan tubuh yang tinggi, keterampilan

berpikir cepat dan logis, cenderung menjadi lapangan pekerjaan laki-laki.

Sebaliknya, bidang yang menuntut kerapian, ketelitian, atau kemampuan

mengontrol diri dan emosi, dirasa menjadi kegiatan yang lebih baik

(29)

commit to user

berbagai anggapan negatif, mulai dari cowok kemayu, atau cewek tomboy.

Persepsi inilah yang kemudian membuat pelakunya mengalami kesulitan

ketika harus meyakinkan lingkungan sekitar bahwa tidak ada yang salah

dengan bidang yang ditekuni.4

Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pada beberapa aspek perempuan

kurang dapat berperan aktif karena kondisi dan posisi perempuan yang

dianggap kurang menguntungkan dibandingkan dengan laki-laki. Namun,

banyak kenyataan bahwa perempuan mampu bekerja di bidang pekerjaan

yang didominasi oleh laki-laki seperti polwan, kuli bangunan, dan

sebagainya. Namun, apa jadinya apabila yang terjadi adalah sebaliknya.

Terdapat kenyataan bahwa laki-laki pun ada yang bekerja di bidang yang

didominasi oleh perempuan, salah satunya yaitu di taman kanak-kanak. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak selamanya perempuan akan terpenjara

didalam kesenjangan gender yang selalu memandang rendah dirinya.

Dari sekian banyak jenjang pendidikan yang ada, taman kanak-kanak

(TK) merupakan start of point yang harus dilalui peserta didik dalam

menempuh pendidikan formal, sebelum mereka masuk ke sekolah dasar dan

seterusnya ke sekolah lanjutan serta melanjutkan ke perguruan tinggi.

Sebagai tahap awal pendidikan formal, taman kanak-kanak (TK) menempati

posisi strategis dalam menanamkan nilai-nilai yang tidak mengandung

diskriminasi gender.

4

(30)

commit to user

Kenyataan menunjukkan, saat ini keberadaan taman kanak-kanak

(TK) semakin menjamur, seiring dengan meningkatnya kesadaran para

orangtua untuk menyiapkan anaknya sebelum memasuki gerbang

pendidikan formal sekolah dasar. TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II

merupakan salah satu taman kanak-kanak favorit di kota Salatiga.

Keberadaannya yang merupakan taman kanak-kanak berbasis Islam sedikit

banyak mempengaruhi pola pembelajaran, pengadaan tenaga pendidik,

maupun seleksi bagi para siswanya. Oleh karenanya diperlukan tenaga

pendidik maupun tenaga kerja pendukung lainnya yang memiliki potensi

unggul guna menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.

Bila kita perhatikan, kebanyakan guru maupun pegawai di TK adalah

perempuan. Boleh jadi alasannya karena kaum perempuan sering

diidentikkan dengan kelembutan, kesabaran dan sifat mengayomi, sehingga

bisa lebih dekat dengan anak-anak kecil dibandingkan laki-laki. Akibatnya,

banyak kaum adam yang sebetulnya memiliki motivasi menjadi guru

maupun pegawai tidak memilih menjadi guru maupun pegawai di TK.

Pandangan bahwa guru TK harus perempuan sebetulnya keliru.

Sebenarnya kehadiran guru laki-laki di TK justru memberi manfaat berlipat

ganda bagi sekolah maupun anak didiknya. Pasalnya, ada kebutuhan yang

tidak bisa dipenuhi sosok guru perempuan. Terutama anak didik berjenis

kelamin laki-laki yang tidak terwakili kebutuhan dan kepentingannya.5

5

(31)

commit to user

Sama halnya di Taman Kanak-kanak (TK) Islam Teladan Tarbiyatul

Banin II Salatiga, didalamnya terdapat beberapa tenaga pendidik maupun

pegawai laki-laki.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka peneliti memandang perlu untuk

melakukan penelitian mengenai “Kesetaraan Gender dalam Pembagian

Kerja Pegawai di Taman Kanak-kanak” guna mengidentifikasi

kemungkinan adanya kesenjangan gender diantara para pegawai.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diambil, yaitu “Bagaimana kesetaraan gender

dalam pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di

TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Operasional

a. Untuk mengetahui kesetaraan gender dalam pembagian kerja antara

pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan

Tarbiyatul Banin II Salatiga.

b. Untuk mengetahui diskriminasi dalam sistem pembagian kerja antara

pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan

(32)

commit to user

c. Untuk mengetahui bias gender yang terjadi pada pegawai laki-laki dan

pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

2. Tujuan Fungsional

Untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak

atau instansi terkait dalam upaya meningkatkan minat laki-laki untuk

menjadi pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini, diharapkan mampu untuk memberikan pengetahuan

dan informasi mengenai :

1. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang

kesetaraan gender dalam pembagian kerja pegawai laki-laki dan

pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

b. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam

kaitannya dengan peningkatan kualitas TK Islam Teladan Tarbiyatul

Banin II Salatiga.

c. Menjadi syarat dan tanda bagi penulis untuk menyelesaikan studi

Sarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas

(33)

commit to user

2. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris selanjutnya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Taman Kanak-Kanak di

Kota Semarang tahun 2004, bahwa terdapat bias gender dan ketidaksetaraan

dalam aspek sumber daya manusia pendidikan Taman Kanak-Kanak,

dimana perempuan lebih mendominasi posisi sebagai kepala sekolah dan

guru kelas. Dari keseluruhan jumlah TK yang ada, jumlah perempuan yang

menjadi kepala sekolah (98,21%) lebih banyak dibanding laki-laki (1,79%),

dan jumlah perempuan yang menjadi guru (95,72%) lebih banyak

dibandingkan laki-laki (4,28%). Disamping itu, kebijakan pada tingkat

sekolah yang berbasis agama Islam dalam hal penerimaan guru kelas

berpotensi menyebabkan terjadinya kesenjangan gender, karena hanya

memberikan kesempatan kepada guru perempuan untuk dapat diterima

sebagai guru tetap.6

Dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tulisan Partini,

menunjukkan bahwa dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang biasanya

dikatakan sebagai perpanjangan dari pekerjaan sektor domestik, akses

perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan masih rendah.

6

(34)

commit to user

Berdasarkan temuan IRDA terbukti bahwa jumlah guru TK yang ada,

semuanya perempuan (sangat sedikit guru TK yang laki-laki), guru SD

tercatat kurang lebih 60 persennya adalah perempuan, tetapi dari jumlah

tersebut hanya sekitar 20 persen yang menjadi kepala sekolah. Dari jumlah

yang ada, akses perempuan untuk menjadi kepala sekolah masih rendah.7

Pada jurnal yang memuat tulisan Mayra Buvinic, Andrew R.

Morrison, A., Waafas Ofosu-Amaah, and Mirja Sjoblom menjelaskan

bahwa :

“Yet sociology has its own rich empirical and theoretical tradition studying the relation between women’s economic position and a bevy of outcomes, starting with Husbands and Wives (Blood and Wolfe 1960), which found that employed wives have more decisionmaking power. This clearly-presented volume is a signal achievement. But as work progresses, combining insights across disciplines will be crucial to best meet the challenges and promises of promoting gender equality and empowering women worldwide.”8

(Sosiologi memiliki caranya yang kaya akan tradisi empiris dan

teoritis yang mempelajari hubungan antara posisi ekonomi perempuan dan

sebuah perkumpulan perempuan, dimulai dengan Suami dan Istri (Blood

dan Wolfe 1960), yang menemukan bahwa istri yang bekerja memiliki yang

lebih dalam pengambilan keputusan. Hal ini jelas menunjukkan adanya

sinyal prestasi. Tapi sebagai kemajuan pekerjaan, menggabungkan wawasan

di seluruh disiplin ilmu akan sangat penting terbaik untuk memenuhi

7

Partini,loc. cit. 8

(35)

commit to user

tantangan dan janji-janji mempromosikan kesetaraan gender dan

memberdayakan perempuan di seluruh dunia).

Sedangkan pada jurnal lain yang memuat tulisan Torben Iversen dan

Frances Rosenbluth menjelaskan bahwa :

“Mainstream political economy has tended to treat the family as a unit when examining the distributional consequences of labor market institutions and of public policy. In a world with high divorce rates, we argue that this simplification is more likely to obscure than to instruct.We find that labor market opportunities for women, which vary systematically with the position of countries in the international division of labor and with the structure of the welfare state, affect women’s bargaining power within the family and as a result, can explain much of the cross country variation in the gender division of labor as well as the gender gap in political preferences.

In the latter, women are generally better able to compete on an equal footing with men in the labor market because investments in skills are mostly borne by workers rather than by employers (say, through college education) and because general skills do not depend on staying with a particular employer for a long period of time. Because firms seek to strengthen their position in the international division of labor, they will work politically to create and reinforce institutions that are designed either to protect specific skill investments or to encourage investment in portable skills. Institutions that protect private sector specific skills, such as high job security, seniority pay, and generous employer-financed benefits, tend to reinforce insider-outsider divisions, and since women are more likely to be outsiders, they are at a greater disadvantage compared to more flexible labor markets where low protection encourages investment in general skills. Furthermore, because compression of wage differentials is one way to protect investment in specific skills, some specific skills systems are characterized by high minimum wages that tend to push up the cost of daycare and other family-oriented services.

As a result of these differences, the outside options of women in general skills systems tend to be better than in specific skills systems, and so is their concomitant bargaining power. This implies that, everything else being equal, female labor market participation tends to be lower in specific skills systems.”9

9

(36)

commit to user

(Ekonomi politik utama telah cenderung memperlakukan keluarga

sebagai unit ketika memeriksa konsekuensi distribusi dari institusi pasar

kerja dan kebijakan publik. Kami menemukan peluang pasar tenaga kerja

bagi perempuan, yang bervariasi secara sistematis dengan posisi

negara-negara dalam pembagian kerja internasional dan struktur negara-negara

kesejahteraan , yang mempengaruhi kekuatan tawar perempuan dalam

keluarga dan sebagai hasilnya, dapat menjelaskan banyak variasi lintas

negara dalam pembagian kerja berdasarkan gender dan kesenjangan gender

dalam preferensi politik.

Dalam kasus terakhir, wanita umumnya lebih mampu bersaing pada

kedudukan yang sama dengan laki-laki di pasar tenaga kerja karena

investasi dalam keterampilan terutama dipakai oleh para pekerja daripada

pengusaha (misalnya melalui pendidikan tinggi) dan karena keterampilan

umum tidak tergantung pada majikan tertentu untuk jangka waktu yang

panjang.

Sebagai akibat dari perbedaan ini, di luar pilihan perempuan dalam

sistem keterampilan umum cenderung lebih baik daripada sistem

keterampilan khusus, dan sebagainya adalah kekuatan tawar atas mereka. Ini

berarti bahwa, segala sesuatu yang lain sama, partisipasi perempuan dalam

pasar tenaga kerja cenderung lebih rendah dalam sistem keterampilan

(37)

commit to user

Penelitian mengenai pembagian kerja juga dilakukan oleh Angga

Lesmana, yang melihat pada pembagian peran dan tugas pegawai Rutan

Boyolali. Dalam penelitian tersebut permasalahan yang terjadi adalah bahwa

masih terdapat kesenjangan gender dalam pembagian peran dan tugas antara

pegawai rutan laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan bekerja

pada fungsi staf, namun laki-laki terdapat di seluruh bidang tugas di Rutan

Boyolali. Karena kebanyakan perempuan hanya bekerja pada bagian staf,

kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (dalam hal ini

tahanan dan napi) menjadi terhambat. Selain itu, keseluruhan jabatan inti

dipegang oleh laki-laki, maka kontrol perempuan menjadi sangat rendah

dalam pengambilan keputusan. Adapun faktor-faktor penyebab kesenjangan

gender disini ada beberapa faktor, yang pertama yakni budaya patriarkhi

yang masih kental. Dominasi laki-laki atas perempuan disini juga terasa

karena pegawai perempuan lebih banyak dijalankan pada fungsi staf. Kedua,

beban ganda yang diemban perempuan membuat mereka memiliki tugas

yang berat, yakni untuk melaksanakan peran domestik (pekerjaan rumah

tangga) dan peran publik (bekerja untuk mengembangkan karier). Ketiga,

subordinasi, yakni anggapan bahwa perempuan tidak penting dalam

pengambilan keputusan politik. Keempat, stereotype (pelabelan) negatif

yang diberikan kepada perempuan. Misalnya, mengapa perempuan lebih

(38)

commit to user

sosial perempuan sehingga mereka adalah makhluk yang halus dan

emosional.10

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Siti Andewi, yang

membahas tentang pembagian kerja dan sistem pengupahan buruh tembakau

di PT Perkebunan Nusantara X Klaten justru berbeda. Dalam penelitian

tersebut bias gender tidak terjadi dalam sistem pembagian kerja, karena

buruh perempuan sangat dibutuhkan dan menjadi prioritas dalam

mengerjakan suatu jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang membutuhkan

ketelitian, kesabaran dan keuletan karena dirasa paling cocok dikerjakan

oleh buruh perempuan. Dalam sistem pengupahan, kaitannya dengan

pembagian kerja berdasarkan gender tersebut tidak terdapat perbedaan

antara buruh laki-laki dan perempuan. Semua buruh mendapatkan upah

yang sama sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten. Sedangkan untuk

buruh pengawas tetap, terdapat sedikit perbedaan dalam penerimaan upah,

namun hal tersebut tidak mencerminkan bias gender karena semua buruh

pengawas tetap di gudang adalah perempuan.11

Antropolog bernama Margaret Mead, dalam Male and Female

menemukan bahwa dalam masyarakat-masyarakat pra-industri, pada waktu

perempuan mulai melakukan pekerjaan-pekerjaan ‘khas lelaki’, para

laki-laki seketika menciptakan pekerjaan baru yang belum diberi label, dan

memberinya merek ‘khusus laki-laki’. Pekerjaan itu lantas dipakai untuk

10

Angga Lesmana, Kesetaraan Gender dalam Pembagian Peran dan Tugas Pegawai Rutan Boyolali, 2008.

11

(39)

commit to user

mendefinisikan mana yang ‘khas laki-laki’, mana yang ‘khas perempuan’.12

Temuan Mead ini mensugestikan bahwa perilaku semacam itu adalah

keharusan kultural, salah satu hal yang mencerminkan apa yang dirasakan

pula oleh perempuan andai lelaki menyerobot pekerjan-pekerjaan ‘khas

perempuan’. Ini akan terasa seperti pelanggaran wilayah atau kedaulatan.

Jika ini terjadi, maka tekanan jiwa yang diakibatkannya pantas direnungkan

dan bahkan mungkin juga dikasihani, ketimbang mengejek dan mengutuk

laki-laki. Bila mereka ingin berdialog agar keduanya lolos dari krisis,

mungkin perempuan memahami mundurnya, pun bila lelaki memobilisasi

diri secara habis-habisan demi menjaga kekuasaan politiknya yang mulai

keropos.

Perempuan merasa butuh membuang banyak waktu melakukan

kegiatan-kegiatan humas bagi kesetaraan, tapi tidak lagi perlu baginya untuk

mencoba meminta agar ‘pihak oposisi’ terketuk hatinya untuk menerapkan

keadilan, apa yang sudah sepantasnya diperoleh perempuan. Tak peduli siap

atau tidak, ‘masyarakat’ tidak lagi punya kekuasaan untuk mengurung

perempuan di tempat mereka semula. Sebab perempuan kini punya

kekuatan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang mereka butuhkan dalam

mencapai kesetaraan.

Kesetaraan bukan lagi sesuatu yang dimohon dari orang-orang lain.

Pergeseran titik-berat ini menuntut perempuan agar mulai memandang diri

sebagai agen potensial bagi perubahan, dengan banyak sumber daya.

12

(40)

commit to user

Sesungguhnya, apa artinya menggagas rancangan kesetaraan apabila dalam

kenyataan perempuan sudah dari sananya berhak atas demokrasi yang

sebenarnya.

Sekaranglah saatnya bagi para perempuan, dimana

perubahan-perubahan yang nyata bagi perempuan tergantung kepada kesediaan

perempuan sendiri untuk memegang kekuasaan lengkap dengan

godaan-godaan dan tanggung jawabnya, menerapkan demokrasi dengan segenap

konflik terbuka yang ada padanya, mengguanakan uang dengan segala

kesenangan maupun bahayanya.

F. DEFINISI KONSEPTUAL

1. Gender

1.1. Definisi Gender

Diskusi gender pada umumnya berkisar pada sifat (the nature

of) hubungan antara pria dan wanita sebagai dua kelompok yang

berbeda. Wanita dan pria berbeda secara badaniah maupun

psikologis. Gender melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari

segi karakteristik, sikap dan perilaku masing-masing dalam konteks

sosial budaya, berbeda dengan seks yang hanya melihat perbedaan

tersebut dari sudut jenis kelamin saja.

Menurut Inpres No. 12 tahun 2000, gender adalah konsep yang

mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan

(41)

commit to user

sosial budaya masyarakat. Berdasarkan GBHN 1999, arah dari

kebijakan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

pemberdayaan perempuan, kesetaraan dan keadilan gender di segala

aspek pembangunan. Kesetaraan gender yang dimaksud adalah

kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh

kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan

dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya,

pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil

pembangunan tersebut. Sedangkan keadilan gender adalah suatu

proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.13

Dalam istilah lain, gender adalah interpretasi mental dan

kultural terhadap pembedaan kelamin dan hubungan antara laki-laki

dan perempuan. Kadang-kadang interpretasi mental ini lebih

merupakan keadaan ideal daripada apa yang sesungguhnya

dilakukan dan dapat dilihat. Gender biasanya dipergunakan untuk

menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi pria dan

wanita. Seringkali kegiatan didefinisikan sebagai milik laki-laki atau

perempuan yang diorganisasikan dalam hubungan saling

ketergantungan.

Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara

sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal

13

(42)

commit to user

lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sedangkan laki-laki

dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri

merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki

yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada

perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari

sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat

yang lain.14

Sementara itu, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan Republik Indonesia mengartikan gender adalah

peran-peran sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat, serta tanggung

jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan

masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh

keduanya (laki-laki dan perempuan).15

Dari berbagai definisi gender di atas maka dapat disimpulkan

bahwa gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang

sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah

tergantung tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status

sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, dan

ekonomi. Oleh karenanya, gender bukanlah kodrat Tuhan, melainkan

buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif.

Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan.

Sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan

14

Mansour Fakih,loc. cit.

15

(43)

commit to user

Tuhan) yang berlaku di mana saja dan sepanjang masa yang tidak

dapat berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan

perempuan.

1.2. Ketimpangan Gender

Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam memahami

konsep gender saati ini yaitu, ketidakadilan dan diskriminasi gender

di satu pihak, dan kesetaraan serta keadilan gender di pihak lain.

Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik

kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.16

Untuk menganalisis persoalan ketidakadilan gender, perlu

dipahami terlebih dahulu pengertian dari seks (jenis kelamin) dan

gender itu sendiri. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan

atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara

biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa

manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki sifat seperti

berikut; laki-laki adalah manusia yang memiliki jakala (kala

menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki

alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat

tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan

laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak

bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia

16

(44)

commit to user

laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak dapat berubah dan

merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai

ketentuan Tuhan atau kodrat.17

Sebagaimana dikemukakan oleh Kerstan (1995), jenis kelamin

bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat

diubah.18

Bentuk manifestasi ketidakadilan akibat diskriminasi gender

itu meliputi marginalisasi, subordinasi, pandangan stereotipe,

kekerasan dan beban kerja.

a. Proses marginalisasi (peminggiran, pemiskinan) atas

perempuan maupun laki-laki yang disebabkan karena jenis

kelaminnya adalah salah satu bentuk ketidakadilan yang

disebabkan oleh gender. Contohnya, banyak pekerja perempuan

yang tersingkir dan menjadi miskin akibat program pembangunan

seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan pada

petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari beberapa jenis

kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan

keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki oleh laki-laki.

Sebaliknya, banyak lapangan pekerjaan yang memerlukan

kecermatan menutup pintu bagi laki-laki karena anggapan bahwa

laki-laki kurang teliti dalam melakukan pekerjaan yang

memerlukan kecermatan dan kesabaran. Demikian pula banyak

17

Mansour Fakih, loc.op. cit., hal. 8. 18

(45)

commit to user

pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan, seperti

guru taman kanak-kanak, sekretaris, atau perawat, dinilai lebih

rendah dibanding pekerjaan laki-laki.

b. Subordinasi gender adalah keyakinan dan perlakuan yang

menunjukkan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih

penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya.

Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan

kedudukan dan peran perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan, maupun aturan

birokrasi yang menempatkan kaum perempuan pada tatanan

subordinat.

c. Pelabelanatau penandaan (stereotipe)yang sering kali bersifat

negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Pandangan

terhadap perempuan bahwa tugas dan fungsinya melaksanakan

pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas

domestik adalah suatu ketidakadilan gender. Label perempuan

sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika hendak

aktif dalam kegiatan laki-laki seperti politik, bisnis, atau

birokrasi.

d. Kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran

muncul dalam berbagai bentuk. Kata “kekerasan” yang

merupakan terjemahan dari “violence” artinya suatu serangan

(46)

commit to user

Pelaku kekerasan yang bersumber pada gender

bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti di rumah tangga

maupun di tempat umum, ada juga yang berlangsung didalam

masyarakat dan negara.

e. Beban kerja yang merupakan diskriminasi dan ketidakadilan

gender adalah beban kerja yang harus dijalankan salah satu jenis

kelamin tertentu. Berbagai observasi menunjukkan bahwa

perempuan mengerjakan 90% dari pekerjaan rumah tangga,

sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah, selain bekerja

di wilayah publik mereka juga harus mengerjakan pekerjaan

domestik.19

1.3. Kesetaraan Gender

Berdasarkan perspektif gender, perbedaan peran antara

laki-laki dan perempuan berakar pada ideologi gender (Gailey, 1987).

Saptiani (1991) menjelaskan bahwa ideologi gender adalah segala

aturan, stereotipe yang mengatur hubungan antara laki-laki dan

perempuan yang paling awal melalui pembentukan identitas

maskulin dan feminim.20 Diyakini bahwa secara biologis laki-laki

dan perempuan itu berbeda maka peran mereka juga harus berbeda.

Ideologi gender menyebebkan adanya pemilahan jenis pekerjaan,

19

Konsep Dasar Gender(http://www.file.upi.edu) 20

(47)

commit to user

ada pekerjaan yang cocok untuk perempuan dan jenis pekerjaan yang

hanya cocok untuk laki-laki. Perbedaan ini telah disosialisasikan

sejak lahir. Ketidakadilan ini mengejawantah dalam perilaku

masyarakat. Jadi, ikhwal ketimpangan bukan terletak pada

ketidakmampuan perempuan, tetapi lebih disebabkan ideologi,

sistem dan struktur yang bersumber dari ketidakadilan gender.21

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana

porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi,

seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat

perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki.

Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah:

a. Akses, yaitu kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki

pada sumber daya pembangunan.

b. Partisipasi, perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama

dalam proses pengambilan keputusan.

c. Kontrol, perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang

sama pada sumber daya pembangunan.

d. Manfaat, pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama

bagi perempuan dan laki-laki.

21

(48)

commit to user

Kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana terjadi

kesetaraan atau keadilan sosial antara laki-laki dan perempuan.

Kesetaraan sosial ini meliputi perlakuan yang sama antara laki-laki

dan perempuan dengan menentang subordinasi perempuan terhadap

laki-laki di lingkungan rumah tangga mereka, melawan pemerasan

dalam keluarga, menentang status yang terus menerus rendah di

tempat kerja, dalam masyarakat, serta dalam agama di negerinya dan

menentang beban ganda yang mereka tanggung dalam produksi dan

reproduksi.

Pemaknaan kesetaraan gender dalam pengertian yang umum

tersebut berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam

ukuran yang setara. Orang harus mengakui bahwa laki-laki dan

perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial,

ekonomi, politik, dan budaya. Keduanya memiliki hak yang setara

dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Dengan

demikian, kesetaraan gender merupakan penilaian yang sama yang

diberikan masyarakat atas kesamaan dan perbedaan antara

perempuan dan laki-laki, dan atas berbagai peran yang mereka

lakukan.

Konsep kesetaraan gender ini memenag merupakan suatu

konsep yang sangat rumit dan mengundang kontroversi. Hingga saat

ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari kesetaraan antara

(49)

commit to user

yang dimaksud adalah persamaan hak dan kewajiban, yang tentunya

masih belum jelas. Kemudian ada pula yang mengartikannya dengan

konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan, yang juga

masih belum jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa antara

laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan

aktualisasi diri, namun harus sesuai dengan kodratnya

masing-masing.22

2. Pembagian Kerja

Menurut Emille Durkheim yang menganalisa sebab akibat dari

pembagian kerja adalah disebabkan oleh perusahaan-perusahaan,

demografik serta akibatnya pada frekuensi interaksi antara manusia dan

pada perjuangan kompetitif untuk mempertahankan hidup, karena

penduduk bertambah perjuangan untuk hidup juga bertambah. Akibatnya,

individu secara bertahap meningkatkan spesialisasinya karena mencari

suatu jalan untuk tetap hidup. Selanjutnya karena individu berspesialisasi

maka menjadi efisien, yang memungkinkan penduduk yang lebih besar

itu dapat bertahan.23

Dalam The Division of Labour, Durkheim mengatakan bahwa

perkembangan bentuk modern dari masyarakat berasosiasi dengan

perluasan individualisme. Ini adalah suatu gejala yang jelas berkaitan

dengan munculnya pembagian kerja, yang menghasilkan spesialisasi

22

Riant Nugroho,Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia, hal. 27. 23

(50)

commit to user

fungsi pekerjaan orang, dan oleh karena itu membina perkembangan

bakat-bakat spesifik, kemampuan-kemampuan dan pendirian-pendirian

yang tidak dimiliki setiap orang dalam masyarakat, tetapi yang hanya

dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu. Dikatakan Durkheim bahwa

tidak sukar untuk memperlihatkan adanya aliran-aliran kuat mengenai

ideal-ideal moral dalam abad sekarang ini, yang mengungkapkan

pendirian-pendirian bahwa kepribadian masing-masing orang sebaiknya

dikembangkan sesuai dengan sifat-sifat spesifik yang dimiliki orang itu

dan oleh karena itu tidak setiap orang harus menerima pendidikan yang

seragam. Kemudian Durkheim menambahkan bahwa pembagian kerja

tidak seluruhnya merupakan suatu gejala modern, hanya saja dalam

jenis-jenis masyarakat yang lebih tradisional, pembagian kerja belum

sempurna dan biasanya dibatasi atas dasar suatu pembagian jenis

kelamin. Suatu tingkatan atas spesialisasi didalam pembagian kerja,

terutama di bidang produksi industri modern merupakan akibat biasa.24

Mengenai pembagian kerja, Abdul Syani mendefinisikan sebagai

berikut :

“Pembagian kerja adalah suatu pemecahan tugas dengan sedemikian rupa sehingga setiap orang atau karyawan dalam organisasi bertanggung jawab dan melaksanakan aktivitas tertentu saja”.25

24

Anthony Giddens (1895), hal. 91. 25

(51)

commit to user

Dalam pembagian kerja hendaknya ada penyesuaian antara

kemampuan dan keahlian dengan jenis pekerjaan yang akan ditangani,

disamping itu harus disertai pada prosedur dan disiplin kerja yang mudah

dipahami dan dilaksanakan.

3. Pegawai

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pegawai berarti orang yang

bekerja pada pemerintah (perusahaan, dsb). Pegawai juga dapat berarti

karyawan atau anggota personalia (kantor : pekerja resmi baik negara

ataupun pemerintah).26

4. Taman Kanak-Kanak

Tap MPR RI No. 11/MPR/1993 tentang GBHN dijelaskan bahwa,

pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan

dilaksanakan sedini mungkin dan merupakan tanggung jawab keluarga,

masyarakat, dan pemerintah. Salah satu bentuk pendidikan yang

dilakukan sejak dini adalah dengan adanya Taman Kanak-Kanak (TK),

karena TK merupakan salah satu bentuk pendidikan yang disediakan bagi

anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar.

26

(52)

commit to user

TK sebagai bagian dari pendidikan prasekolah merupakan salah

satu dari jenis sekolah-sekolah yang ada. TK adalah jenjang pendidikan

prasekolah untuk anak-anak. TK sebagai lembaga pendidikan yang

berada di jalur pendidikan sekolah mempunyai peran yang penting

sebagai langkah awal untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti

yang tertuang dalam GBHN. Tujuan TK sebagai bagian dari pendidikan

prasekolah secara khusus diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0489/U/1992 yang berisi tujuan

pendidikan TK.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 025/O/1995, yang dimaksud dengan Taman

Kanak-Kanak adalah satu bentuk satuan pendidikan prasekolah pada

jalur pendidikan sekolah yang menyediakan pelayanan pendidikan secara

dini bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar

dengan lama pendidikan 1 (satu) atau 2 (dua) tahun.27

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia No. 0489/U/1992 dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1990

Bab II pasal 3 menyatakan bahwa “pendidikan TK bertujuan untuk

membantu anak meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, perilaku,

pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak

didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk

27

(53)

commit to user

pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya”. TK didirikan sebagai

usaha mengembangkan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka

menjembatani pendidikan dalam keluarga menuju pendidikan sekolah.28

G. LANDASAN TEORI

Dalam penelitian untuk mengkaji permasalahan mengenai kesetaraan

gender dalam pembagian kerja pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul

Banin II, peneliti menggunakan pendekatan teori sosiologi sebagai

landasannya. Oleh karenanya perlu untuk terlebih dahulu mengetahui

definisi Sosiologi itu sendiri. Menurut Pitirin A Sorokin sosiologi

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang :

a. Hubungan antara pengaruh timbal balik antara gejala-gejala sosial

(misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral,

hukum dengan ekonomi, dll).

b. Hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala sosial dengan

non-sosial.

c. Ciri-ciri umum dari semua gejala sosial.29

28

Depdikbud,Garis-Garis Besar Pedoman Pengajaran di Taman Kanak-Kanak(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 1.

29

Gambar

Tabel 1Kerangka Analisis Harvard
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4Tupoksi Komite Sekolah TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pertimbangan yang diambil peneliti adalah bahwa belajar menyelesaikan masalah adalah alasan prinsipil untuk mempelajari matematika, juga melihat pada kemampuan siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah pencapaian hasil belajar siswa aspek kognitif yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih

Mencakup berbagai aspek: isi, metode, proses, subjek, evaluasi.. 1) Isi pendidikan moral harus komprehensif, meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Pada tahap awal Panitia melakukan koreksi aritmatika terhadap semua penawaran yang masuk dan melakukan evaluasi setelah koreksi aritmatika Evaluasi penawaran

[r]

Mata kuliah Praktikum Geomatika I berisi berbagai macam jenis paraktik pengukuran, yaitu: pengukuran beda tinggi cara trigonometris, pengukuran untuk pemetaan situasi sederhana,