• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Keluarga"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENDIDIKAN FORMAL IBU DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

PADA KELUARGA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AYU MUTIARA SARI G0006050

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsidengan judul :Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Keluarga

Ayu Mutiara Sari, G0006050, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapanDewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 27 Mei 2010

Pembimbing Utama

Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc., Ph.D.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 24 Mei 2010

(4)

ABSTRAK

AYU MUTIARA SARI, G0006050, 2010. Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Keluarga.

Tujuan penelitian: Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan yang serius. Jumlah kasus DBD cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun sampai saat ini telah dipakai berbagai strategi pencegahan maupun penanggulangan, tetapi tampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam Berdatah Dengue pada keluarga.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah warga di salah satu daerah endemis demam berdarah dengue yaitu di Kelurahan Karangasem Surakarta. Perilaku masyarakat diukur dengan menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap pencegahan demam berdarah dengue yang terdiri atas 20 item pertanyaan.

Hasil penelitian: Hasil penelitian dari total 60 sampel didapatkan skor rata-rata perilaku pencegahan 25 dari skor 40, sedangkan untuk latar belakang pendidikan formal yaitu SD sebanyak 25%, SMP 16,67%, SMA 43,33%, Perguruan Tinggi 15%. Simpulan penelitian: Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pendidikan formal dan perilaku ibu dalam pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik perilku pencegahan DBD.

(5)

ABSTRACT

AYU MUTIARA SARI, G0006050, 2010. Correlation Between Maternal Formal Education and Dengue Hemoragic Fever Prevention in Family.

Objective: In Indonesia, Dengue Hemoragic Fever (DHF) is still a serious health problem. The number of DHF cases tends to increase from year to year. Although so far has used a variety of prevention and mitigation strategies, but apparently have not provided the expected results. This study aims to determine correlation between maternal formal education with behavioral prevention of Dengue Hemoragic Fever in family.

Methods: This was an observational analytic study using cross sectional study. Subject were resident in one of the endemic areas of DHF in the village of Karangasem Surakarta. Community behavior is measured through a questionnaire which included questionnaires of knowledge, attitudes, and community action toward prevention of DHF which consists of 20 items of questions.

Results: The results of a total of 60 samples abtained an average score of 25 from preventive behavior score 40, while for the formal educational background as much as 25% of elementary, 16.67% of junior high school, 43.33% of senior high school, and 15% of university.

Conclusion: This study concludes that there is a statistically significant correlation between maternal formal education and Dengue Hemoragic Fever prevention in family. The higher the education level of mothers, the better the behavior of DHF prevention.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahu wa Ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue pada Keluarga.”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi. 4. Vicky Eko Nurcahyo H., dr., M.Sc., Sp.THT-KL selaku Pembimbing

Pendamping atas semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi. Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi.

8. Semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis maupun sekedar bertukar pikiran dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik selalu dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.

(7)

DAFTAR ISI

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A. Jenis Penelitian ... 17

B. Lokasi Penelitian ... 17

C. Subyek Penelitian ... 17

D. Teknik Sampling ... 17

E. Rancangan Penelitian ... 18

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 18

(8)

H. Cara Penelitian... 19

I. Teknis Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL PENELITIAN... 21

A. Data Hasil Penelitian ... 21

B. Analisis Data Penelitian ... 22

BAB V PEMBAHASAN ... 25

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Simpulan ... 30

B. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Kuesioner Penelitian

Lampiran B. Tabel Tingkat Pendidikan dan Skor Perilaku Pencegahan DBD Lampiran C. Surat Ijin Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah di Indonesia.

Strategi untuk mencegah meluasnya dan bertambahnya kasus DBD ini masih perlu

melibatkan peran serta masyarakat (Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan, DepKes RI, 2007).

Pemberantasan dan pencegahan merebaknya penyakit ini sangat tergantung

dari pengetahuan dan perilaku masyarakat khususnya dalam menjaga kebersihan

lingkungan seperti kebersihan tempat penampungan air dan sampah yang menampung

air. Bahkan telah diperkirakan pada saat musim hujan akan terjadi peningkatan populasi

nyamuk Aedes aegypti yang mengakibatkan timbulnya ledakan wabah DBD di daerah

endemis setiap lima tahun (Suharyono, 1999).

Jumlah kasus DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, jumlah kasus

tersebut tahun 2002, 2003, 2004 masing-masing sebanyak 40.377; 52.000; 79.462

(12)

antaranya meninggal dunia, meningkat dari jumlah kasus tahun 2005 yang total

sebanyak 95.000 kasus dan 1.350 di antaranya berakibat kematian (Ditjen Bina

Kesehatan Masyarakat, DepKes RI, 2007). Pada empat bulan pertama tahun 2007 angka

kejadian DBD melonjak drastis. Kasus penyakit DBD di seluruh Indonesia diperkirakan

mencapai 125.000 selama 2007 (Zubairi, 2007). Pada tahun 2008, kasus DBD di

Indonesia tercatat 137.469 kasus. Sedangkan tahun 2009, dari Januari–Juli kasus DBD di

Indonesia tercatat sebanyak 77.489 orang (Emawati, 2009)

Separuh lebih wilayah kota Solo merupakan daerah endemis demam berdarah.

Dari 51 kelurahan, 38 di antaranya berstatus daerah endemis. Daerah endemis

terutama berada di lokasi rendah, seperti kelurahan Pucangsawit, kelurahan Nusukan,

kelurahan Karangasem, dan kelurahan Semanggi yang memiliki banyak genangan air

(Wahyuningsih, 2007).

Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M Plus

dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga dapat

mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah perilaku dan lingkungan

yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk Aedes aegypti (Kandun,

2004).

Pencegahan penyakit DBD menjadi begitu penting dikarenakan antara lain

mobilitas penduduk tinggi, curah hujan yang tinggi, dan masih rendahnya kesadaran

masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan pribadi serta lingkungan. Rendahnya

tingkat pendidikan akan menghambat program pembangunan kesehatan. Seseorang

(13)

akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka bersifat

konservatif, karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik (Kasnodiharjo, 1998).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peningkatan kasus DBD merupakan

hal yang perlu diwaspadai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku

pencegahan DBD dan salah satunya adalah tingkat pendidikan, maka peneliti ingin

mengetahui lebih lanjut adakah hubungan antara pendidikan formal ibu dengan

perilaku pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga.

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan

demam berdarah dengue pada keluarga?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku

pencegahan demam berdarah dengue pada keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perilaku

pencegahan Demam Berdarah Dengue, pada daerah endemis di Surakarta.

2. Manfaat Aplikatif

a.Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan oleh

(14)

b.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi warga khususnya ibu

rumah tangga, ibu-ibu PKK maupun ibu-ibu kader untuk senantiasa

meningkatkan pendidikan dan pengetahuan dalam rangka memperbaiki perilaku

pencegahan demam berdarah dengue.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Formal

Pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu paedugogie

yang berarti membimbing anak. Secara luas pendidikan adalah usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah yang

berlangsung seumur hidup.

Menurut sifatnya, pendidikan dibagi menjadi:

a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.

Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari

maupun dalam pekerjaan masyarakat.

b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat

dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat, pendidikan ini berlangsung di

(15)

c. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara teratur dan

sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.

Menurut tingkat dan sistem persekolahan di Indonesia pendidikan

dikelompokkan menjadi:

a. Tingkat pra sekolah

b. Tingkat Sekolah Dasar

c. Tingkat Sekolah Menengah Pertama

d. Tingkat Sekolah Menengah Atas, maupun Kejuruan STM, SMEA

e. Tingkat Perguruan Tinggi, jalur gelar (S-1, S-2, S-3) dan jalur non gelar (D-1, D-2,

D-3)

(Ahmadi dan Uhbiyanti, 1991)

2. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue ialah penyakit yang terdapat pada anak dan

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama disertai beberapa atau semua gejala

perdarahan seperti petekia spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis,

epistaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa

protrombin memanjang, hematokrit meningkat, dan gangguan maturasi

(16)

a. Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus B dan

dikenal ada 4 serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Hassan R. dan Alatas H.

1997).

b. Patogenesis

Virus dengue dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus

sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang

pertama kali dapat memberi gejala sebagai diagnosis banding. Demam Berdarah

Dengue dapat terjadi apabila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama

kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Hendrawanto, 2000).

c. Kriteria klinis DBD, yaitu:

1) Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari.

2) Terjadi manifestasi perdarahan.

3) Pembesaran hati.

4) Kegagalan sirkulasi.

(Hassan dan Alatas, 1997).

d. Klasifikasi infeksi virus Dengue

Pembagian derajat DBD:

Derajat I : Gejala tersebut di atas disertai uji tourniquet positif.

Derajat II : Gejala tersebut di atas disertai perdarahan spontan.

Derajat III : Gejala tersebut di atas disertai kegagalan sirkulasi.

(17)

e. Data Laboratorium

Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah kenaikan

hematokrit 20% atau lebih trombositopenia, leukositosis ringan, waktu

perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (Behrman;

Kliegman; Arvin, 2000).

f. Diagnosis Diferensial

Penderita yang memiliki kemiripan gejala dengan demam berdarah dengue

antara lain; malaria, demam tifoid, leptospirosis, campak, influenza, infeksi EBV,

enterovinis, dan infeksi HIV akut (Hayward; Syndheimer; William, 2003).

g. Epidemiologi

Kriteria daerah terhadap kasus DBD

Potensial : suatu daerah dengan pemukiman padat, mobilitas penduduk

tinggi dan memiliki ketinggian di bawah 500 meter permukaan

laut.

Sporadis : bergantian tahun (selang-seling) ditemukan kasus DBD.

Endemis : dalam tiga tahun terakhir ditemukan kasus secara terus-

menerus dalam satu wilayah desa.

(Hendarwanto, 2000).

(18)

Penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara

nyamuk Aedes. Nyamuk pembawa virus dengue yang paling utama adalah jenis

Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus relatif jarang. Aedes aegypti

umumnya berkembang biak di rumah penduduk, Aedes albopictus lebih suka di

cekungan dahan pohon yang menampung air (Judarwanto, 2007).

i. Penularan DBD

Melalui gigitan nyamuk Aedes yang menggigit penderita DBD kemudian

ditularkan kepada orang sehat. Masa menggigitnya yang aktif ialah pada awal

pagi yaitu dari pukul 8 hingga 10 dan sore hari dari pukul 3 hingga 5. Apabila

nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengidap infeksi

dengue, virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Diperlukan waktu 9 hari

oleh virus dengue untuk hidup dan membiak di dalam air liur nyamuk. Apabila

nyamuk yang dijangkiti menggigit manusia, ia akan memasukkan virus dengue

yang berada di liurnya ke dalam sistem aliran darah manusia (Judarwanto,

2007).

3. Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan DBD

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan demam berdarah dengue.

Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk

mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara

(19)

berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Variabel-variabel yang

mempengaruhi partisipasi ibu rumah tangga dalam pemberantasan sarang nyamuk

antara lain pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan serta adanya pemberian

informasi tentang pencegahan demam berdarah dengue (Achmadi, 2002).

a. Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue yang paling baik adalah

dengan mengeliminasi nyamuk dengan cara mengeliminasi tempat-tempat

berbiaknya. Karena nyamuk Aedes menyukai genangan air jernih sebagai

tempat berbiak, maka langkah-langkah berupa 3M yaitu menguras, menutup

dan mengubur tempat atau barang yang sekiranya dapat menjadi tempat air

menggenang, merupakan langkah pencegahan paling utama. Selain itu

menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk dapat mengurangi risiko tergigit

oleh nyamuk Aedes (Wijaya, 2007).

Pemberantasan vektor tersebut dapat dilakukan beberapa cara metode,

yaitu:

1) Lingkungan : metode lingkungan untuk mengendalikan vektor antara

lain dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,

menyingkirkan tempat perkembangan nyamuk dan perbaikan desain

rumah.

2) Biologis : pengendalian biologis antara lain dengan ikan pemakan jentik,

(20)

3) Kimiawi : dengan pengasapan/fogging (dengan menggunakan

malathion/fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan

sampai batas waktu tertentu. Dapat juga memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat penampungan air, seperti gentong air, vas bunga,

kolam dan lain-lain (Trisnantoro, 1992).

Cara yang paling efektif dalam mencegah demam berdarah adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan gerakan 3M plus

yaitu; menguras, menutup, mengubur, selain itu dengan memelihara ikan

pemakan jentik, mengubur larvasida, memakai kelambu di kamar tidur,

memasang kasa, menyemprot insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk, dan lain-lain sesuai kondisi tempat (Wahono, 2004).

Untuk mencegah gigitan nyamuk, upayakan agar selalu memasang kawat

nyamuk halus pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah.

Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau di tempat yang

tidak terjangkau sinar matahari, serta menjaga selalu kebersihan lingkungan

(Rozanah, 2004).

b. Perilaku Pencegahan Masyarakat

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan

serta lingkungan. Perilaku di sini meliputi sikap, pendapat maupun tindakan

(21)

Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,

sikap) maupun tindakan nyata atau praktek. Sedangkan stimulus di sini terdiri

dari 4 unsur pokok yakni sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan

lingkungan (Notoatmodjo, 2000).

Dalam masalah ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan

DBD dengan memutus mata rantai penularannya yaitu dengan pemberantasan

vektor penyakit Demam Berdarah Dengue. Namun yang terdepan dan strategis

dalam pelaksanaan pencegahan DBD ini adalah perilaku keluarga dalam

memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD di lingkungannya. Perilaku

keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan tanggung

jawab mental dan emosional (Silalahi, 2004).

Keterlibatan tanggung jawab meliputi penyediaan sarana kesehatan

lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan misalnya penyediaan tong

sampah, pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara

sehingga tidak menjadi perindukan vektor penyakit DBD misalnya memelihara

parit dengan tidak membuang sampah kedalamnya, pemantauan dan

pengawasan lingkungan rumah tangga dan halaman erat kaitannya dalam

pencegahan DBD (Nadesul, 2004).

Keterlibatan emosional menyangkut berbagai anjuran-anjuran kepada

anggota keluarga dengan berbuat sesuatu dalam kaitannya dengan penyediaan

sarana dan upaya pemberantasan DBD (Marlina, 2009). Masyarakat juga

(22)

paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam rangka mencegah

dan memberantas penyakit DBD di masa yang akan datang.

Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat dapat

berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan

serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemberantasan Sarang Nyamuk

secara umum adalah melakukan gerakan 3M. di tempat penampungan air

seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti

abate.

Ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu,

tapi pemberantasannya harus diulang setiap periode waktu tertentu. Dengan

demikian gerakan PSN dengan 3M Plus yaitu menguras tempat-tempat

penampungan air minimal seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk

abate untuk membunuh jentik nyamuk (Judarwanto, 2007).

Masyarakat dapat ikut berperan dalam 3 upaya pemberantasan penyakit

DBD yaitu surveilans penyakit, diagnosis dan pengobatan dini, pemberantasan

vektor dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat mengenali

secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota

keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan

kesehatan terdekat. Tujuan pemberian pertolongan pertama di atas adalah

untuk mempertahankan volume cairan dalam pembuluh darah penderita

sehingga dapat membantu mengurangi angka kematian karena DBD (Suriviana,

(23)

Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit demam berdarah masih

rendah terutama mengenai penyebab penyakit, cara penularan dan cara

pemberantasan terutama pemberantasan sarang/tempat berkembangbiaknya

nyamuk. Kurangnya pengetahuan penduduk dalam kaitannya dengan penyakit

demam berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah

dikemukakan salah satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan

(Kasnodiharjo, 1998).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan

Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku pencegahan antara lain

tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, pola hidup, sosial budaya, informasi, dan

pengetahuan tentang demam berdarah dengue (Achmadi, 2002).

Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk

mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara

pemberantasannya. Kondisi ekonomi berpengaruh dalam kemampuan

menciptakan lingkungan yang sehat serta kemampuan dalam memberikan

pertolongan pertama yang cepat dan tepat apabila telah terjadi tanda-tanda

DBD misalnya dengan segera membawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat.

Pola hidup merupakan faktor yang tak kalah penting dalam mempengaruhi

perilaku pencegahan DBD, pola hidup yang kurang bersih dan tidak ramah

lingkungan misalnya membiarkan sampah di sekitar rumah, tidak teratur dalam

(24)

Faktor sosial budaya terwujud dalam kegiatan masyarakat untuk saling

bergotong-royong dalam mewujudkan lingkungan yang bersih (Ebrahim, 1996).

d. Jenis-Jenis Perilaku Pencegahan

Masyarakat dapat ikut berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD

yaitu perilaku pasif dan aktif. Perilaku pasif meliputi pengetahuan, sikap dan

persepsi, untuk dapat melakukan perilaku pencegahan yang benar diperlukan

pengetahuan yang baik serta sikap dan persepsi yang mendukung dalam

pencegahan dan pemberantasan DBD.

Peran masyarakat secara aktif dapat diwujudkan dengan; surveilans

penyakit, diagnosis dan pengobatan dini, serta pemberantasan vektor dalam

kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat mengenali secara dini

tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota keluarga maupun

tetangga mereka segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

(Suriviana, 2006).

B. Kerangka Pemikiran

Pendidikan

(25)

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran pencegahan Demam Berdarah Dengue

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam

Berdarah Dengue pada keluarga.

2. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik perilaku pencegahan Demam

Berdarah Dengue.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sikap tentang

kesehatan

Perilaku terhadap DBD

Pengetahuan tentang DBD

Sikap tentang DBD

Lingkungan (infrastruktur)

(26)

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu daerah endemis di Surakarta, yaitu Kelurahan

Karangasem Surakarta.

C. Subyek Penelitian

1. Populasi sasaran adalah ibu yang sudah berkeluarga.

2. Populasi sumber adalah ibu yang sudah berkeluarga yang tinggal di Kelurahan

Karangasem Surakarta.

D. Teknik Sampling

Sampel diambil secara multi stage random sampling, yaitu dari Kelurahan

Karangasem diambil dua RT secara random, kemudian dari dua RT tersebut diambil

masing-masing 30 orang ibu secara random. Ibu-ibu yang telah memenuhi kriteria ini

diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Diperoleh ukuran sampel

sebesar 60 ibu.

E. Rancangan Penelitian

Data perilaku pencegahan demam berdarah diperoleh dengan kuesioner. Instrumen

ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan kuesioner untuk perilaku terhadap

usaha pencegahan DBD.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

(27)

2. Variabel terikat adalah perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.

3. Variabel perancu adalah penyuluhan (KIE) sebagai faktor yang dikendalikan

sedangkan lingkungan, pola hidup, kebiasaan, serta sosial ekonomi sebagai faktor

yang tidak dikendalikan.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tingkat pendidikan formal ibu.

a. Definisi : Tingkat pendidikan subjek penelitian mulai dari SD, SMP, SMA

sampai Perguruan Tinggi.

b. Alat ukur : Kuesioner.

c. Skala : Kontinu.

2. Perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.

a. Definisi : Suatu upaya pencegahan yang meliputi perilaku pencegahan DBD.

Untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian, peneliti menggunakan

lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur dan berisikan pertanyaan

yang harus dijawab subjek penelitian. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu

data demografi, dan kuesioner untuk perilaku terhadap usaha pencegahan DBD.

Instrumen tentang data demografi meliputi kode atau inisial, umur, jenis

kelamin, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuisioner dalam bentuk

pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan penilaian dengan menggunakan

skala Likert yaitu dengan pilihan jawaban “selalu” (skor 2), “kadang-kadang”

(28)

tertinggi 40, semakin tinggi skor maka semakin baik perilaku ibu terhadap usaha

pencegahan penyakit DBD.

b. Alat ukur : Kuesioner.

c. Skala : Kontinu.

H. Cara Penelitian

Gambar 3.1. Cara Penelitian

I. Teknik Analisis Data

Hubungan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam

Berdarah Dengue ditunjukkan dengan Analisis Regresi Linier Ganda. Data akan diolah

dengan SPSS 17 for Windows. Populasi

Ibu yang tinggal di kelurahan Karangasem

Sampel 60 ibu

Informed Consent

Kuesioner

Meliputi perilaku pencegahan

(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan di wilayah Kelurahan Karangasem pada bulan Februari

2010 pada 60 subyek penelitian didapatkan skor perilaku pencegahan Demam Berdarah

Dengue. Skor ini kemudian dihubungkan dengan pendidikan formal.

Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian.

Tabel 4.1. Pendidikan Formal Ibu

No Pendidikan Jumlah Persentase

1. SD 15 25%

Jumlah subyek penelitian ditinjau dari pendidikan formal, yang terbanyak adalah

SMA yaitu dengan persentase 43,33%, disusul oleh SD 25%, kemudian SMP 16,67%, dan

terkecil adalah Perguruan Tinggi dengan 15%.

Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian dalam memperoleh

penyuluhan dan informasi tentang pencegahan DBD.

Tabel 4.2. Distribusi penyuluhan pencegahan DBD

No Penyuluhan DBD Jumlah Persentase

(30)

2. Tidak pernah 7 11,67%

Jumlah 60 100%

Sumber : Data primer, 2010.

Sebagian besar subyek penelitian pernah mendapatkan penyuluhan maupun

informasi tentang pencegahan dan pemberantasan DBD.

Skor perilaku pencegahan diperoleh melalui kuesioner yang berjumlah 20

pertanyaan meliputi perilaku pencegahan demam berdarah dengue.

Dari data yang diperoleh didapatkan rata-rata skor perilaku total adalah 25 dari skor

sempurna 40.

B. Analisis Data Penelitian

Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS 17 for windows

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pendidikan formal ibu dengan

perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Regresi Linier Ganda tentang hubungan pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan DBD pada keluarga

Variabel B (Koefisien regresi) t p

(31)

- SMP 0.7 0.46 0.647

- SMA 5.6 4.46 0.000

- Perguruan Tinggi 8.4 5.07 0.000

KIE -1.0 -0.65 0.519

N observasi = 60

Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan formal ibu dengan

perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat

pendidikan, makin baik perilaku pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue. Tidak

terdapat perbedaan skor perilaku pencegahan yang secara statistik signifikan antara ibu

dengan pendidikan SD dan SMP (p=0,647). Tetapi ibu dengan pendidikan SMA (p=0,000)

memiliki skor perilaku pencegahan 5,6 poin lebih tinggi dari ibu dengan pendidikan SD.

Ibu dengan pendidikan Perguruan Tinggi (p=0,000) memiliki skor perilaku 8,4 poin lebih

tinggi dari ibu dengan pendidikan SD. Perbedaan tersebut secara statistik signifikan.

KIE dengan koefisien regresi bernilai negatif, tetapi p=0,519 mengandung arti bahwa

pengalaman pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan (KIE) tidak mempengaruhi

perilaku pencegahan DBD pada keluarga. Temuan ini tidak berarti KIE tidak efektif atau

tidak penting bagi perubahan perilaku, melainkan KIE yang pernah dialami tidak cukup

intens dalam frekuensi maupun kedalaman. Di samping itu penyuluhan kesehatan (KIE)

yang disampaikan per kelompok ibu-ibu lebih berperan dalam mengubah aspek kognitif

(pengetahuan) daripada aspek sikap (afektif) maupun perilaku (psikomotor). Lazimnya

dibutuhkan konseling yang bersifat personal untuk dapat mengubah sikap dan perilaku

(32)

Gambar 4.1 tentang boxplot menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pendidikan ibu dengan skor perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Makin

tinggi tingkat pendidikan, makin tinggi skor perilaku pencegahan Demam Berdarah

Dengue.

Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pendidikan formal ibu dengan perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga.

(33)

BAB V PEMBAHASAN

Dalam mencegah dan memberantas kasus Demam Berdarah Dengue diperlukan peran aktif dari seluruh masyarakat, tidak hanya tanggung jawab dari pemerintah semata. Masyarakat diharapkan mampu berperan dalam menanggulangi

bahaya demam berdarah dengue yang tiap tahunnya terus meningkat dan telah banyak memakan korban jiwa. Masyarakat khususnya di daerah endemis dapat melakukan tindakan pencegahan misalnya dengan melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Wijaya, 2007).

Secara umum pemberantasan sarang nyamuk adalah melakukan gerakan 3M yaitu menguras bak air, menutup tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang biak nyamuk, mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Di tempat

penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberantasannya harus diulang setiap periode tertentu, serta melakukan pertolongan apabila anggota keluarganya mengalami gejala-gejala seperti

Demam Berdarah Dengue (Judarwanto, 2007).

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan wabah demam berdarah juga diarahkan pada terdorongnya partisipasi masyarakat secara aktif. Ini sesuai dengan

(34)

2003). Namun kebijakan perlibatan partisipasi masyarakat secara aktif yang ada cenderung lebih bersifat persuasif, sehingga sering kali tidak kuat mendorong masyarakat mensukseskan pemberantasan penyakit menular, termasuk Demam

Berdarah Dengue. Negara-negara di mana wabah demam berdarah masih terjadi dalam besaran yang mengkhawatirkan, program pengontrolan vektor penular cenderung dilakukan secara pasif oleh pemerintah (WHO, 2004).

Ketidakberhasilan pemberantasan menyeluruh dapat terjadi karena tidak semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular penyakit, pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila anggota masyarakat sampai ke lingkungan terkecil rumah tangga tidak melakukannya

(Hendrawan, 2004). Pemberantasan sarang nyamuk dengan kegiatan 3M seharusnya juga dilakukan tidak hanya di rumah tapi juga di tempat umum di mana masyarakat banyak berkumpul di pagi hari seperti di sekolah, kantor, kampus, mengingat bahwa

nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia pada pagi hari (Surjadi, 2005).

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perilaku pencegahan, antara lain tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pola hidup, faktor lingkungan dan tersedianya media dan informasi yang memuat langkah-langkah dalam pencegahan Demam

Berdarah Dengue. Dalam penelitian ini latar belakang pendidikan subyek penelitian sudah cukup tinggi, sebagian besar adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) 43,33% dan hanya sebagian kecil yang hanya lulusan PT yaitu sebanyak 15% dapat

(35)

Faktor pendidikan merupakan unsur yang sangat penting karena dengan pendidikan seseorang dapat menerima lebih banyak informasi terutama dalam menjaga kesehatan diri dan keluarga serta memperluas cakrawala berpikir sehingga

lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya suatu penyakit dan memperoleh perawatan medis yang kompeten (Ebrahim, 1996).

Pengetahuan subyek penelitian mengenai kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk dan penanganan dini penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue serta menekan perkembangan dan pertumbuhan jentik nyamuk aedes. Kurangnya pengetahuan akan berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan karena pengetahuan merupakan salah satu predisposisi untuk

terjadinya suatu perilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Bila subyek penelitian tidak mengetahui dengan jelas bagaimana cara pemberantasan sarang nyamuk maka tidak

dapat diambil suatu tindakan yang tepat (Notoatmodjo, 2000).

KIE dengan koefisien regresi bernilai negatif, tetapi p=0,519 mengandung arti bahwa

pengalaman pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan (KIE) tidak mempengaruhi

perilaku pencegahan DBD pada keluarga dapat dilihat di tabel 4.3.. Temuan ini tidak berarti

KIE tidak efektif atau tidak penting bagi perubahan perilaku, melainkan KIE yang pernah

dialami tidak cukup intens dalam frekuensi maupun kedalaman. Di samping itu penyuluhan

kesehatan (KIE) yang disampaikan per kelompok ibu-ibu lebih berperan dalam mengubah

(36)

Lazimnya dibutuhkan konseling yang bersifat personal untuk dapat mengubah sikap dan

perilaku dengan efektif.

Kurangnya pengetahuan penduduk dalam kaitannya dengan penyakit demam

berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah dikemukakan salah satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan. Di samping itu, mungkin sikap masa bodoh dan kurangnya penyuluhan yang efektif menyebabkan pengetahuan masyarakat menyangkut masalah penyakit demam berdarah menjadi rendah.

Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta cara penanggulangan dan pemberantasannya. Kurang efektifnya penyuluhan menyebabkan sebagian besar masyarakat kurang informasi untuk mengetahui manfaat pemberantasan, akibatnya

masyarakat kurang mendukung upaya pemberantasan penyakit tersebut (Kasnodiharjo, 1998).

Namun selain itu, tingkat ekonomi juga merupakan faktor yang penting.

Tingkat ekonomi yang baik diharapkan mampu mendukung perilaku pencegahan, misalnya dengan mendapatkan penanganan kesehatan yang lebih baik pula. Informasi tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue sangat diperlukan dalam mengetahui bagaimanakah metode yang tepat dalam mencegah dan memberantas masalah ini

(37)

maupun elektronik tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue dapat dilihat di tabel 4.2.

Masalah kebersihan lingkungan di sekitar lokasi penelitian juga perlu

dicermati. Kesadaran terhadap pola hidup ysng bersih juga mempengaruhi keberhasilan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kasus ini. Pemukiman yang padat juga berdampak pada cepatnya tingkat penularan pada saat kasus ini mulai

merebak terutama pada saat awal musim penghujan. Hal ini sebaiknya menjadi perhatian serius tidak hanya dari warga yang bermukim di daerah endemis sehingga kasus Demam Berdarah Dengue dapat dikendalikan dan tidak terus memakan korban.

Data perilaku yang didapatkan dari kuesioner menunjukkan subyek penelitian

rata-rata mendapat skor 25 dari skor total 40. Hal ini menunjukkan perilaku ibu dalam melakukan pencegahan Demam Berdarah Dengue pada keluarga masih perlu ditingkatkan lagi. Kesadaran yang tinggi rupanya belum dimiliki oleh masyarakat kita

dapat dilihat dari hasil . Masyarakat masih harus dipacu agar mau berpartisipasi secara aktif dalam pencegahan penyakit demam berdarah ini. Memang sampai saat ini tampaknya kita belum mendapatkan cara yang terbaik bagaimana menggugah masyarakat untuk aktif.

Masyarakat diharapkan memikirkan masalah yang mereka hadapi dan ada gagasan yang kemudian dituangkan dalam suatu bentuk kegiatan. Dalam hal ini memang banyak faktor yang berpengaruh seperti rendahnya tingkat pendidikan dan

(38)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pendidikan formal dan perilaku ibu dalam pencegahan Demam

Berdarah Dengue pada keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin baik perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue.

B. Saran

1. Masyarakat Kelurahan Karangasem diharapkan lebih berperan aktif dalam

pemberantasan Demam Berdarah Dengue terutama melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti, misalnya dengan gerakan 3M (menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur

barang-barang bekas).

2. Petugas kesehatan dan dinas terkait diharapkan meningkatkan penyuluhan dan penyebarluasan informasi mengenai pencegahan dan pemberantasan Demam Berdarah Dengue.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, H. 2002. Variabel-variabel yang mempengaruhi ibu rumah tangga dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk. http://www.kalbefarma.ac.id (2 Oktober 2009).

Ahmadi, A. dan Uhbiyanti, N. 1991. Ilmu pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anie, R. 2006. Terserang DBD warga Solo meninggal. http://www.suaramerdeka/cybernews-daerah.htm (9 Oktober 2009).

Behrman, R.E. and Kliegmen, R. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI. 2007. Ahli minta pemerintah buat aturan cegah demam berdarah. http://www.antara.co.id.htm

(18 September 2009).

Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 2006. Demam berdarah bisa dicegah?. http://www.republika.co.id (9 Oktober 2009).

Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 2007. Fogging

upaya sia-sia dalam penanggulangan demam berdarah?.

http://www.medicastore.com (18 September 2009).

Ebrahim, G.J. 1996. Perawatan anak. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. pp: 193-197.

Emawati, D. 2009. 18.037 Kasus DBD di DKI. http://www.beritajakarta. com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=36023 (12 November 2009)

Hadi, S. 1999. Metodologi Penelitian 3. Yogyakarta; Andi Ofset.

(40)

Hendarwanto. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai FK UI Penerbit I. p: 417.

Judarwanto, W. 2007. Profil nyamuk aedes dan pembasmiannya. http://www.dinaskesehatan-jatim.htm (30 September 2009).

Kandun, N. 2004. Peran masyarakat dalam pemberantasan DBD. http://www.gizi.net ( 26 September 2009).

Kasnodihardjo, S. 1998. Aspek perilaku kaitannya denganpenyakit demam berdarah. http://www.kalbefarma.com (30 September 2009).

Marlina, S. Perilaku Keluarga terhadap Usaha Pencegahan Penyakit DBD di Lingkungan Rumah di Desa Suka Makmur Kecamatan Delitua http://addy1571.files.wordpress.com (20 September 2009).

Munif, A. 1999. Kaitan tempat perindukan vektor dengan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap demam berdarah. http://www.kalbefarma.com

(2 Oktober 2009)

Nadesul, H. 2004. 100 Pertanyaan dan Jawaban Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Notoatmodjo S. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta p: 127.

Rozanah A. 2004. Pencegahan demam berdarah. http://www. republika.co.id.htm (26 September 2009).

Silalahi, L. 2004. Demam berdarah. http://www.tempointeraktif.com (5 Oktober 2009)

Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta. p:212.

Suharyono W. 1999. Masalah penyakit demam berdarah dengue pada pelita IV. http://www.kalbefarma.com (18 September 2009).

Suriviana. 2006. Musim Hujan, Hati-Hati Nyamuk Demam Berdarah. http://www. infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=89

(9 Oktober 2009)

(41)

Wahono T.J. 2004. Kajian masalah kesehatan masyarakat, demam berdarah dengue. http://www.litbang.depkes.co.id (26 September 2009).

Wahyuningsih S. 2007. Penderita demam berdarah di Solo meningkat. http://www.tempointeraktif.com.htm (26 September 2009).

Wijaya H. 2007. Dengue, informasi, dan pencegahannya. http://www.pediatrik.com (2 Oktober 2009)

World Health Organization (WHO) South East Asia Regional Office. 2004. Situation of dengue/dengue haemorrhagic fever in the South East Asia region:

preventive and control status in SEA countries.

http://www.whosea.org/en/section10/section332.htm

Wuryadi. 2002. Efektivitas Fogging Malathion Massal Dalam Pencegahan/Pemberantasan DBD. http://www.kalbefarma.com (15 Oktober 2009).

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran pencegahan Demam Berdarah Dengue
Gambar 3.1. Cara Penelitian
Tabel 4.1. Pendidikan Formal Ibu
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan formal ibu dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah sebuah sistem yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam manajemen penanganan gangguan serta evaluasi tingkat mutu pelayanan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah, EEDS (0,124 g/kgBB mencit), EEHS (0,7 g/kgBB mencit) dan kombinasi keduanya (1:1) mempunyai efek memperbaiki

Kinerja campuran HRS-WC iller abu am pas tebu berdasarkan pengujian dengan alat Marshall yaitu, (1)KAO campuran sebesar 7,25%; (2) stabilitas campuran meningkat dan

Teknik Arsitektur FPTK UPI yang telah membantu Peneliti dalam proses..

a) Pengembangan hak milik penguasaan dari pemerintah Republik Indonesia kepada Horrison & Crossfield Ltd terhadap perkebunan yang pernah di kelolanya. b) Melakukan kerja

Dalam proses evolusi biologi yang telah berlangsung sangat lama itu, banyak bentuk mahluk yang sederhana itu telah hilang dan punah dari muka bumi, akan tetapi banyak juga yang

The proposed framework for formation control is composed of several layers addressing different phenomena. The overall control scheme for the th i robot in a formation constituted

Puji syukur penulis ucapkan atas karunia yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Bentuk Tindak Tutur Penjual dan Pembeli