• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH PADA PENDERITA KOLESTEROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH PADA PENDERITA KOLESTEROL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH PADA

PENDERITA KOLESTEROL

Moh Ahsanul Muthiin1, Iva Dewi Fitriani2, Izzatil Auliya3, Sutomo4

1,2,3

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Dian Husada, 4Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Dian Husada

ABSTRAK

Penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta kematian pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk di bawah usia 70 tahun. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah pembunuh nomor satu di dunia saat ini. Penyebab utama penyakit ini adalah aterosklerosis koroner yang timbul secara perlahan akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskuler, dan tertumpuknya kolesterol pada dinding pembuluh darah. Di Indonesia, prevalensi hiperkolesterolemia pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3% dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologis seperti penerapan tehnik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Tujuan penelitian ini adalah menganalisa efektifitas pemberian terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap kadar kolesterol dalam darah pada penderita kolesterol. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasy Eksperimental dengan pendekatan Pretest-Posttest Control Grup Desain. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukur kadar kolesterol dalam darah dengan menggunakan alat test kolesterol darah NESCO GCU. Data kadar kolesterol darah pada responden dikumpulkan sebanyak 2 kali yaitu sebelum dilakukan terapi SEFT dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Dari hasil uji T berpasangan (paired sample T test), untuk responden kelompok eksperimen didapatkan nilai rerata sebesar 1,29, standar deviasi sebesar 2,69 dan nilai signifikasi untuk kelompok eksperimen sebesar 0,012. Sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rerata sebesar 0,61, standar deviasi sebesar 1,54 dan nilai signifikasi sebesar 0,035. Adanya perbedaan rerata nilai mean, standar deviasi dan korelasi yang didapatkan dari pengukuran kadar kolesterol dalam 2 kelompok menunjukkan bahwa terapi SEFT efektif digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pemanfaatan terapi SEFT sebagai pendamping terapi farmakologis pada penderita kolesterol terbukti menunjukkan hasil yang positif. Perlu adanya pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang selama ini hanya paham dengan terapi farmakologis diharapkan juga harus mengerti dan menguasai teknik terapi non farmakologis untuk pendamping terapi farmakologis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologis yang merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang dimiliki oleh klien / masyarakat

(2)

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi yang merubah gaya hidup dan sosial ekonomi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases (penyakit akibat ulah manusia) yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta kematian pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk di bawah usia 70 tahun. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% morbiditas di dunia. Negara yang paling merasakan dampaknya diperkirakan adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Rahajeng & Tuminah, 2009 dikutip dalam Masyitah, 2013).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah pembunuh nomor satu di dunia saat ini. Penyebab utama penyakit ini adalah aterosklerosis koroner yang timbul secara perlahan akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskuler, dan tertumpuknya kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko mayor PJK. World Health Organization (WHO) memperkirakan hiperkolesterolemia berkaitan dengan lebih dari separuh kejadian penyakit jantung koroner dan lebih dari empat juta kematian tiap tahunnya (Aurora, 2012). Di Indonesia, prevalensi hiperkolesterolemia pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3% dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun. Hiperkolesterolemia umumnya lebih banyak ditemukan pada wanita (14,5%) dibandingkan pria (8,6%) (Bapelkes RI, 2004 dikutip dalam Aurora, 2012). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto, tercatat hingga bulan Pebruari 2015 jumlah penderita kolesterol yang melakukan kunjungan pemeriksaan sebanyak 68 penderita.

Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol LDL puasa tanpa disertai peningkatan kadar trigliserida. Penyebab hiperkolesterolemia antara lain diet tinggi kolesterol atau tinggi asam lemak jenuh, pertambahan berat badan, proses penuaan, faktor genetik, dan penurunan kadar estrogen pada wanita yang telah menopause. Angka kejadian hiperkolesterolemia pada wanita

sebelum menopause lebih rendah dibanding pria. Namun, setelah menopause kerentanan seorang wanita terkena hiperkolesterolemia akan sebanding dengan pria (Williams, 2003 dikutip dalam Aurora, 2012).

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologis. Pendekatan nonfarmakologis merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis. Termasuk ke dalam penanganan nonfarmakologis adalah dengan memberikan terapi komplementer pada pasien (Smeltzer, 2004). Salah satu terapi komplementer adalah tehnik SEFT. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah sebuah teknik ilmiah revolusioner dan spektakuler karena dikenal sangat mudah dan cepat untuk dapat dirasakan hasilnya (5 s/d 25 menit) yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah fisik, mengatasi berbagai masalah emosi, mengatasi berbagai masalah keluarga dan anak-anak serta meningkatkan prestasi. SEFT terdiri dari 3 tahap yaitu: The Set-Up, The Tune-in dan The Tapping (Zainuddin, 2009).

Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas dapat dirumuskan masalah ”Bagaimanakah Efektifitas Pemberian Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) Terhadap Kadar Kolesterol Dalam Darah Pada Penderita Kolesterol?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa Efektifitas Pemberian Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) Terhadap Kadar Kolesterol Dalam Darah Pada Penderita Kolesterol

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

“Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom

Technique) dapat menurunkan kadar kolesterol darah pada penderita hiperkolesterol”

METODE PENELITIAN

(3)

1. Pasien dengan kolesterol

2. Pasien yang bertempat tinggal di wilayah Mojokerto

3. Pasien dengan kolesterol yang pernah dirawat dan berkunjung di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto

4. Pasien kolesterol yang mengkonsumsi obat penurun kolesterol

5. Pasien yang tidak mempunyai penyakit komplikasi

6. Pasien yang tidak mengalami gangguan kesadaran

Sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 responden yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok ekperimen sebanyak 31 responden dan kelompok perlakuan sebanyak 31 responden. Variabel dalam penelitian ini adalah pemberian Tehnik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) dan kadar kolesterol dalam darah.

Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukur kadar kolesterol dalam darah dengan menggunakan alat test kolesterol

darah NESCO GCU. Data kadar kolesterol darah pada responden dikumpulkan sebanyak 2 kali yaitu sebelum dilakukan terapi SEFT dan sesudah dilakukan terapi SEFT baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Untuk kelompok eksperimen, terapi SEFT dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu 1 minggu.

Data hasil pengukuran kadar kolesterol pada responden baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol kemudian dimasukkan kedalam lembar kuesioner untuk selanjutnya dilakukan analisis data. Analisa data hasil pengukuran kadar kolesterol darah yang diukur menggunakan alat test kolesterol darah NESCO GCU, dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran rerata kadar kolestol darah sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil pengukuran kadar kolesterol darah dari kelompok penelitian (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan) di analisa menggunakan uji korelasi Uji T-test 2 sampel tidak berpasangan yang dianalisa menggunakan aplikasi SPSS.

HASIL PENELITIAN 1. Data Umum

Tabel 1. Karakteristik kelompok ekperimen

No Keterangan Jumlah Persentase

1 Jenis kelamin : 3 Pendidikan responden :

Pendidikan dasar

Dari tabel 1 diatas, lebih dari separuh responden adalah perempuan yaitu sebanyak 18 responden (58,1%), sebagian kecil berusia 55-65 tahun yaitu sebanyak 11 responden dan sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan dasar yaitu sebanyak 22 responden (71,0%)

Tabel 2. Karakteristik kelompok kontrol

No Keterangan Jumlah Persentase

1 Jenis kelamin : 3 Pendidikan responden :

(4)

Dari tabel 2 diatas, sebagian besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak 20 responden (64,5%), kurang dari separuh responden berusia 55-65 tahun yaitu sebanyak 14 responden (45,2%) dan sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan dasar yaitu sebanyak 22 responden (71,0%)

2. Data Khusus

Dari hasil uji pre test didapatkan data, untuk kelompok ekperimen didapatkan nilai mean sebesar 218,29 dan standar deviasi sebesar 10,35. Untuk kelompok kontrol didapatkan nilai mean sebesar 216,67 dan standar deviasi sebesar 7,67. Dari hasil uji post test didapatkan data, untuk kelompok eksperimen didapatkan nilai mean sebesar 217,00 dan standar deviasi sebesar 8,38. Sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan nilai mean sebesar 216,06 dan standar deviasi sebesar 7,23. Untuk mengetahui efektivitas dari masing-masing perlakuan digunakan uji T berpasangan (paired sample T test). Untuk menggunakan uji ini syarat yang harus terpenuhi diantaranya jumlah responden harus > 30 dan data berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas masing-masing variabel penelitian didapatkan bahwa masing-masing variabel berdistribusi normal

Dari hasil uji T berpasangan (paired sample T test), untuk responden kelompok eksperimen didapatkan nilai rerata sebesar 1,29, standar deviasi sebesar 2,69 dan nilai signifikasi untuk kelompok eksperimen sebesar 0,012. Sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rerata sebesar 0,61, standar deviasi sebesar 1,54 dan nilai signifikasi sebesar 0,035

PEMBAHASAN

Dari hasil uji T berpasangan (paired sample T test), untuk responden kelompok eksperimen didapatkan nilai rerata sebesar 1,29, standar deviasi sebesar 2,69 dan nilai signifikasi untuk kelompok eksperimen sebesar 0,012. Sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rerata sebesar 0,61, standar deviasi sebesar 1,54 dan nilai signifikasi sebesar 0,035. Adanya perbedaan rerata nilai mean, standar deviasi dan korelasi yang didapatkan dari pengukuran kadar kolesterol dalam 2 kelompok menunjukkan bahwa terapi SEFT efektif digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Metode SEFT merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan dari beberapa metode terapi sebelumnya. Tekhnik ini berdasarkan prinsip-prinsip yang sama dengan akupunktur, akupresur, applied kinesiology, Tought Fields Therapy (TFT) dan Emotional Freedom Technique (EFT). SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupunktur dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci pada sepanjang 12 jalur energi (energy meridian) tubuh (Zainuddin, 2009). SEFT merupakan pengembangan dari EFT, yang menggabungkan antara spiritualitas (melalui doa, keikhlasan dan kepasrahan) dan energy psychology untuk mengatasi berbagai

macam masalah fisik, emosi serta untuk meningkatkan performa kerja. Latar belakang masyarakat Indonesia yang agamis, sudah menjadi sesuatu yang “taken for granted” bahwa doa sangat penting untuk penyembuhan, bahkan untuk pemecahan segala masalah hidup. Hal ini didukung oleh penelitian Larry Dossey, MD, seorang dokter ahli penyakit dalam yang melakukan penelitian ekstensif tentang efek do’a terhadap kesembuhan pasien. Hasil penelitiannya menunjukkan doa dan spiritualitas memiliki kekuatan yang sama besar dengan pengobatan dan pembedahan (Zainuddin, 2009). Pendapat ini diperkuat oleh artikel yang dipublikasikan oleh Himmah (2014) yang mengemukakan manfaat terapi SEFT dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah fisik: sakit kepala, nyeri punggung, maag, asma, sakit jantung, kelebihan berat badan, alergi,dan sebagainya, mengatasi berbagai masalah emosi : takut (phobia), trauma, depresi, cemas, kecanduan rokok, stress, sulit tidur, mudah marah, atau sedih, gugup menjelang ujian, atau presentasi, latah, kesurupan, kesulitan belajar, tidak percaya diri, dan sebagainya, serta mengatasi berbagai masalah keluarga dan anak-anak: ketidak harmonisan keluarga, selingkuh, masalah seksual, di ambang perceraian, anak nakal, anak malas belajar, anak mengompol, dan sebagainya.

(5)

hasil yang positif. Untuk itu perlu adanya pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang selama ini hanya paham dengan terapi farmakologis diharapkan juga harus mengerti dan menguasai teknik terapi non farmakologis untuk pendamping terapi farmakologis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologis. Pendekatan nonfarmakologis merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis. Termasuk ke dalam penanganan nonfarmakologis adalah dengan memberikan terapi komplementer pada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang dimiliki oleh klien / masyarakat.

KESIMPULAN

Dari hasil uji T berpasangan (paired sample T test), untuk responden kelompok eksperimen didapatkan nilai rerata sebesar 1,29, standar deviasi sebesar 2,69 dan nilai signifikasi untuk kelompok eksperimen sebesar 0,012. Sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rerata sebesar 0,61, standar deviasi sebesar 1,54 dan nilai signifikasi sebesar 0,035. Adanya perbedaan rerata nilai mean, standar deviasi dan korelasi yang didapatkan dari pengukuran kadar kolesterol dalam 2 kelompok menunjukkan bahwa terapi SEFT efektif digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah

SARAN

1. Bagi Dinas Kesehatan

Dinas kesehatan sebagai instansi yang bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia dapat memberikan kesempatan dan kemudahan bagi semua terapis untuk dapat membuka praktik dalam pemberian pelayanan kesehatan berbasis terapi nonfarmakologis dengan memperhatikan kaidah-kaidah kelayakan dan kompetensi yang dimiliki terapis

2. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan hendaknya mulai mengembangkan pembelajaran terapi nonfarmakologis sebagai pendamping terapi farmakologis kepada mahasiswa keperawatan agar mahasiswa keperawatan disamping mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar

pelayanan juga mampu untuk memberikan terapi nonfarmakologis sebagai pendamping pemberian asuhan keperawatan kepada pasien

3. Bagi Mahasiswa

Selama menempuh pendidikan keparawatan, diharapkan mahasiswa keperawatan juga mengembangkan dan mempelajari mengenai terapi nonfarmakologis agar mahasiswa keperawatan disamping mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar pelayanan juga mampu untuk memberikan terapi nonfarmakologis sebagai pendamping pemberian asuhan keperawatan kepada pasien

DAFTAR PUSTAKA

Aurora, Ruth Grace, dkk. Peran Konseling Berkelanjutan Pada Penanganan Pasien Hiperkolesterolemia. Journal of Indonesia Medical Association Vol. 62

No.5 May 2012.

Indonesia.digitaljournal.org

Ernaningsih, Goroahe. 2012. Gambaran Kadar LDL Kolesterol Pada Perokok Aktif Usia Diatas 45 Tahun. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Kemenkes RI. 2013. Mayoritas Pengidap Kolesterol Tinggi Di RI Gagal

Masyitah, Dewi. 2013. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Tehnique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pada Ditimbulkan Oleh Kolesterol http://www.merdeka.com/sehat/4-jenis-

(6)

Riset Kesehatan Dasar. 2007. Laporan Tahunan Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; Jakarta.

Smeltzer, S. C. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. ed.

8. Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Zainuddin, AF. 2009. Spiritual Emotional Freedom Technique. Jakarta ; Afzan Publising

Gambar

Tabel 2. Karakteristik kelompok kontrol

Referensi

Dokumen terkait

sirkulasi adalah jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki. dampak visual yang positif, jalan harus dapat memberikan orientasi

dilakukan terhadap hasil produksi beberapa jenis ikan pelagis yang didaratkan seperti layang (Decapterus russeli), selar (Selaroides leptolepis), tongkol (Auxis thazard), dan

Kelima komponen tersebut adalah Assurance (berhubungan dengan sikap percaya diri), Relevance (berhubungan dengan kehidupan siswa), Interest (berhubungan dengan

Teriampir rindan harta kekayaan dalam ikhtisar LHKPN mempakan dokumen yang dicetak secara otomatis dan elhkpn@kpk.go.id. Selumh data dan informasi yang tercantum dalam Dokumen

Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah anggur yang dipasarkan, jumlah lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen,

Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa

Hal ini sesuai dengan penelitian Simarta, Astiti dan Budisetyani (2014) Perusahaan yang memberikan fasilitas seperti dana pensiun, jaminan asuransi kesehatan dan