• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN I. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Perjanjian Pemborongan 1. Pengertian Perjanjian - Analisa Putusan Pailit Nomor 08/Pailit/2013/PN.NIAGA.Mdn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN I. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Perjanjian Pemborongan 1. Pengertian Perjanjian - Analisa Putusan Pailit Nomor 08/Pailit/2013/PN.NIAGA.Mdn"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN

I. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Perjanjian Pemborongan

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

dalam Pasal 1313 KUHPerdata dinyatakan suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud

dalam Pasal 1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak

(toestemming) dari semua mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu

mereka yang mengadakan persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan.5

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula

terlalu luas.6

Menurut R. Wirjono Projodikoro, suatu perjanjian diartikan sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dalam

mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau

tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai

perjanjian sepihak saja.Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup

perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan

perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam

KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III

kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

5

Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan 2, (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990), hlm. 430

6

(2)

janji itu.7R. Wirjono Prodjodikoro, juga mendefinisikan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk

tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji

itu.8Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal.9 Pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang

memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi. Kalau demikian, perjanjianadalah hubungan hukum/

rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara

perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum

antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum.Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan

suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam

harta benda.Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian.Perjanjian melahirkan

perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian

tersebut.10

7

R. Wirjono Prodjodikoro(1), Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertulis, (Bandung: Subur,1991), hlm.1

8

R. Wirjono Prodjodikoro(2), Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Subur, 1991), hlm. 9

9

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1994), hlm. 1

10

Karitini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. (Jakarta :RajaGrafindo Perkasa), hlm. 92

Ini berarti suatu perjanjian menimbulkan kewajiban atau prestasi dari

satu orang kepada orang lainnya yang berhak atas pemenuhan prestasi tersebut.

Dengan kata lain, bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak,

dimana pihak yang satu wajib untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak lain

berhak atas prestasi tersebut.Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa

perjanjian menimbulkan prestasi terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut.

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah

(3)

Prestasi terdapat baik dalam perjanjian yang bersifat sepihak atau unilateral

agreement, artinya prestasi atau kewajiban tersebut hanya ada pada satu pihak

tanpa adanya suatu kontra prestasi atau kewajiban yang diharuskan dari pihak

lainnya.11

Prestasi juga terdapat dalam perjanjian yang bersifat timbal balik atau

bilateral (or reciprocal agreement), dimana dalam bentuk perjanjian ini

masing-masing pihak yang berjanji mempunyai prestasi atau kewajiban yang harus

dipenuhi terhadap pihak yang lainnya.12

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian

Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka.Artinya setiap

orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum

diatur.Dalam Pasal 1338 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk:

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.13

Sedangkan unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:

1) Ada beberapa para pihak

2) Ada persetujuan antara para pihak

3) Adanya tujuan yang hendak dicapai

4) Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

5) Adanya bentuk tertentu lisan atau tulisan

6) Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.14

11

Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 150

12 Ibid

.

13

(4)

2. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Dalam KUH Perdata, perjanjianpemborongan disebut dengan istilah

pemborongan pekerjaan.Menurut Pasal 1601 b KUH Perdata pemborongan

pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihakyang satu, si pemborong

mengikatkan diri untuk menyelesaikansuatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak

yang memborongkan,dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Dari

rumusan pasal tersebut dapat dilihat bahwa adanya perjanjian antara pemborong

dengan pemberi pekerjaan untuk menyelasikan pekerjaan pihak lain.

Perjanjian dimana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya sebagai

bentuk perjanjian tertentu, maka perjanjian pemborongan tidak terlepas dari

ketentuan-ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam title I sampai dengan IV

Buku III KUHPerdata. Dalam Buku III KUHPerdata, diatur mengenai

ketentuan-ketentuan umum yang berlaku terhadap semua perjanjian yaitu

perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata maupun jenis perjanjian-perjanjian baru yang

belum ada aturannya dalam undang-undang.

Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk) ialah

suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya,

melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan

pula.15

14

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1990), hlm. 80

15

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: Intermasa, 1987), hlm. 174 Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak

yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya,

atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah

penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaimana pihak yang

memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil

dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik

(mutu dan kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam

(5)

Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai

dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga

memperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan

pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUH Perdata yang

berlaku sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur

tentang hak-hak dan kewajiban pemborong yang harus diperhatikan baik pada

pelaksanaan perjanjian, dan berakhirnya perjanjian.

Pemborong bertanggungjawab dalam jangka waktu tertentu, pada masa ini

pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun

kegagalan bangunan.Dalam prakteknya pemborong bertanggungjawab sampai

masa pemeliharaan sesuai dengan yang tertulis dikontrak.

Undang-Undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaandalam

tiga macam, yaitu:

a. perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

b. perjanjian kerja atau perburuhan dan

c. perjanjian pemborongan pekerjaan.16

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah suatu perjanjian

dimana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannyauntuk dilakukannya suatu

pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan,dimana ia bersedia membayar upah

sedangkan apa yang akandilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, sama sekali

terserahkepada pihak lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang

ahlidalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudahmemasang

tarif untuk jasanya itu.17

16

R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet.10, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hml. 57-58

17Ibid.,

hlm. 58

Perjanjian perburuhan adalah perjanjian antara seorang

buruh dengan seorang majikan. Perjanjian tersebut ditandai oleh ciri-ciriadanya

suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanyasuatu hubungan

diperatas yaitu suatu hubungan berdasarkan manapihak yang satu (majikan)

(6)

lain.18Sedangkan yang dinamakan perjanjian pemborongan pekerjaanadalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkanpekerjaan) dengan seorang

lain (pihak yang memborong pekerjaan),dimana pihak pertama menghendaki

sesuatu hasil pekerjaan yangdisanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu

jumlah uangsebagai harga pemborongan. Bagaimana caranya

pemborongmengerjakannya tidaklah penting bagi pihak pertama tersebut,

karenayang dikehendaki adalah hasilnya, yang akan diserahkan kepadanyadalam

keadaan baik, dalam suatu jangka waktu yang telah diterapkandalam perjanjian.19

Ketiga Perjanjian tersebut memiliki persamaan dan

perbedaan.Persamaannya yaitu bahwa pihak yang satu melakukan pekerjaanbagi

pihak yang lain dengan menerima upah. Sedangkan perbedaanantara ketiga

perjanjian tesebut, yaitu dalam perjanjian kerja terdapatunsur subordinasi,

sedangkan pada perjanjian untuk melakukan jasadan perjanjian pemborongan

terdapat koordinasi.Perihal perbedaanperjanjian pemborongan dengan perjanjian

untuk melakukan jasa, yakni dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan

suatukarya tertentu sedangkan perjanjian untuk melakukan jasa

berupamelaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.20

Mengenai perbedaan antara perjanjianpemborongan dengan perjanjian jual

beli harus lebih diperhatikan letak perbedaannya, karena kedua perjanjianhampir

tidak jelas batasnya.Berdasarkan pendapat C. Smith, jikaobyek dari perjanjian

atau setidak-tidaknya obyek pokoknya adalahsuatu karya maka itu adalah

perjanjian pemborongan.Sedangkan jikaobyeknya berupa penyerahan dari suatu

barang, sekalipun padawaktu perjanjian dibuat barangnya masih harus diproduksi,

maka ituadalah perjanjian jual beli.21

3. Peraturan Yang Mengatur Perjanjian Borongan

Mengenai perjanjian pemborongan diatur dalam Bab 7A Buku III Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1601 b, kemudian pasal 1604 sampai dengan

Pasal 1616. Selain diatur dalam KUH Perdata, perjanjian pemborongan juga diatur

18 Ibid. 19Ibid. 20

F.X. Djumialdji, Hukum Bangunan, cet. 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 5

(7)

dalam Keputusan Presiden Tahun 1994 tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja Negara dan A.V (Algemene Voorwarden voor de uitvoering bij aanmening

van openbare werken in Indonesia) 1941tentang syarat-syarat umum untuk

pelaksanaan pmborongan pekerjaan umum di Indonesia. A.V 1941 merupakan

peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia khususnya

untuk proyek-proyek Pemerintah.

Kemudian diatur pula dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang

Jasa Konstruksi dan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di dalam KUH Perdata,

ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada

proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek Pemerintah. Perjanjian

pemborongan pada KUH Perdata bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan

perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam

perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat

membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asalkan tidak dilarang

oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan

seperti yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

J. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

Dengan adanya perjanjian pemborongan selalu ada pihak-pihak yang terkait

dalam perjanjian pemborongan. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah:

1. Pemberi tugas (bouwheer)

Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah

ataupun swasta. Sipemberi tugaslah yang mempunyai prakarsa memborongkan

bangunan sesuai dengan kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan

syarat-syarat. Dalam pemborongan pekerjaan umum dilakukan oleh instansi pemerintah,

direksi lazim ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan

umum atas dasar penugasan ataupun perjajian kerja.Adapun hubungan antara pemberi

tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga

dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan.Jika pemberi tugas dari

pemerintah dan atau swasta, perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai

(8)

jasa-jasa tunggal.Sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta

dengan perencana dari pihak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas

(sebagai direksi) maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa

yang terdapat dalam Pasal 1792 sampai 1819 KUH Perdata.

2. Pemborong (kontraktor)

Pemborong adalah perseorangan atau badan hukum, swasta maupun

pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan pemborongan bangunan

sesuai dengan bestek.22

3. Perencana (arsitek)

Penunjukan sebagai pelaksana bangunan oleh pemberi tugas

dapat terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan atau memang ditetapkan

sebagai pelaksana oleh pemberi tugas. Dalam perjanjian pemborongan, pemborong

dimungkinkan menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepada pemborong lain

yang merupakan subkontraktor berdasarkan perjanjian khusus.

Arsitek adalah perseorangan atau badan hukum yang berdasarkan keahliannya

mengerjakan perencanaan, pengawasan, penaksiran harga bangunan, memberi

nasehat, persiapan dan melaksanakan proyek dibidang teknik pembangunan untuk

pemberi tugas.

4. Pengawas (Direksi)

Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong.Disini

pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan, memeriksa

bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian opname

dari pekerjaan. Selain itu, pada waktu pelelangan yaitu mengadakan pengumuman

pelelangan yang akan dilaksanakan, memberikan penjelasan mengenai RKS (Rencana

Kerja dan Syarat-syarat) untuk pemborongan-pemborongan/pembelian dan membuat

berita acara penjelasan, melaksanakan pembukuan surat penawaran, mengadakan

penilaian dan menetapan calon pemenang serta membuat berita acara hasil pelelangan

dan sebagainya.23

Fungsi mewakili yang terbanyak dari direksi adalah pada fase pelaksanaan

pekerjaan dimana direksi bertindak sebagai pengawas terhadap pekerjaan

22

FX.Djumialdji.Hukum Bangunan Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 8

23Ibid

(9)

pemborong.Jadi kewenangan mewakili dari direksi ini ada selama tidak ditentukan

sebaliknya oleh pemberi tugas secara tertulis dalam perjanjian yang bersangkutan

bahwa dalam hal-hal tertentu hanya pemberi tuga yang berwenang menangani.24

K. Asas Dalam Perjanjian/ Perjanjian Borongan

Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar

yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif.Asas hukum dapat diketemukan dengan mencari

sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Setidaknya

adalima asas yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian25

1. Asas kebebasan berkontrak

yaitu:

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk:

a. membuat atau tidak membuat perjanjian

b. mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.26

2. Asas konsensualisme

Dalam hukum perjanjian berlaku asas konsensualisme. Perkataan ini

berasal dari perkataan latinconsensus yang berarti sepakat. Arti asas

konsensualisme adalah perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah

dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.Perjanjian itu sudah sah apabila

sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok walaupun belum ada perjanjian

tertulisnya sebagai sesuatu formalitas. Asas konsensualisme tersebut lazimnya

24Ibid

., hlm. 53

25

M. Harianto, Asas-Asas Dalam Perjanjian,

diakses tanggal

10 Maret 2014

26

(10)

disimpulkan dari pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan,maka

perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Menurut

ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak

yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam

surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya

kesepakatan. Karena perjanjian sudah lahir maka tak dapat lagi ia ditarik kembali

jika tidak seizin pihak lawan. Pengecualian terhadap asas konsensualisme yaitu

penetapan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas

ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti bentuk cara yang

dimaksud, misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tak bergerak

harus dilakukan dengan akta notaris dan perjanjian perdamaian harus dilakukan

secara tertulis, dan lain sebagainya. Perjanjian yang memerlukan formalitas

tertentu dinamakan perjanjian formil.27

a. Teori Pernyataan (utingstheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada

saat yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima

penawaran itu. Jadi dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian

yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata

sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai saat terjadinya

kesepakatan dalam suatu perjanjian, yaitu antara lain:

Sistem Terbuka dan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perjanjian,

(11)

menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah

terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoritis karena dianggap

kesepakatan terjadi secara otomatis.

b. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menerima penawaran mengirimkan telegram.

c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila yang

menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan, tetapi penerimaan itu

belum diterimanya atau tidak diketahui secara langsung.

d. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi pada saat pihak

yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.28

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, dinyatakan bahwa semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan

perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh

karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal

1338 ayat 2 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

4. Asas itikad baik

Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian

yaitu:

28Ibid

(12)

a. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu kejujuran seseorang dalam

melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap

batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam

arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata.

b. Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu pelaksanaan suatu perjanjian harus

didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat

dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu

kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai

pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.

Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan

salah satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya

bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan

memperhatikan norma-norma yang berlaku.29

5. Asas kepribadian(personality)

Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu

perjanjian.Asas kepribadian dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1)

yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya.Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh

para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.Ketentuan mengenai hal

ini ada pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUH

Perdata.Perjanjian dapat pula diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,

mengandung suatu syarat semacam itu.Pasal ini memberi pengertian bahwa

seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan

suatu syarat yang telah ditentukan.Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata,

29

(13)

tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan

ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Hukum benda mempunyai sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian

menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas

dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa,

sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada

masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak

melanggar undang-ndang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari

hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (optional

law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki

oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat

ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian

dan diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam

perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian-perjanjian

itu tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka berarti mengenai soal tersebut akan

tunduk kepada undang-undang. Karena itu hukum perjanjian disebut hukum

pelengkap, karena fungsinya melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara

tidak lengkap.

Sistem terbuka, yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian,

dalam KUHPerdata lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang

berbunyi demikian:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Penekanan pada perkataan

semua menyatakan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang

berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat

mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang.

L. Jenis Perjanjian Pekerjaan Borongan

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian

pemborongan lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitu

pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya dan

(14)

pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat

membatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak lainnya.

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrij) artinya perjanjian

pemborongan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.Dalam prakteknya,

apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil, biasanya

perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian

pemborongan dengan biaya agak besar maupun besar, perjanjian pemborongan

dibuat secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta

otentik (akta notaris).

M. Addendum (Penambahan) Dalam Perjanjian Borongan

Perjanjian yang telah dibuat dalam pelaksanaannya terdapat pengurangan

atau bahkan penambahan prestasi (addendum) pekerjaannya.Addendum menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesiaadalah jilid tambahan (pada buku), lampiran

ketentuan atau pasal tambahan, misal dalam akta.Pada umumnya, istilah

addendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian

pokoknya namun merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya.Meskipun

jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir, para pihak dapat menambahkan

addendum sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak. Pengertian addendum

adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula

atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara

hukum melekat pada perjanjian pokok itu. Sedangkan, perpanjangan

perjanjian/kontrak pada umumnya digunakan saat suatu perjanjian berakhir,

namun para pihak menghendaki perikatan yang berakhir itu (misalnya hubungan

kerja) untuk diteruskan.Sehingga, para pihak membuat kesepakatan untuk

memperpanjang perjanjian/kontrak.30

30Addendum

Pada dasarnya, keduanya, baik addendum

maupun perpanjangan kontrak adalah perjanjian.Karena tanpa kesepakatan kedua

belah pihak, salah satu pihak tidak dapat membuat addendum atau

memperpanjang suatu perjanjian secara sepihak.Jadi, sebenarnya perbedaannya

(15)

adalah pada penggunaan istilah atas dasar perbedaan fungsi.Namun, esensi

keduanya tetap adalah perjanjian.Dengan demikian, keduanya sama-sama

merupakan perjanjian dan tunduk pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana

diatur dalam Pasal

kontrak/perjanjian intinya para pihak bebas menentukan isi kontrak sepanjang isi

dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun

dengan ketertiban umum, termasuk dalam menentukan bentuk yang digunakan,

para pihak dapat menyepakatinya.

Pada saat kontrak berlangsung ternyata jika dalam kontrak yang telah

disepakati terdapat hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut,

dapat dilakukan musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang belum diatur

tersebut. Untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur tersebut harus

dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti kontrak yang telah dibuat.

Pengaturan ini umum disebut dengan addendum(amandemen) biasanyaklausula

yang mengatur tentang addendum dicantumkan pada bagian akhir darisuatu

perjanjian pokok.Namun apabila hal tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian,

addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara para pihak,

dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Belum ada

alasan yang pasti mengapa caraaddendum lebih dipilih digunakan daripada

membuat perjanjian baru untuk perubahan dan atau penambahan isi dari suatu

perjanjian. Namun patut diduga bahwa hal tersebut semata karena alasan

kepraktisan serta lebih menghemat waktu dan biaya.31

N. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya

perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;

31

(16)

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dapat dibedakan syarat

subjektif, dan syarat objektif. Dalam hal ini kita harus dapat membedakan antara

syarat subjektif dengan syarat objektif.Syarat subjektif adalah kedua syarat yang

pertama, sedangkan syarat objektif kedua syarat yang terakhir.32

a. Syarat subjektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat

dibatalkan, meliputi:

Sedangkan Saliman menjelaskan tafsiran atas Pasal 1320 KUHPerdata

yaitu:

1) Kecakapan untuk membuat kontrak dimana para pihak diharuskan

dewasa dan tidak sakit ingatan.

2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Syarat objektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal

demi hukum meliputi:

1) Suatu hal (objek) tertentu.

2) Sesuatu sebab yang halal (klausula).33

Untuk syarat sah yang khusus yang dikemukakan oleh Munir Fuady terdiri

dari:

a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu.

b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.

32

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 98.

33

(17)

c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk kontrak-kontrak

tertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.34

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena syarat

tersebut mengenai subyek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat

obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian.Perjanjian yang sah diakui dan

diberi akibat hukum sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat

tersebut tidak diakui oleh hukum. Tetapi bila pihak-pihak mengakui dan

mematuhi perjanjian yang mereka buat, tidak memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan oleh undang-undang tetapi perjanjian itu tetap berlaku diantara mereka,

namun bila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakui sehingga timbul

sengketa maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.

Keempat syarat di atas merupakan syarat yang esensial dari suatu

perjanjian, artinya syarat-syarat tersebut harus ada dalam suatu perjanjian, tanpa

suatu syarat ini, perjanjian dianggap tidak pernah ada atau perjanjian itu tidak

sah.Namun dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka

berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.Dengan kata

sepakat suatu perjanjian sudah lahir. Sehubungan dengan syarat kesepakatan

mereka yang mengikatkan diri, dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal

yang merupakan faktor, yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan

tersebut, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara

para pihak yang mengadakan perjanjian.Perjanjian sudah lahir pada saat

tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal dengan asas konsensualisme

yang merupakan asas pokok dalam hukum perjanjian.Menurut Abdul Kadir

Muhammad persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia-sekata. Pihak-pihak

mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga

34

(18)

dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, tidak

lagi dalam perundingan.Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus

merupakan perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan

tekanan (dwang) dari pihak manapun juga, harus betul-betul atas kemauan

sukarela para pihak.35

Pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada kekhilafan

(dwaling) dan tidak ada penipuan (bedrog).Apabila ada kesepakatan terjadi karena

kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau

dapat dimintakan pembatalan kepada hakim (vernietigbaar).Hal ini sesuai dengan

Pasal 1321 KUH Perdata dinyatakan tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat

itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau

penipuan.Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan kegiatan itu

tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan

upaya menakut-takuti, sehingga dengan demikian orang itu tidak terpaksa

menyetujui perjanjian (Pasal 1324 KUHPerdata).Dan dikatakan tidak ada

kekhilafan atau kekeliruan mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting

obyek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

itu.Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan penipuan menurut arti

Undang-undang (Pasal 1328 KUHPerdata).Penipuan menurut arti Undang-undang

ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan

palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.36

Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh

dari pihak ketiga dan tidak ada gangguan berupa paksaan, yaitu paksaan rohani

atau paksaan jiwa, bukan paksaan fisik, misalnya salah satu pihak karena diancam

atau ditakuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Kekhilafan, yang terjadi

apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-halpokok dari apa yang diperjanjikan

atau tentang barang yangmenjadi obyek perjanjian.Penipuan, yang dapat terjadi

apabila salah satu pihak dengansengaja memberikan keterangan palsu disertai

35

Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia.(Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1990), hlm. 228-229

36

(19)

dengan tipu muslihatuntuk membujuk pihak lainnya agar menyetujui suatu

perjanjian, misalnya menjual mobil bekas yang telah dipoles sedemikian

rupasehingga menimbulkan kesan seolah-olah mobil tersebut barudengan

mengatakan kepada pembeli bahwa mobil itu baru.

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur

dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan

perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa

yaitu berumur 21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau

sudah kawin, disimpulkan secara a contrario dalam redaksi Pasal 330

KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum,

sebagaimana diatur Pasal 1330 KUHPerdata ialah:

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh

undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu

(ketentuan ini sudah dicabut).

3. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah

objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian

yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan

suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.Menurut ketentuan Pasal

1234 KUHPerdata dinyatakan bahwa perikatan ditujukan untuk memberikan

sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.Dalam ketentuan

Pasal 1331 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai

(20)

ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak masalah asalkan dikemudian hari

ditentukan

4. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab/kausa di sini bukanlah sebab yang

mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu

perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan

adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada isi perjanjian. Pada pasal

1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah

apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban

umumdan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal

akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.37

Kedua syarat pertama tersebut, dinamakan dengan syarat-syaratsubyektif,

karena mengenai orang-orangnya atau subyek yangmengadakan

perjanjian.Sedangkan dua syarat yang terakhirdinamakan syarat-syarat obyektif

karena mengenai perjanjiannyasendiri atau obyek dari perjanjian tersebut.Apabila

syarat subyektif dilanggar baik salah satu atau keduanyamengakibatkan perjanjian

dapat dibatalkan (voidable).Adanyakekurangan terhadap syarat subyektif tersebut

tidak begitu sajadiketahui oleh hakim, jadi harus diajukan oleh pihak

yangberkepentingan, dan apabila diajukan kepada hakim, mungkin

sekalidisangkal oleh pihak lawan, sehingga memerlukan pembuktian.Olehkarena

itu, undang-undang menyerahkan kepada para pihak, apakahmereka menghendaki

pembatalan terhadap perjanjian tersebut atautidak.38

Apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian tersebut tidakmemiliki

kekuatan hukum sejak semula dan tidak mengikat para pihakyang membuat

perjanjian atau disebut dengan batal demi hukum (nulland void).Secara yuridis,

dianggap dari semula tidak ada suatuperjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan Akan tetapi selama para pihak

tidak keberatan ataspelanggaran kedua syarat subyektif tersebut, maka perjanjian

itu tetapsah.

37

Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hlm. 319

38

(21)

antara orang-orang yangbermaksud membuat perjanjian itu.Akibat dari batal demi

hukum,maka para pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui

pengadilanuntuk melaksanakan perjanjian atau meminta ganti rugi, karena

dasarhukumnya tidak ada.39

O. Jangka Waktu Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Berakhirnya perjanjian pemborongan apabila proyek yang diborongkan telah

selesai dikerjakan dan masa pemeliharaan telah berakhir. Penyerahan hasil pekerjaan

dilakukan oleh pihak pemborong kepada pihak pemberi tugas setelah proyek telah

selesai secara keseluruhan (100%) yang dinyatakan dengan berita acara serah terima

proyek yang ditanda tangani untuk kedua belah pihak serta dilampiri berita acara hasil

pemeriksaan oleh tim peneliiti serah terima proyek.40

P. Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya

Dalam perjanjian tersebut

disepakati pada tangggal 10 juni 2009 yang pada intinya memuat hal-hal

tentanghak dan kewajiban PT. TUM selaku pemberi pekerjaan dan PT. UBBS

selaku penerima pekerjaan borongan untuk mengexport hasil penambangan biji

bauksit. Kemudian dibuat kembali perjanjian tahap keduaantara PT. TUM dan PT.

UBBS tertanggal 23 Desember 2009tentang kerjasama terhadap lahan

pertambangan di Pulau Kelong. Kemudian dibuat lagi perjanjian perluasan

arealpertambanganantara PT. TUM dan PT. UBBS tertanggal 18 Mei 2010

danmempertegas kembali materi perjanjian tanggal 10 juni 2009. Kemudian

terdapat lagi addenddum perjanjian antara PT. TUM dan PT. UBBS tertanggal21

Juni 2010.

Untuk hapusnya perikatan, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1381, yaitu

pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan, pembaharuan utang, perjumpaan utang atau kompensasi, pencampuran

utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang, pembatalan,

berlakunya suatu syarat batal, dan lewatnya waktu dari kontrak perjanjian.

39 Ibid. 40

(22)

Perikatan adalah suatu hubungan hukum di bidang hukum kekayaan

dimana suatu pihak berhak menuntut suatu prestasi dan pihak lainnya

bekewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.Pasal 1233 KUHPerdata

dinyatakan bahwa perjanjian pada umumnya bersifat timbal balik, hal ini di

katakan dalam mengkritisi pasal 1313 KUHPerdata tetang perjanjian, dimana

dikatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih.KUHPerdata membedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir demi

perjanjian dan dari perikatan yang lahir dari undang-undang.Akibat hukum suatu

perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak.Tetapi

hubungan dan akibat hukumnya ditentukan oleh undang-undang. Pada umumnya

semua kontrak di akhiri dengan pelaksanaan apa yangdi sepakati, artinya bahwa

para pihak memenuhi kesepakatan untuk dilaksanakan berdasarkan persyaratan

yang dicantum dalam perjanjian atau kontrak. Pemenuhan perjanjian atau hal-hal

yang harus dilaksanakan disebut prestasi, dengan terlaksana prestasi maka

kewajiban-kewajiban para pihak berakhir, sebaliknya apabila si berutang atau

debitur tidak melaksanakannya, hal tersebut disebut wanprestasi. Menurut

ketentuan dalam KUHPerdata terdapat empat macam bentuk atau jenis dari

wanprestasi itu sendiri, yaitu:

1. Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat bagi

atau tidak dapat diperbaiki

2. Terlambat memenuhi prestasi

3. Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya

4. Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.41

Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian karena dua hal:

1. Kesalahan debitur karena disengaja dan/atau lalai

2. Keadaan memaksa.42

41

Handri Raharjo, Op. Cit., hlm. 80-81

(23)

Seorang debitur dikatakan wanprestasi apabila ia tidak melakukan apayang

diperjanjikan atau melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Wanprestasiyang

disebabkan oleh adanya kesalahan debitur. Luasnya kesalahan meliputi:

a. Kesengajaan, maksudnya adalah perbuatan yang menyebabkan

terjadinyawanprestasi tersebut memang diketahui dan dikehendaki oleh

debitur.

b. Kelalaian, maksudnya adalah debitur melakukan suatu kesalahan, akan

tetapiperbuatannya itu tidak dimaksudkan untuk terjadinya wanprestasi

yang kemudianternyata menyebabkan terjadinya wanprestasi.43

Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seseorang debitur

dapat berupa empat macam, yaitu:

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

b) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan

c) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh melakukannya.44

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah

sebagai berikut:

(1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau biasa dinamakan ganti

rugi

(2) Pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian

(3) Peralihan risiko, membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan

didepan hakim

Pembelaan untuk debitur wanprestasi ada 3 macam, yaitu:

43

J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), (Bandung: Alumni, 1993), hlm. 50

44

(24)

(a) Memajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force

majeur)

(b) Memajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai

(exception non adimpleti contractus)

(c) Memajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut

ganti rugi (rechtsverwerking).45

45Ibid.,

Referensi

Dokumen terkait

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken

(3) Terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit khusus sesuai kekhususannya , berlaku tarif sesuai kelas rumah sakit. (4) Dalam hal pelayanan yang diberikan oleh rumah

Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multi mode fiber

Peralatan kaca yang terdapat di laboratorium memiliki berbagai fungsi, antara lain mengukur volume cairan, menyimpan sampel atau bahan kimia, tempat mencampur atau

Sedangkan kepemilikan institusional yang pressure-sensitive adalah kepemi- likan saham oleh institusi yang seringkali memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan sehingga mereka

Minat membaca berpengaruh besar terhadap kesuksesan anak (siswa) sehingga perlu ditanamkan sejak dini. Perpustakaan berperan dalam menumbuhkan minat baca siswa

Allen & Meyer (1990) juga menyatakan bahawa beberapa variabel berkorelasi terhadap komitmen ahli organisasi antaranya ialah keadilan dan kesukaran matlamat. Oleh