• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) - Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Dan Ukuranperusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) - Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Dan Ukuranperusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Praktek manajemen laba yang terjadi dalam sebuah perusahaan dapat dijelaskan melalui teori agency. Konsep teori agency menjelaskan bagaimana hubungan atau kontrak antara pemegang saham (principal) dan manajer (agent). Manajer bekerja untuk melakukan tugas sesuai dengan kepentingan

pemegang saham. Pemegang saham juga mendelegasikan otoritas dalam pembuatan keputusan kepada manajer. Hal ini memungkinkan agen mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal. Pemegang saham akan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapai oleh manajemen.

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang maksimal. Pemegang saham memberikan wewenang kepada manajer untuk melaksanakan tugasnya demi mencapai laba yang diinginkan. Namun tak jarang tujuan yang sudah ditetapkan tidak tercapai dikarenakan sifat

mementingkan diri sendiri. Perbedaan tujuan utama antara pemegang saham dan manajer juga yang saling bertentangan menimbulkan masalah keagenan. Pihak principal memiliki tujuan utama yaitu profitabilitas yang selalu

(2)

masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse).

Teori agensi juga menjelaskan bahwa masalah keagenan terjadi karena adanya asimetris informasi. Asimetris informasi merupakan perbedaan atau kesenjangan informasi dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan jika dibandingkan dengan pemegang saham. Dalam kondisi seperti ini manajer dengan leluasa melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya sendiri termasuk melakukan manajemen laba. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989) dalam Suryani 2010. Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen.

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba

(3)

perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal. Sulistyanto dalam Sipayung (2012) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk

mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.

Scott (2000) dalam Suryani (2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara untuk

memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua,

memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Healy dan Wahlen (1999) dalam Anggraeni (2013)

menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika para manajer

(4)

ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi dilaporkan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan tindakan manipulasi laporan keuangan yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen sehingga informasi yang dilaporkan dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan demi

keuntungan pihak manajemen. Manajemen laba dapat menurunkan tingkat kualitas laporan keuangan karena dapat menambah bias dalam laporan keuangan yang dapat mengganggu pemakai laporan keuangan tersebut.

2.1.2.2 Pola Manajemen Laba

Scoot (2000) dalam Ningsaptiti (2010) menyatakan bahwa pola manajemen laba dapat dibagi menjadi :

1. Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan

perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi.

(5)

Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang

tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini

dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas perjanjian hutang.

4. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.

5. Offsetting extraordinary/unusual gains

Dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba 6. Aggresive accounting applications

Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan dipakai untuk membagi laba antar periode.

(6)

Dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi.

2.1.2.3 Motivasi Manajemen Laba

Manajemen melakukan tindakan manajemen laba dilatar belakangi oleh beberapa motivasi. Menurut Suryani 2010 motivasi yang melatarbelakangi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, antara lain:

1. Bonus Purposes

Manajer yang lebih mengetahui informasi tentang laba perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham cenderung bersifat opportunistic dan melakukan tindakan manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan tujuan unutk mendapatkan insentif berupa bonus.

2. Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3. Taxation Motivations

(7)

laba sehingga mengakibatkan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya.

4. Pergantian CEO

Manajemen laba yang dilakukan oleh CEO yang telah mendekati masa pensiunnya biasanya dilakukan dengan manaikkan laba dengan tujuan mendapatkan bonus.

5. Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang baru pertama kali melakukan penawaran sahamnya dan belum memiliki nilai pasar memiliki kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan di masa yang akan datang.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus disampaikan oleh manajer kepada investor sebagai bentuk tanggungjawab manajer. Oleh karena itu, pelaporan laba perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai keinginan.

2.1.2.4 Discretionary Accruals

(8)

Akuntansi berbasis akrual dipandang lebih rasional jika dibandingkan dengan akuntansi berbasia kas. Sulistyanto dalam (Sipayung 2012:18) menyatakan bahwa akuntansi berbasisi akrual mennggunakan prosedur akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, dan keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan. Pemilihan dasar akrual bertujuan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif tentang keadaan yang sebenarnya.

Akuntansi berbasis akrual mengakui pengaruh setiap transaksi pada saat kejadian bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar serta dicatat dan dilaporkan pada saat periode berjalan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan

penerimaan atau pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan (IAI dalam Andayani 2009:23).

Konsep akrual terdiri dari dua, yaitu discretionary accrual dan non

discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual

(9)

akuntansi yang berlaku umum. Non discretionary accrual merupakan akrual yang wajar, dan apabila di langgar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar), oleh karena itu bentuk akrual yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accrual yang dinilai dengan menggunakan modified Jones model.

2.1.3 Ukuran KAP

Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan perilaku manajemen sehingga proses audit yang dilakukan memiliki peranan penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku

opportunistik manajemen. Auditor sebagai pihak yang independen diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba serta meningkatkan

kepercayaan atas laporan keuangan yang diaudit.

Ukuran KAP adalah besar kecilnya perusahaan audit. Ukuran KAP diukur dari KAP big four dan KAP non big four. Auditor big four adalah auditor yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor non big four, oleh karena itu auditor big four akan berusaha secara

sungguh-sungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan

(10)

2.1.4 Proporsi Komisaris Independen

Istilah komisaris independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka keberadaan komisaris independen diwajibkan. Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi.

Ada dua kriteria persyaratan seseorang menduduki jabatan komisaris independen. Kedua syarat tersebut adalah:

a.Kriteria komisaris independen menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), yaitu:

i. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen, ii. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham

mayoritas, atau seseorang pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan,

(11)

perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu,

iv. Komisaris independen bukan merupakan penasihat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut,

v. Komisaris independen bukan merupakan pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lain yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut,

vi. Komisaris independen tidak memiliki kotraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selagi sebagai komisaris perusahaan tersebut,

vii. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. b. Kriteria komisaris independen menurut keputusan direksi PT. Bursa

(12)

i. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris,

ii. Komisaris independen tidak punya saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik, iii. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan

emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan tercatat yang bersangkutan,

iv. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan,

v. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat,

vi. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik,

vii. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal,

(13)

Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses

penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005 dalam Suryani 2010). Jika fungsi independensi dewan komisaris cenderung kuat, maka tindakan manajemen laba cenderung dapat dihindari. Sebaliknya, jika fungsi

independensi dewan komisaris cenderung lemah, maka tindakan manajemen laba juga akan cenderung lebih sering terjadi.

2.1.5 Free Cash Flow

Free cash flow adalah arus kas bebas yang merupakan sisa perhitungan

arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode

keuangan. Meskipun dinamakan bebas pihak manajemen tidak dapat dengan bebas menggunakan uang ini. Keown et.al., (2011) mendefinisikan arus kas bebas adalah jumlah yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal kerja operasional bersih dan aktiva tetap. Uang tunai yang tersedia ini

kemudian didistribusikan kepada pemilik perusahaan dan kreditor atau dapat dikatakan setelah perusahaan membayar semua beban operasinya dan

(14)

flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang

dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi.

Suatu perusahaaan dapat dinilai dari berapa besar keuntungan yang diperolehnya selama periode tertentu. Keuntungan suatu perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Semakin besar kas tersedia dalam perusahaan tersebut, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang, dan dividen.

Jensen dalam Tampubolon (2012) menyatakan bahwa jika arus kas bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk

memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini akan memunculkan masalah keagenan. Manajer akan lebih memilih untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.

2.1.6 Kepemilikan Institusional

(15)

kepemilikan saham, semakin tinggi pengendalian yang dapat dilakukan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi atau lembaga seperti: perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, pemerintah dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan institusional merupakan salah satu cara untuk mengendalikan pihak manajemen melalui tindakan monitoring yang efektif sehingga tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen dapat dikurangi.

Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Investor institusi

sering disebut sebagai investor sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan investor non

institusional. Kehadiran institusi sebagai pemilik saham dapat memnatasi manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.

(16)

mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management. Kedua, memandang investor institusional sebagai investor yang

berpengalaman (sophisticated) yang terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional

menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.

2.1.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dijadikan sebagai skala untuk mengukur besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang dimiliki perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai pasar saham. Pada umumnya ukuran perusahaan diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: perusahaan berskala besar, perusahaan berskala menengah, dan perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukan manajemen laba

(17)

diperhatikan, sehingga laporan kinerja perusahaan harus dilaporkan secara akurat. Siregar dan Utama (2005) dalam Pujiningsih (2011:29) menuturkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Perusahaan besar memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan memiliki transparansi yang lebih. Veronica dan Utama (2005) dalam Suryani (2010) menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Semakin besar perusahaan maka dorongan untuk melakukan tindakan manajemen laba oleh manajemen perusahaan semakin kecil.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan peneliti menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010) yang meneliti tentang pengaruh mekanisme good corporate governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap

(18)

yang mengindikasikan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh dengan manajemen laba.

Ningsaptiti (2010) meneliti tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan dan mekanisme good governance terhadap manajemen laba. Objek penellitian adalah perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI pada tahun 2007-2009. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Pujiningsih (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, praktik corporate governance, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009 yang terdiri dari 36 sampel. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa komite audit dan kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dewan komisaris, dan kualitas audit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

(19)

independensi auditor dan auditor spesialisasi industri tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010) yang meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yang objek penelitiannya adalah perusahaan manufaktur tahun 2004-2008. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk kembali mengangkat masalah tentang manajemen laba, adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu tahun 2013 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan peneliti menambah serta mengurangi beberapa variabel independen.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No.

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Variabel Penelitian

Teknik

(20)

1. Guna dan

Leverage, kualitas

audit dan profitabilitas

berpengaruh terhadap

manajemen laba. Kepemilikan

institusional, kepemilikan manajemen,

komite audit, komisaris

independen,

independensi dan ukuran

perusahaan tidak berpengaruh

terhadap

manajemen laba. 2. Rahmadika

(Studi Empiris pada

perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI tahun

Spesialis industri dan ukuran KAP terbukti tidak berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

3. Ningsaptiti (2010)

Laba (Studi Empiris pada

Variabel

kualitas audit dengan proksi spesialisasi

industri KAP berpengaruh

signifikan terhadap

(21)

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008)

Dewan Komisaris, Spesialisasi industri KAP, Komposisi Komite Audit

sedangkan

komposisi dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba 4. Pujiningsih

(2011)

Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2009) komite audit, proporsi dewan komisaris, ukuran KAP, kompensasi

modal, ukuran perusahaan,

keberadaan

komite audit, proporsi dewan komisaris,

kualitas audit berpengaruh

negatif terhadap namajemen laba; sedangkan

kompensasi bonus berpengaruh

positif terhadap manajemen laba

5. Putri (2013) Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kualitas Audit terhadap Manajemen

Laba (Studi pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-ukuran KAP, independensi auditor, dan auditor

manajerial dan ukuran

KAP berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap

manajemen laba; sedangkan

kepemilikan institusional, independensi

auditor dan auditor

(22)

tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba. 6. Suryani

dan Ukuran Perusahaan yang terdaftar di BEI komite audit, dan ukuran perusahaan

manajerial, dan ukuran

perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap

manajemen laba: sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris

independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba. 7. Agustia

komite audit, proporsi

Ukuran komite audit, proporsi komite audit independen,

kepemilikan

institusional dan kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba, sedangkan

leverage

berpengaruh, free

cash flow berpengaruh

negative dan signifikan

terhadap

(23)

Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan,

dan Praktik Corporate

Governance terhadap Manajemen Laba

(Studi Empiris pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun Perusahaan, Komposisi Dewan, Komisaris Independen, Komite

Audit, dan Ukuran KAP

manajerial dan ukuran

perusahaan tidak berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba; sedangkan

proporsi dewan komisaris

independen, komite audit, dan ukuran KAP berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba. 9. Sudibyo

dan Ukuran Perusahaan

Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan

Jasa Non Keuangan

yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan ukuran perusahaan

Regresi berganda

Kepemilikan

manajerial dan kepemilikan

institusional berpengaruh

positif dan signifikan

terhadap

manajemen laba; sedangkan

proporsi dewan komisaris dan ukuran

perusahaan tidak berpengaruh

terhadap

manajemen laba

2.3 Kerangka Konseptual

(24)

tinjauan pustaka di atas maka penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu manajemen laba dan variabel independen terdiri dari Kualitas Auditor, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan. Berikut ini adalah skema kerangka konseptual penelitian ini:

Proporsi Komisaris Independen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Manajemen Laba (Y)

Proporsi Komisaris Independen (X2)

Ukuran Perusahaan (X5)

Kepemilikan Institusional (X4)

Free Cash Flow

(X3) Ukuran KAP

(25)

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Ukuran KAP dengan Manajemen Laba

Auditor yang bergabung dalam big four pada umumnya memiliki kemampuan dan reputasi yang lebih baik daripada auditor non big four. Hal ini disebabkan auditor dalam kelompok KAP big four cenderung memiliki auditor yang lebih berpengalaman serta memiliki kemampuan dalam membatasi besarnya manajemen laba suatu perusahaan. Jika auditor ini tidak dapat

mempertahankan reputasinya, maka masyarakat akan hilang kepercayaan kepada auditor big four dan dianggap gagal menjalankan perannya sebagai auditor sehingga auditor ini akan tiada dengan sendirinya seperti yang pada KAP Arthur Andersen yang terlibat dalam kasus Enron. Guna dan Herawaty (2010) meneliti tentang hubungan antara ukuran KAP dengan manajemen laba menemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Gerayli et al (2011) menyimpulkan bahwa ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang dapat disusun sebagai berikut :

H1: Ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.

(26)

Komisaris independen menunjukan keberadaan mereka sebagai perwakilan pemegang saham independen (minoritas) dan bukan merupakan anggota manajemen perusahaan. Keberadaaan mereka diwajibkan dalam sebuah perusahaan sebagai tindakan untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen. Komisaris independen diharapkan mampu menciptakan keseimbangan berbagai kepentingan para pihak, yaitu pemegang saham utama, karyawan, manajemen, komisaris, maupun pemegang saham publik. Penelitian Anggraeni (2013) menemukan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut makan hipotesis yang disusun yaitu:

H2 : Proporsi Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.4.3 Free Cash Flow dengan Manajemen Laba

(27)

pada informasi arus kas bebas yang menujukkan kemampuan perusahaan dalam membayar deviden. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang dilakukan Agustia (2013) menyimpulkan bahwa free cash flow berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang disusun yaitu :

H3 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba

2.4.4 Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba

Kepemilikan institusional merupakan salah satu langkah untuk memonitor kinerja manajer dalam mengelola perusahaan. Kehadiran institusi dalam struktur kepemilikan saham perusahaan diharapkan bisa mengurangi perilaku manajemen laba yang dilakukan manajer. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif. Semakin tinggi kepemilikan institusional diharapkan tindakan manajemen laba semakin berkurang. Suryani (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang disususn yaitu :

H4: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen

(28)

Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang dimiliki perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai pasar saham. Besar kecilnya perusahaan akan memepengaruhi manajemen dalam penyusunan laporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga akan berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat. Penelitian Ningsaptiti (2010) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Pujiningsih (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang disusun yaitu :

H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba

Gambar

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Gambar  2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Bila penge-luaran (point 6) lebih besar dibandingkan penghasilan (point 7), usaha apa yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah itu.. Kepemilikan aset keluarga,

Menurut FAO/WHO Codex Alimentarius, bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai semua bahan yang biasanya tidak dikonsumsi sebagai bahan makanan

Menurut Potter dan Kemacki dalam Suyani (2006) juga menyatakan bahwa kemampuan individu menyerap informasi melalui indera pendengaran yang terbatas. Dari hal ini bisa

yang terpasang ( on ) pada sistem tenaga listrik akan berbeda, sesuai dengan jenis. beban pada saat itu

Berdasarkan hasil pre test yang dilakukan sebelum penyuluhan dari pengisian kuisioner tentang minat pada aspek kognitif rata-rata memiliki pemikiran yang baik dan

Pengaruh Shared Value , Komunikasi , Opportunistic Behavior Control Terhadap Kepercayaan Pengguna Internet Banking.. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh shared value

1. Didapatkan hasil perhitungan dari perencanaan sistem hidrolik adalah dengan daya motor sebesar 0,56 kW, kapasitas pompa sebesar 18,85 lpm atau 13,76 cc/rev, dan tekanan

Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa masa sanggah banding hasil lelang Pekerjaan Rehabilitasi Gedung. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lamongan yang dimulai pada