Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Agama dan Humaniora pada Konsentrasi Tafsir
Oleh : Apipudin NIM: 10.2.00.1.05.08.0061
Pembimbing:
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :Apipudin
NIM :10.2.00.1.05.08.0061
Tempat Tanggal Lahir :Cipanas, Lebak,02-03-1977
Pekerjaan :Dosen di STAI Nida El-Adabi
Bogor
Alamat :Kp. Pabuaran, RT.05/01 Ds.
Kabasiran Kec. Parungpanjang Kab. Bogor
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul: ‚ Al-Qur’an Sebagai Penyembuh Penyakit, Analisis Kitab Khazi>nat
al-Asra>r Karya Muhammad Haqqi al-Na>zili> 1993‛ adalah benar
merupakan hasil karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain. Maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik.
Jakarta, 03 Nopember, 2012
18 Zulhijah, 1433
Penulis,
iii PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul ‚Al-Qur’an Sebagai Penyembuh Penyakit
Analisis Kitab Khazi>nat Asra>r Karya Muhammad Haqqi
al-Na>zili> 1993, yang ditulis oleh: Nama :Apipudin
NIM :10.2.00.1.05.08.0061
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dibawa ke sidang ujian pendahuluan tesis.
Jakarta, 03 Nopember 2012
18 Zulhijah, 1433
Pembimbing,
iv PENGESAHAN TIM PENGUJI
Tesis dengan judul ‚Al-Qur’an Sebagai Penyembuh
Penyakit, Analisis Kitab Khazi>nat al-Asra>r Karya Muhammad
Haqqi al-Na>zili> 1993‛ yang ditulis oleh Apipudin, NIM.
10.2.00.1.05.08.0061, telah diujikan dalam sidang ujian pendahuluan Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, tanggal 19 November 2012, dan telah diperbaiki sesuai saran dan rekomendasi dari Tim Penguji Pendahuluan Tesis.
TIM PENGUJI
Ketua Sidang/Penguji,
Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, M.A. Tanggal: _______ 2012
Pembimbing/Penguji,
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Tanggal: _______ 2012
Penguji I,
Prof. Dr. Hamdani Anwar, M.A. Tanggal: _______ 2012
Penguji II,
v ABSTRAK
Kesimpulan besar penelitian ini adalah al-Qur’an sebagai
penyembuh beragam penyakit fisik dan psikis (bio, psio, sosio,
spiritual) dipahami dari kata shifa>’ dan isyarat ayat yang ada dalam
al-Qur’an. Salah satu tokoh yang berkomentar tentang ini adalah Muhammad Haqqi al-Na>zili>.
Penelitian ini ada kesamaan dengan peneliti sebelumnya, walaupun dalam angka tahun dan beberapa hal lainnya sedikit
berbeda. Di antaranya; Abduldaem al-Kaheel, Power of al-Qur’an
Healing. Menurutnya, isyarat penyembuhan dengan al-Qur’an
adalah diketemukannya ayat tentang diciptakannya pendengaran terlebih dahulu dari pada yang lainnya, dan ternyata telinga merupakan organ vital untuk dijadikan sebuah media penyembuhan, karena otak dipengaruhi oleh suara yang masuk lewat telinga yang akan ditransfer ke seluruh anggota tubuh. Selanjutnya pendapat A. Abdurrochman, S. Perdana dan S.
Andhika, Muratal al-Qur’an: Alternatif Terapi Suara Baru.
Stimulan al-Qur’an dapat dijadikan sebagai terapi relaksasi bahkan
lebih baik dibandingkan dengan stimulan terapi karena stimulan al-Qur’an dapat memunculkan gelombang delta sebesar 63,11%
sedangkan kenaikan gelombang delta mencapai persentase
tertinggi sebesar 1.057%. Stimulan Al-Qur’an ini sering
memunculkan gelombang delta di daerah frontal dan central baik
sebelah kanan maupun kiri otak. Begitu juga dengan Athoullah, Tesis Makna Bismillah dalam Perspektif Hikmah, yang menyatakan bahwa basmalah selain memiliki makna teks juga mempunyai makna isyarat kekuatan magis, jika diamalkan sesuai aturan yang telah ditentukan. Mohammad Daudah menyatakan dalam sebuah karyanyanya berjudul ‚Energi Penyembuh dalam a-Qur’a>n antara sain dan keyakinan‛ menurutnya suara al-Qur’an dapat menghentikan pergerakan virus dan kuman, dan pada waktu yang bersamaan meningkatkan sel-sel sehat dan membangkitkan program yang terkacaukan di dalamnya agar siap bertempur
melawan virus dan kuman. Tambahnya, bacaan al-Qur’an memiliki
vi Kesimpulan penelitian ini bersilang pendapat dengan Muhammad Quraish Shihab, Ciputat: Lentera Hati; 2000 volume 7,
yang mengatakan bahwa kata shifa>’ yang ada di dalam al-Qur’an
bermakna penyembuh penyakit psikis. Menurutnya, hadis-hadis
yang dijadikan dasar pijakan dalam menafsirkan kata shifa>’ adalah
hadis yang diperselisihkan nilai dan maknanya. Tambahnya jika hadis itu benar, maka yang dimaksud bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit ruhani/jiwa yang berdampak pada jasmani. Ia merupakan psikosomatik. Begitu juga pendapat Shalah Abdul Fattah Kholidiy, Dasar-dasar Untuk Memahami al-Qur’an, menurutnya al-Qur’an kitab petunjuk, bukan kitab magis.
Selanjutnya pendapat Yusuf Qarad}awi, Kai>fa Nata’amalu ma’a
al-Qur’an, mengatakan al-Qur’an bukan kitab filsafat, bukan juga
kitab penyembuhan fisik melainkan psikis, andai saja al-Qur’an
sebagai penyembuh penyakit fisik, maka medis tidak berarti dalam peradaban Islam.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kata shifa>’ yang ada dalam
al-Qur’an berbentuk umum (nakirah) dan banyak ulama tafsir menafsirkan sebagai penyembuh fisik dan psikis. Penyembuhan
penyakit fisik dan pskis dengan al-Qur’an selain dipahami dari kata
shifa>’ juga didapatkan dari isyarat-isayarat ayat, dan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Ubaid, Abu Daud, Tirmizi, Nasa>’i, IbnMajah, IbnJarir, al-Hakim dan Baihaqi> tentang penyembuhan bisa kalajengking dengan surat al-Fa>tih{ah.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library
vii
ABSTRACT
The conclusion of these study are the Qur'an as a healer of physical (bio) and psychological (psio-sosio-spiritual) illnesses understood from the word shifa' and cues verses in the Qur'an. One of the figures who commented on this is Muhammad Haqqi al-Na>zili>
This research was common with previous researchers, although the number of years and a few other things a little differently. Among them; Abdu al-Daem Al-Kaheel, Power of al-Qur'an Healing. According to him, with a gesture of healing is the discovery of al-Qur'an verses about the creation of the first hearing in the other ear and it is a vital organ to be used as a medium of healing, because the brain is affected by the noise coming through
the ear to be transferred to all members body. Furthermore, the
opinion A. Abdurrochman, S. Prime and S. Andhika, Muratal
al-Qur’an: Alternatif Terapi Suara Baru. Stimulation of the Qur’an can be used as a relaxation therapy even better than the stimulant therapy because the Qur'an can bring delta waves at 63.11% while the increase in delta waves reached the highest percentage of 1057%. Stimulants Qur'an is often raised delta waves in the frontal and central both right and left brain. Likewise with Athoullah, Makna Bismillah dalam Perspektif Hikmah, which states that in addition to having the meaning of a text basmalah also meaning cues magical powers, if practiced according to the rules that have
been defined. Mohammad Daudah, Energi Penyembuh dalam
a-Qur’an antara sain dan keyakinan. That stated, the voice of al-Qur'an to stop the movement of viruses and bacteria, and at the same time increase the healthy cells and revives the disrupted program inside so ready to fight viruses and germs. He added, reading al-Qur'an has an extraordinary effect on cells and can restore the balance.
viii Added if the hadis is true, then it is not a physical disease, but it is a spiritual illness/mental impact on the body. He was psychosomatic. So is the opinion of Abdul Fattah Salah Kholidiy, The Basics To Understanding Qur'an, according to al-Qur'an the book of instructions, not a book of magic. Furthermore,
the opinion of Yusuf Qaradawi, Kai fa Nata’amalu Ma'a al-Qur'an,
said al-Qur'an is not the book of philosophy, not physical but also psychic healing book, if only al-Qur'an the healing of physical disease, the medical does not mean the Islamic civilization.
This study suggests that the word shifa 'contained in the Qur'an in general forms (nakirah) and many scholars of tafsir interpret as physical and psychological healing. Healing of physical illnesses and the Koran pskis understood apart from the word shifa 'is also derived from cue-isayarat verses and hadis related by Al-Bukhari, Muslim, Abu Ubaid, Abu Daud, Tirmidhi, Nasa'i, Ibn Majah Ibn Jarir, al-Hakim and Bayhaqi about healing poison when the letter al-Fa>tih{ah.
This study includes the type library research (library reseach).
Primary source of this study is the book of Khazi>nat al-Asra>r, by
Muhammad al-Nazili> Haqqi>, while secondary sources such as books, books, journals, and articles that there is direct or indirect correlation with the topic in question. The nature of this research is deskriftik-analysis.
ix
ثحبلا صخلم
ةيسفنلاو ةيدسلجا ضارملاا نم لجاعمك نارقلاوى تاساردلا هذى نم جاتنتسلاا
)
(
bio,psio,sosio, spiritualفى دجوت تىلا تايلاا نم تارشلااو ءافشلا ةملك نم مهفي
يمركلا نارقلا
.
يأر ديؤي تابنتسلاا هذى
ا
ليزانلا يقح دممح
سرلا ىىف ليحكلا مئادلادبع يأر ديؤي ثحبلااذى
ا
وتل
(Power of al-Qur’an
Healing )
قلعتت تىلا ةينارقلا تايلأا فاشتكلااب دجوي نارقلاب ءافشلا فرط نإ لاق ىذلا
ةليصوب خلدا رثؤي ونلأ ضارملاا ءافشل ةليسوك زاهلجا مىا وىو رخلاا قلخ لبق نذلأا قلبخ
مسلجا ءاضعأ عيجم لىإ اهليصوتس تىلا توصلا
.
و نحمرلادبع يأر اهيليو
.
س
.
اكدناو انادرف
سرلا فى
ا
مهتل
(Muratal al-Qur’an: Alternatif Suara Baru
)
ةيناكمإب اولاق نيذلا
تاطشنلدا ةفيرطب جلاعلا نم لضفأ ءاخترسلاا جلاعك نارقلل زيفحتلا مادختسا
,
نارقلا نلأ
اتلد تاجوم ققيح نأ نكيد
63,11%
تلصو اتلد تاجوم فى عافترلاا رثكأ نأ ينح فىو
لىإ
1.057%
,
نياسنلاا خلدا نم ةيزكرلداو ةيماملاا ةرئادلا فى اتلد تاجوم جتنت نارقلا ةطشنم
ءوس دح ىلع راسيلاو يننميلا فى
.
سر فى للها طعا يأر اهيليو
ا
وتل
(Tesis Makna
Bismilah Dalam Perspektif Hikmah
)
ةمكلحا ءوض فى ةلمسب نىعم نإ لاق وى
اهفيرعت تم تىلا دئاوقلل افقو تسمراماذإ رحسلا ىوق نىعمو صنلا نىعم اهمو ناينعم الذ
.
اهيليو
وباتك فى ةدود دممح يأر
(Penyembuhan dengan al-Qur’an Antara Sain dan
x
ىىو يسفنلاوأ يحورلا ضرلدا نكلو
.(psikosomatik)
ضرم بابسب ىمسلجا ضرم نىعي
ىحورلا
.
ىدلالخا حتفلادبع اهيليو
وباتك فى
(Dasar-dasar Untuk Memahami
al-Qur’an)
,
رسلحا باتك سيلو ىدلذا باتك وى نارقلا نإ لاق ىذلا
,
فسوي اضيا لاقو
نارقلا عم لمعتن فيك وباتك فى ىوضراق
,
جلاعل عفني لاو يفسلفلا باتكلا سيل نارقلا نإ
ىمسلجا
ىمسلجا جلاع ىلعارداق نارقلا ناكاذا ىحورلاوأ سفنلا جلاعل طقف عفني نكلو
ةيملاسلاا ةراضلحا فى ةيبطلا مولعلل عفانلدا كانى سيلف
ةماعلا لاكشأب نارقلا فى ةدراولا ءافشلا ةملك نأ ىلع يرشي ثحبلااذى
(
ةركن
)
نم يرثكو
ضارملاا نم ءافشلا اعم ىسفنلا ضرلداو ىمسلجا ضرلدا جلاع ونورسفي يرسفتلا ءاملع
تاراشلاا نماضيأ قتشم ءافشلا ةملك نع رظنلا فرصب مهفي نارقلا فى ةيناحورلاو ةيمسلجا
وجام نباو ىئاسنلاو ىذمرتاو دوادوبأو ديبعوبأو ملسمو يراخبلا نع ةيورما ثيداحلأاو ةيتايلأا
ةتحافلاةروسب برقعلا مس جلاع ةيناكمإب اولاق نيذلا ىقهيبلاو ميكلحاو ريرج نب
.
ةيبتكلدا ثوحبلا لمشي ثبحااذى
,
ةنيزخ باتك وى ثحبلااذى نم يساسلاا ردصلداو
لىزانلا ىقح دممح فلؤلدا رارسلاا
,
بتكلا نم ذخؤت ةيناثلا رداصلداو
,
ىتلالا دارلداو تلالمجاو
ثحبلااذى نم ديوق ةقلاع الذ
,
يليلحتلاو روصنلاا وى ثحبلااذى عونو
KATA PENGANTAR
xi
Penyembuh Penyakit: Analisis Kitab Khazi>nat al-Asra>r Karya
Muhammad Haqqi> al-Na>zili>‛. Penyusunan tesis ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Humaniora dalam program studi Tafsir pada sekolah pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyusun tesis ini, berbagai pihak telah memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA dan Direktur Sekolah Pascasarjana Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA atas semua kebijaksanaan dalam memberikan fasilitas dan pelayanan yang mendukung studi penulis selama menimba ilmu di Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Deputi Direktur Sekolah Pascasarjana Univeritas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Prof. Dr. Suwito, MA, Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA, Juga Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk berdiskusi dan memberi masukan.
3. Bapak Prof. Ahmad Thib Raya, MA sebagai pembimbing
yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
4. Seluruh dosen staf pengajar serta karyawan sekolah
pascasarjana Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pemimpin Perpustakaan Sekolah Pascasarjana Univeritas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan dan fasilitas untuk penulis memperoleh sebegai referensi yang menunjang penulisan tesis ini.
6. Direktur Diktis yang telah mengucurkan biaya kuliah
selama perkuliahan berlansung.
7. Ketua, dosen dan staf STAI Nida El-Adabi yang telah
xii
8. Bapak Thabri sebagai seorang tua sendiri dan Bapak
Sumirta sebagai mertua yang telah memberikan motivasi.
9. Yayah Shalihah sebagai istri penulis yang dengan suka
duka mendampingi penulis dalam menyelesaikan studi magister.
10.Empat buah hati penulis; Muhammad Nashih Ulwan,
Thariq Abdil Azi>z, Sabilah Zulfa Mustaqimah, dan Kais Hasbi Sakin yang selalu menjadi obat disaat sakit dan hiburan disaat gundah.
11.Semua temen-temen beasiswa diktis tahun 2010 yang
selama dua tahun telah membangun kebersamaan baik suka maupun duka.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam
studi maupun penyelesean tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis menyaadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan tesis ini. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini berguna bagi kita semua.
Ciputat, 03Nopember, 2012
18 Zulhijah, 1433
Penulis
xiii
b = ب z = ز f = ف
t = ت s = س q = ق
th = ث sh =ش k = ك
j = ج s} = ص l = ل
h} = ح d} = ض m = م
kh = خ t} = ط n = ن
d = د z} = ظ w = و
dh = ذ ‘= ع h = ه
r = ر gh = غ y =ي
Pendek : a = ´ ; i = ِ ; u = ُِ Panjang : a> = اَى ; i> = يٍي ; u> = وُس
Diftong : ay = يْي ; aw = يْو ; iyy = يّي uww = يّوس
ة
(
Ta>’marbut}ah)
Di akhir : h (ه) waz}arah : ةرازو
Di tengah :t (ة) waz}arat al-Tarbiyah : ةيبرتلا ةرازو
DAFTAR ISI
xiv
PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI...iv
ABSTRAK...v
KATA PENGANTAR...xi
TRANSLITERASI...xiii
DAFTAR ISI...xiv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah...1
B.Permasalahan...15
C.Tujuan Penelitian...16
D.Manfaat Penelitian...17
E. Kajian Terdahulu yang Relevan...17
F. Tinjauan Pustaka...21
G.Metodologi Penelitian...23
H.Sistematika Penulisan...24
BAB ll DISKURSUS AL-QUR’AN> SEBAGAI PENYEMBUH PENYAKIT A. Penyakit Perspektif al-Qur’an...26
B. Penyembuhan Perspektif al-Qur’an Berdasarkan Kata Shifa>’...39
C. Penyembuhan dengan al-Qur’an Berdasarkan Isyarat ayat ...45
BAB lll AL-QUR’AN SEBAGAI PENYEMBUH MENURUT MUHAMMAD HAQQI AL-NA>ZILI> A.Argumen Muhammad Haqqi al-Na>zili> tentang al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit...55
B.Metode Digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an...68
xv
B. Ayat-ayat Penyembuh...103
C. Teknis Penyembuhan...122
D. Analisis Penyembuhan al-Na>zili>...136
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...140
B. Saran-saran...140
DAFTAR PUSTAKA...142
GLOSSARIUM...149
INDEKS...153
1
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai penyembuh (shifa>’) penyakit merupakan kontroversi di kalangan ulama, baik ulama terdahulu maupun
sekarang. Ada yang mengatakan al-Qur’an sebagai penyembuh
fisik dan psikis,1 tetapi tidak sedikit ulama dan para sarjana
Muslim menolak pemahaman ini. Menurutnya, al-Qur’an hanya
dapat menyembuhkan penyakit psikis.2 Perbedaan pandangan
1Lihat Shaikh Nawawi, Tafsir Marah} Labi>d (Kairo: Da>r al-Fikr,tt),
pendapat ini didukung oleh Abdul Mujib ketika memberikan mata kuliah
Agama dan Psikoterapi. Bandingkan juga dengan Ala> Di>n Muhammad al-Baghdadi, Tafsir Kha>zin (Kairo: Da>r Fikr,1989). Lihat juga Ima>m al-Qurt}ubi, Tafsir al-Ja>mi li Ahkam al-Qur’an (Kairo: Da>r al-Fikr,1993)
Semua kitab-kitab di atas dasar menafsirkatan kata shifa> yang ada dalam surat al-Isra ayat 82. Tafsir-tafsir tersebut objektif, terhadap penafsiran kata shifa>’. Artinya memasukan mufasir terdahulu yang berkomentar
al-Qur’andapat menyembuhkan penyakit fisik dan psikis, juga memasukan penafsiran ulama yang tidak sejalan dengannya.
2Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Ciputat: Lentera
Hati 2000) v 7, dalam menafsirakan surat al-Isra ayat 82 penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat tersebut hanya mengutif dari tafsir al-Ima>m al-T}ant}awi dalam Tafsir al-ja>wahir, dan al-Imam ini juga mengutif dari perkataan al-Basri. Menurutnya penafsiran kata shifa>’yang ada di dalam al-Qur’andiartikan sebagai penyembuh fisik dan psikis hadisnya diperselihiskan oleh kalangan ulama, baik lafad} maupun maknanya.
Pemahaman M. Quraish Shihab di atas dalam menafsirkan kata shifa> yang ada pada surat al-Isra ayat 82. Bahkan semua kata shifa>’yang ada dalam
terhadap al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit berawal dari
kata shifa>’ yang ada di dalam al-Qur’an, yang berjumlah enam
ayat.3 Namun enam ayat yang jumlahnya relatif sedikit,
snediri, dengan cara mengutif penafsiran Tant}awi dalam tafsir Jauhari, padahal Tant}awi juga mengutif dari Hasan al-Bashri>.
3Lihat QS
,
perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. QS. At-Taubah 14
dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku, (al-Syuara:80)
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus:57)
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memilikirkan. (an-Nahl:69)
dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’anitu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(al-Isra:82)
melahirkan perbedaan (ikhtilaf) yang sangat meruncing, dengan argumen (da>lil) masing-masing, baik dengan argumen ayat al-Qur’an, hadis maupun logika. Tidak ketinggalan para mufasir ikut terlibat dalam perdebatan ini. Sehingga kitab tafsir terkesan terbelah menjadi dua bagian antara yang memuat penjelasan al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit fisik dan psikis, dan yang
menjelaskan al-Qur’an hanya menyembuhkan penyakit psikis.
Pada umumnya mufasir yang mengatakan al-Qur’an sebagai
penyembuh penyakit fisik dan psikis dalam menafsirkan kata
shifa>’menggunakan metode riwa>yah,4
sementara mufasir yang
memahami al-Qur’an sebagai penyembuh psikis atas dasar
penafsiran kata shifa>’ dengan menggunakan metode tafsir
al-dirayah.5
Hal ini berlaku secara umum baik tafsir klasik maupun tafsir kontemporer. Tafsir-tafsir kalsik yang menggunakan
sumber ijtihad (logika) hampir sudah dapat dipastikan dalam
menafsirkan kata shifa>’ bermakna sebagai penyembuh penyakit
psikis. Tafsir Jala>lai>n misalnya yang lahir pada abad ke sembilan
mengatakan al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit psikis,
sementara kitab-kitab yang men-sharahinya, yaitu kitab Futu>h>at
dan Jikalau Kami jadikan Al-Qur’anitu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al-Qur’anitu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang-orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’anitu suatu kegelapan bagi mereka[1]. mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".(fusulat:44)
[1]Yang dimaksud suatu kegelapan bagi mereka ialah tidak memberi petunjuk bagi mereka.
4Lihat kitab-kitab tafsir riwa>yah, seperti al-Ima>m al-Qurt}ubi, Tafsir
al-Ja>mi’ li al-Ahkam al-Qur’an(Kairo:Da>r al-Fikr,1993)
5Lihat kitab-kitab tafsir al-dirayah, seperti Ahmad Mus}t}afa al-Maraghi,
al-Ilahiyah, tafsir al-S}awi membantah penafsiran dua Jalaludin ini dalam tafsir Jala>lai>n.
Lahirnya berbagai tafsir dengan metode, sumber dan corak
yang berbeda tidak urung dalam menafsirkan kata shifa>’ masih
tetap dalam perdebatan antara yang mengatakan al-Qur’an
sebagai penyembuh penyakit fisik dan psikis dan al-Qur’an
sebagai penyembuh penyakit psikis saja. Jika diperhatikan secara seksama, pada tafsir klasik mendominasi dalam menafsirkan kata shifa>’ bahwa al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit fisik dan psikis. Tafsir kontemporer mendominasi dalam menafsirkan kata shifa>’ bahwa al-Qur’an hanya dapat menyembuhkan penyakit psikis.
Sampai saat ini belum ada mufasir yang mempersatukan dua kubu perdebatan tersebut. Bahkan mufasir kontemporer pada umumnya membantah terhadap mufasir yang menafsirkan al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit fisik dan psikis, yang pada umumnya dilakukan oleh mufasir klasik. Semua mufasir
kontemporer semua kata shifa>’ yang ada di dalam al-Qur’an
ditafsirkan hanya dapat menyembuhkan penyakit psikis. Jadi keberadaan tafsir kontemporer terkesan suatu bantahan terhadap
tafsir klasik, khusus dalam kata menafsirkan shifa>’ sekalipun hal
ini bukan sesuatu yang baru, sebab sebagian mufasir terdahulupun
ada yang sejalan dengan mufasir kontemporer,6 khususnya dalam
menafsirkan makna shifa>’, seperti tafsir Jala>lai>n misalnya, yang lahir pada abad kesembilan tepatnya pada tahun 911 Hijriyah.
Pada waktu tafsir pada umumnya mengatakan al-Qur’an dapat
menyembuhkan penyakit psikis dan fisik, dua Jala al-Din ini, yakni Jala al-Din as-Suyut}i dan Jala al-Din al-Mamally dalam
tafsirnya (Jala>lai>n) mengatakan bahwa al-Qur’an hanya dapat
menyembuhkan penyakit psikis.7 Namun dua ratus tahun
6Dua Jala al-Din, dengan nama Tafsir Jala> lain, dalam menafsirkan al-Qur’anmenggunakan sumber penafsiran sama dengan tafsir kontempore pada umumnya, yaitu dengan logoka (ra’yu).
7Lihat Jala al-Din al-Suyut}i dan Jala al-Din al-Mamally, Tafsir Jala>lain
kemudian, tepatnya pada tahun 1204 hijriayah tafsir yang alahir pada abad ke sembilan ini ditafsirkan (sharah) oleh Sulaiman Ibn‘Umar al-Shafi’iy yang terkenal dengan nama al-Ja>mal, dan
tafsirnya Futu>h>at al-Ilahiyah sebanyak 10 jilid. Kemudian 46
tahun, tepatnya pada tahun 1241, tafsir Jala>lai>n ini berhasil ditafsirkan oleh ulama yang bermazhabkan Maliki>, yaitu Ahmad
Ibn Muhammad al-S}awiy, dengan nama tafsirnya al-S}awi>
sebanyak empat jilid. Dua ulama yang mennafsirkan (sharah) tafsir Jala>lai>n yang lahir di abad kesembilan ternyata berbeda
dalam menafsirkan kata shifa>’. jika dua Jala al-Din di atas
menafsirkan kata shifa>’ sebagai penyembuh psikis, maka ulama
setelahnya yang mentafsirkan tafsir tersebut, menafsirkan kata shifa>’ sebagai penyembuh fisik dan psikis.
Terlepas dari perbedaan metode penafsiran, yang jelas
penyembuhan penyakit fisik dengan al-Qur’an tidak hanya
ditataran konsep, tetapi sudah turun ke alam realita, banyak kita jumpai di bumi nusantara pengobatan-pengobatan al-ternatif,
yang di dalamnya terjadi pengobatan dengan al-Qur’an terhadap
penyakit fisik dan psikis. Bahkan belakangan ini pengobatan alternatif semakin berani menampakan eksistensi dirinya. Yang
lebih me-na’jubkan pengobatan alternatif dengan al-Qur’an
semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat. Maka tidak mengherankan sebagian masyarakat berbondong-bondong mendatangi pengobatan seperti ini. NurSyifa misalnya, suatu lembaga pengobatan yang ada di wilayah jakarta, yang didirikan dari tahu 1984 telah eksis sampai sekarang dan tidak pernah sepi dari kunjungan pasien.
Sebenarnya pengobatan dengan al-Qur’an bukan hal yang
baru, bahkan jika menengok kebelakang sebelum Indonesia
merdeka, pengobatan dengan al-Qur’an terhadap penyakit fisik
sudah ada, yang dipraktekan oleh para wali, sehingga jika kita
mau jujur kedokteran datangnya belakangan ke bumi pertiwi ini.8
Secara umum dua Jala al-Din ini, dalam menafsirkan kata sifa yang jumlahnya enam ayat semuanya ditafsirkan untuk penyembuhan penyakit psikis.
8Lihathttps://www.google.co.idsejarah+ilmu+kedokteran+di+Indonesia&
Pondok Pesantren suatu lembaga pedidikan tertua di Indonesia,9 di dalamnya mempraktekan pengobatan penyakit dengan al-Qur’an, dan diwariskan oleh kiainya kepada para santri sebagai generasi setelahnya. Sehingga hampir dapat dipastikan setiap
orang yang membuka penyembuhan dengan al-Qur’an fisik dan
psikis pasti berlatar belakang pondok pesantren.
Merupakan fakta sejarah, bahwa pengobatan penyakit fisik
dengan al-Qur’an sudah dilakukan oleh Rasulallah saw.10 Bahkan
Nabi pernah membacakan surat al-Fa>tih{ah untuk kesembuhan seorang s}ahabat yang kena sengatan ular. Prilaku Nabi tersebut meng-inspirasi para ulama yang notabenenya sebagai pewaris
Nabi, yaitu dijadikannya al-Qur’an sebagai penyembuhan
penyakit fisik dan psikis. Hal tersebut dijadikan dasar pijakan
pembenaran atas penafsiran kata shifa>’ yang ada dalam al-Qur’an
bermakna bahwa al-Qur’an selain dapat menyembuhkan penyakit
psikis juga fisik. Perilaku Nabi membacakan surat al-Fa>tih{ah
untuk kesembuhan sengatan ular semakin memperkuat para
ulama dan para sarjana muslim yang mendukung al-Qur’an
sebagai penyembuh segala macam penyakit, dengan cara menulis
karya-karya kitab yang membahas secara khusus bahwa al-Qur’an
sebagai penyembuh segala macam penyakit.
Kitab-kitab tersebut sekalipun tidak sebanyak kitab-kitab tafsir, atau hadis, tetapi kehadirannya dapat membantah para
ulama dan serjana muslim yang menolak, bahwa al-Qur’an hanya
dapat menyembuhkan penyakit psikis. Di antara kitab-kitab yang
mengkhususkan membahas al-Qur’an dapat menyembuhkan
segala macam penyakit, seperti Ibn Qayyim al-Jauziyah misalnya,
menulis 4 buah kitab yang berjudul Tafsir Ibn al-Qayyim, Zadu
al-Ma’ad, al-Da> wa al-Da>wa>,11
dan T}ib al-Nabawi. Abdu al-Majid bin Abdu Azi>z Al-Zahimi, ‘Ila>j al-Amra>d} bi al-Qur’an wa al
-Sunnah,12
dan Abdu al-Ha>li>m ‘Audh al-Haliyyi, al-Istishfa>’ wa
9Lihat http://www.aliyahromu.com/2011/12/sejarah-pondok-pesantren-di-indonesia.html
10Lihat al-Ima>m al-Al-Bukhari>, Fath} al-Bari (Kairo: Da>r al-Fikr,2001)
hadis no 5745, dan hadis Muslim no 2194, dan hadis IbnMajah no 3463.
11Lihat IbnQayyim al-Jauziyah, al-Da>’ wa al-Da>wa> (tp/tt)
12Lihat Abdu al-Majid bin Abdu Azi>z Al-Zahimi, ‘Ila>j al-Amra>d} bi
Qadha>’ al-Hawa>ij,13 dan Muhammad Taqiyu al-Muqadam,
Khaza>nat al-Asra>r al-Makhtum wa al-Azka>r.14 Bahkan bukan
hanya berbicara ditataran teoritis, melainkan menjelaskan pada tataran praktis dengan cara menginformasikan kepada para
pembaca tentang penggunaan ayat al-Qur’an sebagai shifa>’.
Seperti al-Ima>m al-Ghaza>li> dalam kitab al-Au>faq,15
Ima>m al-Kabi>r wa al-Haki>m as-Shahir Abi al-‘Aba>s Ahmad Alibu>ni> dalam
kitab Manba’ Us}u>l al-Hikmah,16
al-Ima>m al-Ala>mah Jala>l al-Di>n as-Su>yuti} dalam kitab ar-Rahmah fi> T}ibi wa al-Hikmah, al-Sayyid Muhammad Haqqi> an-Na>zili> dalam kitab Khazi>nat al-Asra>r,17
dan banyak lagi yang lainnya, yang selalu eksis dari masa kemasa.
Inilah fakta sejarah yang sulit dibantah, namun fakta itu tidak menggoyahkan pemahaman para ulama yang memahami al-Qur’an hanya dapat meyembuhkan penyakit psikis. Muhammad Quraish Shihab misalnya, seorang mufasir kontemporer, yang
banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan al-Qur’an
dengan ciri khasnya, yaitu dalam uraiannya selalu pendekatan kebahasaan. Bahasannya akan lebih nampak pada sebuah karya
tafsir al-Qur’an yang ditulis sebanyak 15 volume dengan tafsir
yang terkenalnya al-Mishbah yang diterbitkan pada tahun 2000
oleh lentera hati, dalam penafsiran shifa>’ fi al-Qur’an mengatakan
bahwa al-Qur’an hanya dapat menyembuhkan penyakit psikis.
menurutnya, hadis-hadis yang dijadikan dasar pijakan mufasir adalah hadis yang bersumber dari IbnMardawaih melalui s}ahabat
Nabi Ibn Mas’ud yang diperselisihkan nilai dan maknanya.
Tambahnya jika hadis itu benar, maka yang dimaksud bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit ruhani/jiwa yang
13Abdu al-Ha>li>m Faudh al-Haliyyi, al-Istishfa>’wa Qadha>’ al-Hawa>ij bi
al-Qur’an (Markaj al-Tauzi>’:Da>r al-Ans}a>riy,2007)
14Muhammad Taqiyu al-Muqadam, Khaza>nat Asra>r Makhtum wa
al-Azka>r (Dawi> al-Qurba, 1428)
15Lihat Ima>m al-Ghazali, al-Aufa>q (Semarang: Maktabah wa T}aba’ah, tt) 16Lihat al-Ima>m al-Kabi>r wa al-Haki>m as-Shahir Abi al-Aba>s Ahmad
Alibu>ni>, Manba’ Us}u>l al-Hikmah (Haramain,tt)
17Lihat al-Sayyid Muhammad Haqqi> an-Na>zili> dalam kitab Khazi>nat
berdampak pada jasmani,18 yang disebut psikosomatik. Begitu juga pendapat Yusuf Qarad}a>wi, seorang ulama kontemporer
Timur Tengah mengatakan andai saja al-Qur’an dapat
menyembuhkan penyakit fisik tentu peradaban Islam dalam dunia
medis tidak berarti.19 lebih tegasnya lagi Yusuf Qarad}a>wi
membantah terhadap pendapat yang mengatakan pengobatan
dengan al-Qur’an sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad.
Menurutnya bukti dari al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit
fisik, yaitu tidak diketemukan fakta sejarah tentang pengobatan
dengan al-Qur’an, terbukti parasahabat tidak pernah selama
hidupnya membuka klinik pengobatan dengan al-Qur’an.
Komentar yang bersebrangan, seperti Muhammad Quraish Shihab, yang mengatakan bahwa hadis yang menjelaskan al-Qur’an dapat menyembuhkan beragam penyakit, ternyata berbenturan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari> dan Muslim. Dua orang ulama hadis yang terkenal tingkat kes}ahihannya, dan kitab yang ditulisnya masuk pada kitab induk
hadis, di antara al-Kutub al-Tis’ah. Ima>m Al-Bukhari dalam
kitabnya menulis hadis tentang al-Qur’an dapat menyembuhkan
penyakit fisik dan psikis pada hadis ke 5745, dan Muslim pada hadis ke 2194. Hadis-hadis tersebut dijadikan dasar argumen oleh
Abdu al-Majid bin Abdu al-Azi>z al-Zahimi, dalam kitab ‘Ila>j al
-Amra>d} bi al-Qur’an wa al-Sunnah.20 Selain diketemukan
hadis-hadis Nabi tentang al-Qur’an sebagai penyembuh segala macam
penyakit, ternyata diketemukan juga isyarat-isyarat dalam al-Qur’an tentang al-Qur’an sebagai penyembuh segala macam
penyakit yang terdapat pada al-Qur’an surat al-Hashr ayat 21, dan
18Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafasir al-Misbah (Ciputat: Lentera
Hati,2000),
19Yusuf Qarad}awi, Kai>fa Nata’a>malu ma’a al-Qur’an,
www.4shared.com/office/...-/034.ht.
Di sisi lain Yusuf Qarad}awi mengatakan al-Qur’andapat menyembuhkan beragam penyakit, tetapi jika ayat al-Qur’andijadikan sebuah doa. Artinya jika hanya sekedar dibaca, menurutnya al-Qur’antidak dapat menyembuhkan beragam penyakit. pendapat Yusuf Qarad}awi ini terlihat tidak konsekwen.
20Lihat Abdu al-Majid bin Abdu Azi>z Al-Zahimi, ‘Ila>j al-Amra>d} bi
surat al-Ankabut ayat 51.21IbnQayyim lebih mempertegas dalam
perkataannya, ‚
للها هافشلاف نارقلا وفشي لم نمف
" siapa yang tidakmelakukan penyembuhan dengan al-Qur’an maka Allah tidak
akan menyembuhkannya‛.22 Begitu juga seorang peneliti dengan
pendekatan sain menemukan isyarat tentang penyembuhan
penyakit dengan al-Qur’an.23
21Lihat Husai>n al-Mu>ragha>niy al-Ji>jaliy, al-Burha>n fi al-Ishtifa>’i bi al
-Sunnah wa al-Qur’an (Damaskus: Dar IbnKathsir,tt)
22Lihat IbnQayyim al-Jaujiyah, Zadu al-Ma’ad (Kairo: Da>r al-Fikr), Juz 4,
h.352, dan bandingkan dengan Husai>n al-Mu>ragha>niy al-Ji>jaliy, Burha>n fi
al-Ishtifa>’i bi al-Sunnah wa al-Qur’an (Damaskus: Dar IbnKathsir,tp/tt)
Husai>n al-Mu>ragha>niy al-Ji>jaliy, al-Burha>n fi al-Ishtifa>’i bi al-Sunnah wa al-Qur’an(Bairut: Da>r IbnKathsir, tt), tafsir ini termasuk salah satu tafsir sufi, dengan pendekatan isyarat. Secara keseluruhan tafsir ini sama dengan tafsir pada umumnya, yaitu menafsirkan al-Qur’ansecara utuh, yang dimulai dari surat al-Fa>tih{ah dan di akhiri dengan surat an-Na>s.
23Lihat Abdu al-Daim al-Khaheel, al-Qur’anHealing Horizons www.kaheel17.com.
Menurutnya, dalam al-Qur’andisebutkan bahwa pendengaran berada lebih awal sebelum penglihatan, dan ini merupakan indikasi akan pentingnya efek suara dalam penyembuhan. Hal ini senada dengan A. Abdurrochman, S. Perdana dan S. Andhika yang mengatakan; Stimulan al-Qur’an dapat dijadikan sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik dibandingkan dengan stimulan terapi karena stimulan al-Qur’andapat memunculkan gelombang delta sebesar 63,11% sedangkan kenaikan gelombang delta mencapai persentase tertinggi sebesar 1.057%. Stimulan Al-Qur’anini sering memunculkan gelombang delta di daerah frontal dan central baik sebelah kanan maupun kiri otak.
Diketemukan 6 ayat dalam al-Qur’antentang penciptaan pendengaran lebih awal dari yang lainnya, di antaranya:
Surat yunus ayat 31
Kontroversi al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit mengundang para ilmuwan/para peneliti untuk mengkaji lebih jauh, baik peneliti Timur maupun Barat. Seperti peneliti dari
Suriah bernama Abdu al-Kaheel, dengan judul penelitiannya;
al-Qur’an Healing Horizons24, Ahmed Qadri, Qur’a>nic Therapy Heal
Yuorself,25 A. Abdurrochman, S. Perdana dan S. Andhika,
Muratal al-Qur’an: Alternatif Terapi Suara Baru,26 bahkan
penelitian al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit, tidak hanya
Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"
[689] Sebagian mufasirin memberi misal untuk ayat ini dengan mengeluarkan anak ayam dari telur, dan telur dari ayam. dan dapat juga diartikan bahwa pergiliran kekuasaan diantara bangsa-bangsa dan timbul tenggelamnya sesuatu umat adalah menurut hukum Allah.
Surat an-Nahl ayat 78
dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Surat al-Sajdah ayat 9
kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Surat al-Mulk ayat 23
Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.
24Abdu al-Dael al-Kaheel, al-Qur’anHealing Horizonswww.kaheel17.com 25Muhammad Ahmed Qadri, Qur’a>nic Therapy Heal Yuorself, www.iecrcna.org
26A. Abdurrochman, S. Perdana dan S. Andhika, Muratal al-Qur’an:
diteliti dengan pendekatan sain, tehnologi, dan medis, melainkan pendekatan mistispun ikut serta terlibat dalam penelitian ini. seperti Athoullah Ahmad misalnya dalam tesisnya berjudul,
Makna Basmalah dalam Perspektif Ilmu Hikmah,27 dan
disertasinya ilmu hikmah di Banten.28
Dari masa ke masa Al-Qur’an menjadi pusat kajian para
ulama dan cendikiawan muslim, semakin dikaji semakin terungkap makna baru yang dapat ditemukan, sehingga kajian
terhadap al-Qur’an tidak melahirkan kejenuhan. Berbagai
pendekatan dilakukan oleh para ulama dan cendikiawan muslim
untuk menangkap pesan Allah yang ada di balik teks al-Qur’an
tersebut. Lebih-lebih ulama sufi, menafsirkan al-Qur’an dengan
pendekatan yang berbeda dengan ulama pada umumnya, sehingga al-Qur’an tidak kering dari sumber informasi dan inspirasi. Jika
ulama-ulama pada umumnya menafsirkan al-Qur’an hanya
ditataran pendekatan teks, baik pendekatan al-Ibrah, maupun
isharah. Sementara sufi sudah ketataran lat}a>’if, sehingga terkesan
sufi bukan menafsirkan al-Qur’an tetapi lebih pada ta’wil, dan
melahirkan kontraversi di kalangan ulama tentang sumber yang digunakan oleh ulama sufi.
Beragam pendekatan dapat dilakukan untuk mengungkap
maksud al-Qur’an. Jika diibaratakan al-Qur’an laksana mutiara
yang ada di tengah-tengah umat manusia,29 setiap mufasir dapat
melihat dan menangkap pesan al-Qur’an, baik tersurat maupun
tersirat. Ja’far as-S}adik yang dikutip oleh Miftah misalnya,
mengatakan bahwa makna al-Qur’an meliputi empat perkara:
ibarat, isharat, lat}a>’if, dan haqa>‘iq.30 Makna ibarat hanya dapat ditangkap oleh orang awam, makna isyarat dapat ditangkap bagi
27Athoullah Ahmad, Makna Basmalah dalam Perspektif Ilmu Hikmah,
http//www:isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/24307340351.pdf
28Athoullah Ahmad, Ilmu Hikmah Di Banten, Disertasi SPS UIN Jakarta
2005
29Lihat Muhammad Quraishis Shihab Mujizat al-Qur’an(Bandung: Mizan
2003)
orang khusus,31makna lat}a>’if dapat ditangkap oleh wali Allah dan
makna haqa>‘iq hanya dapat ditangkap oleh para Nabi dan Rasul.
Tidak berlebihan jika Nabi Muhammad dikatakan sebagai al-Qur’an yang berjalan, artinya, perkataan, perbuatan, dan rencana Nabi yang berkaitan dengan ibadah merupakan penafsiran
terhadap al-Qur’an.32
Jika demikian adanya, bukan hal yang aneh jika lahir beragam hasil penafsiran akibat dari sumber tafsir yang digunakan dan corak tafsir yang berbeda. ‘Ulama Tasawuf
misalnya, melihat al-Qur’an bukan hanya makna teks namun lebih
kepada makna yang tersirat, karenanya dalam memahami al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit tidak hanya dibatasi oleh
kata shifa>’ yang ada di dalam al-Qur’an tetapi lebih pada pesan
-pesan ayat yang mengandung isharat al-Qur’an sebagai
penyembuh.
Secara umum metode yang digunakan oleh sufi dalam
amenafsirkan al-Qur’an adalah terbagi pada dua cara; pertama
dengan naz}ari, yang kedua Isha>rri. Para sufi naz}ari berpendapat
bahwa pengertian harfiah al-Qur’an bukan pengertian yang
dikehendaki, karena yang dikehendaki pengertian bat}in. Sementara sufi isyari menangkap isyarat-isyarat yang ada di balik
teks al-Qur’an, yang menurutnya hanya dapat diketahui oleh sufi
31Orangnya khusus maksudnya, orang-orang yang mengkhususkan diri
mempelajari tafsir al-Qur’an> dan telah memenuhi syarat, yang telah ditentukan ulama.
Penafsiran model seperti ini banyak kita temukan pada tafsir-tafsir Isha>rri atau yang di sebut tafsir ilmi. Seperti tafsir UII Isyarat dan mukjizat
al-Qur’anyang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab.
32Lihat QS, An-Najm ayat 3-4.
3. dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Jadi semua yang terlintas dari lidah Nabi merupakan wahyu, yang tidak perlu diragukan lagi. Nabi Muhammad dalam menyampaikan makna
ketika mereka melakukan suluk.33 Di sisi lain para sufi melihat
al-Qur’an selain pada rahasia ayat,34 juga melihat pada rahasia huruf (asra>r hu>ruf),35 karenanya hal yang wajar jika penafsiran ‘ulama
sufi terhadap ayat al-Qur’an jauh berbeda dengan mufasir pada
umumnya. Jika dalam tafsir yang lain dapat kita jumpai tafsir secara utuh, namun dalam tafsir sufi tidak pernah diketemukan tafsir sufi secara utuh, pada umumnya lebih ke tematik
(maud}ui’)36 tergantung pada kecendrungan sufi. Seperti tersebut
di atas bahwa secara umum tafsir sufi terbagi pada dua bagian,
pertama tafsir sufi naz}ari tafsir ini tidak menafsirkan al-Qur’an
secara harfiah, namun lebih menafsirkan ayat secara bat}i>n. artinya dalam menafsirkan ayat didasarkan atas pengalaman bat}innya.
Kedua tafsir sufi Isha>rri yaitu tafsir yang menafsirkan
isharat-isharat tersembunyi yang ada di dalam ayat al-Qur’an.37 Dari
penafsiran-penafsiran sufi inilah lahir kitab-kitab hikmah38yang
tentunya dalam melihat ayat al-Qur’an sangat bebeda jauh
dengan ulama tafsir pada umumnya. Jika diperhatikan
33Lihat Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an(Jakrta:
Pustaka Firdaus, 2001), hlm 180-181
Dalam bukunya Muhammad Quraish Shihab membahas tentang cara sufi menafsirkan al-Qur’an. di antara babahasannya ada kata-kata suluk. Suluk merupakan perjalan spiritual dalam rangka takarub ila Allah, hal itu biasa dilakukan oleh ulama sufi. Suluk secara harfiah bentuk jama dari salaka, yang artinya jalan. Dalam konteks sufi yang dimaksud dengan suluk merupakan perjalanan spriritual ulama sufi dalam rangka taqarub kepada Allah swt, hasil taqarub tersebut biasanya sufi dapat ilham (jika ke Nabi bernama wahyu) atau isyarat tentang ayat yang dimauin oleh sufi.
34Lihat Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan ‘Ulu>m
al-Qur’an(Jakarta: Pustaka Firdaus 2001): 180-181
35 Athoullah Ahmad, Ilmu Hikmah Di Banten, (Disertasi SPS UIN Jakarta
2005):1
36Lihat Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan ‘Ulu>m
al-Qur’an(Jakarta: Pustaka Firdaus 2001): 180-181.
37Lihat Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan ‘Ulu>m
al-Qur’an(Jakarta: Pustaka Firdaus 2001): 180-181.
38Athoullah Ahmad, Makna Basmalah dalam Perspektif Ilmu Hikmah,
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/24307340351.pdf.
pemahaman sufi terhadap al-Qur’an sebagai penyembuh tidak
dibatasi oleh kata shifa>’ tetapi lebih cenderung kepada makna
yang tersirat yang ada di dalam teks ayat, dan didukung oleh
hadis yang ditemukannya.39
Dari beberapa kitab hikmah, yang dihasilkan atas penafsiran
ulama sufi, seperti Sams al-Ma’arif al-Kubra, kitab Manba’ Us}u>l
al-Hikmah,40 karya al-Ima>m al-Kabi>r wa al-Haki>m as-Shahir Abi
al-‘Aba>s Ahmad Alibu>ni>, kitab al-aufaq41, al-Ima>m al-Ghaza>li>,
dan kitab ar-Rahmah Fi> T}ibi wa Hikmah karya Ima>m
al-Ala>mah Jala>l al-di>n as-Su>yuti}, kitab Khazi>nat Asra>r, karya al-Sayyid Muhammad Haqqi> an-Na>zili>, Abu Ma’shar al-Fa>laki>, karya Shaikh Abu Hayyu Allah al-Marzuqi>, Abdu al-Ha>li>m Faudh al-Haliyyi, al-Istishfa>’ wa Qadha>’ al-Hawa>ij,42 dan Muhammad
Taqiyu al-Muqadam, Khaza>nat Asra>r Makhtum wa
al-Azka>r,43 pada kitab-kitab tersebut tidak melihat al-Qur’an dari
sisi z}ahir (teks) namun lebih menitik beratkan pada ba}tin
(rahasia), maka dapat kita lihat dari hasil penafsirannya tersebut lebih kepada rahasia ayat, surat atau huruf.
Dari beberapa kitab yang penulis uraikan di atas, Khazi>nat al-Asra>r yang tetap dengan keriteria penafsiran sufi Isha>rri. Sebagai buktinya dalam kitab ini, penulisnya, yakni al-Na>zili> selain menafsirkan ayat dari sisi makna yang tersirat juga menafsirkan dari sisi yang tersurat (tekstual), padahal al-Na>zili> merupakan
ulam sufi, yang tentunya melihat al-Qur’an lebih pada makna
yang tersirat. Ternyata dugaan ini salah, karena al-Na>zili> selain menafsirkan ayat dari sisi hikmah, juga menfasirkan dari sisi yang lain, yaitu pada umumnya mufasir hanya saja ayat-ayat yang ditafsirkan ayat-ayat yang menurutnya dapat digunakan sebagai
39Lihat Zamak Sari, Tafsir Kashaf (Kairo:Dar al-Fikr) Juz 3 Surat al-Isra
ayat 80
40Lihat Abu al-Aba>s Ahmad Alibu>ni>, Manba’ Us}u>l al-Hikmah
(Haramain,tt)
41Lihat al-Ghazali, al-Aufa>q (Semarang: Maktabah wa T}aba’ah,tt). Dalam
kitab ini lebih pada membahas tehnis peneyembuhan. Dalil-dalil yang diungkapkan hanya pendapt pribadi.
42Lihat Abdu al-Ha>li>m Faudh al-Haliyyi, al-Istishfa>’wa Qadha>’ al-Hawa>ij,
(Markaj al-Tauzi’Da>r al-Ans}a>riy,2007)
43Lihat Muhammad Taqiyu al-Muqadam, Khaza>nat al-Asra>r al-Makhtum
penyembuh penyakit. Sepintas al-Na>zili> dalam menafsirkan ayat al-Qur’an sangat luas dan dalam. Dikatakan luas, karena dalam menafsirkan ayat tidak hanya ditataran teks namun lebih dari itu,
dan dikatakan dalam karena ayat al-Qur’an ditafsirkan dari sisi
asrar huruf, ayat dan surat.
Setelah penulis bandingkan dengan beberapa kitab yang sejenis, yaitu kitab hikmah hasil penafsiran sufi, penulis tertarik
untuk mengkaji lebih jauh tentang Khazi>nat al-Asra>r, yang
disajikan dengan sebuah tesis berjudul al-Qur’an sebagai
penyembuh penyakit studi atas kitab Khazi>nat Asra>r karya al-Sayyid Muhammad Haqqi> al-Na>zili>. Ini sangat urgen dilakukan karena beberapa hal: pertama belum ada peneliti yang melakukan kajian ini, kedua satu-satunya kitab hikmah yang menafsirkan al-Qur’an berdasarkan al-Qur’an dan hadis, ketiga penafsiran
Muhammad Haqqi al-Na>zili> terhadap al-Qur’an sebagai
penyembuh penyakit tidak dibatasi dengan kata shifa>’yang ada
dalam al-Qur’an yang jumlahnya hanya enam ayat, tetapi lebih
pada makna yang tersirat di balik ayat. ke empat Muhammad
Haqqi al-Na>zili> sebelum menafsirkan ayat dari sisi hikmah,
terlebih dahulu menafsirkan ayat dari sisi teks, sehingga
pandangan al-Na>zili> begitu luas dalam melihat al-Qur’an.
B. Permasalahan
Masalah al-Qur’an sebagai penyembuh (shifa>’) penyakit, fisik
dan psikis, terus menuai kontroversi di kalangan ulama, baik
ulama klasik mapun kontemporer, sehingga kajian al-Qur’an
sebagai penyembuh penyakit fisik dan psikis sangat menarik untuk dianalisa lebih jauh, untuk mencari kepastian dan sekaligus jawaban terhadap masalah yang sedang berlangsung.
Untuk lebih jauh menganalisa dari masalah yang sedang berlangsung, setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan; identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah.
1. Identifikasi Masalah
Dari permasalahan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang relevan dengan
fisik dan psikis perspektif Muhammad Haqqi al-Na>zili>. Pertama atas dasar apa Muhammad Haqqi al-Na>zili>
mengatakan al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit
fisik dan psikis? Argumen apa yang dibangun oleh
al-Sayyid Muhammad Haqqi> al-Na>zili> tentang al-Qur’an
dapat menyembuhkan penyakit fisik dan psikis?> Apakah
penyembuhan dengan al-Qur’an berlaku umum? Siapa saja
orang yang dapat menggunakan al-Qur’an sebagai
penyembuh? Apakah Muhammad Haqqi al-Na>zili> dalam
menafsirkan al-Qur’an bersumberkan al-Ibrah, Isyari,
Lataif atau Haqa>‘iq? Apakah al-Na>zili> dalam menafsirkan
alQur’a>n sama dengan ulama sufi?
2. Pembatasan masalah
Mengingat pembahasan al-Qur’an sebagai penyembuh
penyakit sangat luas, maka dalam penelitian ini
pembahasan akan dibatasi pada al-Qur’an sebagai
penyembuh penyakit perspektif Muhammad Haqqi al-Na>zili> dan argumen-argumen yang dibangun oleh
Muhammad Haqqi al-Na>zili> dalam Kitab Khazi>nat
al-Asra>r.
3. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini dapat dikembangkan dan dirumuskan dalam peryataan penelitian: Argumen dan pendekatan apa yang dibangun oleh al-Sayyid Muhammad Haqqi al-Na>zili>
tentang al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit, yang
tertuang dalam kitab Khazi>nat Asra>r. Bagaimana
al-Na>zili> dalam mengasumsikan manusia.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan unutuk:
1. Mengetahui bagaimana al-Qur’an ditafsirkan oleh
al-Na>zili>.
2. Mengetahui argumen yang dibangun oleh al-Sayyid
Muhammad Haqqi al-Na>zili> tentang al-Qur’an sebagai
3. Mengungkap secara lebih analitis mengenai penyembuhan
penyakit dengan al-Qur’an khususnya menurut al-Sayyid
Haqqi al-Na>zili>.
4. Menganalisis argumen yang dibangun oleh Muhammad
Haqqi al-Na>zili> dalam kitab Khazi>nat al-Asra>r.
D. Manfaat Penelitan
Secara umum manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk dijadikannya materi kajian yang aktual tentang al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit, dan isyarat-isyarat ayat
tentang penyembuhan dengan al-Qur’an, di samping kata shifa>’
yang ada di dalam al-Qur’an, yang dituangkan oleh Muhammad
Haqqi al-Na>zili> dalam kitab Khazi>nat al-Asra>r.
Manfaat lain dari penelitian ini adalah dapat melihat pandangan ulama sufi khususnya Muhammad Haqqi al-Na>zili>
dalam membangun argumen tentang al-Qur’an dapat dijadikan
penyembuh fisik dan psikis. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan rujukan untuk penelitian lain yang tertarik dengan
penafsiran sufi terhadap al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit.
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan Khazanat keilmuan
tafsir, bagaimana al-Qur’an ditafsirkan oleh ulama sufi,
khususnya Muhammad Haqqi al-Na>zili>. Manfaat lain dari penelitian ini adalah membuka cakrawala keilmuan tafsir, bahwa al-Qur’an selain mempunyai makna harfiyah, juga mempunyai makna ibarah, isharah, lataif dan haqa>iq.
E. Kajian Terdahulu Yang Relevan
Kajian terdahulu yang relevan dengan kajian penulis di
antaranya; Abduldaem Al-Kaheel, Power of al-Qur’an Healing,44
Abdu al-Daem al-Kaheel, seorang peneliti, da’i dan penemu
sistem angka tujuh dalam al-Qur’an al-Karim beliau juga seorang
pengarang lebih dari dua puluh buku dan buklet tentang tiga puluh mu’jizat al-Qur’an dan sunah Nabawiyah, beliau dilahirkan
di kota Hamas Suria pada tahun 1966 dan hafal al-Qur’an al
-Karim, beliau juga memiliki kreatif dalam menghafal al-Qur’an
dan banyak menghadirkan visi ilmiyah terbaru untuk
penyembuhan dengan al-Qur’an menurutnya, sistem kekebalan
tubuh juga merupakan program, dan ketika virus masuk misalnya, maka mempengaruhi program ini dan menampakan suatu cacat, ketika kita membaca ayat-ayat tertentu maka semua yang masuk kedalam sel-sel tubuh melakukan program ing sel kekebalan
dengan informasi yang dibawa oleh suara al-Qur’an dan menjadi
lebih mampu membedakan dan menghilangkan penyakit, dengan
demikian terjadilah penyembuhan dengan al-Qur’an, menurutnya
juga diketemukan dalam al-Qur’an kata sam’a disebutkan lebih
dahulu daripada penglihatan dan hati. Penelitian al-Kaheel
tentang penyembuhan dengan al-Qur’an menggunakan
pendekatan medis.
A. Abdurrochman, S. Perdana dan S. Andhika, Muratal al-Qur’an: Alternatif Terapi Suara Baru, Stimulan al-Qur’an dapat dijadikan sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik dibandingkan
dengan stimulan terapi karena stimulan al-Qur’an dapat
memunculkan gelombang delta sebesar 63,11%, sedangkan
kenaikan gelombang delta mencapai persentase tertinggi sebesar
1.057%. Stimulan Al-Qur’an ini sering memunculkan gelombang
delta di daerah frontal dan central baik sebelah kanan maupun kiri
otak. Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris.45
Kholis Muhajir Tesis Pesan-pesan Moral dalam al-Qur’an
Studi Analisis Deskriptif terhadap Surat Al-Fa>tih{ah pembahasan lebih pada perspektif pendidikan. Penelitian ini dalam konteks tafsir lebih pada metode tafsir tematik dengan pendekatan filosofis. Dikatakan tematik, karena penelitian ini dibatasi pada
satu surat yaitu surat al-Fa>tih{ah. Adapun pendekatan dikatakan
filosofis, karena di dalamnya membahas pesan pendidikan dalam surat al-Fa>tih{ah.46
45Lihat A. Abdurrochman, S. Perdana dan S. Andhika, Muratal al-Qur’an:
Alternatif Terapi Suara Baru.phys.unpad.ac.id/abdurrochman.
46Kholis Muhajir Tesis Pesan-pesan Moral dalam al-Qur’anStudi Analisis
Deskriptif terhadap Surat Al-Fa>tih{ah, rac.uii.ac.id
Ahmad Athoullah, Tesis Makna Basmallah dalam Perspektif
Hikmah,47dan Athaillah Ilmu Hikmah di Banten48
termasuk
metode tafsir tematik (maudu’i) dengan pendekatan yang
digunakan sosiologis. Komentarnya bahwa penafsiran al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai penyembuh dipengaruhi oleh sosial yang sedang berlangsung.
Baedhawi, Antropologi al-Qur’an,49
lebih melihat surat al-Fa>tih{ah dari sisi antropologis, dan Harun Yahya, Same Seckrets Of The Qur’a>n,50
dalam kajiannya lebih membahas tentang
rahasia al-Qur’an dengan pendekatan yang digunakan adalah
rasional intelektual.
Sri Astutik, Psikoterapi Islam Dalam Mengatasi
Ketergantungan Narkoba di Pondok Pesantren Inabah Surabaya,51
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Psikoterapi Islami yang dilaksanakan di PPIS dalam upaya mengatasi ketergantungan narkoba merujuk pada konsep terapi penyadaran diri yang berdasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran, sunnah Rasul, dan fatwa ulama, khususnya ajaran yang dikembangkan oleh Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah. Mursyid atau pembina sebagai terapis memiliki kompetensi keilmuan, kecakapan, sikap kepribadian, dan kesanggupan melaksanakan tugas yang dibuktikan secara legal formal melalui bai’at oleh pimpinan pondok. 2. Anak bina yang mengalami gangguan psikis, mental spiritual, membutuhkan perawatan secara serius sebagai klien. 3. Proses dan tahapan terapiutik dilaksanakan secara ketat dan terprogram dalam satu periode, melalui kegiatan ritual keagamaan secara utuh dan tertib sesuai
47Lihat Ahmad Athoullah, Makna Bismillah dalam Perspektif Hikmah,
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/24307340351.pdf, 2007
48Lihat Athoillah, Ilmu Hikmah di Banten, Ciputat: Disertasi SPs UIN
Jakarta, 2004-2005
49Lihat Baed}awi, Antropologi al-Qur’an,
http://books.google.co.id/books?id
50Lihat Harun Yahya, Same Socrets Of The Qur’a>n (Suralaya: Risalah
Gusti,2003) (tjm)
51Lihat Sri Astutik, Psikoterapi Islam Dalam Mengatasi Ketergantungan
dengan jadwal dan kurikulum pondok. 4. Psikoterapi Islami di
PPIS dilakukan dengan pendekatan Spiritual Behavior Emotive
Rational Therapy (SBERT). SBERT sebagai temuan penelitian
ini merupakan pengembangan dari terapi Rational Emotive
Behavior (REBT) yang dikembangkan oleh Albert Ellis, hanya saja terdapat perbedaan pada tahapan dalam proses terapiknya.
Nawawi Efendi, Tesis Aktualisasi nilai-nilai Tauhid surat al-Fa>tih{ah pada pendidikan telaah atas tafsir al-Qa>simi dan tafsir Fath} al-Qadi>r,52
lebih membahas pada nilai-nilai tauhid yang ada
dalam surat Fa>tih{ah. Masih dalam kajian tentang surat
al-Fa>tih{ah dengan pendekatan sufi pernah juga dilakukan Jalaluddin Rahmat, seorang ulama kontemporer Indonesia, dengan judul; al-Qur’an Tafsir Sufi Al-Fa>tih{ah Mukadimah,53
Yunan Yusuf, dalam kajiannya keragaman tafsir al-Qur’an
konteks Indonesia. kajiannya tidak membahas sedikitpun tentang al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit. dalam penelitiannya lebih
pada epesiensi tafsir maud}u’i, menurutnya tafsir maud}u’i lebih
mendapat tempat di hati masyarakat, bahkan menjadi trend baru dalam penulisan tafsir di Indonesia. Seiring dengan kompleknya
persoalan yang membutuhkan jawaban, maka tafsir maud}u’i lebih
tepat untuk menjawab persoalan yang sedang berlangsung, mengingat masyarakat sekarang maunya serba praktis. Jadi masyarakat tidak berbelit-belit dan membutuhkan waktu lama
untuk mendapatkan jawaban dari persoalan yang dihadapi.54
Dari beberapa penelitian tersebut di atas tentang al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai penyembuh penyakit, belum ada satu peneliti pun yang hal itu dengan metode tematik dan pendekatan yang digunakan pendekatan sufi. Hal inilah hemat penulis urgen dan relevan dilakukan, karena itu penulis merasa terpanggil untuk
mengkaji al-Qur’an sebagai penyembuh penyakit analisis kitab
Khazi>nat al-Asra>r karya Muhammad Haqqi al-Na>zili>.
52Nawawi Efendi, aktualisasi nilai-nilai tauhid surat al-Fa>tih{ah pada
pendidikan telaah atas tafsir al-Qa>simi dan tafsir Fath} al-Qadi>r, etd .eprints.ums.Ac.id/13262/1/
53Lihat Jalaluddin Rahmat, Tafsir Sufi Surat al-Fa>tih{ah Mukadimah, http://www.psq.or.id
F. Tinjauan Pustaka
Untuk tinjauan pustaka yang relevan dengan kajian penulis di antaranya; karya Muhammad Haqi> al-Za>zili, Khazi>nat al-Asra>r. Kitab ini sudah banyak diterbitkan baik di Indonesia maupun timur tengah, tetapi sungguhpun diterbitkan di Indonesia tetap masih menggunakan teks yang aslinya, yaitu bahasa Arab.
Muhammad Taqiyu Muqadaam, Khazanat al-Asra>r sekalipun dalam bahasannya menjelaskan ayat-ayat yang dapat dijadikan sebagai penyembuh, tetapi sangat berbeda dengan Muhammad Haqqi al-Na>zili> dalam sebuah karyanya yang populer yaitu kitab
Khazi>nat al-Asra>r, dua ulama yang sama memahami al-Qur’an
dapat dijadikan sebagai penyembuh penyakit fisik dan psikis, namun ayat-ayat dan argumen yang dibangun satu sama lain berbeda.
Yazid bin Abdulqadi>r Jawas, Doa dan Wirid Mengobati
Guna-guna Menurut al-Qur’an dan sunah. Kaj