BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
A. Sejarah Singkat Pemungutan Pajak
Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang kenegaraan maupun
dibidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu
pungutan, tetapi hanya merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan
pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan
negara, seperti menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar,
membuat jalan untuk umum, membiayai pegawai kerajaan dan sebagainya. Bagi
penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia
diwajibkan melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari
dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk
orang kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk
kepentingan umum tadi, dengan cara membayar ganti rugi. Besarnya pembayaran
ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan untuk
membayar orang lainyang menggantikan melakukan pekerjaan itu, yang
seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki status sosial yang
tinggi dan orang kaya tadi.19
19
Kerajaan-kerajaan di Jawa sekitar abad ke XIX, juga melakukan hal
semacam itu.Tenaga dari rakyat ditarik sebagai pajak dengan istilah kerja bakti
dan kadang-kadang gotong royong.20
Baru setelah terbentuknya negara-negara nasional dan tercapainya
pemisahan antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja pada akhir
abad pertengahan, pajak mendapat tempat sebagai pendapatan negara.Dengan
bertambah luasnya tugas-tugas negara untuk mempertahankan hukum, ketertiban Konon salah satu penyebab timbulnya pemberontakan Diponegoro adalah
beban pajak yang tinggi diperlakukan oleh Raja-raja di Jawa Tengah.Sultan ke-2
Yogyakarta terkenal sebagai raja yang banyak mengumpulkan harta. Pos-pos
bea-cukai (toll gatest) berdiri dimana-mana dan disewakan pada orang China dan
Eropa yang seenaknya memungut pajak atas barang-barang yang keluar masuk.
Pos-pos bea cukai ini akan menjadi sasaran pertama dalam pemberontakan
Diponegoro yang kemudian meletus.
Pangeran Diponegoro memang memperhatikan nasib rakyatnya.Beberapa
kali Pangeran Diponegoro memprotes diangkatnya pada pengumpul pajak dan
mengusulkan pada raja untuk mengurangi beban pajak atas rakyat.Pada akhirnya
pemberontakan Diponegoro meletus pada tahun 1825 dan berlangsung sampai
tahun 1830.Dalam hubungan dengan negara, pajak inilah yang oleh para petani
dirasakan sebagai ancaman langsung terhadap kehidupan orang cukup. Dalam
salah satu pemberontakan dikatakan wong cilik sampai tidak dapat memakai
celana karena pajak-pajak yang tinggi.
20Ibid
dan pertahanan, maka negara mempekerjakan sejumlah besar pegawai-pegawai
seperti tentara, polisi, hakim, dan pegawai negeri sipil lainnya.Lagi pula akibat
timbulnya peperangan antara negara maka dengan sendirinya negara memerlukan
biaya yang cukup besar.Sehubungan dengan itu maka pemberian yang sifatnya
sukarela ini berubah menjadi pemberian yang ditetapkan secara sepihak oleh
negara dan dapat dipaksakan.
Di beberapa negara Eropa, timbulnya pajak permanen berbarengan dengan
pembentukan tentara permanen, seperti Perancis pada tahun 1944, dan Prusia pada
tahun 1626.Sebaliknya di Inggris tidak tampak hubungan yang jelas antara
pungutan pajak dengan organisasi ketentaraan.Hampir dapat dikatakan bahwa
pemungutan pajak mulai berkembang di daratan Eropa, ini dapat dimengerti
karena negara-negara di Eropa sudah maju baik tingkat pendidikannya maupun
tingkat ekonominya.
Mula-mula pada bidang pemungutan pajak ini terdapat banyak
penyalahgunaan dan beban pajak yang tidak dibagi secara merata.Salah satu
penyalahgunaan dalam bidang ini ialah pemberian hak istimewa berkenaan
dengan pemungutan pajak atau malahan pemberian pembebanan pajak kepada
orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu dengan dalih bahwa orang-orang
tertentu telah berjasa kepada negara atau raja.Di Perancis sebelum timbulnya
revolusi, kelas-kelas yang memiliki hak-hak istimewa, seperti para pemuka
Agama dan para penguasa dibebaskan dari pembayaran pajak dengan alasan
tersebut.Sedangkan rakyat jelata pada waktu itu dikenakan berbagai macam
sebab timbulnya Revolusi Perancis yang memakan banyak korban. Sementara itu
timbullah semboyan semasa revolusi yang diteriakkan oleh rakyat Perancis yang
berbunyi :”bahwa pemungutan pajak harus diselenggarakan secara umum dan
merata.21
B. Jenis-Jenis dan dan Fungsi Pajak 1. Jenis-Jenis Pajak
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam berbagai jenis dengan
mempergunakan kriteria-kriteria tertentu.Pajak dapat dilihat dari segi administratif
juridis, dari segi tolak pungutannya, berdasarkan sifatnya, dan berdasarkan
kewenangan pemungutannya.
1) Dari segi administratif yuridis
Penggolongan pajak dari sisi ini akanmenghasilkan apa yang sering
dikenal sebagai pajak langsung dan pajak tidak langsung. Kedua pajak
jenis pajak tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam dua segi yang lain,
yaitu dari sisi yuridis dan ekonomis.
a) Segi Yuridis
Suatu jenis pajak dikatakan sebagai pajak langsung apabila dipungut
secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak hanya
satu kali pungut saja, dengan menggunakan penetapan sebagai
dasarnya dan kohir.Sebagai contoh, Pajak Penghasilan (PPh).Pajak
penghasilan ini dipungut secara periodik setiap tahun atau setiap masa
21Ibid
pajak, dimana pemungutannya digunakan penetapan dalam SPT.
Sedangkan pajak tidak langsung dipungut secara insidental (tidak
berulang-ulang) dan tidak menggunakan kohir.Jadi pajak tidak
langsung hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi tatbestand seperti
yang dikehendaki oleh ketentuan undang-undang.Contoh pajak tidak
langsung adalah Bea Meterai atau juga Pajak Pertambahan Nilai atas
Barang dan jasa.Dalam Bea meterai, pengenaan pajak itu hanya
dilakukan terhadap dokumen. Ketika seseorang membuat dokumen
itu, ia akan dikenai pajak, sehingga apabila tidak dibuat dokumen
terhadap sebuah perjanjian perdata misalnya, malca juga tidak dikenakan
pajak. Demikian pula dengan Pajak Pertambahan Nilai, di mana
pajak dikenakan apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.Apabila tidak
terjadi penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak, maka juga tidak
dikenakan pajak.
b) Segi Ekonomis
Suatu jenis pajak dikatakan sebagai pajak langsung apabila beban
pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi, dalam hal ini
antara pihak yang dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk
membayar pajak dengan pihak yang benar-benar memikul beban
pajak, merupakan pihak yang sama. Sebagai contoh, dalam Pajak
Penghasilan, mereka yang menjadi wajib pajak adalah mereka juga
pajaknya.Sedangkan pajak tidak langsung adalah suatu jenis pajak
dimana pihak wajib pajak dapat mengalihkan beban pajaknya kepada
pihak lain. Atau, dengan kata lain, antara mereka yang menjadi
wajib pajak dengan yang benar-benar memikul beban pajak itu
merupakan pihak yang berbeda. Sebagai contoh, untuk jenis pajak
ini, dalam Pajak Pertambahan Nilai, pajak ini dikenakan terhadap
Pengusaha Kena Pajak, yakni pengusaha yang dalam lingkungan
kerjanya menyerahkan barang daniatau jasa kena pajak. Dalam hal
ini yang menjadi wajib pajak adalah Pengusaha Kena Pajak itu
sendiri, sedangkan yang benar-benar memikul beban pajaknya adalah
konsumenyang membeli atau mengkonsumsi barang dan atau jasa dari
Pengusaha yang bersangkutan. Dengan demikian, Pengusaha Kena
Pajak menggeser/mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain
sehingga dalam hal ini ada beberapa pihak. Pertama adalah mereka yang
menjadi penanggung jawab pajak (wajib pajak), yakni orang yang
secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak apabila padanya
terdapat faktor-faktor atau kejadian-kejadian yang menimbulkan sebab
(menurut undang-undang) untuk dikenakan pajak.Kedua adalah
penanggung pajak, yakni orang yang dalam faktanya (dalam anti
ekonomis) memikul dulu beban pajaknya.Kemudian yang ketiga adalah
pajak.Dalam contoh di atas, Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak bertindak sebagai
penanggung jawab pajak. Mereka yang menerima penyerahan Barang
Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak itu bertindak sebagai
penanggung pajak, karena ketika ia menerima penyerahan barang atau
jasa maka disamping membayar harga juga ia membayar pajak yang
kemudian dikreditkan Pengusaha Kena Pajak dikreditkan. Sementara
konsumen itu sendiri sebagai destinataris yang memikul beban pajak
dan memang demikianlah dituju oleh pembuat undang-undang
2) Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya
Pembedaan pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya
ini akan menghasilkan dua jenis pajak, yakni pajak subyektif dan pajak
obyektif.
a). Pajak subyektif adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri
orang/ badan yang dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subyektif
dimulai dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari
syarat-syarat obyeknya.Jadi, yang diperhatikan pertama kali adalah subyeknya
(orang atau badan) baru kemudian dicari obyeknya. Di dalam Pajak
Penghasilan misalnya, di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7
(1) Yang menjadi subyek pajak adalah :
a. 1) orang pribadi ;
2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak;
b. badan;
c. bentuk usaha tetap.
Siapa saja yang dikategorikan sebagai subyek pajak itu sudah ditentukan,
dan setelah mereka ini memenuhi syarat sebagai subyek baru kemudian
dilihat apakah mereka mempunyai/memperoleh penghasilan yang
memenuhi syarat untuk dikenai pajak.
b). Pajak obyektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada
obyek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus
dicari subyeknya. Jadi, pertama-tama yang dilihat adalah obyeknya
yang selain benda dapat pula berupa keadaan, peristiwa atau perbuatan
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru
dicari subyeknya (orang atau badan) yang bersangkutan langsung tanpa
mempersoalkan apakah subyek itu sendiri berada di Indonesia atau
tidak.Sebagai contoh, dapat dilihat dalam Pajak Penghasilan (PPh.).Di
dalam Pajak Penghasilan dikenakan juga terhadap mereka yang berada
atau berkedudukan di luar Indonesia yang memperoleh penghasilan
dari Indonesia. Jadi, yang digunakan sebagai titik pangkalnya
adalah penghasilan (obyek) yang diperoleh di Indonesia, baru
adalah Pajak Bumi dan Bangunan, di mana yang pertama kali
diten-tukan adalah obyeknya (bumi dan bangunan) baru kemudian dicari
siapa yang menjadi subyek pajaknya.
3) Berdasarkan Sifatnya
Pembagian pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan
apa yang disebut sebagai pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk) dan
pajak kebendaan (zakelijk). Pembagian yang seperti itu kurang
disetujui oleh PJA.Adriani danSmeets sebagai nama lain pajak
subyektif dan obyektif, karena istilah pajak zakelijk dapat disalahartikan
dan ditafsirkan seolah-olah dalam menetapkan pajak ini tidak diindahkan
sama sekali pribadi seseorang wajib pajak. Padahal dalam banyak hal,
keadaan wajib pajak mempengaruhinya, walaupun bersifat
sekunder.
a). Pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk), yakni pajak yang dalam
penetapannya memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib
pajak. Dalam penentuan besarnya utang pajak, keadaan dan kemampuan
wajib pajak diperhatikan. Misalnya, status wajib pajak kawin/belum,
berapa tanggungannya, dan sebagainya sehingga kemampuan
bayar(ability to pay) dari wajib pajak itu diperhatikan, atau sering kali
disebut dengan daya pikul wajib pajak itu sendiri. Ukuran-ukuran
untuk menetapkan kemampuan bayar ataupun daya pikul itu harus
jelas, apakah sekadar dari jumlah penghasilan, jumlah tanggungan,
akandibicarakan dalam pembicaraan mengenai asas pembagiar,
beban pajak. Contoh dari pajak yang bersifat pribadi ini dapat dilihat
di dalam Pajak Penghasilan.
b).Pajak yang bersifat kebendaan (zakelijk), adalah pajak yang dipungut
tanpa memperhatikan diri dan keadaan si wajib pajak. Pajak yang
bersifat kebendaan ini umumnya merupakan pajak tidak langsung.
Sebagai contoh adalah Bea Meterai. Dalam pajak jenis ini, siapa pun
wajib pajaknya atau dalam keadaan bagaimana pun wajib pajaknya,
maka akan dikenai pajak secara sama. Akan tetapi, ada pula pajak yang
umumnya dikategorikan sebagai pajak kebendaan yang dalam hal-hal
tertentu masih memperhatikan keadaan wajib pajaknya. Sebagai
contoh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan
ini umumnya dimasukkan dalam pajak yang bersifat kebendaan
karena memang secara urnum pengenaan pajaknya dengan melihat
kondisi obyektif dari obyek pajak dengan tidak melihat keadaan wajib
pajak. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu, misalnya wajib pajaknya
merupakan seorang pensiunan yang semata-mata hidup dari uang
pensiunan itu, dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak.
Demikian pula apabila terjadi bencana alam.
4) Berdasarkan Kewenangan Pemungutannya
Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, maka pajak
pemerintah pusat (pajak pusat), dan pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah (pajak daerah).
a) Pajak Pusat, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada
pada pemerintah pusat. Yang tergolong jenis pajak ini antara lain,
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan
Jasa (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn.BM), Bea
Materai, dan cukai.22
b) Pajak Daerah, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada
pada pemerintah daerah, baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat
Kabupaten/Kota.
(1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas :
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
(2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
22
f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2. Fungsi Pajak
Pada umumnya dikenal adanya dua fungsi utama dari pajak, yakni fungsi
budgeter (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur). 1. Fungsi anggaran
Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan
untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke dalam kas negara.
Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen untuk
menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas negara.
Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi
penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan.Fungsi yang seperti itu kiranya
sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang menyebut sejak jaman
purbakala.23
Seperti kita ketahui bahwa negara Indonesia sejak tahun 1983
mencanangkan pajak sebagai sumber pemasukan dana altematif untuk
menggantikan posisi dominan dari minyak dan gas bumi, maka sudah
23
barang tentu fungsi budgeter inilah yang mengedepan. Bahkan apabila kita
menengok ke negara-negara lain, maka hampir semua negara
memasukkan dana dari masyarakat antara lain melalui pajak ini. Memang
ada negara-negara tertentu yang disebut-sebut tidak memungut pajak dari
rakyatnya, tetapi kebanyakan negara di dunia ini memungut pajak dari
rakyatnya.
2. Fungsi Mengatur
Seperti telahdisebutkan di atas sebelumnya bahwa disamping mempunyai
fungsi sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan
ke dalam kas negara, pajak mempunyai fungsi yang lain yakni fungsi
mengatur. Dalam hal ini pajak digunakan untuk mengatur dan
mengarahkan masyarakat kearah yang dikehendaki pemerintah.Oleh
karenanya, fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong
dan mengendalikankegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan
keinginanpemerintah.Dengan adanya fungsi mengatur, kadang kala dan
sisi penerimaan (fungsi budgeter) justru tidak menguntungkan.Terhadap
kegiatan masyarakat yang dipandang bersifat negatif, bila fungsi
regulerend yang dimaksudkan untuk menekan kegiatan itu dikedepankan, maka pemerintah justru dipandang berhasil apabila
pemasukan pajaknya kecil.Sebagai contoh cukai minuman keras.Bila
pemasukan dan cukai minuman keras sangat sedikit, dan diindikasikan
bahwa masyarakat tidak lagi banyak mengkonsumsi minuman keras, maka
menguntungkan.Apabila dikaitkan dengan salah satu dimensi hubungan
antara pemerintah dengan rakyat, maka kiranya fungsi ini tidak lepasdari
fungsi pengendalian (sturen).
Untuk melaksanakan fungsi mengatur ini, umumnya oleh Fiscus dapat
digunakan dengan dua cara.
a. Cara umum
Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tarif-tarif pajak yang
dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap tarif
yang bersifat umum.Tarif yang merupakan persentase atau jumlah yang
dikenakan terhadap basis pajak (tax base), yang berlaku secara umum
dijadikan instrumen perwujudan fungsi pajak ini. Mengenai
macam-macam tarif yang ada akan dibicarakan di belakang.
b. Cara khusus
Pelaksanaan fungsi mengatur dan pajak yang bersifat khusus ini dapat
dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat positif dan yang bersifat
negatif.
1) Bersifat positif
Apabila suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat itu oleh
pemerintah dipandang sebagai sesuatu yang positif, maka kegiatan
itu tentu akan mendapat dukungan dari pemerintah. Tak terkecuali
melalui kebijakan dibidang pajak. Oleh karena itu, dalam keadaan
perpajakan yang antara lain dapat berupa:
• Pemberian kelonggaran yang berbentuk tax holiday (pembebasan
pajak) dan keringanan pajak;
• Mengadakan afschrifving (penghapusan);
• Pemberian pengecualian-pengecualian;
• Pemberian pengurangan-pengurangan;
• Kompensasi-kompensasi.
Mengenai cara insentif dengan kompensasi ini, misalnya terhadap
kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan, selaku wajib pajak
dapat dikompensasikan dengan pajak penghasilan untuk jangka
waktu tertentu. Hal yang demikian untuk mendorong kegiatan dari
perusahaanperusahaan agar dapat menghasilkan secara lebih
produk-tif lagi sehingga dimasa-masa berikutnya akan dapat dikenakan
pajak.
2). Bersifat negatif
Merupakan cara mengatur dengan maksud untuk mencegah atau
menghalangi perkembangan atau menjuruskan kehidupan
masyarakat kearah tujuan tertentu. Ini merupakan suatu keinginan
dan pemerintah (focus) atau pembuat undang-undang dengan cara
mengadakan berbagai peraturan dibidang pajak yang menghambat
dan memberatkan masyarakat yang menyebabkan tumbuh dan
berkembangnya suatu kegiatan yang justru ingin ditiadakan atau
untuk menghalangi atau mengerem terhadap apa yang dilakukan oleh
masyarakat selaku wajib pajak. Tindakan pemerintah yang demikian
itu dapat dipandang sebagai sebuah des incentive tax.
Upaya des incentive tax yang dilakukan oleh pemerintah dapat berfungsi sebagai:
• Pemberianhambatan-hambatan;
• Pencegahan atas pemakaian atau pemasukan:
• Pemberatan-pemberatan khusus.
Sementara itu, menurut Ma’rie Muhammad fungsi pajak di negara
berkembang seperti di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Pajak merupakan alat atau instrumen penerimaan negara
b. Pajak merupakan alat untuk mendorong investasi;
c. Pajak merupakan alat redistribusi.24
C. Pengertian dan Objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 1. Pengertian Pajak dan Pajak Daerah
Dalam kaitannya dengan pajak, ada banyak pengertian yang diberikan oleh
para sarjana mengenai apa sebenarnya pajak itu. Berikut beberapa diantaranya.
1) Roclunat Soemitro, mengatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
24Ibid
Kemudian beliau menjelaskan bahwa kata “dapat dipaksakan” artinya: bila
utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan
kekerasan seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap
pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya jasa timbal balik tertentu
seperti halnya di dalam retribusi
Akan tetapi, apa yang dikemukan di atas kemudian dikoreksi. Dalam
bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan, tahun 1974, definisi tersebut
diubah menjadi: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya
digunakan untuk public saving uang merupakansumber utama untuk
membiayai public investment.25
2) Soeparman Soemahamidjaja, dalam disertasinya yang berjudul “Pajak
Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjadjaran Bandung tahun
1964, memberikan definisi mengenai pajak sebagai berikut: “Pajak adalah iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Istilah iuran wajib diharapkan dapat memenuhi ciri bahwa pajak dipungut
dengan bantuan dari dan kerja sama dengan wajib pajak, sehingga perlu
dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Apalagi bila suatu kewajiban harus
dilaksanakan berdasarkan undang-undang.Apabila kewajihan tersebut tidak
dilaksanakan, maka sebagai konsekuensinya undang-undang menunjukkan
25
carapelaksanaannya yang lain. Hal tersebut tidak hanya dalam hal pajak solo,
melainkan juga untuk hal-hal yang lain juga dikenal. Cara tersebut
terutamadimaksudkan untuk memaksa.Menurut pendapatnya kiranya
berlebihan apabila khusus mengenai pajak ini ditekankan pentingnya paksaan
karena memberi kesan seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk
melakukan kewajibannya.Beliau memandang sudah cukup dengan
mengatakan bahwa pajak merupakan “iuran wajib”.Dengan demikian, tidak
perlu diberikan tambahan kata “yang dapat dipaksakan.”Sementara itu,
mengenai “kontraprestasi” beliau mempunyai pendapat bahwa justru untuk
menyelenggarakan kontraprestasi itulah perlu dipungut pajak.Dalam hal ini,
pengeluaranpengeluaran pemerintah diperuntukkan bagi penyelenggaraan bidang
keamanan, kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan hal-hal lain yang
merupakan pemberian kontraprestasi bagi pembayar pajak selaku anggota
masyarakat.
3) PJA.Adriani. Beliau pernah menjabat sebagai guru besar dalam bidang
hukum pajak di Universitas Amsterdam (Belanda), dan pimpinan
International Bureau of Fiscal Documentation di Amsterdam. Menurutnya,
pengertian pajak adalah “Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
menyelenggarakan pemerintahan.26
Dari definisi Adriani ini terlihat bahwa pajak dianggap sebagai
pengertian yang merupakan species dari sebuah genus berupa pungutan.Dengan demikian, pungutan lingkupnya lebih luas daripada pajak
sendiri. Di dalam definisi tersebut terlihat bahwa beliau menekankan
pada fungsi budgeter (keuangan) dari pajak, sementara pajak sebenarnya
masih mempunyai fungsi yang lain yang juga sangat penting, yakni fungsi
mengatur.
Apa yang dikatakan oleh Adriani sebagai “tidak mendapat prestasi kembali
dari negara” ialah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan
pembayaran “iuran”. Prestasi dari negara seperti adanya hak untuk
menggunakan sarana dan prasarana umum, misalnya jalan, jembatan,
perlindungan akan kearnanan dan ketertiban dari tentara dan polisi, tentu
saja akan diperoleh oleh para pembayar pajak itu.
Akan tetapi, dalam hal ini mereka memperoleh hal-hal tersebut tidak secara
individual, dan juga tidak ada hubungannya secara langsung dengan
pembayaran pajak itu.Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya
kenyataan bahwa mereka yang tidak ikut membayar pajakpun juga dapat
mengenyam kenikmatannya.
4) Sementara itu, Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der
Belastingen mengatakan pengertian pajak sebagai berikut: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan
26Ibid
yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah”.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Smeets tersebut terlihat
menonjolkan adanya fungsi budgeter dari pajak, yakni untuk memasukkan
uang ke dalam kas negara.Dalam definisi tersebut, sebagaimana definisi
dari Adriani, ditunjukkan bahwa pajak tidak mengenal adanya
kontraprestasi individual yang terkait dengan pembayaran pajak yang
dilakukan oleh pembayar pajak.27
Kemudian adapun pengertian Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang berutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.28
2. Objek Pajak Daerah
Apabila diperinci maka objek pajak daerah terdiri atas :
1) Pajak Provinsi terdiri atas :
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
27Ibid,
hlm. 4
28Op.Cit
2) Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Keterangan atau perincian dari Pasal 2 ayat (1) dan (2) di atas adalah
sebagai berikut :
a. Pajak yang Dikekelola Provinsi
Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
1) Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor
adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di
semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor
energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alatalat besar yang dalam operasinya menggunakan
roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor
yang dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
ditetapkan sebagai berikut :
a) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar
1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);
b) untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif
dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua
persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Sedangkan
tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans,
pemadamkebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan
keagamaan,Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan
lain yangditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah
sebesar0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1%
(satupersen). Kemudian Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat
beratdan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol
komasatu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai
karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam
badan usaha (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Menurut Pasal
12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan
paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a. penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
yang tidak menggunakan jalan tunum tarif pajak ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagai berikut :
a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima
persen); dan
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh
lima persen).
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan
bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang
digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009). Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling
sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor
4) Pajak Air Permukaan Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air
yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di
laut maupun di darat. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (Pasal 24 UndangUndang nomor 28 Tahun 2009).
5) Pajak Rokok Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Rokok adalah pungutan atas
cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetakan
sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok dikenakan
atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 29
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Penerimaan pajak rokok, baik bagian
Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50%
untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum
oleh aparat yang berwenang (Pasal 31 UndangUndang Nomor 28 Tahun
2009).
b. Pajak yang Dikelola Kabupaten/Kota
Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk pajak yang
dikelola Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
1) Pajak Hotel Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan retribusi Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dan 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009).
2) Pajak Restoran Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Restoran adalah pajak
atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas
penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungutbayaran, yang
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya
termasuk jasa boga/katering. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar
10% (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
3) Pajak Hiburan Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan
hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,
dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan
ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan
berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam,
permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan
kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
4) Pajak Reklame Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau
media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan
komersialmemperkenalkan,menganjurkan,mempromosikan, atau untuk menarik
perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan,dan/atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak Reklame
ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009).
5) Pajak Penerangan Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak
atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dan
sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang
dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%
(Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam
dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. Tarif Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
7) Pajak Parkir Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang
tidak bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%
(Pasal 65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
8) Pajak Air Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air Tanah adalah pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat
dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif Pajak Air
Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009).
9) Pajak Sarang Burung Walet Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak
atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung
walet adalah satwa yang termasuk margacollocalia, yaitu collocalia
10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah
dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009).
11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88
3. Pengertian Retribusi dan Objek Retribusi Daerah 1. Pengertian Retribusi
Retribusi agak berbeda dengan pajak.Dalam retribusi, hubungan antara
prestasi yang dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan konlraprestasi itu
bersifat langsung.Dalam hal ini, pembayar retribusi justru menginginkan-adanya
jasa timbal secara langsung dari pemerintah.Sebagai contoh, adalah pembayaran air
minum pada PDAM, retribusi listrik, telepon, gas, uang kuliah, dan
sebagainya.Pengenaan retribusi juga dilakukan dengan mendasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum, dan untuk menaatinya yang
bersangkutan juga dapat dipaksa. Dalam retribusi terhadap listrik, misalnya,
apabila rakyat selaku pelanggan tidak memenuhi kewajibannya maka akan ada
tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan sebagai pemaksaan seperti pengenaan
denda, pemutusan hubungan untuk sementara, dan sebagainya.29
Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pengutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.30
29Op.Cit
. Y. Sri Pudyatmoko, hal. 5
30Op.Cit
2. Objek Retribusi Daerah
Adapun objek dan golongan retribusi terdiri atas :
a. Jasa Umum
b. Jasa Usaha
c. Perizinan Tertentu.31
a. Retribusi Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang/pribadi atau badan.
(1) Jenis Retribusi Jasa Umum adalah :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
Akte Catatan Sipil.
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
f. Retribusi Pelayanan Parkir
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kabus
31
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan
n. Retribusi Pengencalian Menara Telekomunikasi
(2) Jenis Retribusi di atas dapat tidak dipungut apabila potensi
penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk
memberikan pelayanan tersebut secara cuma-Cuma (Pasal 109 dan
110).
b. Retribusi Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang
meliputi :
a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal.
b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan
secara memadai oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
g. Retribusi Rumah Potong Hewan
h. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga
j. Retribusi Penyeberangan di Air
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah (Pasal 126 dan 127)
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan
tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang/pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan ruang, penggunanaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis Perizinan Tertentu adalah :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi Izin Gangguan
d. Retribusi Izin Trayek