RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Aulia Bismar Paduana
NIM : 120405037
Tempat, tanggal lahir : Padang, 19 Januari 1995 Nama orang tua : Martinus dan Linda Hertati Alamat orang tua : Komp. Wisma Utama Blok.
A1/no.6 Lubug Begalung Pulau Aia Nan XX. Padang. Sumatera Barat
Asal Sekolah:
• SD Negeri 9 Gorontalo tahun 2000-2004 • SD Kartika I-11 Padang 2004-2006 • SMP Negeri 8 Padang tahun 2007 – 2009 • SMA Negeri 4 Padang tahun 2009 – 2012 Pengalaman Kerja dan Organisasi:
1. Asisten Lab. Kimia Analisa tahun 2014-2016
2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2013-2014 sebagai Sekertaris Bidang Kerohanian
3. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2014-2015 sebagai Anggota Bidang Peningkatan Sumber Daya Mahasiswa
4. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Teknik 2014-2016 sebagai anggota Departemen Kebijakan Publik
5. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2015-2016 sebagai Anggota
Artikel yang dipublikasikan:
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kulit coklat sebagai alkali pada proses pembuatan sabun natural dan mengetahui sifat-sifat sabun natural yang dihasilkan dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak. Bahan – bahan yang digunakan, antara lain minyak kelapa, alkali dari kulit coklat dan aquadest. Variabel – variabel yang diamati, antara lain temperatur reaksi pembuatan sabun, waktu pengadukan dan waktu reaski penyabunan. Penelitian diawali dengan pembuatan alkali dari kulit coklat, dimana kulit coklat dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 105 oC selama 24 jam dan dihaluskan menggunakan ball mill sampai ukuran 50 mesh. Bubuk kulit coklat tersebut dibakar menggunakan tanur pada temperatur 600 oC selama 6 jam dan diekstaksi 10 gram abu
menggunakan aquades sebanyak 50 ml sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu 65 selama 60 menit. Konsentrasi alkali yang didapat sebesar 1,01 N, analisa meggunakan Atomic Absorption spectroscopy (AAS) didapatkan konsentrasi kalium sebagai kalium hidroksida sebesar 39,91%. Sebanyak 30 ml alkali dicampurkan dengan 40 ml minyak kelapa pada suhu 50, 65 dan 80 oC, dengan waktu pengadukan 2, 3 dan 4 jam, lalu dilakukan analisa pada 0, 12 dan 24 jam. Nilai pH yang didapat berkisar 8,2-10,2 sedangkan densitas yang didapat berkisar 1,02-1,12. Nilai alkali bebas didapat berkisar 0,0089-0,0378 sedangkan nilai bilangan saponifikasi berkisar 197,52-282,18. Hal ini menunjukkan bahwa alkali dari kulit coklat layak dijadikan sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun.
ABSTRACT
This study was aimed to discover the potential of cacao husk as source of alkali for soap making process and to discover the characteristics of natural soap made from coconut oil as source of fatty acid. Materials used were alkali from cacao husk, coconut oil and aquadest. Variables observed were temperatures of saponification process, mixing time and reaction time. This study was begun with alkali from cacao husk making process, cacao husk were dried with oven at 105 ˚C for 24 hours. The dried of cacao husk was crashed using ball mill and resulting husk powder was burned in a furnace at 600 ˚C for 6 hours. 10 g cacao husk ash were leached with 50 ml aquadest at 65 ˚C for 60 minutes, with the result of potassium concentration was 1.01 N. Analysing using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) founded that the amount of potassium as a potassium hydroxide was 39.91%. Blend 30 ml alkali into 40 ml coconut oil at temperature variable were 50, 65 and 80 ˚C and the mixing time variable were 2, 3 and 4 hours. Meanwhile, the saponification time were 0, 12 and 24 hours. The result for pH were obtained between 8.2-10.2 and free alkaline content were obtained between 0,0089-0,0378%. Meanwhile the density were obtained between 1.02-1.12 g/cm3 and saponification number were obtained between 197.52-282.18 mg/g. This study showed that alkali from cacao husk was effective to produce natural soap with coconut oil as fatty acid sources.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i
PENGESAHAN ii PRAKATA iii DEDIKASI v RIWAYAT HIDUP PENULIS vi ABSTRAK vii ABSTRACT viii DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG ...1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ...2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ...2
1.4 MANFAAT PENELITIAN ...3
1.5 RUANG LINGKUP ...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 SABUN ...4
2.1.1 Sejarah Sabun ... 4
2.1.2 Pengertian Sabun ... 5
2.1.3 Standar Sabun ... 6
2.1.4 Jenis Jenis Sabun ... 7
2.1.5 Mekanisme Reaksi Sabun ... 8
2.1.6 Proses Pembuatan Sabun ... 9
2.1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan ... 11
2.2 MINYAK DAN LEMAK ...12
2.2.1 Minyak Hewani ... 12
2.2.2 Minyak Nabati ... 13
2.3 ALKALI ...15
2.3.1 Kulit Coklat ... 15
2.3.2 Kandungan Kulit Coklat ... 16
2.3.3 Kalium (Pottasium) ... 17
2.3.4 Proses Pembuatan Abu ... 18
2.3.5 Proses Pengambilan Kalium (K) dari Abu Kulit Coklat ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL KARAKTERISASI ALKALI DARI ABU KULIT
COKLAT (THEOBROMA CACAO L.) 30
4.1.1 Hasil Uji Konsentrasi Alkali dari Kulir Coklat 30 4.2.2 Hasil Uji AAS Alkali dari Kulit Coklat 30
4.2 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN
31
4.3 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP DENSITAS SABUN CAIR 35
4.4 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP KADAR ALAKLI BEBAS SABUN CAIR 37
4.5 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP ANGKA PENYABUNAN SABUN CAIR 40
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN 50
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 54
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi... 9
Gambar 2.2 Kulit Coklat Basah dan Kulir Coklat Kering ... 16
Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi ... 25
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas ... 26
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman ... 27
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi ... 28
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas ... 29
Gambar 4.1 Bubuk Kulit Kakao (a) Sebelum ditanur (b) Hasil Penanuran Kulit Kakao ... 30
Gambar 4.2 Hasil Sabun Cair ... 31
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman (pH) Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa Sabun ... 32
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Densitas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ... 35
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ... 37
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Nilai Bilangan Saponifikasi Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ... 40
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia ... 6
Tabel 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia ... 6
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair ... 7
Table 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat ... 7
Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan ... 12
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa... 15
Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Kakao ... 17
Tabel L1.1 Data Hasil Analisa pH Sabun Cair ... 50
Tabel L1.2 Data Hasil Analisa Densitas ... 51
Tabel L1.3 Data Hasil Analisa Alkali Bebas ... 52
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sabun merupakan salah satu kebutuhan utama manusia sehari-hari, yang digunakan sebagai bahan baku untuk m pakaian, pembersih lantai dan pembersih badan [1]. Garam yang dapat larut didalam air dan merupakan hasil reaksi dari asam lemak yang mengandung delapan rantai karbon atau lebih dengan alkali merupakan sabun [2]. Minyak dalam pembuatan sabun komersial dapat berasal dari minyak nabati dan hewani [3]. Minyak nabati dapat berasal dari: kelapa, sawit, jarak dan lainya, sedangankan hewani dapat berasal dari lemak babi (lard) dan lemak sapi ataupun domba (tallow) [4]. Masing-masing jenis minyak akan menghasilkan sabun dengan sifat yang berbeda sesuai karakteristik minyak, seperti minyak sawit akan menghasilkan sabun yang keras, sulit berbusa dan memiliki daya bersih yang tinggi [5]. Sedangkan dari minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang keras, daya bersih tinggi dan berbusa banyak [6].
Sabun yang beredar di pasaran sebagian besar adalah sabun kimia yang menggunakan sodium laurat sulphat (SLS) sebagai bahan baku utamanya. Seiring perkembangan zaman, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dengan meningkatnya kepedulian akan lingkungan, seperti kesadaran pemakaian sabun natural yang pembuatannya tidak melibatkan bahan kimia sintesis seperti SLS. Sabun kimia dan sabun natural dapat dibedakan berdasarkan kandungan gliserin yang terkandung. Pada sabun kimia, umumnya gliserin ditambahkan kedalam sabun, sedangkan pada sabun natural terdapat gliserin yang merupakan hasil samping dari proses saponifikasi, gliserin yang terkandung memyebabkan sabun bersifat lebih melembabkan kulit [7].
satu negara penghasil coklat terbesar ke tiga di dunia [8]. Luas lahan pertanian coklat di Indonesia sebesar 1,7 juta hektar dengan produktivitas sekitar 720 ton per tahun [9]. Produksi coklat di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai 3,5% setiap tahun. Kulit buah coklat terdiri dari 70% - 75% dari berat buah coklat dimana dari 1 ton coklat akan menghasilkan 700 – 750 kg kulitnya [10]. Salah satu kandungan dari abu kulit coklat adalah K2O sebanyak 40% [11].
Selain alkali seperti kalium dan natrium untuk menghasilkan sabun natural, harus menggunakan minyak. Salah satu jenis minyak yang digunakan adalah minyak kelapa yang berasal dari buah kelapa. Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor dan dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai seluas 95.181 kilometer persegi yang sebagian besar ditanami pohon kelapa. Areal tanaman kelapa Indonesia adalah 3,88 juta hektar dengan prduksi 3,2 juta ton kopra pertahun [12]. Kopra merupakan buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak. Sabun dari minyak kelapa memiliki kelebihan seperti; memiliki aroma manis berbau unik, anti-jamur serta sifat anti-bakteri. Selain itu sabun yang berasal dari minyak kelapa mamiliki busa yang banyak sepeti yang telah dijelaskan diatas dan berfungsi sebagai emollient alami. Manfaat emollient untuk mengurangi kehilangan cairan pada permukaan kulit (yang menyebabkan kulit kering), melembutkan dan menghaluskan [6].
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Melihat potensi kalium sebagai sumber alkali pada kulit coklat untuk dijadikan sabun alami dengan menggunakan minyak kelapa sebagai sumber asam lemak.
2. Bagaimana sifat sabun natural yang dihasilkan, dengan menggunakan bahan baku alkali dari kulit coklat dan minyak kelapa.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
2. Memberikan informasi mengenai sifat-sifat sabun natural yang dihasilkan dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak.
3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan sabun natural.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan penggunaan abu kulit coklat sebagai sumber akali pada proses pembuatan sabun.
2. Untuk memperoleh informasi kondisi proses saponifikas terbaik dalam pembuatan sabun ini.
3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit coklat yang merupakan limbah hasil pembuatan coklat.
1.5 RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penetilitan, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa yang diperoleh dari pasar dan kulit coklat sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang diperoleh dari perkebunan daerah Padang Panjang.
3. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi. Dengan variable sebagai berikut:
Volume minyak = 40 gram
Temperatur reaksi = 50 °C, 65 °C dan 80 °C. Waktu reaksi = 0 jam, 12 jam dan 24 jam. Waktu pengadukan = 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Kecepatan pengaduk = 250 rpm
Alanalisa yang dilakuakan: 1. Analisa Keasaman (pH) 2. Analisa Densitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SABUN
Sabun merupakan produk tertua didunia khusunya sebagai surfaktan dan dalam berbagai bentuk telah memiliki peran besar pada kebutuhan sehari-hari. Dalam sudut pandang kimia, bahan yang dihasilkan dari reaksi lemak tak larut dengan logam bahkan alkali alami disebut sabun. Jika logam yang bereaksi berupa kalium, natrium atau ammonium maka akan terbentuk sabun yang larut dalam air [13].
2.1.1 Sejarah Sabun
Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung dalam legenda Romawi kuno, yang biasa menjadi tempat pemotongan hewan kurban dalam upacara adat. Ketika hujan, sisa-sisa lemak hewan bercampur dengan abu kayu pembakaran dan mengalir ke Sungai Tiber di bawah gunung. Pada saat masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka mendapati air mengeluarkan busa dan pakaian mereka menjadi lebih bersih.
Pada abad ke-1 masyarakat Romawi kuno melakukan saponifikasi dengan cara mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urin) dengan minyak tumbuhan dan lemak hewan. Pekerja khusus yang mengumpulkan air seni (fullones) untuk dijual kepada pembuat sabun. Pada abad ke-2 dokter Galen (130-200 SM) menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan
Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Bangsa Arab membuat sabun dari minyak nabati atau minyak atsiri. Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus daerah Palestina. Sabun yang dihasilkan sudah berbentuk padat dan cair.
berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Sampai saat ini, sekalipun menggunakan sabun, ada masyarakat yang belum bersih tanpa menggosokkan batu ketika mandi. Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan terpisahkan dari sabun[14].
2.1.2 Pengertian Sabun
Sabun merupakan garam alkali dari asam-asam lemak dengan alkali dan telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam kahidupan sebagai alat pembersih dan pencuci [15]. Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon lebih dari delapan dengan sifat ampifilik, yaitu pada bagian kepala memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekor memiliki gugus hidrofobik (non polar). Dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air [16]. Menurut SNI (1994) sabun didefenisikan sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara alkali natrium (NaOH) atau kalium (KOH) dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani [17].
Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.641.326 jiwa [19], yang setiap penduduknya membutuhkan sabun setiap harinya untuk memberiskan diri dan peralatan lainnya. Produksi sabun di Indonesia terlampir pada table 2.1 yang menunjukkan adanya pertumbuhan produksi sabun. Sedangkan data impor sabun Indonesia ditunjukan pada tabel 2.2.
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [16] Tahun Massa sabun (ton/tahun)
2007 44.959
2008 47.452
2009 49.452
2010 168.546
Table 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia [16]
Tahun Massa sabun (ton/tahun)
2007 1.613
2008 1.731
2009 1.478
2010 1.113
2.1.3 Standar Mutu Sabun
Sabun memiliki standar baku mutu untuk digunakan sebagai alat pembersih, ada berbagai standar untuk mutu sabun seperti American Society for Testing and Material (ASTM) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair [17]
No Kriteria Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D
Syarat mutu sabun mandi padat menurut standar nasional Indonesia (SNI 06-3532-1994)
Tabel 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat [17]
No Uraian SNI
Jenis sabun berdasarkan kegunaanya dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Sabun Transparan
umum dibawah 18. Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang paling sering dijumpai adalah minyak kelapa [20].
2. Sabun Kecantikan
Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang mempunyai manfaat untuk membersihkan wajah dengan baik. Sabun scrub mempunyai tekstur scrub yang sedikit kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk membersihkan serta mengangkat sel kulit mati. Pemakaian sabun scrub terlalu sering karena dapat menyebabkan kulit menjadi kering.
3. Sabun Natural
Sabun natural mengacu pada proses pembuatannya yang tidak banyak melibatkan bahan kimia sintetis. Sabun disebut natural ketika peran SLS digantikan dengan bahan-bahan alami/natural berupa minyak alami (nabati/hewani), pembuatannya tanpa melibatkan detergen (SLS/SLES atau texapon) dan zat kimia sintetis (parabens/pengawet kimia, EDTA, pewarna sintetis) [21]. Sabun natural memiliki kandungan gliserin yang merupakan hasil samping dari proses pembuatannya, yang dapat melembababkan kulit [22].
Minyak alami (nabati) yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun natural merupakan minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), dan minyak kelapa sawit (palm oil). Ketiga minyak nabati tersebut biasanya digunakan sebagai bahan baku utama dan memiliki fungsi yang berbeda [21].
2.1.5 Mekanisme Reaksi Sabun
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling melarut (immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, karena reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, maka pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Apabila senyawa alkali yang ditambahkan adalah kalium soda (KOH), maka sabun yang dihasilkan adalah sabun yang bersifat lunak (soft soap) dan gliserol yang terikut dalam sabun tersebut dapat dipisahkan dari sabunnya dengan penambahan NaCl sedangkan bila senyawa alkali yang ditambahkan natrium soda (NaOH) maka akan didapat sabun keras (hard soap) tapi gliserolnya tidak dapat dipisahkan dengan NaCl sehingga berupa zat warna kuning yang masih berisi alkohol dan air [25].
2.1.6 Proses Pembuatan Sabun
Terdapat dua metode yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yaitu proses dingin dan proses panas [26] [22]:
1. Proses Dingin
Proses dingin adalah teknik yang paling populer dalam pembuatan sabun natural. Teknik ini telah dikenal sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah kuno (Romawi) maupun sejarah modern (Eropa). Proses dingin merupakan ketrampilan karya seni yang sangat tinggi dan dihargai para ratu dan para putri kerajaan-kerajaan untuk perawatan wajah dan kecantikan mereka.
Sabun yang dibuat dengan proses dingin memerlukan curing time (waktu pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun tersebut siap pakai. Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam sabun natural sehingga sabun akan menjadi lebih keras, busa lebih baik, semakin lembut jika dipakai, dan lebih tahan lama, sabun akan menjadi lebih baik secara