• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perkawinan Anak di Bawah Umur (Tinjauan Dari Segi Hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perkawinan Anak di Bawah Umur (Tinjauan Dari Segi Hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu prinsip yang dianut undang-undang ini

adalah calon suami istri harus telah matang jiwa raganya untuk dapat

melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan perkawinan secara baik

tanpa berakhir pada perceraian dan memperoleh keturunan yang baik dan sehat.

Undang-undang Perkawinan menentukan batas umur untuk kawin bagi pria

adalah 19 tahun dan bagi wanita berusia 16 tahun.

Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya perkawinan di

bawah umur sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Perkawinan. Secara

nasional data BPS memperlihatkan hampir 47 persen perempuan pernah menikah

saat usia mereka di bawah 18 tahun; 13,4 persen perempuan sudah menikah pada

usia 10-15 tahun; 33,4 persen menikah usia 16-18 tahun. Pernikahan perempuan

pada usia 10-15 tahun tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan dengan jumlah

18,89 persen dari jumlah perempuan yang pernah menikah. Menyusul kemudian

(2)

Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang rata-rata berjumlah 10 persen

dari populasi perempuan yang pernah menikah.1

Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan

hidup manusia. Di samping membawa kedua mempelai ke alam lain yang

berbeda, perkawinan juga secara otomatis akan mengubah status keduanya.

Setelah perkawinan kedua belah pihak akan menerima beban berat dan tanggung

jawab masing-masing. Tanggung jawab dan beban itu bukanlah sesuatu yang

mudah dilaksanakan, sehingga mereka harus sanggup memikul dan

melaksanakannya.2

Hanya mereka yang telah dewasa saja yang secara umum dapat

melewatinya, sedangkan mereka yang belum dewasa, belum siap menerima beban

seberat ini. Akan tetapi dalam keseharian, peristiwa perkawinan anak di bawah

umur sering kali ditemukan, terutama di masyarakat pedesaan atau masyarakat

berpendidikan rendah. Banyak kesulitan bagi pelaku perkawinan di bawah umur

dalam menjalani rumah tangganya karena mereka yang telibat perkawinan

tersebut memang belum siap lahir batin untuk mengahadapinya.3

Mengingat betapa besar tanggung jawab, baik suami maupun istri perlu

kesiapan yang matang, baik fisik maupun psikis. Hal ini karena pekerjaan berat ini

tidak mungkin terlaksana dengan persiapan yang asal-asalan dan kondisi fisik

1

Women and Youth Depelovment Institute Indonesia,”Nikah Dini Sebagai Suatu

Degenerasi”.

tanggal 26 Februari 2013

2

Umar Faruq Tohir, 2009, “Pernikahan Dini di Desa Beluk Raja,Kecamatan Ambunten,Kabupaten Sumenep”; (Skripsi Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta),

(3)

maupun psikis yang buruk. Bagi wanita misalnya, rutinitas kerja dalam rumah

tangga memerlukan tenaga yang sangat besar, dari mengurus diri, rumah,

mengurus dan melayani kebutuhan suami, baik lahir maupun batin. Belum lagi

kalau mereka dikaruniai Tuhan keturunan, hal ini akan menambah beban istri.

Semua ini memerlukan ketahanan fisik yang prima. Bagi laki-laki, ketahanan fisik

dan mental lebih dituntut lagi. Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Logikanya,

laki-laki harus lebih siap dibanding wanita, laki-laki dituntut untuk mencukupi

kebutuhan istri dan anak-anaknya dari kebutuhan sandang, pangan, papan serta

perlindungan dari segala ancaman. Ia harus mendedikasikan segala potensi untuk

memberikan kenyamanan terhadap keluarganya. Apa jadinya bila seseorang yang

masih di bawah umur dibebani tanggung jawab yang sedemikian besar.

Apakah masyarakat tidak mengerti kalau sudah ada Undang-undang

Perkawinan yang mengatur usia calon mempelai. Padahal aturan ini dibuat untuk

kebaikan bersama khususnya bagi para muda mudi. Bukannya tanpa alasan

Pemerintah membuat batasan usia untuk menikah seperti itu, karena memang

perkawinan di bawah umur ini memiliki lebih banyak dampak negatifnya dari

pada dampak positifnya. Bukankah undang-undang tersebut sudah disahkan

sekitar tiga puluh tahun yang lalu, atau masyarakat tersebut memang tidak mau

tahu tentang usia ideal menikah. Perkawinan di bawah umur merupakan masalah

yang pelik dan sensitif. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk

mengetahui faktor penyebab, dampak yang ditimbulkan dan upaya-upaya yang

dilakukan untuk menanggulangi dan mencegah perkawinan di bawah umur

(4)

B. Permasalahan

Dari uraian-uraian dan latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor penyebab timbulnya perkawinan anak di bawah umur?

2. Apa dampak dari suatu perkawinan yang salah satu dan/atau kedua pasangan

suami istri masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur ?

3. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah perkawinan anak di bawah

umur ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk menganalisis apa saja faktor-faktor penyebab timbulnya perkawinan

anak di bawah umur.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana dampak dari suatu

perkawinan yang salah satu dan/atau kedua pasangan suami istri masih

dikategorikan sebagai anak di bawah umur.

3. Untuk menjelaskan apa upaya yang harus dilakukan untuk mencegah

timbulnya perkawinan anak di bawah umur.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah :

(5)

a. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi perkembangan

keilmuan dan dunia akademik dalam bidang hukum.

b. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum

perkawinan.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk menciptakan peraturan

yang seragam terhadap batas usia perkawinan.

b. Sebagai bahan masukan kepada pihak-pihak yang ingin melangsungkan

perkawinan tentang batas usia yang dibolehkan untuk melangsungkan

perkawinan demi kemaslahatan keluarga.

E. Metode Penelitian

1. Lokasi peneliatian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat,

Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena desa ini termasuk desa

yang tinggi angka perkawinan di bawah umurnya. Sehingga tidak ada salahnya

apabila melakukan penelitian di desa ini.

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan objek

penelitian secara apa adanya sesuai dengan keberadaan dan informasi data yang

ditemukan. Terkait dengan hal itu, juga dikemukakan pemikiran-pemikiran yang

berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas, dalam hal ini

(6)

menganalisa tentang perkawinan anak di bawah umur yang terjadi di Desa

Gamber, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

3. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode yuridis normatif dan metode yuridis sosiologis. Metode normatif yaitu

bentuk penelitian yang tidak terlepas dari norma-norma hukum dan asas-asas

hukum yang ada. Metode ini digunakan untuk mengetahui bagaimana ketentuan

hukum dari perkawinan khususnya perkawinan di bawah umur menurut UU

Perkawinan dan juga menurut Kompilasi Hukum Islam.

Metode penelitian yuridis sosiologis merupakan penelitian yang

memaparkan hukum sebagai gejala sosial. Penelitian ini menitikberatkan pada

perilaku individu atau mayarakat. Yang paling sering dijadikan topik dalam

penelitian ini adalah masalah efektivitas aturan hukum, kepatuhan terhadap aturan

hukum, implementasi aturan hukum, peranan lembaga hukum dalam penegakan

hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu dan sebaliknya. 4

4. Data yang digunakan

a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan, dari tangan pertama dan di

olah oleh suatu organisasi atau perorangan.5

4

Peter Mahmud Marjuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hal.87

5

(7)

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau

perorangan yang berasal dari pihak lain yang pernah mengumpulkan atau

mengolah sebelumnya. 6

1) bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat terdiri peraturan

perundang-undangan seperti UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

KUH Perdata, Inpres No. 1 Tahun 1991, tentang Kompilasi Hukum Islam

dan Pengaturan Menteri Agama No.3 Tahun 1975 tentang Kewajiban

Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama dalam

Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan.

Data sekunder terdiri dari 3 jenis bahan hukum yakni :

2) bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan perkawinan, hasil

karya kalangan hukum tentang perkawinan dan sebagainya.

Sebenarnya wawancara bukan merupakan bahan hukum. Akan tetapi dapat

dimasukkan sebagai bahan non hukum. Namun, apabila peneliti menyusun

beberapa pertanyaan atau mengemukakan isi hukum tertulis sehingga si yang

diwawncarai dapat memberikan pendapatnya secara tertulis maka pendapat

hukum tersebut dapat menjadi bahwan hukum sekunder.7

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 8

(8)

5. Metode pengumpul data

a. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan (field research), digunakan untuk menghimpun

informasi-informasi yang dilakukan melalui wawancara (interview) terhadap

sejumlah narasumber yang pernah menikah pada usia di bawah umur mengenai

faktor penyebab serta dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan di bawah

umur tersebut.

b. Studi pustaka (library research)

Studi pustaka (library research), digunakan untuk mendapatkan informasi

menyangkut berbagai hal tentang objek penelitian, menjelaskan teori-teori terkait

dan menginterkoneksikan antara pendapat yang satu dengan yang lainnya terkait

dengan perkawinan di bawah umur.

6. Alat pengumpul data

Berupa interview guaide yakni daftar pertanyaan wawancara yang telah

disusun sebelumnya yang akan dilakukan terhadap 7 orang narasumber pelaku

perkawinan di bawah umur di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat,

Kabupeten Karo.

7. Analisa data

Analisis adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang telah terkumpul dianalisa secara

kualitatif dengan menggunakan metode deduktif, yaitu penarikan kesimpulan

yang berawal dari pengetahuan yang bersifat umum kemudian ditarik suatu

(9)

bawah umur yang masih bersifat umum, kemudian dikorelasikan dengan hasil

wawancara tentang perkawinan di bawah umur di Desa Gamber, Kecamatan

Simpang Empat, Kabupeten Karo kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

F. Keaslian Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini Penulis dalam mengambil judul ini telah

meninjau ke perpustakaan Fakultas Hukum USU bahwa memang telah banyak

yang menulis skripsi tentang perkawinan tapi judul tentang analisis perkawinan

anak di bawah umur (tinjauan dari segi hukum islam dan UU Perkawinan No.1

Tahun 1974) belum pernah ada yang membahasnya dan melakukan penelitian

terkait dengan judul tersebut, sehingga Penulis mencoba membahasnya dan

menuangkannya ke dalam sebuah skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Bab I tentang pendahuluan. Pada bab ini diuraikan pokok permasalahan

skripsi yang mencakup mengapa penulis tertarik memilih judul tersebut sehingga

membuatnya dalam bentuk skripsi, dengan menguraikan latar belakang,

permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan dan

sistematika penulisan yang bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap

perkawinan anak di bawah umur.

Bab II tentang tinjauan umum terhadap hukum perkawinan di Indonesia,

yang meliputi pengertian dan asas-asas hukum perkawinan, syarat dan rukun

(10)

perkawinan dan analisis perbandingan antara fiqh munakahat, Kompilasi Hukum

Islam (KHI) dan UU Perkawinan.

Bab III tentang ketentuan perkawinan anak di bawah umur menurut

hukum perkawinan Indonesia dan Hukum Islam. Pada bab ini akan diuraikan

materi tentang usia perkawinan, dispensasi nikah di bawah umur dan akibat

hukum perkawinan anak di bawah umur.

Bab IV tentang analisis perkawinan anak di bawah umur (tinjauan dari

segi Hukum Islam dan UU Perkawinan). Pada bab ini diuraikan materi tentang

faktor-faktor penyebab perkawinan anak di bawah umur, dampak dari suatu

perkawinan yang salah satu dan/atau kedua pasang suami istri masih

dikategorikan sebagai anak di bawah umur, dan upaya-upaya yang dilakukan

untuk mencegah perkawinan anak di bawah umur.

Bab V berisi penutup. Pada bab ini hanya memuat tentang kesimpulan

dan mencoba memberi saran-saran yang dianggap penting terkait perkawinan di

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan masyarakat pesisir harus didasarkan pada pengelolaan wilayah pesisir, daerah aliran sungai dan laut yang komperehensif, sehingga menuntut (1) perhatian yang lebih

Salah satu definisi paling lengkap dan komprehensif tentang korupsi oleh Antonio Argandona, yang mendefinisikan korupsi sebagai "tindakan atau pengaruh dalam

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2018) menjelaskan bahwa motivasi terbanyak bagi Ibu yang bekerja diantaranya adalah keinginan untuk membantu

Secara keseluruhan, PHBS responden sudah baik.Hal ini dilihat dari frekuensi responden dengan PHBS yang baik pada kelompok penderita DBD lebih tinggi dibanding

Dari hasil tabel persepsi responden terhadap variabel kompetensi Danramil ada beberapa hal yang dapat menunjang peningkatan variable kompetensi sehingga kinerja

Menimbang,bahwa selanjutnya berdasarkan kesaksian dua orang saksi pada pokoknya membenarkan penggugat dan tergugat adalah suami isteri sah, kedua saksi juga

Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian dan pembahasan meliputi hasil penelitian pada mata pelajaran matematika materi pecahan dengan menggunakan model

Sumber : Data Primer diolah, 2019 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pemilihan faktor yang lebih urgen dari matriks SWOT analisis lingkungan internal faktor kekuatan