• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kuman

Bentuk kehidupan dari dari dunia mikroba yang kali pertama diamati adalah

bakteri atau kuman. Bakteri pertama kali diamati oleh seorang Belanda bernama

Anthony van Leeuwenhoek pada tahun 1973, ia berhasil menemukan suatu bentuk

kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang yang kemudian

dinamakan animalcules, yang tidak lain bakteri atau kuman (Tim Mikrobiologi

FK UI, 2003).

Kuman merupakan istilah awam yang identik dengan bakteri, yaitu organisme

bersel satu yang hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop

(http://health.kompas.com/read/2016/07/11/10324630/beda.kuman.virus.bakteri).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kuman adalah nama lain dari

bakteri.

2.2 Bakteri 2.2.1 Pengertian

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas uniselular dan tidak mengandung

struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas,

berbentuk bola seperti batang atau spiral. bakteri yang khas berdiameter sekitar

0,5 sampai 1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi terutama

dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses aseksual. Beberapa bakteri

(2)

panas yang suhunya 90oC atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu

diantara kedua ekstrim ini. Bakteri menimbulkan berbagai perubahan kimiawi

pada substansi yang ditumbuhinya, mereka mampu menghancurkan banyak zat

(Pelczar, 1986).

Menurut Yulika H (2009), bakteri adalah salah satu golongan organisme

prokariotik (tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu

memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat

khusus (nukleus) dan tidak ada membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah

sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai

intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA

ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan

sirkuler.

2.2.2 Klasifikasi Bakteri

Menurut Jawetz (2004), hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar

dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga bakteri

diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan bakteri

Gram-negatif.

1. Bakteri Gram-negatif

 Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea).

Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan

binatang. Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella,

Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus). Beberapa organisme seperti

(3)

penyakit, sedangkan yang lain seperti salmonella dan shigella merupakan

patogen yang umum bagi manusia.

 Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain. Pseudomonas

aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada

pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan patogen

nosokomial yang penting .

 Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan bakteri lain yang berhubungan. Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif

yang tersebar luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan

permukaan air. Aeromonas banyak ditemukan di air segar dan terkadang

pada hewan berdarah dingin.

 Haemophilus , Bordetella, dan Brucella Gram negatif Hemophilis

influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.

 Yersinia, Franscisella dan Pasteurella. Berbentuk batang pendek Gram-negatif yang pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase

positif, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif.

2. Bakteri Gram-positif

 Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillus dan Clostridium. Kedua spesies ini terdapat dimana-mana, membentuk spora, sehingga

dapat hidup di lingkungan selama bertahun-tahun. Spesies Basillus bersifat

aerob, sedangkan Clostridium bersifat anaerob obligat. Bakteri

Gram-positif Tidak Membentuk Spora: Spesies Corynebacterium, Listeria,

(4)

Corynebacterium dan kelompok Propionibacterium merupakan flora

normal pada kulit dan selaput lender manusia .

 Staphylococcus. Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang tidak teratur seperti anggur. Beberapa spesies merupakan anggota flora

normal pada kulit dan selaput lendir, yang lain menyebabkan supurasi dan

bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering

menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai

enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis

adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan

Staphylococcus saprophyticus.

 Streptococcus. Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang mempunyai pasangan atau rantai pada pertumbuhannya. Beberapa

streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi lainnya bisa bersifat

patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ; Streptococcus

pyogenes, Streptococcus agalactiae, dan jenis Enterococcus.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Banyak bakteri heterotrof tidak dapat tumbuh kecuali diberikan

faktor-faktor pertumbuhan, yaitu :

1. Oksigen (O2)

Berdasarkan keperluan akan oksigen, kuman dibagi menjadi 5 golongan, yaitu

kuman anaerob obligat (tanpa O2) , kuman anaerob toleran (perlu O2), kuman

(5)

(perlu O2 dalam jumlah besar) dan kuman mikroaerofilik (tumbuh baik pada

O2 yang rendah).

2. Potensi oksidasi-reduksi (Eh)

Eh suatu perbenihan merupakan faktor yang menentukan apakah suatu kuman

yang dibiakkan dapat tumbuh atau tidak. Kuman-kuman anaerob tidak

mungkin tumbuh kecuali apabila Eh perbenihan mencapai – 0,2 volt.

3. Temperature (suhu)

Tiap-tiap kuman mempunyai temperature optimum yaitu di mana kuman

tersebut tumbuh sebaik-baiknya, dan batas temperature di mana pertumbuhan

dapat terjadi. Oleh karena kuman-kuman yang pathogen bagi manusia

biasanya tumbuh dengan baik pada 37oC. salah satu contoh yang baik adalah

pada pembiakan kuman Mycobacterium leprae.

4. pH

PH perbenihan juga mempengaruhi pertumbuhan kuman. Kebanyakan kuman

yang pathogen mempunyai pH optimum 7,2 – 7,6.

5. Kekuatan ion dan tekanan osmotic

Faktor-faktor seperti tekanan osmotic dan konsentrasi garam juga perlu

diperhatikan terutama bagi kuman-kuman yang berasal dari air laut dan kuman

yang diadaptasikan terhadap pertumbuhan larutan gula berkadar tinggi

(6)

2.2.4 Jenis Bakteri yang Ada pada Kulit Manusia

Pada tahun 1938, Rice seorang peneliti bakteriologi kulit yang terkenal

mengatakan ada dua jenis kehidupan bakteri yaitu flora atau bakteri yang transient

(singgah) dan flora resident (menetap).

Bakteri transient tidak begitu banyak terdapat di bagian-bagian kulit yang

bersih dan terbuka. Biasanya, bakteri ini terbawa oleh sentuhan telapak tangan

dalam kegiatan hidup sehari-hari. Karena itu, jenis dan sifat organisme umumnya

tergantung pada sifat kerja dan kegiatan hidup seseorang sehari-hari. Bakteri yang

singgah menempel pada kulit, biasanya dalam lemak dan kotoran, dan banyak

dijumpai pula di bawah kuku jari. Bakteria ini, yang pathogenik maupun yang

tidak, bisa dihilangkan dengan mencuci tangan secara menyeluruh dan seringkali

(Wolff dkk, 1984).

Bakteri resident, jumlah dan jenisnya tetap. Dijumpai dalam lipatan, celah

kulit, dan menempel lekat pada kulit. Bakteri resident tidak bisa dengan mudah

dilepaskan dari kulit dengan mencucinya (dengan sabun dan air), kecuali jika

digosok dengan sikat, dan bakteri ini tidak begitu mudah menjadi lemah karena

antiseptik dibandingkan bakteri transient. Sebagian bakteri ini melekat begitu

dalam pada kulit sehingga tidak akan keluar sebelum kulit digosok selama 15

menit atau lebih. Untuk tujuan praktis, tidaklah mungkin membersihkan kulit dari

semua bakteri (Wolff dkk, 1984).

Bakteri transient (singgah) bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan

kulit jika bakterinya berjumlah banyak untuk waktu yang cukup lama, lalu

(7)

waktu tertentu terus-menerus mengurusi benda-benda yang terkontaminasi, maka

organisme yang terdapat pada benda-benda tersebut, meskipun sesungguhnya

bersifat transient (singgah), lama-kelamaan bisa menjadi menetap (transient). Jika

flora tersebut mengandung organisme pathogenik, maka dapat menjadi pembawa

(carrier) organisme tertentu. Untuk mencegah flora yang singgah menjadi

menetap, maka perlu dilakukan cuci tangan dengan segera setelah setiap kali

bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi terutama jika benda-benda

tersebut mengandung organisme pathogenik. Pentingnya mencuci tangan sesering

mungkin dan secara menyeluruh menjadi jelas, karena para perawat dalam

kegiatan kerja mereka seringkali bersentuhan dengan benda-benda yang

terkontaminasi dan organisme yang mengandung bibit penyakit (Wolff dkk,

1984).

2.2.5 Bakteri yang sering ditemukan pada Tangan Manusia

Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia. Seperti tangan manusia yang

banyak berinteraksi dengan dunia luar. Banyak sekali jenis-jenis bakteri yang

terdapat ditangan manusia. Adapun beberapa jenis bakteri yang sering terdapat

ditangan, diantaranya :

1) Escherichia coli

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam

usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat

menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers

(8)

lain di luar usus. Genus Escherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli

dan Escherichia hermanii (Karsinah dkk, 1994).

Morfologi E. coli adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk pendek

(kokobasil), berukuran 0,4-0,7 µm, bersifat anaerobic fakultatif dan mempunyai

flagella peritrikal. Bentuk sel dari bentuk coocal hingga membentuk sepanjang

ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora. Selnya bisa terdapat tunggal,

berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul (Jawetz dkk,

2004).

E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia:

Enteropathogenic E. coli menyebabkan diare, terutama pada bayi dan anak-anak

di negara-negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas

diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan oleh strain kuman ini sudah

jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994),

penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh E. coli adalah: infeksi saluran kemih

(85% kasus), pneumonia (± 50% dari primary Nosocomial Pneumonia),

meningitis pada bayi baru lahir dan infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

2) Salmonella sp

Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agen penyebab

bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan

demam tifoid yang berat disertai bakteremia. Salmonella sp. adalah bakteri bentuk

batang, pada pengecatan gram berwarna merah 5 muda (gram negatif). Salmonella

(9)

S. pullorum), dan tidak berspora. Habitat Salmonella sp. adalah di saluran

pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan

Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8.

Ewing mengklasifikasikan Salmonella ke dalam 3 spesies yaitu: 1.

Salmonella choleraesuis, 2. Salmonella typhi, 3. Salmonella enteritidis, dan

kuman dengan tipe antigenic yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari

Salmonella parathypi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya (Karsinah

dkk, 1994).

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp.

dikelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II

salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica.

Komposisi dasar DNA Salmonella sp. adalah 50-52 mol% G+C mirip dengan

Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau

penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan

epidemiologi , jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S. typhi, S.

thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu

serotipe). Sedangkan spesies S. paratyphi A, S.paratyphi B, S. paratyphi C

termasuk dalam S. enteritidis (Jawetz dkk, 2004).

3) Shigella

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), Shigella

spesies adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen

penyebab penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichiae karena sifat

(10)

genus Shigella karena gejala klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai saat

ini terdapat 4 spesies Shigella yaitu: Shigella dysenteriae, Shigella flexneri,

Shigella boydii dan Shigella sonnei.

Morfologi dan identifikasi Shigella adalah bakteri Gram negatif berbentuk

batang, berukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan tidak berflagel, tidak membentuk

spora, bila ditanam pada media agar tampak koloni yang konveks, bulat,

transparan dengan pinggir-pinggir utuh. Shigella merupakan bakteri dengan

habitat alamiah usus besar manusia. Disentri basiler atau Shigellosis adalah infeksi

usus akut yang disebabkan oleh Shigella (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994),

Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu: 1. Disentri klasik dengan

tinja yang konsisten lembek disertai darah, mulus dan pus, 2. Waterydiarrhea dan

3. Kombinasi keduanya. Masa inkubasinya adalah 2 – 4 hari, atau bisa lebih lama

sampai 1 minggu. Oleh orang yang sehat dierlukan 200 kuman untuk

menyebabkan sakit. Kuman masuk dan berada di usus halus, menuju terminal

ileum dan kolon, melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel

kemudian berkembang biak di dalam lapisan mukosa. Berikutnya terjadi reaksi

peradangan yang menimbulkan tukak pada mukosa usus.

4) Giardia Lamblia

Giardia Lamblia ditemukan kosmopolit dan penyebarannya tergantung

dari golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Giardia Lamblia

mempunyai 2 bentuk, yaitu tropozoit dan kista. Bentuk tropozoit bilateral simetris

(11)

meruncing. Parasit ini berukuran 10-20 mikron panjang dengan diameter 7-10

mikron. Di bagian anterior terdapat sepasang inti berbentuk oval. Di bagian

ventral anterior terdapat isap berbentuk seperti cakram cekung yang berfungsi

untuk perlekatan di permukaan sel epitel. Terdapat dua batang yang agak

melengkung melintang di posterior batil isap, yang disebut benda parabasal.

Tropozoit mempunyai delapan flagel, sehingga bersifat motil. G. Lamblia tidak

mempunyai mitokondria, peroxisome, hydrogenisomes, atau organel subselular

lain untuk metabolisme energi.

Bentuk kista oval dan berukuran 8-12 mikron dan mempunyai dinding

yang tipis dan kuat dengan sitoplasma berbutirhalus. Kista yang baru terbentuk

mempunyai dua inti, sedangkan kista matang mempunyai empat inti yang terletak

di satu kutub.

Melekatnya Giardia Lamblia pada sel epitel usus halus tidak selalu

menimbulkan gejala. Bila ada, hanya berupa iritasi ringan. Perubahan

histopatologi pada mukosa dapat minimal berat hingga menyebabkan atrofi vilus,

kerusakan eritrosit, dan hyperplasia kriptus, seperti tampak pada sindrom

malabsorbsi. Terdapat korelasi antara derajat kerusakan vilus dengan malabsorbsi.

Tekanan hisapan dari perlekatan tropozoit menggunakan batil isap dapat merusak

mikrovili dan mengganggu proses absorbs makanan. Selain itu multiplikasi

tropozoit dengan belah pasang longitudinal akan menghasilkan sawar antara sel

epitel usus dengan lumen usus yang mengganggu proses absorbs makanan dan

nutrient. Tropozoit tidak selalu penetrasi ke epitel tetapi dalam kondisi tertentu

(12)

Setengah dari orang yang terinfeksi G. Lamblia asimtomatik dan sebagian

besar dari mereka menjadi pembawa (carrier). Gejala yang sering terjadi adalah

diare berkepanjangan, dapat ringan dengan produksi tinja semisolid atau dapat

intensif dengan produksi tinja cair. Jika tidak diobati diare akan berlangsung

hingga berbulan-bulan. Infeksi kronik dicirikan dengan steatore karena gangguan

absorbs lemak serta terdapat gangguan absobsi karoten, folat, dan vitamin B12.

Penyerapan bilirubin oleh G.Lamblia menghambat aktivitas lipase pankreatik.

Kelainan fungsi usus halus ini disebut sindrom malabsorbsi klasik dengan gejala

penurunan berat badan, kelelahan, kembung, feses berbau busuk. Selain itu,

sebagian orang dapat mengeluhkan ketidaknyamanan epigastrik, anoreksia, dan

nyeri.

2.2.6 Standar Angka Kuman pada Tangan Manusia

Jumlah kuman pada tangan sebelum cuci tangan menurut referensi adalah :

( number of Microorganisms on Your Hands Fierer, 2009)

Lokasi pada tangan Kepadatan Bakteri

1. Dibawah 61.368 CFU/cm2

2. Telapak tangan 847 CFU/cm2

3. Punggung tangan 250 CFU/cm2

4. Disela jari 223 CFU/cm2

(13)

2.3 Perilaku

2.3.1 Konsep Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. Sehingga pada hakekatnya perilaku manusia adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat

luas. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Skinner,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme

Respons. Skinner membedakan adanya dua respons :

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting

stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya,

makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang

menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response juga mencakup

perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau

menangis.

2. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respon yang timbul

(14)

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena

memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan

tugasnya dengan baik respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi)

kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas

kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

2.3.2Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus,

maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Misalnya, seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda

tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

Bentuk perilaku tertutup lainnya adalah sikap, yakni penilaian terhadap objek.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang

lain. Oleh sebab itu overt behavior adalah tindakan nyata atau praktik, misalnya

seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas

(15)

2.3.3 Ciri-Ciri Perilaku

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah:

a. Kepekaan sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat

menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah

makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang

lain.

b. Kelangsungan perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya

dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru

lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara

berkesinambungan bukan secara serta merta.

c. Orientasi tugas

Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada

suatu tugas tertentu.

d. Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,

serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan

(Notoatmodjo, 2003).

2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut

(16)

1. Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetic atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk

kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari

dalam individu (endogen), antara lain :

a. Jenis ras, setiap ras didunia memiliki perilaku yang spesifik, saling

berbeda satu dengan lainnya.

b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari

cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.

c. Sifat kepribadian. Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan perilaku

yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dalam adaptasi

yang terus menerus terhadap hidupnya.

d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan

sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal

tersebut.

e. Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Intelegensi

adalah kemampuan untuk membuat kombinasi.

f. Usia. Usia dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap

pola-pola kehidupan baru dan dikenal dengan masa kreatif dimana

individu memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan

menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang

pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir kreatif serta belum

terjadi penurunan daya ingat. Masa dewasa dini memiliki rentang usia

(17)

2. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu

a. Faktor lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada

disekitar individu, baik fisik, biologis maupun social.

b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu.

Proses kegiatan-kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah

perilaku individu maupun kelompok.

c. Agama, merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau

penghabisan.

d. Sosial ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu

lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah

lingkungan sosial.

e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam

cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama,

rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004).

2.3.5 Domain Perilaku

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), perilaku manusia

dibagi kedalam tiga domain yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge)  Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan tehadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

(18)

raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu, diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh :

dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak

balita.

b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.

Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,

memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c. Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan

hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih dalamsuatu struktur objek

(19)

e. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun

sendiri.

Dalam hal ini perilaku perawat tentunya diharapkan akan lebih baik dengan

adanya pengetahuan yang dimiliki, sehingga perawat melaksanakan tindakan

mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer dan serangkaian tindakan

pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi; memakai alat perlindungan diri,

pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam, dan pengelolaan

limbah dalam pencegahan infeksi nosokomial.

Perilaku perawat yang berisiko tinggi tertular penyakit infeksi melalui darah

dan cairan tubuh, maka diharapkan dengan pengetahuan dan sikap yang cukup

dan benar tentang tindakan hand hygiene akan membentuk perilaku perawat yang

dapat mengurangi risiko penularan infeksi terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

2. Sikap (Attitude)  Definisi

Menurut Notoatmodjo (2012), Sikap merupakan reaksi atau respons yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

(20)

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,

dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku.

Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), menjelaskan bahwa

sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan utuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai

tingkatan :

a. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons, yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai, yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resiko.

3. Praktik atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

(21)

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support)

dari pihak lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

a. Responsterpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara

mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan

sebagainya.

b. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

praktik tingkat kedua. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan

bayinya pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan

yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana

(Notoatmodjo, 2012).

2.3.6 Perubahan Perilaku dan Indikatornya

Secara teori perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadosi

(22)

1. Perubahan Pengetahuan

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa

arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, dapat

dikelompokkan menjadi :

 Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

 Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat  Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

2. Sikap

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya

akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut.

Indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan,

yakni :

a) Sikap terhadap sakit dan penyakit

b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

c) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

3. Praktik atau Tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang

diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Indikator praktik kesehatan juga

mencakup hal-hal tersebut di atas yakni :

(23)

b) Tindakan pemeliharaan dan pengingkatan kesehatan

c) Tindakan kesehatan lingkungan

2.3.7 Konsep Perilaku Kesehatan a. Definisi perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu tanggapan sekarang terhadap rangsangan

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan

dan lingkungan (Sunaryo, 2004).

b. Jenis Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), batasan perilaku

adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman,

serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)

Merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

2) Perilaku Kesehatan Lingkungan

Merupakan bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan

fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhinya.

c. Kewaspadaan untuk perawat dalam melakukan cuci tangan steril

Pakaian atau seragam scub perawat harus tetap kering. Air mengalir

(24)

tinggi sehingga memungkinkan air mengalir dari area yang kurang terkontaminasi

ke area yang paling terkontaminasi. Bila perawat ingin menggunakan sarung

tangan steril di area regular, perawat tidak perlu menyikat atau mengeringkan

tangan dengan handuk steril. Dengan penyabunan dan penggosokan yang

dilakukan dua kali sesuai prosedur akan menjamin tangan bersih. Pada situasi ini

perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk pengeringan. Pengeringan

dimulai dari area yang paling bersih ke area yang kurang bersih. Pengeringan

mencegah kulit kering dan memudahkan penggunaan sarung tangan (Perry &

Potter, 2005).

2.4 Cuci Tangan

2.4.1. Pengertian Cuci Tangan

Awal konsep mencuci tangan dengan bahan antiseptik muncul di awal

abad ke-19. Pada awal tahun 1822, seorang ahli Farmasi Perancis

mendemonstrasikan larutan yang mengandung klorida pada limun atau soda yang

dapat menghilangkan bau busuk mayat manusia dan dapat digunakan sebagai

desinfektan dan antiseptik. Dalam tulisannya yang dipublikasikan pada tahun

1825, ahli farmasi tersebut menyatakan bahwa dokter ataupun orang yang

mendatangi pasien dengan penyakit berbahaya dapat terhindar dari penyakit

tersebut dengan menggosok tangannya menggunakan cairan yang menggunakan

klorida tersebut (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Menurut Novi Hediyani (2012) yang mengutip Depkes RI, mencuci tangan

adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit

(25)

untuk melindungi pasien terhadap infeksi nosokomial. Mencuci tangan dengan

cara menggosok tangan menggunakan alkohol adalah prosedur yang sederhana

dan ringan yang membutuhkan hanya beberapa detik. Sedangkan menurut Perry &

Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam

pencegahan dan pengontrolan infeksi.

Mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum

melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil

specimen. Infeksi yang diakibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau

terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi berhubungan dengan prosedur

diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di

rumah sakit.

Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan setelah

melakukan tindakan perawatan meskipun menggunakan sarung tangan atau alat

pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi

mikroorganisme yang ada pada tangan sehingga penyebaran penyakit dapat

dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.

2.4.2. Tujuan Mencuci Tangan

Tujuan mencuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara

mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa dengan mencuci tangan dapat

menurunkan jumlah kuman di tangan hingga 58%. Menurut Susianti (2008),

(26)

di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril,

melindungi diri dan pasien dari infeksi, memberikan perasaan segar dan bersih.

Tujuan mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan

infeksi. Karena penularan penyakit dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi tidak

mencuci tangan dengan benar kemudian langsung menyentuh atau mengolah

makanan dan makanan tersebut dikonsumsi orang lain. Mencuci tangan juga dapat

menurunkan bioburden (jumlah mikroorganisme) pada tangan dan untuk

mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien,

tenaga perawatan kesehatan, dan peralatan.

Tujuan mencuci tangan dalam Palmer (1984) adalah :

1. Mencuci tangan dapat mengurangi kontaminasi tangan dan mencegah

penyebaran bakteri pathogen yang dapat menular , temasuk para medis.

2. Mencuci tangan sangat penting bagi pelayan rumah sakit (perawat dan

dokter) dalam mencegah infeksi nosokomial, ini diketahui sejak 100 tahun

yang lalu oleh Semmelweis.

3. Mencuci tangan adalah cara yang telah lama dilakukan, paling sederhana, dan

sesuai dengan yang kita butuhkan untuk mencegah penyebaran agen infeksi

dari satu orang ke orang lain. Saat ini infeksi nosokomial tetap menjadi

masalah utama.

4. Untuk mencegah dan mengontrol infeksi nosokomial.

Perilaku cuci tangan oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat

menunjukkan bahwa sebagian besar petugas tersebut tidak melaksanakan cuci

(27)

pertama kali atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Mereka pada

umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan pasien

keseluruhannya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya infeksi nosokomial

yang dikenal dengan Healthcare Associated Infection (Musadad, dkk, 1993).

Mencuci tangan dengan menggunakan sabun bertujuan untuk

meminimalisir keberadaan bakteri yang terdapat pada telapak tangan. Mencuci

tangan menggunakan sabun harus dilakukan dengan langkah-langkah mencuci

tangan yang benar agar bakteri yang terdapat pada tangan dapat hilang ataupun

berkurang sehingga dapat mengurangi kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada

pasien.

2.4.3. Indikasi Mencuci tangan

Indikasi mencuci tangan menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO

(2006) adalah :

a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien, dengan atau tidak

menggunakan sarung tangan.

b. Segera setelah melepas sarung tangan (gloves).

c. Sebelum menangani peralatan invasive.

d. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, secret, ekskresi, kulit yang tidak utuh,

dan benda yang terkontaminasi, bahkan jika menggunakan sarung tangan.

e. Selama perawatan pasien, ketika berpindah dari terkontaminasi ke tubuh

pasien.

(28)

Indikasi mencuci tangan menurut dalam “My 5 Moments for Hand

Hygiene”, yaitu :

a. Sebelum menyentuh pasien

b. Sebelum prosedur aseptic

c. Setelah terekspore cairan tubuh

d. Setelah menyentuh pasien

e. Setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien (WHO, 2006).

2.4.4. Jenis Cuci Tangan dan Cara Cuci Tangan

Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu

cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan surgical (surgical hand

washing) dan cuci tangan operasi (operating theatre hand washing).

Cara untuk melakukan cuci tangan tersebut dapat dibedakan dalam beberapa

teknik antara lain sebagai berikut :

a. Teknik mencuci tangan biasa

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan sabun

dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya digunakan sebelum

dan sesudah melakukan tindakan yang tidak mempunyai resiko penularan

penyakit. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap

wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit

(misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat

sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah medis atau kantung plastik

berwarna kuning untuk sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi), alat

(29)

atau cairan pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptic, lotion tangan,

serta dibawah wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah:

a) Basahi kedua tangan dengan air, teteskan sabun cair secukupnya diatas

telapak tangan, lalu gosoklah kedua telapak tangan dan kedua punggung

tangan apabila menggunakan sabun padat.

b) telapak kanan diatas punggung tangan kiri dan telapak kiri diatas

punggung tangan kanan, kemudian gosok kedua punggung tangan secara

bergantian dan gosok diantara jari jemari tangan secara bergantian

sehingga kena sabun.

c) Telapak dengan telapak dan jari saling terkait kemudian gosok kedua

telapak tangan dan diantara jari jemari secara bergantian sehingga kena

sabun.

d) Letakkan punggung jari padatelapak satunya dengan jari saling mengunci

pada telapak satunya secara bergantian.

e) Jempol kanan digosok memutar oleh telapak kiri dan sebaliknya,

kemudian gosok jempol dan jari-jari tangan lainnya secara memutar

bergantian kedua tangan.

f) Jari kiri menguncup, gosok memutar ke kanan dan kiri pada telapak kanan

dan sebaliknya, kemudian gosoklah ujung-ujung kuku pada telapak tangan

sehingga busa sabun masuk kedalam sela-sela kuku, secara bergantian di

(30)

mengalir, dengan kran air atau dengan air mengalir menggunakan gayung.

Setelah selesai keringkan kedua tangan dengan kain kering dan bersih.

b. Teknik mencuci tangan aseptic

Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan

aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan

larutan disinfektan, khususnya bagi petugas yang berhubungan dengan pasien

yang mempunyai penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan bedah

aseptic dengan antiseptik dan sikat steril. Prosedur mencuci tangan aseptik sama

dengan persiapan dan prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci tangan biasa,

hanya saja bahan detergen atau sabun diganti dengan antiseptik dan setelah

mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril.

c. Teknik mencuci tangan steril

Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan adalah mencuci tangan

secara steril, khusunya bila akan membantu tindakan pembedahan atau operasi.

Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan bak

cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimicrobial

(non-iritasi, spectrum luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari

plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di

ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu.

Prosedur cara kerja mencuci tangan steril adalah :

a) Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada tangan

dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya cincin atau jam

(31)

b) Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu: penutup

sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah, pastikan masker menutup

hidung dan mulut dengan kencang. Selain itu juga memakai pelindung mata.

c) Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau control dengan kaki dan

sesuaikan air untuk suhu yang nyaman.

d) Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas, mempertahankan tangan

atas berada setinggi siku selama seluruh prosedur.

e) Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan menggosok

tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku.

f) Membersihkan kuku dibawah air mengalir dengan tongkat orange atau

pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan.

g) Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimicrobial.

h) Menyikat ujung jari, tangan, dan lengan. Menyikat kuku tangan sebanyak 15

kali gerakan. Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan

permukaan anterior jari 10 kali gerakan. Menyikat sisi ibu jari 10 kali

gerakan tiap area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10kali

gerakan. Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit

i) Kemudian bilas sikat secara bersamaan dengan tepat mengingat, bagi lengan

dalam tiga bagian. Kemudian mulai menyikat setiap permukaan lengan

bawah lebih bawah dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan;

menyikat bagian tengah dan lengan bawah dengan cara yang sama setelah

(32)

mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai siku satu kali gerakan, biarkan

air mengalir pada siku.

j) Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain.

k) Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan mematikan air

dengan pedal kaki. Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk

satu tangan secara seksama, menggerakkan dari jari ke siku dan

mengeringkan dengan gerakan melingkar.

l) Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan

menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru.

m) Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh. Perawat

memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari kontak dengan objek

apa pun.

Menurut World Health Organization (2009) cara mencuci tangan dengan sabun

dan air dilakukan selama 40-60 detik adalah sebagai berikut :

a) Membasuh tangan dengan air mengalir

b) Meratakan sabun dengan kedua telapak tangan

c) Menggosok kedua tangan memutar

d) Menggosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri dan tangan

kanan, begitu pula sebaliknya

e) Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan

f) Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci

g) Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan

(33)

h) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tanan

kiri dan sebaliknya

i) Menggosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan

dan melakukan sebaliknya

j) Membilas kedua tangan dengan air mengeringkan dengan handuk sekali

pakai kemudian mematikan kran dengan handuk

2.5 Ketetapan dalam Mencuci Tangan pada Petugas Kesehatan

Menurut Boyce J.M (2002), mencuci tangan dilakukan oleh petugas kesehatan :

 Jika kulit rusak atau diperlukan cuci tangan yang sering, sabun lembut (tanpa bahan antiseptik) dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran

dan debu.

 Apabila dikehendaki efek antimikroba (misalnya sebelum suatu tindakan invasive atau kontak dengan pasien yang rentan seperti pasien AIDS atau

bayi baru lahir) penggosok tangan berbasis alkohol tanpa air harus

digunakan.

 Di area berisiko tinggi seperti ruang bedah dan ICU atau unit transplantasi, langkah-langkah penggosokan tangan dengan menggunakan sikat lunak

atau spon dalam waktu singkat (setidaknya 2 menit) dapat menggantikan

penggosokan keras dengan sifat kasar selama 6-10 menit.

 Untuk petugas yang sering mencuci tangannya (30 kali atau lebih pershift), pelumas tangan dan krim harus disediakan agar dapat mengurangi iritasi

kulit. Kesehatan dan kebersihan tangan dapat dilakukan dengan kegiatan

(34)

tangan bedah dengan mempergunakan bahan dasar alkohol tanpa air.

Tujuan dan cara melakukannya masing-masing berbeda.

2.5.1 Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum :

 Memeriksa (kontak langsung) pasien.

 Memakai sarung tangan bedah steril atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) sebelum pembedahan atau sarung tangan pemeriksaan untuk tindakan rutin,

seperti pemeriksaan panggul.

2.5.2 Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :

 Situasi tertentu di mana kedua tangan dapat terkontaminasi seperti : 1. Memegang instrument yang kotor dan alat lainnya.

2. Menyentuh selaput lendir, darah, atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau

ekskresi).

3. Kontak yang lama dan intensif dengan pasien.

 Melepaskan sarung tangan. 2.6 Jenis-Jenis Antiseptik

a. Hydrogen Peroksida (H2O2)

Hydrogen Peroksida (H2O2) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat

namun tidak mengiritasi jaringan hidup. Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai

antiseptik pada membrane mukosa. Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu

dijaga kondisinya karena zat ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan

(35)

b. Garam Merkuri

Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat

digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000.

Senyawa ini dapat membunuh hamper semua jenis bakteri dalam beberapa menit.

Kelemahan dari senyawa ini adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan

karena daya kerja antimikrobanya yang sangat kuat.

c. Asam Borat

Asam Borat merupakan antiseptik lemah, tidak mengiritasi jaringan. Zat ini dapat

digunakan secara optimum saat dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:20.

d. Triclosan

Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan popular, bisa ditemui dalam sabun,

obat kumur, deodorant, dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya antimikroba

dengan spectrum luas(dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai

sifat toksisitas minim. Mekanisme kerja triclosan adalah dengan menghambat

biosintesis lipid sehingga membrane mikroba kehilangan kekuatan dan fungsinya.

2.7 Hand Sanitizer

2.7.1 Pengertian Hand Sanitizer

Hand Sanitizer merupakan cairan pembersih tangan berbahan dasar

alkohol yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dengan cara

pemakaian tanpa dibilas dengan air. Di dalam cairan ini terdapat berbagai

kandungan yang sangat cepat membunuh mikroorganisme yang ada di kulit

(36)

Hand sanitizer banyak digunakan karena alasan kepraktisan, yaitu mudah

dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Hand sanitizer

sering digunakan dalam keadaan darurat dimana kita tidak bisa menemukan air.

Kelebihan ini diutarakan menurut USA (Food and Drug Administration (FDA)

dapat membunuh kuman dalam waktu kurang lebih 30 detik (Benjamin, 2010).

2.7.2 Kandungan Hand Sanitizer

Hand sanitizer memiliki berbagai macam zat yang terkandung. Secara

umum hand sanitizer mengandung :

a. alcohol 60-95%

b. Benzalkonium chloride

c. Benzethonium chloride

d. Chlorhexidine gluconatee

e. Chloroxylenol

f. Clofucarban

g. Hexachloropheneh

h. Hexylresocarcinol

i. Iodine (Benjamin, 2010).

Menurut CDC (Center of Disease Control) hand sanitizer terbagi menjadi

dua yaitu mengandung mengandung alcohol dan tidak mengandung alcohol. Hand

sanitizer dengan kandungan alcohol antara 60-95 % memiliki efek anti mikroba

(37)

2.7.3 Manfaat Hand Sanitizer

Alkohol banyak digunakan dalam hand sanitizer, hal ini dikarenakan

alkohol sangat efektif dalam membunuh berbagai macam dan jenis kuman dan

bakteri. Bakteri yang diketahui dapat terbunuh oleh alkohol adalah bakteri

tuberculosis, bakteri penyebab influenza, dan berbagai bakteri yang sering

menyebabkan demam.

Hand sanitizer tanpa alkohol mengandung triclosan dan benzalkonium

chloride. Kedua kandungan tersebut juga efektif dalam membunuh bakteri dan

kuman yang terdapat di kulit.

Menurut Liu Pengbo, Yuen Yvonne, Hsiao Hui-Mien, Jaykus Lee-Ann

(2010), kandungan aktif yang sering ditemukan pada hand sanitizer dipasaran

adalah 62% etil alcohol. Kandungan tersebut bermanfaat dalam membunuh

bakteri. Ia juga menyatakan bahwa efektivitas dari suatu hand sanitizer ditentukan

oleh berbagai faktor seperti, jenis antiseptik yang kita gunakan dan banyaknya,

metode penelitian, dan target organisme.

Menurut Fukusaki (2006), dan McDonnell (1999), Hand sanitizer

memiliki efektivitas pada virus yang kurang baik dibandingkan dengan cuci

tangan menggunakan sabun. Kandungan sodium hipoklorite dalam sabun dapat

menghancurkan integritas dari kapsid protein dan RNA dari virus, sedangkan

hand sanitizerdengan alcohol hanya berefek pada kapsid protein virus.

2.7.4 Mekanisme Kerja Hand Sanitizer

Bahan kimia yang mematikan bakteri disebut bakterisidal, sedangkan

(38)

antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, dan dapat

bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Alkohol menghambat aktivitas

mikroba, alkohol 50-70 % berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi

protein, denaturasi dan koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba

tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti

(CDC, 2009).

2.8 Sabun

Sabun didefinisikan sebagai produk dari proses saponifikasi atau

netralisasi lemak, minyak, lilin, rosin dengan basa organik tertentu atau yang

anorganik. Sabun dapat mengendorkan tegangan permukaan dan menjadi alat

pembuat emulsi dan pada umumnya merupakan alat pembersih yang baik jika

dipakai dengan air dan digosok-gosokkan. Busa yang dihasilkan oleh sabun dapat

memisahkan kotoran dan organisme dan memungkinkan untuk dibersihkan (Wolff

dkk, 1984).

Jika sabun yang digunakan dalam air yang banyak mengandung garam,

akan terbentuk lapisan endapan yang tidak bisa dilarutkan, jika garam dari sabun

tersebut bereaksi dengan garam yang terkandung dalam air dan reaksi kedua

garam tersebut menjadikan sabun kurang efektif sebagai alat pembersih. Akan

tetapi, sabun yang dipakai dengan air yang tidak mengandung garam lebih efektif

digunakan untuk membersihkan tangan dari kotoran dan mikroorganisme (Wolff

dkk, 1984).

Dalam studinya mengenai pembersih kulit, Price menggunakan berbagai

(39)

sabun lainnya termasuk sabun toilet yang terkenal. Setelah dilakukan

pemeriksaan, tidak terdapat satupun dari sabun-sabun tersebut mengandung zat

pembunuh bakteri (germicide). Hasil studinya maupun studi yang dilakukan orang

lain menunjukkan bahwa semua jenis sabun tersebut membersihkan tangan

dengan mutu yang sama, dan meskipun beberapa sabun toilet meninggalkan bau

yang harum dan harganya mahal, tidak menjamin sabun tersebut efektif untuk

membersihkan tangan dari kotoran atau mikroorganisme (Wolff dkk, 1984).

2.8.1 Kandungan yang Terdapat pada Sabun a) Minyak pendukung

b) Sodium hidroksida

c) Alcohol

d) Staric acid

e) Parfum

f) Humectant

g) Ultra violet absorbent

h) Anti oksidan

i) Sequestering age.

2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007).

Jumlah Koloni Kuman Perilaku cuci tangan perawat :

a. Baik

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis melakukan pengamatan secara langsung dan melakukan wawancara kepada beberapa karyawan yang bersangkutan sesuai dengan topik

Berdasarkan perbedaaan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengukuran kinerja perbankan dengan menggunakan rasio keuangan untuk menilai profitabilitas yang diwakili

Penelitian ini menggunakan simulasi computational fluid dynamics (CFD) untuk menganalisis performa tungku pada bagian geometri cerobong gas bakar, dan lubang

Pada Gambar 6c memperlihat nilai rata-rata jitter dari tiga skenario dengan tiga pengujian, dimana terjadi kenaikan nilai jitter hingga 0.031 pada skenario

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGD 1 Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 berikut kami

12/ULPD/WII.8/2016 tanggal 26 Februari 2016, dengan ini kami mengumumkan Pemenang Seleksi Sederhana untuk pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Perencana Gedung Kantor.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi..

[r]