• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint Venture"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batas nonfisik antar negara pada era globalisasi semakin sulit untuk

dibedakan dan bahkan tanpa batas (borderless state)1. Implikasi dari kehidupan

yang bersatu inilah yang sekarang disebut globalisasi. Dampak dari globalisasi

yang sangat terasa yakni arus informasi begitu cepat sampai di tangan masyarakat.

Jadi tidaklah mengherankan, jika berbagai pihak khususnya di kalangan pebisnis

berlomba memburu informasi, sebab siapa yang mampu menguasai informasi

dengan cepat, maka dialah yang terdepan. Globalisasi menyebabkan arus

transportasi dari satu negara ke negara lain dapat begitu cepat dan mudah di akses

oleh masyarakat. Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi yang terus

digunakan dan dikembangkan oleh para ahlinya. Semakin dekatnya batas antara

suatu negara dengan negara lain berpeluang untuk berinvestasi, terlebih lagi

hampir semua negara dewasa ini membuka diri bagi investor asing sangat2.

Begitu juga dengan negara Indonesia, penanaman modal harus menjadi

bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai

upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan

lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,

meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan

kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya asing.

1

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hlm.1.

2

(2)

2

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor

penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain

dengan melalui perbaikan koordinasi instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,

penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal,

biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di

bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Perbaikan terhadap berbagai

faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik

secara signifikan3.

Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi

bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau

investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang

penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya

kegiatan penanaman modal atau investasi, Indonesia dapat mengolah segala

potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.

Pembangunan instrumen hukum penanaman modal atau investasi di

Indonesia sebenarnya telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu lebih

empat puluh tahun, di mana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman

modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal

dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung

pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Perkembangan hukum investasi secara langsung di Indonesia dimulai

dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang

3

(3)

3

Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968

tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN). Pada saat ini pengaturan

mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah

undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(selanjutnya disebut UUPM) yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.

Pengaturan penanaman modal yang ada dalam UUPM merupakan hasil

evaluasi terhadap ketentuan penanaman modal yang ada sebelumnya dengan

memperhatikan sikap dan keinginan serta harapan para investor yang ingin

menanamkan modalnya di Indonesia. Pengaturan tersebut tentunya dengan tetap

memperhatikan kepentingan nasional di atas kepentingan para penanam

modal/investor yang bersangkutan.4

Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer

of skill yang hanya dapat dicapai melalui masuknya modal asing ke Indonesia.

Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga dalam Ketetapan MPR

Nomor II/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan

arahan bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan asas

kemandirian yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri. Sumber dana dari luar

negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan

kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta

campur tangan asing.5

Penanaman modal dibagi menjadi dua bagian yaitu Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Pengertian

4

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm. 1.

5

(4)

4

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sendiri dijabarkan dalam Pasal 1 butir

(2) UUPM yang mengemukakan, penanaman modal dalam negeri adalah suatu

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan

menggunakan modal dalam negeri. Modal dalam negeri adalah modal yang

dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia,

atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum6.

Penanaman modal asing (PMA) dijabarkan dalam Pasal 1 butir (3) UUPM

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

penanam modal dalam negeri. Pengertian modal asing dalam Pasal 1 butir (8)

UUPM adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara

asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/ badan hukum Indonesia yang

sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat

penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan

investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti

mendorong pertumbuhan bisnis, adanya bantuan teknologi dari investor baik

dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan

lapangan kerja.7

6

Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.134 7

(5)

5

Secara teoritis dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di

suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiple effect). Manfaat yang

dimaksud yakni;

a. Kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima

modal;

b. Dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku;

c. Menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor;

d. Dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak;

e. Adanya alih teknologi (transfer og techology) maupun alih pengetahuan

(transfer of know how).

Dilihat dari sudut pandang ini kehadiran investor cukup berperan dalam

pembangunan ekonomi suatu negara8.

Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor asing

setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity

(investasi mampu memberikan keuntungan secara ekonomis bagi investor);

kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik);

ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.9

Faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan faktor yang paling

sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil

keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu

negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam

8

Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.134.

9

(6)

6

menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta

tujuan tersebut instumen hukum adalah alatnya.

Ada dua perangkat penting yang mengatur mengenai modal asing. Pertama

adalah hukum perjanjian, di Indonesia norma hukum perjanjian yang berlaku

adalah ketentuan mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Kedua, norma hukum penanaman modal dan norma hukum

perusahaan, di Indonesia ketentuan tersebut diatur oleh UUPM dan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Adapun bentuk dan model investasi ada beberapa versi, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Michael J. Trebilcock dan Robert Howse, investasi langsung

asing biasanya menggunakan satu dari tiga bentuk berikut ini pemberian dana

modal misalnya dalam joint venture atau pabrik baru; investasi baru untuk

pendapatan perusahaan; dan peminjaman jaringan melalui perusahaan induk atau

partnernya10

Kegiatan penanaman modal asing dengan bentuk usaha patungan (joint

venture) antara penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri

diawali dengan melakukan perjanjian joint venture (joint venture agreement).

Ketentuan mengenai joint venture atau usaha patungan ini terdapat pada UUPM

yaitu pada Pasal 1 ayat (3).

Didalam Pasal 5 UUPM dan pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Kepala

BKPM Nomor 12 Tahun 2009 dijabarkan bahwa penanaman modal asing wajib

dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan

10

(7)

7

di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan oleh undang

undang yang lain.

Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas

adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum

domestik. Kerja sama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik

dituangkan dalam joint venture agreement.11 Joint venture agreement merupakan

langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture di mana dalam joint

venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal,

saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan,

teknologi, dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan

berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal

membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture (joint

venture company) dimana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai

dengan kesepakatan bersama.12

Landasan pembentukan perusahaan joint venture tersebut adalah joint

venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata). Joint venture

agreement juga dibentuk berdasarkan asas-asas perjanjian yang berlaku universal,

seperti freedom of contract, consesnsus, pacta sunservanda dan good faith. Joint

venture agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang

diatur dalam KUHPerdata, yang berarti joint venture agreement haruslah

11

Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hlm. 175

12

(8)

8

memenuhi ketentuan mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian sesuai dengan

yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Merupakan suatu keadaan di mana telah terjadi suatu kesesuaian kehendak

di antara para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan kesepakatan

tersebut harus diberikan secara bebas, arti dari bebas itu sendiri adalah bebas dari

segal paksaan, kekhilafan, dan penipuan sebagaimana tercantum dalam Pasal

1321 KUHPerdata.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Merupakan suatu keadaan di mana seseorang memiliki kewenangan dalam

bertindak secara hukum baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan orang lain yang diwakilinya, dalam Pasal 1330 KUHPerdata

ditentukan bahwa pihak-pihak yang tidak cakap, yaitu orang-orang yang belum

dewasa, mereka yang di bawah pengampuan, orang orang perempuan atau

orang-orang yang dilarang untuk membuat perjanjian. Akan tetapi ketentuan yang

menyebutkan tentang perempuan sebagai pihak yang tidak cakap telah dicabut

dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

yang menyatakan bahwa seorang istri adalah cakap membuat perjanjian.

3. Suatu hal tertentu

Merupakan objek dalam perjanjian atau dapat disebut sebagai prestasi

(9)

9

4. Suatu sebab yang halal

Merupakan isi dari suatu perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan

Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Berdasarkan Pasal 27 UUPM, maka pemerintah mengkoordinasikan

kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan

Bank Indonesia, antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah. Koordinasi

pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Koordinasi

Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM RI) yang merupakan lembaga

independen non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden,

sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 28 UUPM dan dalam Pasal 2

Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 Tentang Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM)13. BKPM merupakan suatu lembaga independen non-departemen

yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yaitu di dalam melaksanakan

tugas, menjalankan fungsinya, BKPM langsung menyampaikan tanggung

jawabnya kepada Presiden14.

Pembentukan suatu PT.PMA yang merupakan syarat pendirian suatu

perusahaan joint venture, sebelumnya haruslah melalui proses pengurusan

perizinan yang pengurusannya melalui BKPM. Joint venture agreement dijadikan

sebagai salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM, digunakan

sebagai dasar dibentuknya perusahaan joint venture.

Pelaksanakan joint venture di Indonesia, maka setiap PT PMA yang telah

mendapat Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau izin Prinsip penanaman modal

13

http://choiceoflaw.blogspot.co.id/2015/02/pengawasan-joint-venture-di-indonesia.html (diakses tanggal 18 agustus 2015)

14

(10)

10

dan/atau persetujuan penanaman modal dan/atau izin usaha wajib menyampaikan

Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) secara berkala dengan kepala

BKPM melalui Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal15.

Pelaksanaan perusahaan joint venture di Indonesia tidak selalu berjalan dengan

mulus. Banyak terdapat permasalahan-permasalahan yang muncul. Salah satunya

yaitu masalah pelaksanaan perizinan yang dilakukan didalam praktek joint

venture tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul

Wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Pengawasan Terkait

Penyimpangan Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perizinan Perusahaan Joint

Venture.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana eksistensi Badan Koordinasi Penanaman Modal di Indonesia?

2. Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan perusahaan joint venture di

Indonesia?

3. Bagaimana wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam

melaksanakan pengawasan terkait penyimpangan yang terjadi pada

pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture?

15

(11)

11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui eksistensi Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) di dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

b. Untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang pelaksanaan perusahaan joint venture di Indonesia.

c. Untuk memperoleh penjelasan mengenai wewenang pengawasan dari

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam menghadapi

penyimpangan dalam pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture.

2. Manfaat penulisan :

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai

berikut:

a. Secara teoritis :

Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas

menimbulkan pemahaman dan pengertian baru bagi pembaca tentang

badan koordinasi penanaman modal dan kegiatan penanaman modal

(12)

12

b. Secara praktis :

Secara praktis penulis berharap agar penulisam skripsi ini dapat memberi

pengetahuan tentang lembaga penanaman modal yaitu Badan Koordinasi

Penanaman Modal dalam menjalankan wewenang pengawasannya

terhadap penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan perizinan

perusahaan joint venure.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini mengangkat judul Wewenang Badan Koordinasi Penanaman

Modal dalam Pengawasan Terkait Penyimpangan yang terjadi pada Pelaksanaan

Perizinan Perusahaan Joint Venture sepanjang yang ditelusuri dan diketahui

belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dilihat dari

permasalahan serta tujuan penulisan yang ingin dicapai, maka dapat dikatakan

bahwa skripsi ini merupakan hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya

penjiplakan dari hasil karya orang lain dengan bantuan dari berbagai referensi

buku-buku, makalah-makalah, media elektronik, serta bantuan dari berbagai

pihak.

Berdasarkan hasil penelusuran penulis, terdapat beberapa karya ilmiah di

lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga berkaitan

dengan penanaman modal asing, namun dari segi pembahasannya jelas berbeda

dengan isi skripsi ini, yakni:

1. Andry (2010), dengan judul penelitian Joint Venture Agreement dalam

Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor

(13)

13

permasalahan dalam penelitian ini adalah Penanaman Modal Asing di

Indonesia dan Pengaturannya. Kedudukan Joint Venture Agreement dan

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint Venture Company. Joint

Venture Agreement dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Undang-Undang Penanaman Modal.

2. Karina Utari Nasution (2011), dengan judul penelitian analisis hukum

kedudukan Joint Venture Agreement dalam perusahaan Penanaman modal.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan

para para pihak dalam joint venture agreement. Klausula-klausula dalam joint

venture agreement. Penyelesaian sengketa para pihak dalam joint venture

agreement. Bagaimana Pengaturan joint venture agreement menurut

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan menurut Hukum

Perjanjian di Indonesia (KUHPerdata). Permasalahan apa yang mungkin

timbul dari suatu joint venture agreement. Bagaimana penyelesaian sengketa

dalam joint venture agreement?

Berdasarkan hal tersebut, keaslian penulisan skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Penanaman modal

Pasal 1 butir (1) UUPM menyebutkan bahwa : “Penanaman modal adalah

segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri

maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara

(14)

14

Pada dasarnya kegiatan penanaman modal diklasifikasikan atas dua

kategori besar, yaitu:16

a. Investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal jangka

panjang.

Di dalam Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman

modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung dalam

kaitan dengan pengelolaan modal. Investasi langsung ini dilakukan

dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company)

dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint operation

scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, mengkonversikan

pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal,

memberikan bantuan teknis dan manajerial maupun memberikan lisensi

dan lain-lain.

b. Investasi tidak langsung (indirect investment) atau penanamn modal

tidak langsung (potofolio investment).

Pada umumnya dicapai kesepakatan mengenai perbedaan antara

investasi langsung dan tidak langsung, yaitu:

1) Pada investasi tidak langsung, pemegang saham tidak memiliki

kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-hari.

2) Pada investasi tidak langsung, risiko ditanggung sendiri oleh

pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat

perusahaan yang menjalankan kegiatannya.

16

(15)

15

Salah satu bentuk investasi langsung (direct investment) yaitu dengan

membentuk perusahaan patungan (joint venture company). Joint venture company

didasari dengan dibuatnya joint venture agreement berdasarkan hukum perjanjian.

Istilah joint venture menurut Dhaniswara adalah kerjasama antara pemilik modal

asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian

berkala. Dalam arti ini pengertian joint venture mengarah kepada pembentukan

suatu badan hukum, sedangkan dalam pengertian lain yang lebih luas, pengertian

joint venture tidak saja mencakup suatu kerja sama di mana masing-masing pihak

melakukan penyetoran yang lebih longgar, yang kurang permanen sifatnya, serta

tidak harus melibatkan partisipasi modal seperti technical assistance agreement,

license agreement, dan lain-lain.17

2. Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company)

Joint venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk

membentuk satu perusahaan baru, perusahaan baru inilah yang disebut dengan

perusahaan joint venture.18 Pembentukan joint venture company dikoordinasikan

dengan lembaga berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

ada. Berdasarkan Pasal 2 PerPres Nomor 90 Tahun 2007 dan Pasal 28 UUPM,

lembaga yang ditunjuk memiliki kewenangan dalam kegiatan penanamn modal di

Indonesia adalah BKPM.

Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebuah badan layanan

penanaman modal Pemerintah Indonesia yang dibentuk dengan maksud untuk

17

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2007, hlm. 161.

18

(16)

16

menerapkan secara efektif penegakan hukum terhadap penanaman modal asing

maupun dalam negeri.19 Saat ini, BKPM adalah sebuah badan pemerintah

non-departemen yang bekerja di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada

Presiden Republik Indonesia. BKPM juga bertugas untuk merumuskan kebijakan

pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar

negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan ini didirikan sejak tahun 1973, menggantikan fungsi yang dijalankan oleh

Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk sebelumnya pada tahun 1968.

Setelah diundangkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada

tahun 2007, BKPM menjadi sebuah lembaga Pemerintah yang menjadi

koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi

pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, serta pemerintah dengan

pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah daerah. BKPM

juga diamanatkan sebagai badan advokasi bagi para investor, misalnya menjamin

tidak adanya ekonomi biaya tinggi.

3. Pengawasan penanaman modal

Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c)

Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui:

a. Penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan

penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan;

b. Pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan

19

(17)

17

c. Tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman

modal.

Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman

modal tersebut adalah:

a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal

(PDKPM) terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di

kabupaten/kota;

b. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM)

terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas

kabupaten/kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan

menjadi kewenangan pemerintahan provinsi;

c. BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang

menjadi kewenangan pemerintah;

d. Instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan

usaha.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas,

PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan

PDPPM melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di

mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah

(18)

18

D. Metode Penelitian

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu

pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan

tersebut antara lain: Pembukaan Undang Dasar 1945, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing, PerPres Nomor 90 Tahun 2007 Tentang BKPM.20

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini

melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami

dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud

untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,

mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan wewenang BKPM dalam

pegawasan terkait penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan perizinan

perusahaan joint venture.

20

(19)

19

2. Data penelitian

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa

data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah data yang

diperoleh melalui bahan kepustakaan.21 Data sekunder pada penelitian ini

bersumber dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang

terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Asing, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2007 tentang BKPM,

Peraturan Kepala BKPM No. 3 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata

Cara Pengendalian Penanaman Modal.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, buku-buku, karya ilmiah,

jurnal, tesis dan internet yang berhubungan dengan skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan

pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum

yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus, Ensiklopedia, dan lain

lain.

21

(20)

20

3. Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, dikumpulkan dengan

cara:22 studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan

sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, website, peraturan

perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang

dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data

yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara

normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian

analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian

secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan

mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.

Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai

dengan permasalahan yang diteliti.23 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu

kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi

penulisan dalam lima bab yang menjelaskan dan menggambarkan permasalahan

22

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2006), hlm. 24.

23

(21)

21

secara terpisah tetapi merupakan satu kesatuan. Adapun sistematika penulisan

sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran umum yang

berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan tentang pengawasan penanaman modal oleh Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bab ini membahas tentang BKPM, tugas

dan wewenang dari BKPM dalam penanaman modal di Indonesia, dan pengaturan

hukum tentang BKPM.

Bab III membahas tentang pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan

perusahaan joint venture, bab ini membahas tentang perusahaan joint venture,

bagaimana pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture dan pengawasan

terhadap perizinan perusahaan joint venture.

Bab IV membahas tentang wewenang Badan Koordinasi Penanaman

Modal dalam melakukan pengawasan terkait penyimpangan yang terjadi pada

pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture. Bab ini membahas tentang

wewenang dari BKPM dalam melakukan pengawasan terhadap penyimpangan

dalam pelaksanaan perizinan perusahaan joint venture.

Bab V berisi kesimpulan dan saran, merupakan bab penutup dari seluruh

rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penulis mencoba untuk membuat aplikasi chating yang dapat digunakan pada hanphone.. Aplikasi chating adalah fasilitas untuk melakukan chat via GPRS antara

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan

35 Sutrisno Hadi MA, Metodoloogi Reseach II.. berfungsi sebagai data yang valid, obyektif, dan reable serta tidak menyimpang. Yang dimaksud dengan prosedur pengumpulan data

Dari kajian tersebut perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang peran AQ dalam proses pembelajaran serta penelitian terkait dengan faktor internal yang

Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta dan penopang dunia, Tuhan yang telah memberikan berkat dan rahmat dalam penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Penilaian

Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan

Secara tidak langsung data di proses oleh server yang akan di update secara realtime ke front office, selama front office terhubung

Perlunya komitmen Pimpinan, Tim Reformasi Birokrasi, dan Pegawai dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi di PTN dan Kopertis untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, kompeten,