• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar dalam mencapai standar hidup yang layak. dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar dalam mencapai standar hidup yang layak. dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kemiskinan

Salah satu permasalahan negara berkembang adalah masalah kemiskinan. Adanya kemiskinan memgambarkan indikator bahwa rendahnya ekonomi di nagara tersebut dan masih terdapatnya kesenjangan sosial. Ada banyak cara yang digunakan dalam membahas kemiskinan. Ada yang melihat kemiskinan dari asupan gizi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dalam mencapai standar hidup yang layak.

Karena standar hidup setiap orang itu berbeda-beda, sehingga tidak ada definisi kemiskinan yang dapat diterima secara universal. Menurut Ajit .G & Keith .G (1980) kemiskinan di negara-negara ini (Asia Selatan dan Asia Tenggara) berarti kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh kesehatan dasar dan lain-lain. Definisi lain juga dikemukakan oleh Emil Salim (1980), bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Menurut Emil Salim (dalam Latumaerissa, 2015), orang yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

▸ Baca selengkapnya: atl (above the line) memiliki ciri khusus sebagai berikut, kecuali...

(2)

1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal dan keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.

2) Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha. Sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan, seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada lintah darat yang biasanya meminta syarat pelunasan yang berat dan memungut bunga yang tinggi.

3) Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Juga anak-anak mereka tidak bisa menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjadi adik-adik di rumah, sehingga secara turun menurun terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan.

4) Kebanyakan mereka tinggal dipedesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, kalaupun ada maka kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian. Karena pertanian bekerja musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak dari mereka menjadi pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja. Dalam penawaran tenaga yang besar maka tingkat upah menjadi rendah, sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan. Didorong oleh kesulitan hidup di desa, maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota (urbanisasi).

(3)

5) Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak punya keterampilan (skill) atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara yang sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa ini. 2.1.2 Rumah Singgah

Secara terminologi, rumah berarti bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan singgah adalah mampir atau berhenti sebentar di suatu tempat ketika dalam perjalanan. Sehingga dari pengertian diatas rumah singgah bisa diartikan sebagai bangunan atau tempat tinggal yang di tempati dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan secara etimologi, Rumah Singgah adalah suatu wahana yang di persiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang membantu mereka. Sedangkan menurut M. Hakim Junaidi, Rumah Singgah merupakan suatu shelter yang berfungsi sebagai tempat tinggal, pusat kegiatan dan pusat informasi bagi anak jalanan

2.1.3 Relawan

1. Definisi Relawan

Kerelawanan adalah bagian dari payung teori mengenai aktivitas menolong. Akan tetapi tidak seperti tindakan menolong orang lain secara spontan, misalnya menolong korban penyerangan, yang membutuhkan keputusan cepat untuk bertindak atau tidak bertindak, volunterism adalah tindakan yang lebih bersifat proaktif dari pada reaktif, dan menuntut komitmen waktu serta usaha yang lebih banyak (Wilson, Hendricks, & Smithies, 2001).

Relawan berbeda dengan pekerja sosial. Zastrow (2011) mengatakan bahwa, “Social Worker is generally applied to graduates (either with bachelor’s or

(4)

master’s degree of school of social work who are employed in the field of social welfare”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pekerja sosial adalah mereka yang bergelut dalam bidang pekerjaan sosial yang berasal dari pendidikan pekerjaan Sosial ataupun Ilmu Kesejahteraan Sosial dan secara professional bekerja dalam bidang kesejahteraan sosial.

Definisi relawan menurut Schroeder (2000) adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan dan waktunya tanpa mendapatkan upah secara finansial atau tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal. Kegiatan yang dilakukan relawan bersifat sukarela untuk menolong orang lain tanpa adanya harapan akan imbalan eksternal. Wilson, Hendricks, & Smithies (2001) mengatakan bahwa kerelawanan merupakan suatu aktivitas memberikan waktu secara cuma-cuma untuk memberikan bantuan kepada orang lain, kelompok, atau suatu organisasi.

2. Ciri-ciri Relawan

Ciri-ciri relawan menurut Omoto & Snyder (2009), antara lain: a) relawan selalu mencari kesempatan untuk membantu b) komitmen diberikan dalam waktu yang relatif lama

c) memerlukan personal cost yang tinggi (waktu, tenaga, dsb)

d) mereka tidak mengenal orang yang mereka bantu, sehingga orang yang mereka bantu diatur oleh organisasi dimana mereka aktif didalamnya Tingkah laku menolong yang dilakukannya bukanlah suatu keharusan. Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan pengertian menurut Omoto & Snyder adalah

(5)

orang-orang yang tidak memiliki kewajiban menolong suatu pihak tetapi selalu mencari kesempatan untuk bisa membantu orang lain melalui suatu organsasi tertentu dalam jangka waktu yang relatif lama, memiliki keterlibatan yang cukup tinggi serta mengorbankan berbagai personal cost (misalnya uang, waktu, pikiran) yang dimilikinya. (Abidah, 2012)

Menurut para ahli psikologi sosial Nashori (dalam Abidah, 2012) perbuatan yang suka menolong atau kesukarelaan tidak lepas dari sikap perilaku prososial. Perilaku prososial meliputi semua bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Perilaku prososial mempunyai cakupan yang lebih luas dari altruisme. Beberapa jenis perilaku sosial termasuk tindakan altruistik dan beberapa perilaku yang lain tidak terkategorikan sebagai tindakan altruistik. Pengertian perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri.

Menurut Sears dkk (dikutip dalam Abidah, 2012), altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan apapun kecuali mungkin perasaan melakukan kebaikan. Pendapat Cohen yang dikutip oleh Sampson (dalam Nashori, 2008) mengatakan bahwa ada tiga ciri altruisme, yaitu empati, keinginan memberi, dan sukarela. Sedangkan Mussen dkk (dalam Abidah, 2012) mengungkapkan bahwa aspek-aspek perilaku prososial, antara yaitu menolong, berbagi rasa, kerjasama, menyumbang, memperhatikan kesejahteraan orang lain dan dermawan. Selain itu kondisi relawan saat ini juga sejalan dengan pengertian relawan menurut Koesoebjono Sarwono (dalam Abidah, 2012) yang menyatakan bahwa

(6)

kerelawanan adalah “one’s willingness to give contributions or take part in a communal activity”. Definisi tersebut tidak mencantumkan diperoleh atau tidaknya imbalan finansial oleh para relawan, tetapi lebih menekankan pada adanya willingness atau keinginan seseorang untuk berkontribusi nyata dalam suatu kegiatan serta adanya komitmen untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Yang artinya (dikutip dalam Abidah, 2012) kontribusi bukanlah satu-satunya indikasi dari willingness untuk melakukan kerelawanan, melainkan juga adanya komitmen dalam berkontribusi. Wilson, Hendricks, & Smithies (2001) menyatakan bahwa komitmen dalam kerelawanan dapat dilihat dari dua cara, yaitu :

1) Dilihat dari ketertarikan seseorang dari waktu ke waktu (attachment) terhadap perannya sebagai relawan.

2) Dilihat dari sejauh mana ia bertanggung jawab (komitmen) terhadap tugas-tugasnya atau organisasi tertentu.

Dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh Mutchler, Burr & Caro tentang keanggotaan dalam asosiasi kerelawanan, juga diperoleh kesimpulan bahwa untuk menjadi anggota diperlukan adanya komitmen terhadap waktu dan kontribusi terhadap kegiatan kerelawanan (Abidah, 2012).

3. Berbagai Macam Motif dan Fungsi Relawan

Riset yang dilakukan oleh Clary et al., 1998; Snyder, Clary, & Stukas, 2000 mengidentifikasi paling tidak enam fungsi volunterisme bagi individu (dalam Abidah, 2012), yaitu:

(7)

a) Banyak relawan menekankan pada nilai personal seperti kasih sayang pada orang lain, keinginan untuk menolong orang yang kurang beruntung, perhatian khusus pada kelompok atau komunitas.

b) Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam untuk mempelajari suatu kejadian sosial, mengeksplorasi kekuatan personal, mengembangkan ketrampilan baru, dan belajar bekerja sama dengan berbagai macam orang. c) Motif ketiga bisa berupa motif sosial, merefleksikan keinginan untuk

berteman, melakukan aktivitas yang memiliki nilai yang signifikan, atau mendapatkan penerimaan sosial.

d) Motif keempat adalah pengembangan karir. Kegiatan sukarela dapat membantu individu mengeksplorasi opsi karir, membangun kontak potensial, dan menambah daftar aktifitas yang bernilai sosial di resume mereka.

e) Kegiatan sukarela juga mengandung fungsi proteksi diri. Aktivitas ini mungkin membantu seseorang lepas dari kesulitan, merasa tidak kesepian, atau mereduksi perasaan bersalah.

f) Fungsi terakhir adalah untuk pengayaan diri. Kegiatan sukarela mungkin membantu orang merasa dibutuhkan atau menjadi orang yang penting, memperkuat harga diri, atau bahkan mengembangkan kepribadian. Agama juga bisa menjadi faktor penting. Orang yang beriman kuat, yang menganggap agama itu penting bagi kehidupannya atau menjadi anggota organisasi religius, lebih mungkin menjalankan aktivitas amal sukarela untuk membantu orang yang membutuhkan dan lebih sering menyumbang

(8)

untuk kegiatan amal (Hansen, Vandenberg, & Patterson, 1995; Putnam, 2000).

Seiring dengan berjalannya waktu, motif mereka untuk menjadi relawan mungkin berubah (Omoto, Snyder, & Martino, 2009). Di kalangan remaja dan orang dewasa, alasan sosial menjadi alasan penting. Di kalangan orang dewasa yang lebih tua, nilai pelayanan masyarakat menjadi lebih penting, bersama dengan keinginan untuk tetap produktif dan merasa dibutuhkan. Beragam motif ini membantu menjelaskan mengapa beberapa orang terus menjadi relawan selama jangka waktu yang panjang dan sebagian lainnya tidak. Riset menemukan bahwa relawan kemungkinan besar terus melakukan kegiatan amalnya apabila manfaat yang mereka peroleh dari kegiatannya itu sesuai dengan motifnya (Clary et al., 1998).

4. Peran Relawan

Dalam pendapat Church yang dikutip Nurmala (dalam Abidah, 2012) ada tiga macam area pelayanan yang ditangani oleh para relawan, yaitu:

1) Administration

Pada area ini relawan bekerja bersama dengan para profesional dengan cara memberikan pengetahuan, pengalaman, penilaian dan waktu yang dapat meringankan beban para profesional tersebut.

2) Working Service

Pada area ini relawan memberikan kemampuan, waktu dan perhatian yang mereka miliki, serta usaha secara fisik dalam tugas yang dilaksanakan dalam organisasi atau program kegiatan.

(9)

3) Fund-raising

Pada area ini tugas relawan adalah untuk menggalang dana yang dibutuhkan oleh suatu organisasi ataupun demi program tertentu. Hal ini sejalan dengan uraian kegiatan asosiasi kerelawanan yang dikemukakan oleh Mutchler, Burr & Caro (dalam Abidah, 2012).

Dikutip oleh Tobing, Fentini & Edi Setiawan (2008) dalam penelitian yang dilakukan Mitchell (dalam Abidah, 2012) menyebutkan terdapat empat jenis relawan yang terkait dengan peran relawan, yaitu:

a) Policy making volunteers : relawan yang membuat kebijakan bekerja pada gugus tugas, panel peninjauan, komisi, dan dewan.

b) Administrative volunteers : relawan administrasi yang memberikan dukungan perkantoran melalui aktivitas seperti pengolahan kata, mengkoordinasi jadwal, dan mengurus surat-menyurat.

c) Advocacy volunteers : relawan advokasi yang memberi dukungan melalui upaya pencarian dana, menulis surat dan menghubungi anggota dewan perwakilan rakyat, memberi kesaksian pada sidang publik, mengorganisir dukungan komunitas, dan bekerja di bidang hubungan masyarakat.

d) Direct service volunteers : relawan pelayanan langsung yang mungkin terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti konseling, rekreasi, dan pengajaran. Kecenderungannya sekarang adalah mengkaitkan klien, terutama yang melatih relawan sebagai bagian dari rencana intervensi keseluruhan. Seringkali relawan terlatih menangani saluran telepon krisis, atau hotline, dan merujuk penelepon ke sumber-sumber komunitas yang sesuai.

(10)

Jika dilihat lebih lanjut, peran relawan yang dijabarkan di atas tampak seperti peran yang dijalankan oleh pekerja sosial (social worker). Fungsi dasar pekerjaan sosial yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial adalah melaksanakan peranan sosial serta proses-prosesnya yang bertujuan memperbaiki dan mengembangkan kepribadian dan sistem sosial dengan kebutuhan-kebutuhan sistemnya yang terdiri dari habilitasi, rehabilitasi, penyediaan sumber, dan pencegahan terhadap disfungsi sosial (Suparlan dalam Abidah, 2012).

2.1.4 Motivasi

Motif atau dalam bahasa Inggris “motive” berasal dari kata movere atau motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Dalam psikologi istilah motif pun erat hubungannya dengan “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perilaku. Motif dalam psikologi berarti juga rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu perbuatan (Action) atau perilaku (behavior). Motivasi merupakan istilah yang merujuk kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, perilaku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada tindakan atau perbuatan (Sarwono, 2009). Menurut Hurlock (1980), motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya tujuan tertentu. Kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan (berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan. Perilaku mencari dapat merupakan perilaku

(11)

yang aktif atau proaktif. Pada waktu melakukan perilaku secara aktif, motivasi didorong keluar. Dan pada saat perilaku mencari bersifat lebih reaktif, motivasi ditarik keluar.

Motivasi ada 2 macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Perbedaan mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik terletak pada ada/tidaknya minat dan keterlibatan baik secara kognitif, fisik maupun emosional dalam suatu aktivitas. Ormrod (dalam Eriany, P., Hernawati, L., Goeritno, H., 2014) menjelaskan bahwa ada 2 jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, yaitu:

a) Motivasi Ekstrinsik : motivasi yang disebabkan oleh faktor eksternal dan tidak berkaitan dengan tugas yang dilakukannya. Mereka termotivasi untuk melakukan sesuatu sebagai sarana untuk mencapai tujuan, bukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri.

b) Motivasi Intrinsik : motivasi yang disebabkan oleh faktor internal (di dalam dirinya) dan inheren dalam tugas yang dilakukannya. Relawan yang termotivasi secara intrinsik memungkinkan melakukan aktivitas yang memberinya kesenangan, membantu mereka mengembangkan ketrampilan yang dirasa penting atau tampak secara etika dan moral benar untuk dilakukan.

Dan berikut ini adalah beberapa macam motivasi berdasarkan teori. I. Teori Motivasi Mc Clelland

McClelland (dalam Walgito, 2010) mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif yang kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku

(12)

atau perbuatan manusia. Motif sosial merupakan hal yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku individu dan kelompok David McClelland (dalam Robbins, 2001). Dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan afiliasi (need for affiliation).

Masing-masing invididu memiliki kebutuhan sendiri-sendiri sesuai dengan karakter serta pola pikir. Dalam implementasinya, seseorang yang cenderung memiliki salah satu kebutuhan yang tinggi pada ketiga kebutuhan diastas akan lebih cocok pada satu posisi tertentu dalam sebuah pekerjaan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki need of power (nPow) tinggi cenderung lebih cocok ditempatkan sebagai pemimpin sedangkan seseorang yang cenderung memiliki need of affiliation yang tinggi lebih suka dengan suasana kerja tim yang memiliki banyak interaksi antar individu.

Menurut McClelland individu memilih cadangan energi potensial, pelepasan dan pengembangan cadangan energi potensial bergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu, situasi, dan peluang yang tersedia. (Unair,tanpa tahun). Teori McClelland fokus pada tiga kebutuhan yaitu :

(13)

Beberapa orang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan (Munandar, 2001). Dalam Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa teori kebutuhan akan prestasi milik McClelland adalah perluasan dari teori need of achievement milik Murray yang menggunakan Thematic Apperception Test (TAT). McClelland (dalam Munandar, 2001) menemukan bahwa mereka dengan dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari orang lain dalam keinginan kuat mereka untuk melakukan hal-hal lebih baik. Mereka mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah.

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi kebutuhan akan prestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987) antara lain, menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, menyukai umpan balik (feedback), inovatif , dan memiliki ketahanan (persistence).

2) Kebutuhan Akan Kekuasaan (Need For Power)

Kebutuhan untuk berkuasa ialan adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki dampak bagi orang lain. Menurut McClelland, ada 2 jenis kebutuhan akan kekuasaan, yaitu pribadi dan sosial. Orang-orang N-POW adalah mereka yang senang jika mempunyai kekuasaan atas segala sesuatu, yang dikejarnya adalah kuasa atas segala sesuatu. Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain mengarahkan ke mana perusahaan akan bergerak. Sedangkan

(14)

kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti Nelson Mandela, yang memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan sosial, seperti misalnya perdamaian.

6) Kebutuhan Akan Afilasi (Need For Affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang. Dalam arti lain, orang-orang yang memiliki kebutuhan afilasi yang tinggi ialah orang-orang yan berusaha mendapatkan persahabatan. Orang yang seperti ini menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting. Oleh karena itu, hubungan sosial lebih didahulukam daripada penyelesaian tugas. Mereka lebih menyukai situasi yang kooperatif daripada situasi kompetitif.

Tema utama dari teori McClelland yaitu bahwa kebutuhan dipelajari melalui penyesuaian dengan lingkungan seseorang, maka perilaku yang sering muncul akan mendapatkan penghargaan. Dengan kata lain, suatu kebutuhan afiliasi atau kekuasaan yang tinggi dapat telusuri melalui penerimaan penghargaan atas perilaku sosial, dominan dan inspirasional. Sebagai akibat proses pembelajaran, individu mengembangkan konsep yang unik dari kebutuhan yang mempengaruhi perilaku dan kinerja.( Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2007)

II. Teori Evaluasi Kognitif

Adanya ganjaran ekstrinsik seperti upah untuk upaya kerja yang awalnya secara intrinsik telah member ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan apa yang dikerjakan itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Secara historis ahli motivasi umumnya mengasumsikan bahwan motivasi intrinsik tidak

(15)

tergantung pada motivator ekstrinsik. Dalam hal ini, individu kehilangan kendali terhadap perilakunya sehingga motivasi intrinsik yang sudah dimiliki sebelumnya akan berkurang. III. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)

Dalam Munandar (2001), teori tujuan dikembangkan oleh Locke yang menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Proses penetapan tujuan dapat dilakukan berdasarkan prakarsa (inisiatif) sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.

2.1.5 Perkembangan Dewasa Awal

I. Definisi dewasa awal

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Hurlock (1999) juga mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial.

Masa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa remaja, dimana pada masa ini menurut Hurlock (1999) merupakan periode penyesuaian pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial yang baru. Marini (dalam Hurlock)

(16)

mengatakan bahwa penyesuaian diri ini menjadikan periode ini menjadi periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang.

Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock, 2002).

Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya

(17)

kemampuan reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

II. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal

Berikut Hurlock (1999) akan menjelaskan ciri-ciri masa perkembangan dewasa awal :

1) Sebagai Masa Pengaturan

Pada masa ini, laki-laki muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditanganinya sebagai kariernya, dan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan mengurus rumah tangga. Orang pada masa dewasa awal ini mulai menikah karena dua faktor. Pertama, cepat tidaknya mereka mampu menemukan pola hidup yang memenuhi kebutuhan mereka kini dan pada masa depan. Kedua, kemantapan pilihan seseorang bekerja bertanggungjawab yang harus dipikulnya sebelum ia mulai berkarya.

2) Sebagai Usia Produktif

Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun berakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa ini merupakan masa reproduksi.

3) Sebagai Masa Bermasalah

Dalam dasawarsa 30 tahun sampai 40 tahun, penyesuaian diri lebih dipusatkan pada hubungan dala keluarga, karena umumnya pada usia ini orang menyadari bahwa sulit untuk memilih pekerjaan lain atau mencoba-coba mengembangkan suatu kemampuan baru.

(18)

4) Sebagai Masa Ketegangan Emosional

Apabila orang berada di wilayah baru ia akan berusaha untuk memahami letak tanah itu dan mungkin sekali ia agak bingung dan mengalami keresahan emosional. Hal ini lah yang menjadi salah satu dasar huru-hara para mahasiswa pada tahun enamuluhan.

5) Sebagai Masa Keterasaingan Sosial

Keterasingan diintensifkan dengan adanya semagat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karier. Dengan demikian, keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa. Dan mereka juga harus mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan mereka, sehingga mereka hanya dapat menyisihkan waktu sedikit untuk sosialisasi yang diperlukan untuk membina hubungan-hubungan yang akrab.

6) Sebagai Masa Komitmen

Pada masa ini, pola-pola hidup, tanggung jawab, dan komitmen-komitmen baru kemungkinan akan berubah. Pola-pola ini menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup , tanggung jawab, dan komitmen-komitmen di kemudian hari.

7) Sering Merupakan Sebagai Masa Ketergantungan

Banyak orang muda yang masih sedikit bergantung atau bahkan sangat tergantung pada orang-orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.

(19)

Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai pada masa dewasa awal, diantaranya yaitu pertama karena ingin diterima dalam kelompok orang dewasa, sehingga mereka harus menerima nilai-nilai kelompok tersebut. Kedua, mereka dewasa awal menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku. Ketiga, orang dewasa awal yang menjadi orang tua tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih cepat daripada mereka yang tidak menikah atau tidak punya anak, tetapi mereka juga bergeser kepada nilai-nilai konservatif dan lebih tradisional.

9) Sebagai Masa Penyesuaian Diri Dengan Cara Hidup Baru

Diantara berbagai yang harus dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorangtua tunggal, dan berbeagai pola baru di tempat pekerjaan.

10)Sebagai Masa Kreatif

Sebagai orang dewasa yang telah dewasa mereka bebas melakukan apa yang ia inginkan. Ia tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orang tua maupun guru-gurunya.

2.1.6 Guru

Guru dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan guru dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti

(20)

di lembaga pendidikan yang formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan dilembaga pendidikan non-formal seperti di masjid, di surau/mushola, di rumah dan sebagainya.

Menurut Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon dan Weinstein (1997), selain sebagai anggota masyarakat, guru juga memiliki peran sebagai pendidik, pengajar, pemimpin, pengelola pembelajaran, model dan teladan, administrator, penasehat, inovator, pendorong kreatifitas, emansipator, dan juga evaluator.

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi penting sebuah transistor adalah kemampuannya untuk menggunakan sinyal yang sangat kecil yang masuk dari satu terminal transistor tersebut untuk

Dari hasil pengujian sistem penggunaan teknologi computer vision yang digunakan untuk mengenali sampah dibawah laut bisa dimplementasikan dengan menguji jenis

dan (75%) mahasiswa yang menjadi responden menyatakan sangat setuju dengan channel Youtube Tasya Farasya digunakan sebagai sumber belajar alternatif di Program

Dodge (1983, dalam Santrock, 2002) meyakini bahwa ketika seseorang melakukan interaksi sosial, ia melampaui lima tahap dalam memroses informasi tentang dunia

Bahkan pada ceruk pasar tertentu, konsumen mencari komoditas yang berasal dari masyarakat sekitar hutan agar dapat membantu masyarakat tetap berdaya melanjutkan kehidupannya

Hard disk Exos 7E2000 membantu mencegah akses hard yang tidak sah dan melindungi data yang disimpan dengan tingkat keamanan termasuk Secure Downloads & Diagnostics, Hard

Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria dalam darah seringkali tidak subkutan dan

Dalam novel Uncle Tom’s Cabin orang-orang Quaker menjadi tokoh-tokoh yang berperan membantu para budak yang membutuhkan tempat bernaung atau budak yang ingin melarikan diri ke