• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Ekstrak Daun Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz)sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting (Cynodon dactylon(L.) Pers)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Ekstrak Daun Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz)sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting (Cynodon dactylon(L.) Pers)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

77

PotensiEkstrak Daun Bambu Apus (

Gigantochloaapus

Kurz)sebagai

BioherbisidaPenghambatPerkecambahan Biji danPertumbuhan

Gulma Rumput Grinting (

Cynodon dactylon

(L.) Pers)

Nurhilda Frihantini1, Riza Linda1, Mukarlina1

1ProgramStudiBiologi, FakultasMIPA, UniversitasTanjungpura,Jl. Prof. Dr. H.HadariNawawi, Pontianak Emailkorespondensi:nurhildafrihantini@gmail.com

Abstract

Spring bamboo(GigantochloaapusKurz)leaves have allelochemicalcompounds such as phenol and flavonoid that able to obstruct other plant growth, so that they have potentiality to be used as bioherbicide. The aim of this research war to coqnize the effective concentrations of spring bamboo leaves extract to obstruct seed germination and growth of devil’s grass (Cynodon dactylon (L.) Pers). The research was conducted for 7 months started from May to December 2014 in Biology Laboratory, Biology Greenhouse of Math and Science Faculty, and Forest products Tecnology Laboratory of Forestry Faculty of Tanjungpura University. The method of this research utilized the completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. The concentrations of spring bamboo leaves extract used in this research were 0 g/ml, 0,17 g/ml, 0, 42 g/ml, 0,81 g/ml and 1,5 g/ml. The Result of this research shows that the administration of spring bamboo leaves extract can obstruct the seed germination and growt of devil’s grass. The lowest effective concentration that can obstruct seed germination of devil’s grass is 0,81 g/ml. The lowest effective concentration that can obstruct the growt of devil’s grass is 0,17 g/ml.

Keywords : Leaves exstract,GigantochloaapusKurz., Germination, Growth, Cynodon dactylon(L.) Pers.

PENDAHULUAN

Cynodon dactylon (L.) Pers atau dikenal dengan nama rumput grinting merupakan gulma yang banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika (Jayadi, 1991). Rumput grinting (C. dactylon) mampu bertahan dalam kondisi lingkungan ekstrim, laju pertumbuhan yang cepat, dan responsif terhadap pemupukan dan pengairan (Gilliland, et al.,1971 dalam Suci, 2007; Tjahjono, 1993 dalam Ketut, 1999), sehingga rumput grinting (C. dactylon) menjadi gulma yang sangat merugikan pada lahan pertanian maupun perkebunan. Menurut Sastroutomo (1990), kerugian yang diakibatkan oleh rumput grinting (C. dactylon)yaituberupapenurunan produksi daribeberapa tanaman adalah sebagai berikut

:padi10,8%;sorgum 17,8%;

jagung13%;tebu15,7%;coklat11,9%;kedelai13,5% dankacangtanah11,8.

Menurut Rukmana dan Saputra(1999), kerugian yang ditimbulkan oleh gulma adalah adanya kompetisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya, dan tempat hidup, gulma menjadi inang

hama dan penyakit, dan dapat

mengeluarkansenyawa alelokimia yang

menghambat pertumbuhan tanaman.

Aplikasi herbisida merupakansalahsatu alternatif dalam keberhasilan pertanian,tetapiaplikasi herbisida sintetik mempunyai dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, meninggalkan residu pada produk pertanian, matinya beberapa musuh alami dan sebagainya (Setyowati dan Suprijono, 2001). Menurut Hera (2011),

ketergantunganpadaaplikasi herbisida

dalammengendalikan gulmasebenarnyatidak

dianjurkan untuk pertanianyang

bersifatberkelanjutandanramahlingkungan. Oleh sebab itu, perlu adanya alternatif pengendalian gulma yang ramah lingkungan, sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan. Menurut Willis (2007), upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida.

Salah satu tumbuhan yang memiliki potensi

senyawa alelokimia adalah bambu

(2)

ini memiliki total kandungan fenol dan flavonoid lebih tinggi dari organ lainnya (Rahayu, Sri, et al., 2011; Ogunjinmi et al., 2009 dalam Sujarwo

et al., 2010).

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan guna mengetahui potensi ekstrak daun bambu apus (G. apus) sebagai bioherbisida penghambat perkecambahan biji rumput grinting (C. dactylon).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan dari bulan Mei sampai dengan Desember 2014, dimulai dari persiapan penelitian sampai pengolahan data. Tempat dilakukannya penelitian ini ialah di Laboratorium Biologi dan Rumah Kaca Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta di Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) yang diperoleh dari Dusun Sidomulyo Kabupaten Kubu Raya dan biji rumput grinting (Cynodon dactylon

(L.) Pers), metanol (CH3OH), tanah dan akuades. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Konsentrasi ekstrak yang digunakan terdiri dari lima perlakuan, yaitu K1=0 g/ml, K2=0,17 g/ml, K3=0,42 g/ml, K4=0,81 g/ml, dan K5=1,5 g/ml. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 25 unit percobaan perkecambahan dan 25 unit percobaan pertumbuhan.

Prosedur Kerja

Pengambilan Sampel

Sampel daun bambu apus yang digunakan sebanyak 2 kg berat basah berwarna hijau agak tua diambil dari Dusun Sidomulyo Kabupaten Kubu Raya dan biji gulma rumput grinting yang digunakan berwarna hijau kekuningan.

Preparasi Sampel

Sampel daun bambu apus dicuci dengan air hingga bersih, kemudian dikering anginkan tanpa terkena cahaya matahari secara langsung selama ± 2 minggu. Sampel yang sudah kering diblendersampai menjadi serbuk hingga diperoleh berat kering (Nursal et al., 2006).

Ekstraksi Sampel

Ekstraksi sampel daun bambu apus dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 500 gr serbuk daun bambu apus direndam dengan metanol selama 6 x 24 jam dan dilakukan pengadukan setiap hari. Semua meserat dari hasil penyaringan dikumpulkan menjadi satu dan diuapkan dengan

Rotary evaporator pada suhu 48 0C dengan kecepatan90 rpm sampai semua metanol menguap sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental dimasukkan ke dalam wadah steril, selanjutnya disimpan di dalam desikator silika gel (Olayele, 2007).

Pembuatan Larutan Ekstrak

Penentuan konsentrasi perlakuan yaitu dibuat dalam 5 konsentrasi sebagai berikut:

K1= 0 g/ml= 4 ml akuades

K2= 0,17 g/ml= 0,6 g ekstrak daun bambu apus/3,4 ml akuades

K3= 0,42 g/ml= 1,2 g ekstrak daun bambu apus/2,8 ml akuades

K4= 0,81 g/ml= 1,8 g ekstrak daun bambu apus/2,2 ml akuades

K5= 1,5 g/ml= 2,4 g ekstrak daun bambu apus/1,6 ml akuades

Uji Perkecambahan Biji Gulma Rumput Grinting

Media tanam sebanyak 2 kg berupa tanah gambut dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10x15 cm. Benih gulma sebanyak 30 biji disemai pada setiap

polybag, kemudian disemprot dengan 4 ml larutan yang disesuaikan dengan perlakuan. Perlakuan ekstrak dilakukan 2 hari sekali. Penelitian diakhiri pada hari ke-10 setelah tanam (Nella, 2012).

Uji Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting

Media tanam sebanyak 2 kg berupa tanah gambut dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10x15 cm. Benih gulma sebanyak 30 biji disemai pada setiap

polybag. Setelah 10 hari dipilih 1 gulma yang memiliki ukuran yang sama pada masing-masing

polybag, kemudian disemprot dengan 4 ml larutan yang disesuaikan dengan perlakuan. Perlakuan ekstrak dilakukan pada hari ke-10 dan ke-20. Penelitian diakhiri pada hari ke-30 setelah tanam (Nella, 2012).

Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran pH tanah dan kesuburan tanah (N, P,dan K) dilakukan sebelum tanam. Pengukuran suhu udara, suhu tanah dan kelembaban tanah dilakukan pada saat tanam.

(3)

79 Parameter pengamatan

Perkecambahan Biji Gulma Rumput Grinting

Parameter perkecambahan yang diamati meliputi persentase perkecambahan (%) dan panjang kecambah (cm) rumput grinting. Pengambilan data dilakukan pada hari ke-10 setelah tanam.

Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting

Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman (cm), panjang akar (cm), berat kering (gram) serta berat basah (gram). Pengamatan dan pengukuran parameter gulma rumput grinting dilakukan pada hari ke-30 setelah tanam yaitu (Setyowati, 2001; Palapa, 2009 dalam

Nella, 2012).

Analisis Data

Data tinggi tanaman, panjang akar, dan berat kering dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANAVA). Apabila menunjukkan beda nyata, maka dilakukan uji lanjut Tukey dengan taraf signifikan α=0,05 (Andi, S. Y. dan Surakusumah, W., 2007). Data panjang kecambah, persentase perkecambahan, dan berat basah tidak memenuhi asumsi parametrik (ANAVA), sehingga dianalisis menggunakan Kruskal Wallis. Jika terjadi perbedaan yang signifikan dengan taraf α=0,05 uji Nemenyi Test digunakan sebagai uji lanjut. Namun, untuk data berat basah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga data tidak diuji lanjut dengan menggunakan Nemenyi Test. Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS 18 (Zar, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pengaruh Ekstrak Daun Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz) Terhadap Perkecambahan Biji Gulma Rumput Grinting (Cynodon dactylon (L)) Pers

Perlakuan dengan ekstrak daun bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan biji gulma rumput grinting (Cynodon dactylon(L.) Pers) (χ2 = 22,426, p = 0,0001; Uji Kruskal-Wallis), dan panjang kecambah gulma rumput grinting (χ2 =21,804, p = 0,0001; Uji Kruskal-Wallis). Berdasarkan hasil uji lanjut Nemenyi untuk persentase perkecambahan, konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml dan 0,42 g/ml menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan

konsentrasi ekstrak 0,81 g/ml dan 1,5 g/ml menunjukkan pengaruh berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1).

Berdasarkan uji lanjut Nemenyi untuk rerata panjang kecambah, konsentrasi esktrak 0,17 g/ml dan 0,42 g/ml menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi 0,81 g/ml dan 1,5 g/ml menunjukkan pengaruh berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1)

.

Tabel 1. Persentase Perkecambahan dan Rerata Panjang Kecambah Biji Gulma Rumput Grintingdengan Pemberian Ekstrak Daun Bambu Apus

Konsentrasi Ekstrak (g/ml) Persentase Perkecambahan (%) Rerata Panjang Kecambah (cm) 0 100a 2,393a 0,17 86,67ab 2,38a 0,42 70abc 1,283ab 0,81 3,33bc 0,047b 1,5 0c 0b

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata

Pengaruh Ekstrak Daun Bambu ApusTerhadap Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting

Perlakuan dengan ekstrak daun bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) berpengaruh nyata terhadap tinggi gulma rumput grinting (Cynodon dactylon(L.) Pers) (F5,25= 15,435 , p = 0,0001; Uji ANAVA), panjang akar gulma rumput grinting (F5,25 = 4,003, p = 0,015; Uji ANAVA), dan berat kering gulma rumput grinting (F5,25 = 65,251, p = 0,0001; Uji ANAVA). Parameter berat basah gulma rumput grinting menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata (χ2 = 6,803, p = 0,147 > 0,05; Uji Kruskal-Wallis), sehingga tidak diuji lanjut dengan Nemenyi Test.

Berdasarkan hasil uji lanjut ANAVA untuk rerata tinggi tanaman, konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi ekstrak 0,42 g/ml, 0,81 g/ml, dan 1,5 g/ml menunjukkan pengaruh nyata dengan konrol dan konsentrasi 0,17 g/ml (Tabel 2).

Hasil uji lanjut ANAVA untuk rerata panjang akar, konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml, 0,42 g/ml dan 0,81 g/ml menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi ekstrak 1,5 g/ml menunjukkan pengaruh berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2).

Hasil uji lanjut ANAVA untuk rerata berat kering, konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml, 0,42 g/ml, 0,81

(4)

g/ml dan 1,5 g/ml menunjukkan pengaruh berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman, Panjang Akar dan Berat

Kering Gulma Rumput Grinting dengan

Pemberian Ekstrak Daun Bambu Apus Konsentrasi Ekstrak (g/ml) Tinggi Tanaman (cm) Panjang akar (cm) Berat Basah (g) Berat Kering (g) 0 3,98d 2,22b 0,1936 0,077c 0,17 3,6cd 1,76ab 0,1334 0,0208b 0,42 2,94bc 1,62ab 0,1308 0,0146b 0,81 2,58ab 1,64ab 0,1594 0,0086a 1,5 1,66a 1,24a 0,118 0,0038a

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata

Pembahasan

Pengaruh Ekstrak Daun Bambu Apus Terhadap Persentase Perkecambahan Biji dan Panjang Kecambah Gulma Rumput Grinting

Persentase perkecambahan biji gulma rumput grinting mengalami penurunan setelah diberi perlakuan dengan ekstrak daun bambu apus (Gigantochloa apus Kurz). Konsentrasi ekstrak 0,81 g/ml merupakan konsentrasi terendah yang mampu menghambat perkecambahan biji rumput grinting yang ditunjukkan dengan menurunnya persentase perkecambahan menjadi 3,33% (Tabel 1). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan persentase perkecambahan gulma rumput grinting semakin menurun. Hal ini dikarenakan ekstrak daun bambu apus mengandung senyawa alelokimia yang dapat menghambat perkecambahan. Menurut Rahayu, Sri et al., (2011); Ogunjinmi et al., (2009) dalam

Sujarwo et al., (2010) daun tumbuhan ini memiliki kandungan flavonoid cukup tinggi. Sedangkan, Valentine et al. (2003) dan El-Rokiek (2010) menyatakan bahwa flavonoid merupakan turunan dari senyawa fenol bersifat alelokimia yang dapat menghambat perkecambahan. Menurut Kristanto (2006) dan Robinson (1991) fenol dan flavonoid lebih efektif menghambat aktivitas enzim selama proses perkecambahan. Kondisi ini menyebabkan proses perkecambahan menjadi terhambat, akibatnya persentase perkecambahan menurun.

Trenggono (1990) berpendapat bahwa pengaruh senyawa alelokimia terjadi pada saat proses pengangkutan air pada biji. Air yang telah bercampur dengan ekstrak yang mengandung alelokimia akan mengganggu kerja hormon asam giberelin (GA) sehingga GA tidak dapat

menginduksi enzim α-amilase yang

mengakibatkan proses perkecambahan terganggu. Enzim dalam biji seperti amilase, protease dan

lipase akan merombak cadangan makanan pada sel endosperm biji berupa pati dan protein. Proses hidrolisis akan menghasilkan energi bagi perkembangan embrio diantaranya untuk pembentukan akar kecambah dan tunas yang akan menembus kulit biji. Hambatan fungsi enzim α-amilase menyebabkan energi tumbuh yang dihasilkan selama proses perkecambahan menjadi sangat sedikit dan lambat, sehingga hanya sedikit biji yang berkecambah.

Panjang kecambah gulma rumput grinting mengalami penurunan setelah diberi perlakuan dengan ekstrak daun bambuapus (G. apus). Konsentrasi ekstrak 0,81 g/ml merupakan konsentrasi terendah yang mampu menghambat perkecambahan biji rumput grinting yang ditunjukkan dengan menurunnya rerata panjang kecambah menjadi 0,047 cm (Tabel 1). Penghambatan pertumbuhan panjang kecambah terjadi melalui aktivitas senyawa fenol dalam menghambat proses mitosis pada embrio, sehingga pembelahan sel terhambat dan berpengaruh terhadap pertumbuhan kecambah (Rice, 1984).

Wattimena (1987) menyatakan bahwa senyawa alelokimia terutama fenol merusak benang-benang spindel pada saat metafase, akibatnya jumlah sel tidak bertambah. Penghambatan panjang kecambah dapat juga terjadi melalui hambatan pengangkutan hasil perombakan cadangan makanan secara difusi dari endosperm menuju titik-titik tumbuh pada plumula dan radikula. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa senyawa

fenol dapat menyebabkan penurunan

permeabilitas membran sel. Terjadinya penurunan permeabilitas sel menyebabkan terhambatnya pengangkutan dan difusi hasil perombakan cadangan makanan melewati membran sel. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan sel menjadi terhambat.

Pengaruh Ekstrak Daun Bambu Apus Terhadap Tinggi Tanaman, Panjang Akar, Berat Basah dan Berat Kering Gulma Rumput Grinting

Perlakuan konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml untuk parameter tinggi tanaman berdasarkan hasil Uji ANAVA menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Senyawa alelokimia pada konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml masih rendah, sehingga tidak mampu

menghambat pertumbuhan

tanaman.Penghambatan tinggi tanaman mulai terjadi pada konsentrasi 0,81 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa alelokimia pada konsentrasi 0,81 g/ml sudah memiliki kemampuan

(5)

81 menghambat proses-proses fisiologis pada gulma

rumput grinting. (Tabel 2).

Penghambatan pertumbuhan tinggi gulma rumput grinting oleh senyawa alelokimia yang terdapat pada ekstrak daun bambu apus dapat terjadi melalui penghambatan aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel-sel.

Penghambatan proses pembelahan sel dapat disebabkan terganggunya atau terhentinya proses mitosis oleh senyawa fenol yang terdapat pada ekstrak daun bambu apus. Hal ini berdasarkan pernyataan Wattimena, 1987; Rice, 1984, menyatakan bahwa alelokimia sejenis fenol mengganggu mitosis sel dengan merusak benang-benang spindel pada saat metafase. Jika proses pembelahan sel terhambat, maka pembesaran sel juga ikut terhambat yang berakibat terjadi penurunan pertumbuhan tanaman.

Hambatan pembelahan sel oleh senyawa alelokimia ekstrak daun bambu apus tidak hanya melalui gangguan aktivitas mitosis tetapi juga melalui gangguan aktivitas hormon tumbuhan seperti sitokinin berperan dalam memacu pembelahan sel, pembesaran sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk (Gardner, et. al., 1991 dan Ardi, 1999). Hambatan ini menyebabkan pembelahan sel pada bagian meristem pucuk terganggu, sehingga menghambat pertumbuhan tinggi gulma rumput grinting.

Senyawa alelokimia pada ekstrak daun bambu apus diduga menghambat aktivitas giberelin. Gardner, et. al., (1991) menyatakan bahwa pemanjangan ruas batang dipengaruhi oleh aktivitas hormon giberelin. Giberelin berperan dalam memacu pembelahan sel, pembesaran sel dan pemanjangan batang. Hal ini menyebabkan pembelahan sel pada bagian meristem interkalar terganggu, sehingga pemanjangan ruas batang rumput grinting terhambat.

Hasil Uji ANAVA konsentrasi 0,17 g/ml pada parameter panjang akar menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Hal ini dikarenakan pada konsentrasi 0,17 g/ml senyawa alelopati yang terkandung di dalam ekstrak masih rendah, sedangkan konsentrasi 1,5 g/ml merupakan konsentrasi yang mampu menghambat panjang akar tanaman gulma rumput grinting. Tetelay (2003) menyatakan bahwa

hambatan alelopati dapat berbentuk

penghambatan pertumbuhan tanaman melalui gangguan sistem perakaran. Gangguan perakaran dapat dilihat dari ukuran panjang akar (Tabel 2).

Keberadaan senyawa fenol menyebabkan gangguan pada transportasi auksin dari pucuk ke akar dan gangguan sintesis sitokinin di bagian akar. Sitokinin diketahui berfungsi untuk pembelahan dan diferensiasi sel akar dan auksin merupakan senyawa yang memacu perpanjangan akar (Gardner, et. al., 1991).

Semua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap berat basah. Perlakuan berat basah memberikan kisaran dari 0,118 gram sampai 0,1936 gram (Tabel 2). Berat basah merupakan total kandungan air dalam organ-organ tumbuhan. Adanya penyerapan air yang berlangsung dapat menyebabkan total kandungan air meningkat (Alfandi dan Dukat, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan panjang akar, dimana konsentrasi 1,5 g/ml merupakan konsentrasi tertinggi yang berpengaruh terhadap kontrol, tetapi tidak berpengaruh nyata antar perlakuan. Diduga akar rumput grinting masih dapat menyerap air dan unsur hara di dalam tanah, sehingga tidak berpengaruh terhadap berat basah tanaman.

Pemberian ekstrakberpengaruh nyata terhadap berat kering gulma rumput grinting. Pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak 0,17 g/ml, 0,42 g/ml, 0,81 g/ml dan 1,5 g/ml berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Konsentrasi 0,17 g/ml merupakan konsentrasi terendah yang mampu menurunkan berat kering rumput grinting. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh fisiologis yang terjadi pada rumput grinting.

Senyawa alelokimia yang terdapat di dalam ekstrak daun bambu apus diduga menghambat proses fotosintesis melalui penghambatan aktivitas enzim-enzim yang diperlukan dalam fotosintesis dan hasil fotosintesis yang diakumulasi tanaman ikut berkurang, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan terjadi penurunan berat kering tanaman. (Gardner

et al. 1991).

Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting

Perkecambahan dan pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik, seperti air, suhu, kelembaban, pH tanah dan unsur hara dalam media tanah. Berdasarkan analisis tanah menunjukan bahwa media tanah tersebut mengandung unsur hara yang mendukung pertumbuhan tanaman uji.

(6)

Hasil uji kesuburan tanah menunjukkan nilai N (1,87 %); nilai P (90,90 ppm), dan K (0,67 cmol(+) kg-1) sangat tinggi serta nilai pH (7) netral. Foth (1994) menyatakan bahwa tanah dengan kandungan P, N yang tinggi sangat baik bagi tumbuhan. Hal ini menunjukkan media tanah yang digunakan untuk penelitian cukup baik untuk pertumbuhan tanaman uji. Adanya hambatan pertumbuhan bukan disebabkan oleh faktor kesuburan tanah namun karena adanya faktor pemberian ekstrak. Menurut Tjahjono (1993)dalam Ketut (1999), pH tanah tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena rumput grinting dapat tumbuh pada tanah yang masam atau basa.

Suhu udara, suhu tanah dan kelembaban juga mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Suhu udara berkisar 34-36 °C dan Suhu tanah pada media tanam berkisar 32-35°C. Menurut Sunarjono (2000) suhu udara yang mendukung kehidupan suatu tumbuhan berkisar antara 25-35 oC. Suhu tersebut masih termasuk dalam kisaran yang cocok untuk pertumbuhan tanaman uji. Kelembaban tanah berkisar antara 72-78%. Tumbuhan dapat hidup pada kelembaban antara 50-80 % (Kurniawan dan Parikesit, 2008). Kelembaban tanah dapat berpengaruh terhadap perkembangbiakan biji. Tanah yang terlalu lembab akibat kelebihan air dapat menyebabkan kekurangan udara dalam tanah dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan (Haryadi, 1979).

DAFTAR PUSTAKA

Alfandi&Dukat,2007,„Responpertumbuhan dan produksi tigakultivarkacanghijau(Vigna radiataL.)terhadapkompetisi dengangulma padadua jenistanah‟,vol.6,no.1,hal.26-29 Ardi, 1999, ‘Pengaruh Gabungan Beberapa Senyawa

Fenol terhadap Perkecambahan Empat Spesies Gulma Famili Asteraceae’, Stigma, vol. 7, no. 3, hal. 17,

El-Rokiek, G, Kowthar, R, El-Masry, Rafet & K. Nadia, Messiha, 2010, “The Allelopathic Effect of Mango Leaves on the Growth & Propagative Capacity of Purple Nutsedge (Cyperus rotundus L.)”, Journal American Research, vol. 6, no. 3, hal 151-159

Foth, H.D., 1994, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi ke-6, Erlangga, Jakarta

Gardner, FP, Pearce, RB & Mitchel, RL, 1991,

Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerjemah Herawati, S., Penerbit UI Press, Jakarta

Haryadi, S. S., 1979, Pengantar Agronomi,

Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Gramedia, Jakarta Hera, N, 2011, Pengaruh Alelopati Beberapa Genotipe Padi

(Oryza sativa L.) Lokal Sumatera Barat Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Gulma Echinochloa cruss-galli (L.) Beauv., Skripsi, Universitas Andalas, Padang

Jayadi,S,1991,Tanaman makananternaktropika, InstitutPertanianBogor,Bogor

Ketut, W. T. N., 1999, Pengaruh Pemupukan Urea Nitrogen Slow Release Terhadap Pertumbuhan Dan Kualitas Rumput Lapangan Golf ( Cynodon dactylon var. Tifdwarf), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Kristanto, BA, 2006, ‘Perubahan Karakter Tanaman Jagung (Zea mays L.) Akibat Alelopati dan Persaingan Teki (Cyperus rotundus L.)’, Jurnal Indonesia Tropica Animal Agriculture, vol. 31, no. 3, hal. 189 – 194

Kurniawan, A. Dan Parikesit., 2008, Persebaran Jenis Pohon di Sepanjang Faktor Lingkungan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat

Nella, E., 2012, Pengaruh Ekstrak Rhizoma Alang-Alang (Imperata Cylindrica (L.) Beauv) Terhadap Pertumbuhan Gulma Putri Malu (Mimosa pudica L.), Skripsi, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Nursal, WS & Juwita, WS, 2006, Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri

Escheria coli dan Bacillus subtilis, Biogenesis, vol. 2, no. 2, hal. 64-66,

Olayele, MT, 2007, Cytotoxicity and Antibacterial Activity of Methanolic Ekstract of Hisbiscus sabdariffa, Journal of Medicinal Plants Research, vol. 1, no. 1, hal 9-13,

Rahayu, Sri, et. al., 2011, Potensi Ekstrak Daun Bambu sebagai Antibakteri dalam Susu Pedet PFH Lepas Kolostrum, Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Departemen Pertanian dengan Universitas Soedirman Rice, EL, 1984, Alleopathy, Second Edition, Academic

Press Inc., London

Robinson, T, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB, Bandung

Rukmana, HR, & US, Saputra, 1999, Gulma dan Teknik Pengendalian, Kanisius, Jakarta

Sastroutomo,1990,EkologiGulma,GramediaPustakaUta ma, Jakarta

Setyowati, N, & E, Suprijono, 2001, ‘Efikasi Alelopati Teki Formulasi Cairan Terhadap Gulma

Mimosa invisa dan Melochia corchorifolia’,

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, vol. 3, no. 1, hal. 16-24

(7)

83 Suci, Warni, S, 2007, Penambahan Asam Humik Pada

kondisi Salin Terhadap Pertumbuhan Cynodon dactylon varietastifdwarf, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sujarwo, WB, Ketut Arinasa, I, & Nyoman, PI, 2010, ‘Potensi Bambu Tali (Gigantochloa apus J.A & j.H. Schult Kurz) Sebagai Obat di Bali’, Bul. Littro, vol. 21, no. 2, hal. 134,

Sunarjono, H., 2000, Prospek Perkebunan Buah, Penebar Swadaya, Jakarta

Tetelay,F,2003,„Pengaruh allelopathy Acacia mangium

Wild terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus. L) dan jagung

(Zeamays)‟, Jurnal Ilmu Tanahdan

Lingkungan,vol.4,no.1, hal.41-49

Trenggono, RM, 1990, Biologi Benih, InstitutPertanianBogorPress,Bogor

Valentine I.K., M.I. Kalevitch dan B. Borsari., 2003, “Siklus Fenolik pada Tanaman dan Lingkungan”, Jurnal Sel dan Biologi Molekuler., (2):13-18

Wattimena, GA, 1987, ZatPengatur Tumbuh, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB Willis,R.J.2007.The History of Allelopathy. Australia:

University of Melbourne, Parkville, Victoria, Australia

Zar,JH,2010,Biostatistical Analysis, Departement of Biological Sciences Northern Illinois University, NewJersey

Gambar

Tabel 1.   Persentase  Perkecambahan  dan  Rerata  Panjang  Kecambah Biji Gulma Rumput Grintingdengan  Pemberian Ekstrak Daun Bambu Apus
Tabel  2.      Rerata  Tinggi  Tanaman,  Panjang  Akar  dan  Berat

Referensi

Dokumen terkait

Pemakaian energi pada pabrik gula utamanya berupa pemakaian uap, dan energi listrik dihasilkan sebagai pemanfaatan lain dari pembangkitan uap tersebut, dengan menggunakan turbin

Dalam usaha menganalisa proses motor bakar umumnya digunakan siklus udara sebagai siklus ideal, dimana siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan

Anderson (2006) mengemukakan bahwa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang tersedia melaui Internet, keterampilan siswa

Untuk menghindari suplai daya listrik yang bersamaan antara Sumber Daya Listrik Utama (PLN) dengan Suplai Daya Listrik Cadangan (Diesel Generator Set) maka

Tingkat pengetahuan yang tinggi menggambarkan perilaku orangtua yang mempunyai daya pikir yang tinggi sehingga orangtua dapat menerapkan pola asuh yang sesuai

Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (HKSA) merupakan bagian penting rancangan obat, dalam usaha untuk mendapatkan suatu obat baru

dalam kese kese#aria #arian n se)ag se)agai ai rangsangan menemukan ide& rangsangan menemukan ide& •. • Men Mengam gamati ati -!n -!nt!# t!# nas naska ka#

Instrumen Penilaian kinerja Individu PNS meliputi : (1) Penilaian kinerja berdasarkan pada Sasaran Kinerja Individu (SKI) yang dilakukan dengan membandingkan antara realisasi