• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Menurut SNI 1726-2002, sistem struktur utama bangunan di Indonesia dibagi dalam empat sistem, yaitu Sistem Dinding Penumpu, Sistem Rangka Gedung, Sistem Rangka Pemikul Momen dan Sistem Ganda. Sistem Rangka Pemikul Momen biasa digunakan pada bangunan tingkat rendah karena pelaksanaannya yang lebih mudah. Sedangkan untuk bangunan tingkat tinggi pada sistem struktur bisa memakai Sistem Rangka Gedung atau Sistem Ganda dengan menambahkan

shearwall. Hal ini agar tidak diperoleh desain dengan kolom yang besar sehingga dapat mengurangi estetika bangunan.

Dalam menghitung kapasitas shearwall

diperlukan diagram interaksi antara aksial dan momen. Apabila dalam menentukan diagram interaksi tersebut dilakukan dengan manual, maka akan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini terjadi karena dalam proses perhitungan diperlukan banyak aspek seperti dimensi

shearwall, mutu beton, mutu baja tulangan, gaya aksial, gaya momen dan lain-lain.

Untuk mengatasi masalah proses waktu perhitungan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan program bantu yang telah tersedia, seperti spColumn v4.60. Namun, program seperti spColumn dan sejenisnya merupakan program yang berasal dari luar negeri dan bersifat tertutup. Program tersebut tidak bisa dilakukan pengembangan dan untuk memakainya konsumen diharuskan untuk membeli lisensi dengan harga yang cukup mahal.

Dengan harga yang cukup mahal tersebut membuat banyak masyarakat Indonesia yang memakai program bajakan. Padahal di Indonesia telah mengatur peraturan tentang pembajakan dalam Undang-Undang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) No. 19 Tahun 2002. Dalam pelaksanaannya masih banyak masyarakat yang memakai program bajakan, sebagaimana berdasarkan survey yang dilakukan oleh BSA (Bussiness Software Aliance) dan IDC (International Data Corp.) yang mengatakan bahwa tingkat pembajakan di Indonesia pada

tahun 2009 mencapai

Untuk mengatasi peraturan HAKI yang melarang pemakaian program bajakan tersebut, maka diperlukan studi mengenai kapasitas interaksi P-M shearwall beton bertulang tersebut dan membuat program bantu yang dapat digunakan untuk menentukan diagram interaksi P-M shearwall. Program tersebut bersifat open source

sehingga user dapat memakainya dengan mudah dan dapat mengembangkannya sendiri sesuai dengan kebutuhan.

Dalam pembuatan program bantu untuk menentukan diagram interaksi P-M shearwall ini, dipergunakan program Visual Basic 9.0 (2008). Program ini bekerja berbasis visual sehingga akan mempermudah bagi programmer dalam pengoperasian maupun pengembangannya. Hal ini dapat mengurangi pekerjaan programmer dalam pembuatan interface.

Visual Basic 9 adalah salah satu bahasa pemrograman yang dapat memfasilitasi dalam menyusun suatu program bantu (software) disamping banyaknya bahasa-bahasa pemrograman lain seperti Borland Delphi, C+ +, Pascal, Matlab, FORTRAN, dan sebagainya. Visual Basic memiliki banyak keunggulan diantaranya memiliki banyak perintah, fungsi, dan fasilitas yang berhubungan langsung dengan Windows GUI (Graphicals User Interface), yaitu tampilan Windows yang berbasis visual (grafis). Karena bahasa pemrograman ini berbasis visual, maka sebagian besar kegiatan pemrograman dapat difokuskan pada penyelesaian problem utama dan bukan pada pembuatan tampilannya. Keunggulan lain memakai Visual Basic 9 adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan aplikasiaplikasi lain seperti Microsoft Exel, Microsoft PowerPoint, dan aplikasi-aplikasi lain yang berbasis Windows.

I.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah

1. Bagaimana membuat program bantu yang dapat menentukan diagram interaksi P-M Shearwall ? 2. Bagaimana mendapatkan titik koordinat

kombinasi gaya aksial dan moment yang tepat pada diagram interaksi P-M tersebut ?

3. Apakah output dari program bantu tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan membandingkannya dengan program spColumn v4.60 ?

I.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penyelesaian tugas ini adalah: 1. Membuat suatu program bantu untuk membuat

diagram interaksi P-M Shearwall.

2. Mendapatkaan koordinat kombinasi gaya aksial dan moment pada diagram interaksi PM

Shearwall tersebut.

3. Memperiksa apakah output dari program bantu yang dibuat sama dengan output dari program spColumn v4.60.

I.4. Batasan Masalah

Adapun batasan yang ditetapkan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah :

1. Program bantu yang dibuat hanya untuk menentukan diagram interaksi P-M Shearwall

dan menentukan koordinat kombinasi gaya aksial dan moment pada diagram interaksi PM

Shearwall tersebut.

2. Profil shearwall yang dibahas hanya profil C (kanal).

3. Tidak meninjau efek pengekangan pada

shearwall.

4. Program yang digunakan untuk membuat program bantu ini adalah Visual Basic 9.0 (2008).

(2)

I.5. Manfaat

Penyusunan Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang teknil sipil dan menambah wawasan tentang perhitungan shearwall dalam menerima beban aksial dan momen. Program yang dibuat diharapkan dapat digunakan dengan mudah oleh semua pelaku teknik sipil sehingga dapat membantu dalam menganalisa kemampuan shearwall dalam menerima beban aksial maupun beban momen.

Selain itu diharapkan penulisan Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi dalam pengembangan program bidang teknik sipil dalam masa yang akan datang. Sehingga dapat mempermudah pekerjaan di bidang teknik sipil.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Dinding Geser

Gaya horizontal yang bekerja pada bangunan seperti misalnya gaya-gaya yang disebabkan oleh beban angin atau gempa, dapat diatasi dengan berbagai cara. Dalam banyak hal, daya pikul rangka kaku dari struktur ditambah dengan sumbangan kekuatan yang diberikan oleh dinding pasangan batu yang biasa serta pastisi-partisi dapat memikul beban-beban angin. Namun demikian, apabila beban horizontal yang bekerja merupakan beban yang berat seperti misalnya beban-beban yang dihasilkan oleh suatu gempa bumi, maka perlu dipakai dinding-dinding geser yang terbuat dari beton bertulang. Dinding-dinding ini dibuat semata-mata untuk memikul gaya-gaya horizontal atau dinding-dinding beton yang dibuat mengelilingi tangga atau lift juga dapat berfungsi sebagai dinding-dinding geser.

Gambar 2.1 menunjukkan suatu bangunan dengan gaya-gaya gempa atau angin yang ditunjukkan oleh panah-panah yang bekerja pada tepi setiap lantai atau atap. Permukaan-permukaan horizontal berfungsi sebagai gelagar-gelagar tinggi untuk menyalurkan beban-beban ke elemen-elemen vertikal A dan B. Selanjutnya dinding geser ini berfungsi sebagai gelagar-gelagar kantilever yang terjepit di dasarnya untuk menyalurkan beban-beban ke bawahke pondasi-pondasi. Dinding-dinding tersebut mengalami beban-beban (1) geser yang harganya berubah-ubah, yang mencapai harga maksimumnyapada bagian dasar, (2) momen lentur, yang cenderung untuk menyebabkan tarik vertikal didekat tepi yang dibebani dan tekan pada tepi lainnya, dan (3) tekan vertikal akibat beban grafitasi struktur. Untuk bangunan seperti yang terlihat pada gambar, diberikan tambahan dinding geser C dan D untuk memikul beban-beban yang bekerja dalam arah panjang struktur.

Gambar2.1 Bangunan dengan dinding geser yang mengalami beban-beban horizontal : (a) lantai tipikal;

(b) tampak muka; (c) tampak samping. II.2. Beban Aksial dan Lentur pada Shearwall

Shearwall akan melentur akibat momen, dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi shearwall dan tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relatif momen dan beban aksial, banyak cara yang dapat menyebabkan runtuhnya shearwall. Gambar 2.2 memperlihatkan shearwall yang memikul beban Pn

Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas singkat sebagai berikut :

. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban ditempatkan pada eksentrisitas yang semakin besar (sehingga menghasilkan momen yang semakin besar) sampai akhirnya seperti pada gambar (f) diperlihatkan shearwall menerima momen lentur yang besar sehingga pengaruh beban aksial diabaikan.

(a) Beban aksial besar dan momen diabaikan. Untuk kondisi ini, keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam shearwall mencapai tegangan leleh dalam tekan.

(b) Beban aksial besar dan momen kecil sehingga seluruh penampang tertekan. Jika suatu shearwall menerima momen lentur kecil (yaitu jika eksentrisitas kecil), seluruh shearwall akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam shearwall akan sebesar 0,85ƒ’c dan keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan.

(c) Eksentrisitas lebih besar dari kasus (b) sehingga tarik mulai terjadi pada satu sisi shearwall. Jika eksentrisitas ditingkatkan dari kasus sebelumnya, gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi shearwall dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan.

(d) Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah, akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat yang bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum 0,85ƒ’c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang.

(e) Momen besar, beban aksial relatif kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah, keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton.

(f) Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok

(3)

M (f) e P (e) e P (d) (c) P e e P (b) (a) P

Gambar 2.2 Shearwall menerima beban dengan eksentrisitas yang terus diperbesar

II.3 Kekuatan Shearwall Terhadap Beban Sentris

Tinjaulah Tinjaulah suatu shearwall yang luas penampang brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulangan baja dengan luas total Ast (terbagi pada

semua sisi shearwall). Luas bersih penampang beton adalah AgAst.

Gambar 2.3 menyajikan riwayat pembebanan pada beton dan baja pada saat beban shearwall meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis. Pada saat regangannya mencapai sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan maksimum ƒ’c. Secara teoritis, beban maksimum yang

dapat dipikul oleh shearwall adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan ƒ’c

fy Beton hancur f 'c Regangan beton pada f 'c (Regangan batas pada beton) Regangan leleh baja Daerah 'strain hardening' Baja leleh pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi apabila

strain hardening pada baja terjadi di sekitar regangan 0,003.

Gambar 2.3 Hubungan tegangan-regangan pada

beton dan baja (beban sentris)

Dengan demikian kapasitas beban sentris maksimum pada shearwall dapat diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu (AgAst) 0,85ƒ’c

dan kontribusi baja, Astƒy. Ag adalah luas bruto total

penampang beton dan Ast adalah luas total tulangan baja

= As + A’s. Yang digunakan dalam perhitungan di sini

adalah 0,85ƒ’c, bukan ƒ’c. Hal ini disebabkan oleh

kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan pada struktur aktual mendekati harga 0,85ƒ’c. Dengan

demikian, kapasitas beban sentris maksimum adalah P0

P

yang dapat dinyatakan sebagai :

0 = 0,85ƒ’c (AgAst) + Astƒ

Perlu ditekankan di sini bahwa beban yang sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang. Ini berarti bahwa pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya akan merata di seluruh bagian penampang seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4.

y

Gambar 2.4 : Geometri, regangan, dan tegangan

shearwall (beban sentris); (a) penampang melintang; (b) regangan beton; (c) tegangan (dan gaya – gaya)

Mengadakan eksentrisitas sebesar nol merupakan hal yang amat mustahil di dalam struktur aktual. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan eksentrisitas sangat mudah terjadi adalah misalnya ketidaktepatan letak dan ukuran shearwall, beban yang tidak simetris akibat perbedaan tebal pelat di sekitar shearwall atau adanya ketidaksempurnaan lainnya. Dengan demikian perlu adanya suatu eksentrisitas minimum (yang dapat diterima) dalam arah tegak lurus sumbu lentur yaitu 10% dari tebal shearwall untuk shearwall bersengkang dan 5% untuk shearwall berspiral.

Untuk mengurangi perhitungan eksentrisitas minimum yang diperlukan dalam analisis dan desain, peraturan ACI mensyaratkan suatu reduksi beban aksial sebesar 20 % untuk shearwall bersengkang dan 15% untuk shearwall berspiral. Dengan menggunakan faktor – faktor ini, kapasitas beban aksial nominal pada shearwall tidak boleh diambil lebih besar daripada :

Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (AgAst) + Astƒy

untuk shearwall bersengkang, dan

]

Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (AgAst) + Astƒy

untuk shearwall berspiral.

]

Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Ø seperti yang akan dibahas berikut ini. Biasanya untuk desain, besarnya (AgAst) dapat dianggap sama dengan Ag

tanpa kehilangan ketelitian.

II.4 Ragam Keruntuhan pada Shearwall

Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (Gambar 2.4), penampang shearwall dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan yaitu :

(4)

1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik.

2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan.

Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan.

Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb

P

adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka :

n < Pnb P → keruntuhan tarik n = Pnb P → keruntuhan balanced n> Pnb

Dalam segala hal, keserasian regangan (strain compatibility) harus tetap terpenuhi.

→ keruntuhan tekan

II.4.1. Keruntuhan Balanced pada Penampang Shearwall

Jika eksentrisitas semakin kecil, maka akan ada suatu transisi dari keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey

dan pada saat itu pula beton mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur.

II.4.2 Keruntuhan Tarik pada Penampang Shearwall

Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar

daripada eb atau Pn < Pnb, maka keruntuhan yang terjadi

adalah keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Persamaan 2.6 dan 2.7 dapat digunakan untuk analisis (dan desain) dengan mensubstitusikan tegangan leleh ƒy sebagai tegangan pada tulangan tarik.

Tegangan ƒ’s pada tulangan tekan dapat lebih kecil atau

sama dengan tegangan leleh baja, dan tegangan tekan aktual ƒ’s

Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris, yaitu A’

ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8.

s = As, dengan maksud mencegah

kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik.

II.4.3 Keruntuhan Tekan pada Penampang Shearwall

Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan

tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒs < ƒy

II.5. Diagram Interaksi Shearwall Beton Bertulang

.

Hampir semua elemen struktur tekan pada struktur beton diperlakukan untuk menerima momen sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pada tengah shearwall seperti pada gambar 2.5 (b) atau juga sebagai hasil penahan daripada keadaan tidak seimbang momen pada ujung balok yang didukung oleh shearwall.

Gambar 2.5 Beban aksial dan momen pada shearwall

Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama yaitu beban

P eksentris pada gambar 2.5 (b) bisa diganti dengan beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah dengan momen, M = Pe, terhadap sumbu centroid.

II.5.1. Penggambaran Diagram Interaksi Aksial Moment

Diagram interaksi untuk shearwall umumnya dihitung dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan dimana setiap regangan bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram interaksi.

Gambar 2.6 Perhitungan Pn dan Mn untuk kondisi

regangan tertentu

Proses perhitungan ditunjukkan pada gambar 2.6 untuk satu regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada gambar 2.6 (a) dan satu regangan distribusi diasumsikan seperti pada gambar 2.6 (b). Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003, bersesuaian dengan kegagalan shearwall. Lokasi garis netral dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari distribusi regangan. Hasilnya kemudian digunakan untuk menghitung besarnya blok tekanan dan besarnya gaya yang bekerja pada tiap tulangan, seperti pada gambar 2.6 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada

(5)

gambar 2.6 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan luas dimana gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial

Pn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya

individual pada beton dan tulangan, dan momen Mn

dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya ini terhadap titik pusat daripada potongan penampang. Nilai Pn dan Mn

Gambar 2.7 menggambarkan beberapa seri dari distribusi regangan dan menghasilkan titik – titik pada diagram interaksi. Distribusi regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B menunjukkan hancurnya satu muka shearwall dan gaya tarik sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang.

ini menggambarkan satu titik di diagram interaksi.

Gambar 2.7 Distribusi regangan berkaitan dengan titik

pada diagram interaksi

Semua titik yang berada dibawah ini pada diagram interaksi menunjukkan kasus dimana penampang terjadi retak pada bagian – bagian tertentu. Titik C menunjukkan regangan distribusi dengan regangan tekan maksimum sebesar 0,003 pada satu sisi penampang dan regangan tarik y, leleh daripada

tulangan, pada tulangan tarik. Hal ini menunjukkan keruntuhan balanced dengan terciptanya kehancuran pada beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi secara bersamaan. Titik C merupakan titik terjauh pada diagram interaksi yang menunjukkan perubahan dari kegagalan tekan untuk beban yang lebih tinggi dan kegagalan tarik untuk beban yang lebih kecil.

II.6. Metode Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang

II.6.1. Strength Design Method (Utimate Strength Design)

Strength design method (metode perencanaan kekuatan) ini dahulu dinamakan ultimate strength method

(metode kekuatan

Kekuatan yang tersedia

batas). Dimana dalam metode ini beban kerja dinaikkan secukupnya dengan beberapa faktor untuk mendapatkan beban pada waktu keruntuhan dinyatakan sebagai "telah di ambang pintu (imminent)". Beban ini dinamakan sebagai beban berfaktor (factored service load). Struktur atau unsurnya lalu diproporsikan sedemikian hingga mencapai kekuatannya pada saat bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metode rencana kekuatan dapat dinyatakan sebagai berikut:

kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor

Dimana kekuatan yang tersedia (seperti kekuatan momen) dihitung sesuai dengan peraturan dan permisalan dari sifat yang ditetapkan oleh suatu peraturan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah kekuatan yang dihitung dengan menggunakan suatu analisa struktur dengan menggunakan beban berfaktor.

Dalam metode ini, beban berfaktor (momen, geser, gaya aksial, dan lain - lain) didapat dengan jalan mengalikan beban kerja dengan faktor U sedangkan kekuatan rencana diperoleh dengan jalan mengalikan kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan (). Daktilitas dicapai pada saat regangan tulangan tarik mencapai titik leleh sebelum beton mencapai regangan ultimate yaitu 0,003. Kondisi tersebut didefinisikan sebagai kondisi regangan seimbang. ρb

Dasar dari kekuatan lentur nominal dari metode ini didahului oleh pernyataan F. Stussi (1932) yang mengatakan bahwa sifat tegangan - regangan umum untuk beton memperlihatkan hubungan yang nonlinear untuk tegangan diatas 0,5f’

adalah rasio penulangan yang menghasilkan kondisi regangan seimbang.

c

Perhitungan kekuatan lentur M

.

n yang didasarkan

pada distribusi tegangan yang mendekati parabola dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan - persamaan yang ditetapkan (Wang dan Salmon, 1985). C.S.Whitney dan Edward Cohen (Guide for Ultimate Strength Design of Reinforced Concrete, ACI Journal, November 1956) menyarankan penggunaan suatu distribusi tegangan tekan pengganti yang berbentuk persegi seperti gambar 2.8, dipakai suatu tegangan persegi dengan besar rata - rata 0,85f’c dan tinggi a = β1c

Gambar 2.8 Regangan dan distribusi tegangan

ekivalen untuk penampang yang menerima lentur dan tekan

Dari keseimbangan gaya didapatkan :

Pn = Cc + Cs

Dari keseimbangan momen di tengah penampang : – T

)

2

(

)

'

2

(

)

2

2

(

h

a

C

h

d

T

d

h

C

e

P

M

n

=

n

=

c

+

s

+

Kekuatan nominal dicapai pada saat regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan regangan runtuh beton (εcu). Pada waktu itu regangan pada tulangan tarik As kemungkinan lebih besar atau lebih kecil atau sama

(6)

dengan y = fy/Es

Pada metode ini (USD) tegangan tidak proporsional dengan regangannya dan prosedur beban desain merupakan beban layan yang dikalikan dengan suatu faktor beban. Sedangkan pada metode WSM tegangan yang terjadi proporsional dengan regangan yang terjadi dan beban desain sama besarnya dengan beban layan.

, tergantung pada perbandingan relatif dari tulangan terhadap beton. Jika jumlah tulangan cukup sedikit (underreinforced), maka tulangan akan meleleh sebelum beton hancur, ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan yang daktail (ductile) dengan deformasi yang besar. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup banyak (overreinforced) sehingga tulangan tetap dalam keadaan elastis pada saat kehancuran beton maka ini akan menghasilkas suatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau getas (brittle).

II.6.2. Metode Perencanaan Batas (Limit State Method)

Perkenalan daripada teori beban ultimate untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori elastis, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke persepektifnya masing – masing dan telah menunjukkan aplikasi teori – teori tersebut kepada konsep yang lebih luas yang kemudian disatukan dalam teori limit state. Dimana Service Ability Limit State menggunakan teori elastis dan Ultimate Limits State of Colapse menggunakan teori beban ultimate.

SNI 03-2847-2002 saat ini menggunakan metode perencanaan batas ini (Limit State Method). Limit state

adalah sebuah kondisi batas dimana sebuah stuktur menjadi tidak layak digunakan sebagaimana mestinya. Tujuan daripada desain ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keadaan limit state selama umur desain sampai pada tingkat yang bisa diterima.

Kondisi - kondisi batas ini dibagi menjadi dua kategori: 1. Batas limit state ini berkaitan dengan kapasitas

untuk menerima beban maksimum (kekuatan dari struktur).

2. Batas limit kelayanan (serviceability limit state); ini berkaitan dengan kriteria (ketahanan) pada kondisi dibawah beban normal/kerja.

Desain penampang dengan metode keadaan batas memiliki asumsi bahwa panampang beton bertulang didesain dalam kondisi regangan plastisnya. Dalam hal ini beton mencapai kekuatan tekan maksimumnya dan baja mencapai leleh. Kekuatan nominal penampang tersebut setelah dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan harus mampu menerima beban berfaktor. Untuk menjamin keamanan struktur, metode ini menggunakan filosofi keamanan LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu :

kuat rencana > kuat perlu (

φ

R

λ

Q

) dimana :

 = faktor reduksi,

R = resistance atau kekuatan nominal,

 = faktor beban, dan Q = beban kerja

Pada metode batas ultimate, faktor keamanan didasarkan pada suatu metode desain probabilistik dimana parameter - parameter dasarnya (beban, kekuatan dari material, dimensi, dsb) diperlakukan sebagai suatu nilai yang acak (random). Dimana ada beberapa faktor yang dapat digolongkan didalam dua kategori umum : faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan. Beban berlebih dapat terjadi akibat kemingkinan perubahan dari penggunaan dari tujuan semula struktur tersebut direncanakan, dapat juga akibat penaksiran yang kurang dari pengaruh beban akibat terlalu disederhanakannya prosedur perhitungan, dan akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda pelaksanaan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian, dan pengawasan, sekalipun masih didalam toleransi yang disyaratkan.

Sedangkan metode batas kelayanan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan elemen struktur sebagai akibat daripada adanya defleksi, ketahanan atau durabilitas, kerusakan lokal akibat retak, belah maupun

spalling yang semuanya dikontrol terhadap beban kerja yang ada atau sesuai dengan teori elastis.

Ketentuan mengenai faktor reduksi pada elemen struktur akibat tekan dan lentur yang ada pada SNI 03-2847-2002 atau pada Limit State ini mengacu pada pasal 11.3.2.2 dimana :

Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur :

• Komponen struktur tulangan spiral yang sesuai dengan 12.9.3...0.7

• Komponen struktur lainnya...0.65 Namun bila beban aksial yang bekerja lebih kecil dari 0.1ƒ’cAg maka faktor reduksi tersebut boleh

ditingkatkan hingga 0.8 (SNI 03-2847-2002) atau 0.9 (ACI 318-1999), hal ini untuk menunjukkan bahwa struktur mengalami beban aksial yang kecil dan mengalami beban lentur yang besar, atau pada saat itu shearwall hampir berperilaku sama dengan balok.

Gambar 2.9 Faktor reduksi SNI 03-2847-2002 untuk beban aksial dan lentur (Limit State) II.6.3. Unified Design Provisions

Konsep perhitungan menggunakan ketetapan unified design (Unified Design Provisions) ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert F. Mast (Unified Design Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete

Flexural and Compression Members, ACI Journal,

φ

P 0.8

0.7 0.65

Aksial Tarik Aksial Tekan Kecil

Kolom Bertulangan Spiral

Kolom Bersengkang 7 . 0 ' 1 . 0 1 . 0 8 . 0 − ≥ = cAg f Pu φ 65 . 0 ' 1 . 0 15 . 0 8 . 0 − ≥ = cAg f Pu φ 0.1f'cAg 0

(7)

Maret - April 1992). Konsep utama yang berubah dalam unified design ini adalah tentang bagian lentur diganti dengan konsep tension controlled sections. Selain itu, juga dibuat satu konsep tentang compression controlled sections. Tension dan compression controlled sections

didefinisikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρb

Tujuan pemakaiaan faktor reduksi adalah:

) tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi kapasitas () juga diganti.

• Adanya kemungkinan variasi dari kekuatan material dan dimensi.

• Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam perencanaan.

• Mencerminkan arti pentingnya suatu bagian dalam struktur.

• Diharapkan struktur mampu menerima beban yang direncanakan.

Gambar 2.10 Variasi

φ

yang terjadi berdasarkan εt

yang terjadi (fy

Nilai  menurut unified design provisions :

= 400Mpa)

Tension Controlled Members : 0.9

Compression Controlled Members : 0.65 atau 0.7 (untuk tulangan Spiral), dengan transisi diinterpolasikan secara lurus berdasarkan regangan yang ada.

Faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktar reduksi yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilitas yang lebih tinggi.(ACI 318-2002).

Regangan tarik bersih di atas diukur pada dekstrem

(jarak dari tulangan pratekan atau non pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada dekstrem ini

sebagai tanda yang baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen struktur beton.

Gambar 2.11Berbagai macam kriteria regangan pada

penampang beton menurut Unified Design Provisions

Jadi dengan adanya konsep unified design

provisions ini perhitungan - perhitungan untuk

mendesain penampang elemen beton dapat disederhanakan dengan menggunakan kondisi regangan untuk menjelaskan batas - batas antara kelakuan "tension controlled sections" dan "compression controlled

sections", yaitu dengan satu perubahan dalam

menentukan jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (d) yang nantinya digunakan untuk membuat batas - batas tersebut untuk menentukan besarnya faktor reduksi () dalam menghitung kapasitas penampang. Dengan konsep dan definisi yang baru tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan - untuk menghitung kapasitas penampang untuk semua elemen beton. Baik itu shearwall, balok, beton bertulang biasa, maupun beton pratekan. Dan hal tersebut berlaku sama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalisa penampangnya metode

unified design provisions ini menggunakan metode kekuatan batas sama seperti halnya di SNI 03-2847-2002.

BAB III

METODOLOGI

III.1 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir

Agar suatu tugas akhir dapat diselesaikan secara lebih mudah dan terstruktur, maka perlu dibuat suatu diagram alir. Adapun diagram alir penyelesaian tugas akhir dengan judul Studi Kapasitas Interaksi P-M

Shearwall Beton Bertulang Dengan Bantuan Visual

Basic 9.0 dapat dilihat pada gambar 3.1 Start Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka Konsep Diagram Interaksi P-M Shearwall Algoritma dan Metode Iterasi Studi Literatur A

(8)

Gambar 3.1 Metodologi pelaksanaan tugas akhir III.2 Penjelasan Penyelesaian Tugas Akhir

Langkah-langkah penyusunan tugas akhir ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai : a. Konsep dasar shearwall termasuk tipe – tipe

shearwall.

b. Perilakunya ketika menerima beban aksial dan momen lentur.

c. Kapasitas shearwall yang digambarkan dalam diagram interaksi P-M shearwall.

2. Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka

Pada tahap ini akan dibahas mengenai : 1. Latar Belakang

2. Perumusan masalah 3. Tujuan dan batasan masalah

4. Dasar teori yang berkaitan dengan shearwall

3. Konsep Diagram Interaksi P-M Shearwall

Menurut Nawy (1985) untuk menentukan diagram interaksi PM suatu shearwall perlu mempelajari sifat diagram interaksi yang ada dengan mendapatkan minimal lima titik yaitu :

1. Beban aksial tekan maksimum

Beban aksial tekan maksimum pada Shearwall

dalam keadaan beban konsentris dapat dituliskan sebagai rumus dibawah ini :

Po = (0.85 f’c)(Ag-Ast) + fy(Ast

Dimana

) f’c = kuat tekan maksimum beton

Ag = penampang bruto shearwall

fy = kuat leleh tulangan

Ast = luas tulangan pada penampang 2. Beban aksial tekan maksimum yang diijinkan,

Pn maks = 0.8 P0

3. Beban lentur dan aksial pada kondisi balanced,

nilainya ditentukan dengan mengetahui kondisi regangan beton

εcu = 0,003 dan baja εs = εy s y

E

f

=

4. Beban lentur pada kondisi beban aksial nol, kondisi seperti balok.

5. Beban aksial tarik maksimum, Pn-T

=

n i y st

f

A

1 =

Kelima titik di atas adalah titik-titik minimum yang harus ada pada kurva interaksi. Untuk menambahkan ketelitian penggambaran kurva agar menjadi kurva mulus maka dapat kita tambahkan titik-titik lain dimana setiap penambahan titik-titik pada kurva diperlukan dua buah titik yaitu untuk mengantisipasi dua kondisi keruntuhan yang terjadi. Setelah diagram interaksi P-M shearwall tergambar maka langkah selanjutnya adalah mengiterasi titik kombinasi agar tepat pada garis kurva diagram interaksi P-M tersebut.

4. Algoritma Dan Metode Iterasi

Alur untuk menggambar diagram interaksi P-M shearwall dapat dilihat seperti pada gambar 3.2 (terlampir) Membuat Program Running Program Output benar ? Penyusunan Laporan Tugas Akhir Finish Tidak Ya Berhasil Tidak A

(9)

Start max 003 , 0 003 , 0 d z c y ×         × − = ε h a c a ≤ ≤ × = 0 1 β Hitung a 05 , 0 − =z z 1 = i Input Data f’c, fy, b, h, tb1, tb2, tsa, tsb, lsa, lsb, As, d, εy, B1,ntul C A B y z lsb lsa b lb tsb tsa h lb ε003 . 0 2 1 = − − = − − = )) * ( ) 2 * 2 ( ) * ( ) 1 * 1 ( ) * ( ) 2 * 2 ( ) * (( ))) 2 / ( ( * ) * ( )) 2 / ( ( * ) 2 * 2 ( )) 2 / ( ( * ) * ( ) 2 / 1 ( * ) 1 * 1 ( 2 / * ) * ( ) 1 2 / 2 ( * ) 2 * 2 ( 2 / * ) * ( tsb lsb lb tb tsb lsa lb tb tsa lsa lb tb tsa lsb tsb h tsb lsb tsb h lb tb tsb h tsb lsa tsa lb lb tb tsa tsa lsa s tb lb tb tsa tsa lsb yapen + + + + + + − + − + − + + + + + + = )) * ( ) 2 * 2 ( ) * ( ) 1 * 1 ( ) * ( ) 2 * 2 ( ) * (( ) 2 / * ) * ( ) 2 / 2 ( * ) 2 * 2 ( )) 2 / ( ( * ) * ( )) 2 / ( ( * ) 1 * 1 ( )) 2 / ( ( * ) * ( ) 2 / 2 ( * ) 2 * 2 2 / * ) * ( tsb lsb lb tb tsb lsa lb tb tsa lsa lb tb tsa lsb lsb tsb lsb lsb lb lb tb lsa b tsb lsa lsa b lb tb lsa b tsa lsa lsb lb lb tb lsb tsa lsb xapen + + + + + + + + + − + − + − + + + =

Gambar 3.2 Flowchart menggambar diagram interaksi

P-M shearwall

Gambar 3.2 Flowchart menggambar diagram interaksi

P-M shearwall (lanjutan)

Gambar 3.2 Flowchart menggambar diagram interaks

P-M shearwall (lanjutan)

Gambar 3.2 Flowchart menggambar diagram interaksi

P-M shearwall (lanjutan) Nilai a A D j=1 j= ntul ) ( ) (j y sj s E f = ×ε y j s y f f f≤ ≤ − () ) ( ) ( ) (j sj j s F d M = × ) (j s s S F F F ∑ =∑ + ) (j s s s Mn M Mn= + ∑ ∑ ) ( ) ( ) (j sj sj s f A F = × 003 , 0 ) ( ) ( ×      − = c d c j j s ε B C C a = s CC=0.85 x f’c x (a x lsa) + (a x lsb) s < a < (tsa – s) CC=0.85 x f’c x (s x lsa) + (s x lsb) + (a – s) x b (tsa – s) < a < tsa CC=0.85 x f’c x ((a x lsa) + (a x lsb) + tb2 x (b-lsa-lsb)) tsa < a < (h-tsb) CC=0.85 x f’c x ((tsa x lsb) + (tsa x lsa) + (tb2 x (b-lsa-lsb)) +

(a-tsa) x tb1 ) (h-tsb) < a < (h-s-tb2) CC=0.85 x f’c x (tsa x lsa) + (tsa x lsb) + (tb2 x (b-lsa-lsb)) + tb1 x (h-tsa-tsb) + (a-(h-tsb)) x lsa + (a-(h-(a-(h-tsb)) x lsb) (h-s-tb2) < a < (h-s) CC=0.85 x f’c x ((tsa x lsa) + (tsa x lsb) + (tb2 x (b-lsa-lsb)) + tb1 x (h-tsa-tsb) + (s x lsa) + (s

x lsb) + (a-(h-tsb+s)) x b) CC=0.85 x f’c x ((tsa x lsa) + (tsa x (h-s) = a lsb) + (tb2 x (b-lsa-lsb)) + tb1 x (h-tsa-tsb) + (h-tsa-tsb)) x lsa + (a-(h-tsa-tsb)) x lsb + tb2 x (b-lsa-lsb)) ∑ ∑ + = s n cc F P ∑ + =Mncc Mns Mn

Method Limit State Method Unified Method ) , ( Mn Pn Plot Φ Φ i= 1000 Finish Nominal t ε 83 48 . 0 + = Φ 9 . 0 65 . 0 ≤Φ≤ Φ =1 D C 65 , 0 ' 1 , 0 15 . 0 8 , 0 ≥ × × × − = Φ g c u A f P

(10)

BAB IV

PENGOPERASIAN PROGRAM

IV.1. Pendahuluan

Program bantu untuk menganalisa kapasitas shearwall penampang C dalam menerima beban aksial dan momen ini dinamakan ITS Shearwall V1.2. Program dengan bantuan bahasa pemrogaman Visual Basic 9.0 ini merupakan pengembangan dari ITS Shearwall yang menganalisa shearwall berpenampang I. tampilan dari program ini didesain sederhana menyerupai PCA Column sehingga pengguna dapat dengan mudah menggunakannya. Hasil analisa program ini berupa hasil perhitungan yang berbentuk tabel dan gambar dalam sebuah diagram interaksi aksial dan momen.

IV.2. Pengoperasian Program

Berikut ini merupakan langkah – langkah dalam pemgoperasian program ITS Shearwall V1.2 :

1. Membuka Program ITS Shearwall V1.2

Untuk memulai program ITS Shearwall v1.2 dapat dilakukan dengan menekan klik ganda pada ikon atau shortcut program tersebut. Setelah beberapa saat akan muncul tampilan utama program tersebut seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 : Tampilan awal dari program ITS

shearwall

2. Memulai Proses Analisa Baru

Langkah pertama untuk memulai proses perhitungan baru menggunakan program ITS Shearwall V1.2 dapat dilakukan dengan klik menu File > New. Ketika sub menu tersebut di klik, maka akan muncul tampilan seperti pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 : Form New Project

Setelah tampilan tersebut keluar kemudian mengisi informasi yang ada.

3. Memasukkan Data Material

Langkah untuk memasukkan data material shearwall dilakukan dengan klik menu Input > Material Properties atau dengan menekan tombol Ctrl+ M pada keyboard. Setelah itu akan muncul tampilan seperti pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 : Form Material Properties

Data material yang dibutuhkan dalam proses perhitungan program ini adalah data tentang mutu beton, regangan beton dan mutu baja tulangan. Masukkan data mutu beton dalam kotak Strength [f’c], regangan beton dalam kotak Ultimate Strain dan mutu baja tulangan dalam kotak Strength [fy]. Nilai mutu beton beton dan mutu baja tulangan dalam satuan MPa. Setelah selesai memasukkan data material dapat melanjutkan ke proses selanjutnya dengan klik tombol OK yang akann menyimpan data yang ada. Untuk membatalkan data material yang dimasukkan dapat menekan tombol Cancel.

4. Memasukkan Data Dimensi Penampang Langkah selanjutnya adalah me-masukkan data dimensi penampang shearwall dengan menggunakan template yang telah ada. Bentuk shearwall yang disediakan hanya profil penampang C.

Klik tombol Input > Section > Template atau menekan tombol Ctrl+T, kemudian akan muncul tampilan seperti pada gambar 4.4. Masukkan data penampang shearwall. Setelah memasukkan input dimensi klik tombol Ok untuk menyimpan dan tombol Cancel untuk membatalkan input data dimensi shearwall.

Gambar 4.4 : Tampilan Form untuk memasukkan data

(11)

5. Memasukkan Data Tulangan

Setelah memasukkan data dimensi penampang dapat dilanjutkan dengan memasukkan data tulangan. Untuk menampilkan menu Reinforcement dapat dilakukan dengan klik menu Input > Reinforcement atau memilih tab Reinforcement pada form Tempate atau menekan tombol Ctrl+R pada keyboard. Tampilan Reinforcement dapat dilihat pada gambar 4.5.

Setelah tampilan Reinforcement muncul, langkah selanjutnya adalah memasukkan data tulangan meliputi diameter, koordinat x dan koordinat y. Untuk memasukkan data tulangan dapat dilakukan dengan mengetik manual kemudian menekan tombol Add untuk menambahkan atau tombol Delete untuk menghapus data tulangan yang diinginkan. Selain itu dapat dilakukan dengan menggerakkan cursor mouse ke koordinat yang diinginkan kemudian menekan klik kiri. Secara otomatis data koordinat akan terisi pada list yang tersedia

Gambar 4.5 : Tampilan form untuk memasuk-

kan data tulangan

6. Memasukkan Beban Aksial dan Momen Memasukkan data kombinasi pem-bebanan gaya aksial dan momen dapat dilakukan dengan klik menu Input > Load Factored atau menekan tombol Ctrl+L pada keyboard. Setelah muncul tampilan seperti pada gambar 4.6. kemudian isi data beban aksial dan momen. Setelah itu klik tombol Insert untuk menambahkan pada list atau tombol Delete untuk menghapus data yang diinginkan. Untuk selanjutkan klik Ok untuk menyimpan data dan tombol Cancel untuk membatalkan data load factored.

Gambar 4.6 : Tampilan form Load Factored

7. Memilih Metode Perhitungan

Langkah selanjutnya adalah memilih metode perhitungan dengan klik menu Option > Method seperti pada gambar 4.7. Pada program ini pengguna dapat memilih salah satu dari 3 metode yang telah disediakan diantaranya Nominal Strenght, Limit State Method dan Unified Method.

Gambar 4.7 : Tampilan pilihan metode

8. Memilih Sumbu Penampang

Selain metode perhitungan juga dapat memilih sumbu penampang yang akan diperhitungkan dengan klik Option > Run Axis. Terdapat 2 sumbu penampang yaitu sumbu x dan sumbu y seperti pada gambar 4.8/

Gambar 4.8 : Tampilan pilihan sumbu

9. Menjalankan Proses Perhitungan

Setelah memasukkan semua data yang diperlukan untuk proses perhitungan, selanjutnya menjalankan proses perhitungan dengan klik menu Run. Setelah tombol Run diklik maka proses perhitungan dimulai dalam waktu beberapa saat. Kemudian akan muncul hasil perhitungan berupa grafik dan tabel seperti pada gambar 4.9 dan 4.10.

(12)

Gambar 4.9 : Tampilan diagram interaksi dari program ITS shearwall v1.2

Gambar 4.10 : Tampilan tabel perhitungan ITS

Shearwall v1.2

BAB V

STUDI KASUS

V.1. Pendahuluan

Untuk mengetahui ketelitian dan kebenaran program bantu perhitungan kapasitas shearwall ITS Shearwall v1.2 ini, maka diperlukan verifikasi hasil perhitungan dari program ITS Shearwall v1.2 dengan hasil perhitungan program spColumn v4.60.

V.2. Verifikasi Program

Proses verifikasi program ITS Shearwall v1.2 ini dilakukan dengan cara menbandingkan hasil perhitungan kapasitas shearwall dalam menerima beban aksial dan momen program ITS Shearwall v1.2 dengan program spColumn v4.60. Kedua program akan dicoba untuk menghitung dua shearwall yang berbeda dimensi penampang, mutu beton dan mutu baja tulangan. Shearwall tersebut akan dianalisa kapasitasnya dalam menerima beban aksial dan momen dengan metode desain dan sumbu yang berbeda.

Gambar 5.1 : Tampilan dua penampang shearwall yang

akan digunakan untuk verifikasi program ITS Shearwall v1.2 dan spColumn v4.60

Pada proses verifikasi yang pertama ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Shearwall

v1.2 dan program spColumn v4.60 dalam menghitung kapasitas suatu shearwall beton bertulang berpenampang C dalam menerima beban kombinasi aksial-momen.

Proses verifikasi pertama

Data shearwall pertama Material : Mutu beton (f’c Mutu baja(f ) : 40 MPa y

Modulus elastis (E) : 200000 MPa

) : 300 MPa

Dimensi Penampang

Panjang total shearwall : 6000 mm Lebar total shearwall : 6000 mm Lebar boundary kanan : 600 mm Lebar boundary kiri : 600 mm Tebal boundary atas : 600 mm Tebal boundary bawah : 600 mm Tebal shearwall atas : 300 mm Tebal shearwall tengah : 300 mm Tebal shearwall bawah : 300 mm

(13)

Tulangan

Boundary atas (kiri kanan) : 12 Ф24 Badan shearwall : 42 Ф16 Boundary bawah (kiri kanan) : 12 Ф24

Decking : 60 mm

Detail gambar dapat dilihat pada gambar 5.1(a) Hasil perbandingan

Dari data shearwall pertama di atas, setelah dihitung menggunakan program ITS Shearwall v1.2 dan

spColumn v4.60 didapatkan perbandingan hasil perhitungan yang telah ditabelkan dan dalam bentuk grafik. Perhitungan dilakukan dengan metode Nominal Strenght dan 2 sumbu yang berbeda

:

Pada proses verifikasi kedua ini akan dibandingkan antara hasil perhitungan program ITS Shearwall dan hasil perhitungan program PCA Column v.3.64 dalam menghitung kapasitas suatu shearwall dalam menerima beban kombinasi aksial-momen suatu shearwal beton bertulang yang memiliki dimensi penampang yang berbeda dari shearwall pertama.

Proses verifikasi kedua

Data shearwall kedua Material : Mutu beton (f’c Mutu baja(f ) : 35 MPa y

Modulus elastis (E) : 200000 MPa

) : 300 MPa

Dimensi Penampang

Panjang total shearwall : 7200 mm Lebar total shearwall : 7200 mm Lebar boundary kanan : 600 mm Lebar boundary kiri : 600 mm Tebal boundary atas : 600 mm Tebal boundary bawah : 600 mm Tebal shearwall atas : 300 mm Tebal shearwall tengah : 300 mm Tebal shearwall bawah : 300 mm Tulangan

Boundary atas (kiri kanan) : 12 Ф24

Badan shearwall : 52 Ф16

Boundary bawah (kiri kanan) : 12 Ф24

Decking : 60 mm

Detail gambar dapat dilihat pada gambar 5.1(b) Hasil perbandingan

Dari data shearwall pertama di atas, setelah dihitung menggunakan program ITS Shearwall v1.2 dan spColumn v4.60 didapatkan perbandingan hasil perhitungan yang telah ditabelkan dan dalam bentuk grafik. Perhitungan dilakukan dengan metode Nominal Strenght dan 2 sumbu yang berbeda.

(14)

Pada proses verifikasi ketiga ini akan dibandingkan hasil perhitungan program ITS Shearwall v1.2 dan hasil perhitungan spColumn v4.60 dalam menghitung kapasitas shearwall dalam menerima beban kombinasi aksial-momen pada shearwall yang memiliki mutu beton yang tinggi, mutu baja tulangan lebih tinggi dengan dimensi penampang sama.

Proses verifikasi ketiga

Data shearwall ketiga Material : Mutu beton (f’c Mutu baja(f ) : 30 MPa y

Modulus elastis (E) : 200000 MPa

) : 300 MPa

Dimensi Penampang

Panjang total shearwall : 7200 mm Lebar total shearwall : 7200 mm Lebar boundary kanan : 600 mm Lebar boundary kiri : 600 mm Tebal boundary atas : 600 mm Tebal boundary bawah : 600 mm Tebal shearwall atas : 300 mm Tebal shearwall tengah : 300 mm Tebal shearwall bawah : 300 mm Tulangan

Boundary atas (kiri kanan) : 12 Ф24

Badan shearwall : 52 Ф16

Boundary bawah (kiri kanan) : 12 Ф24

Decking : 60 mm

Detail gambar dapat dilihat pada gambar 5.1(b)

Hasil perbandingan

Dari data shearwall pertama di atas, setelah dihitung menggunakan program ITS Shearwall v1.2 dan spColumn v4.60 didapatkan perbandingan hasil perhitungan yang telah ditabelkan dan dalam bentuk grafik. Perhitungan dilakukan dengan metode Nominal Strenght dan 2 sumbu yang berbeda.

:

Proses verifikasi keempat

Data shearwall keempat Material : Mutu beton (f’c Mutu baja(f ) : 50 MPa y

Modulus elastis (E) : 200000 MPa

) : 400 MPa

Dimensi Penampang

Panjang total shearwall : 6000 mm Lebar total shearwall : 6000 mm Lebar boundary kanan : 600 mm Lebar boundary kiri : 600 mm Tebal boundary atas : 600 mm Tebal boundary bawah : 600 mm Tebal shearwall atas : 300 mm Tebal shearwall tengah : 300 mm Tebal shearwall bawah : 300 mm

(15)

Tulangan

Boundary atas (kiri kanan) : 12 Ф24

Badan shearwall : 42 Ф16

Boundary bawah (kiri kanan) : 12 Ф24

Decking : 60 mm

Beban

Aksial : 70000 kN Momen : 220000 kN

Detail gambar dapat dilihat pada gambar 5.1(a) Hasil perbandingan

Dari data shearwall pertama di atas, setelah dihitung menggunakan program ITS Shearwall v1.2 dan spColumn v4.60 didapatkan perbandingan hasil perhitungan yang telah ditabelkan dan dalam bentuk grafik. Perhitungan dilakukan dengan metode Limit State dan Unified Method serta sumbu X.

:

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Setelah melakukan berbagai studi kasus perhitungan shearwall dalam bab sebelumnya dengan program spColumn V4.60 dan ITS Shearwall V1.2, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.

Dalam menganalisa kapasitas suatu shearwall dalam menerima beban aksial dan momen dapat dihitung dengan program ITS Shearwall v1.2 yang lebih cepat proses perhitungannya daripada perhitungan manual.

2.

Penggunaan program ITS Shearwall v1.2 disertai dengan keterangan input yang jelas dan desain tampilan yang sederhana menyerupai spColumn. Sehingga memudahkan dalam penggunaannya untuk menghitung diagram interaksi shearwall.

3.

Nilai output program ITS Shearwall v1.2 dapat dipertanggung-jawabkan karena telah diverifikasi dengan program spColumn dan menghasilkan perhitungan yang hampir sama atau berselisih sedikit.

4.

Program ITS Shearwall v1.2 telah disusun dalam beberapa modul yang terpisah dalam proses perhitungan, pengelolaan data dan penggambaran grafik. Hal ini akan memudahkan dalam pemahaman alur perhitungan program sehingga memudahkan pengembangan program di masa yang akan datang.

VI.2. Saran

Setelah melakukan beberapa studi kasus mengenai perhitungan kapasitas interaksi aksial – momen suatu shearwall dan menyelesaikan program ITS Shearwall, maka penulis memberikan beberapa saran :

1. Program ITS Shearwall ini perlu dikembangkan dalam proses input dimensi penampang yang lebih mudah.

2. Program ITS Shearwall ini perlu dikembangkan dalam menyimpan data perhitungan yang telah dianalisa sehingga pengguna dapat dengan mudah memakai perhitungan lama yang telah dianalisa tanpa perlu mengulangi proses serupa.

3. Program ITS Shearwall ini perlu dikembangkan dalam menambah metode perhitungan sesuai perkembangan masa yang akan datang.

4. Program ITS Shearwall ini perlu dikembangkan dalam menganalisa kapasitas shearwall dengan bentuk penampang yang lain.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. ACI 318-99: Provisions for Seismic Design of Structural Walls

2. ACI 318-02: Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary

3. MacGregor, J.G. 1992. Reinforced Concrete Mechanics and Design Second Edition. Prentice Hall Inc.

4. Mast, R,F. 1992. Unified Design Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete Flexural

and Compression Members. ACI Structural

Journal Vol.89, No.2.(Maret-April) : 188-191. 5. Nawy,E.G. 1985. Reinforced Concrete : A

Fundamental Approach. Prentice Hall Inc. 6. Purwono, R., Tavio., Imran, I., dan I,G,P, Raka.

2007. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002). Surabaya: ITS Press.

7. Wang,C.K, dan Salmon, C.G. 1985. Reinforced Concrete Design Fourth Edition. Harper & Row Inc.

8. Whitney,C.S., dan Cohn, E. 1956. Guide for Ultimate Strength Design or Reinforced Concrete. Journal of the American Concrete Institute Proc Vol.53. (November)

Gambar

diagram interaksi P-M Shearwall.
Gambar 2.1 menunjukkan suatu bangunan dengan  gaya-gaya gempa atau angin yang ditunjukkan oleh  panah-panah yang bekerja pada tepi setiap lantai atau  atap
Gambar 2.2  Shearwall  menerima beban dengan  eksentrisitas yang terus diperbesar
Gambar 2.5 Beban aksial dan momen pada shearwall
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pengendap juga berpengaruh terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan,rendemen yang dihasilkan dengan pengendap jenis etanol lebih besar dibanding pengendap jenis

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus

Sehubungan dengan Surat Penawaran Saudara pada Paket Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan di Kecamatan Sei Menggaris pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Saintifik pada Mata D iklat D asar Pola.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

The students were reportedly enjoy studying in the Monolingual class and support the use of English–only in their English classes for enhancing learning. In spite of their

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Hasil penelitian yang menunjukan nilai ekonomi air total resapan hutan lindung Gunung Sinabung dan hutan lindung TWA Deleng Lancuk di Desa Kuta Gugung dan Desa Sigarang