• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENYIMPANAN SPUTUM BTA TERHADAP PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENYIMPANAN SPUTUM BTA TERHADAP PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020

--

PENGARUH PENYIMPANAN SPUTUM BTA TERHADAP PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI

Tiara Mayang Pratiwi Lio1, Wa Ode Yuliastri 2 , Angela Jayanti Fimilio 3.

tiaramayangpratiwilio@gmail..com 1,yuliastriwaode82@gmail.com 2, angelajayanti27@gmail.com3

STIKES Mandala Waluya Kendari

ABSTRAK

Tubeculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet yang telah

terinfeksi basil TB. Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia pada tahun 2015 jumlah penderita TB Paru ditemukan sebanyak 78 orang dan tahun 2016 sebanyak 94 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peyimpanan sputum BTA terhadap pemeriksaan mikroskopis, dan untuk membedakan pengaruh peyimpanan sputum BTA dengan variasi penundaan 1x12 jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam terhadap pemeriksaan mikroskopis.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain Quasy esperiment. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah dahak penderita TB yang diambil langsung dari pasien yang telah didiagnosa TB (Tuberculosis) di Puskesmas Poasia Kota Kendari dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria 4. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyimpanan sputum BTA pada kontrol dengan variasi penundaan 1x12 jam total 773 dan rata-rata 193,2, 1x24 jam total 535 dan rata-rata 133,7, 1x36 jam total 466 dan rata-rata 116,5, dan 1x48 jam total 449 dan rata-rata 112,2, dari jumlah total keseluruhan variasi waktu 2.223 dengan rata-rata 555,6 terhadap pemeriksaan mikroskopis dengan suhu 2˚C - 8˚C, namun jumlah BTA masih dalam kategori yang ditentukan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh penyimpanan sputum BTA dengan variasi penundaan 1x12 jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam terhadap kuantitas jumlah BTA pada kualitas sampel, tidak begitu berpengaruh pada sampel dengan kualitas sampel yang baik. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat bagian pengaruh kualitas sampel terhadap jumlah BTA.

Kata Kunci : Sputum BTA, Mycobacterium Tuberculosis, Variasi waktu : Penundaan

(2)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 PENDAHULUAN

Tubeculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

dapat menyebar melalui droplet yang telah terinfeksi basil TB. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan utama didunia dimana penyakit ini menduduki peringkat kedua sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular setelah HIV-AIDS. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 400.000 kasus TB dimana 200.000 didapat disekitar Puskesmas, 200.000 pada pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah. Jumlah kematian akibat TB paru diperkirakan 100.000 orang pertahun (WHO, 2013).

M.Tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 mikron sampai 0,6 mikron, bersifat tahan asam dengan pewarnaan dengan metode Zhiehl Neelsen, Nampak berbentuk batang bewarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop, tahan terhadap suhu rendah sehingga bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu 4˚C sampai minus 70˚C. Sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet, dalam dahak pada suhu antara 30˚C sampai 37˚C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu dan kuman dapat bersifat dorman (Kemenkes RI, 2017).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tenggara menunjukan pada tahun 2014 penderita Tuberculosis Paru ditemukan sebanyak 3,802 (0,8%) dengan kasus BTA positif, tahun 2015 kasus tersebut menurun menjadi 3268 (0,9%) kasus BTA positif. Dan tahun 2016 menurun menjadi 3105 (0,9%) kasus BTA positif (laki-laki sebanyak 59% penderita dan perempuan sebanyak 41% penderita). Dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tenggara, kasus TB paru BTA positif yang tertinggi adalah di Kabupaten Muna dengan jumlah 829 (26,7%) kasus BTA positif dan kasus yang terendah di Kabupaten Buton Utara dengan jumlah 30 (0,9%) kasus BTA positif. Kota Bau-bau menduduki urutan keenam kasus TB paru BTA positif (Dinkes Prov.Sultra, 2016).

Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia, tahun 2015 jumlah penderita TB Paru ditemukan sebanyak 78 orang dan tahun 2016 sebanyak 94 orang. Penderita TB-MDR sebanyak 5 orang (Puskesmas Poasia, 2017).

Diagnosis TB paru dengan metode mikroskopis BTA menggunakan spesimen dahak. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan diagnosis TB paru dengan metode mikroskopis BTA adalah penanganan spesimen dahak. Idealnya spesimen dahak harus segera diperiksa. Jika karena suatu hal sehingga spesimen dahak tidak dapat segera diperiksa, maka biasanya specimen

(3)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 disimpan di tempat dingin dengan harapan

tidak mengalami perubahan dan menghindarkan dari serangga misalnya di dalam lemari pendingin. Tidak dianjurkan membiarkan spesimen dahak pada suhu ruangan. Masa penyimpanan dahak dapat dipertimbangkan sama seperti penyimpanan susu (Fujiki, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, Teguh Budiharjo (2016) di dapatkan bahwa kualitas sputum untuk pemeriksaan laboratorium adalah penting. Sputum yang baik mengandung beberapa partikel atau sedikit kental dan berlendir, kadang bernanah dan bewarna hijau kekuningan. Guna menjamin spesimen bermutu baik, harus segera dikirim ke laboratorium setelah pengambilan dan dilakukan pemeriksaan. Jika

sputum disimpan pada suhu kamar selama

satu hari (24 jam) dapat mengakibatkan

sputum menjadi encer dan kualitas sediaan

menjadi tidak baik, dan baunya lebih tajam. Ada perbedaan hasil dan kualitas sediaan antara sputum langsung diperiksa dengan sputum ditunda pemeriksaannya setelah 24 jam pada suhu kamar. Pengamatan Mikroskopis sediaan sputum yang disimpan selama 24 jam dengan suhu 25˚C hasilnya perhitungan jumlah BTA positif susah dilakukan karena terdapat jamur yang mengganggu proses perhitungan BTA positif serta kesalahan hitung lebih tinggi.

Kuman Mycobacterium tuberculosis

apabila dilihat di bawah

mikroskop dengan pewarnaan Ziehl Neelsen akan terlihat berbentuk panjang dan berwarna merah dengan latar belakang berwarna biru. Mycobacterium tuberculosis tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C namun kuman ini dapat dibunuh dengan menggunakan pemanasan suhu 60°C selama 20 menit, juga akan segera mati pada pemanasan basah pada suhu 100°C. Jika terkena sinar matahari, biakan kuman akan mati dalam waktu 2 jam (Girsang, 2011).

Dari hasil orientasi yang telah dilakukan saat mengikuti praktek di Puskesmas Poasia, pemeriksaan laboratorium yang banyak dengan jumlah petugas laboratorium yang sedikit sehingga petugas menunda pemeriksaan BTA selain itu karena faktor kehabisan reagen pewarna dan juga banyaknya sampel yang menumpuk serta faktor kurangnya tenaga laboratorium. BTA disimpan di rak kulkas pada suhu 2˚C - 8˚C. Penundaan ini menyebabkan sputum BTA (Basil Tahan Asam) akan berubah menjadi encer dan kadang sulit dilakukan koil - koil kecil pada kaca sediaan.

Penelitian sehubungan dengan mikrobiologi tentang TB masih sangat kurang di kota Kendari, sehingga data yang diperlukan sebagai acuan pun belum banyak. Berdasarkan hal tersebut, yang

(4)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 melatar belakangi ketertarikan untuk meneliti

dengan judul “Pengaruh Peyimpanan Sputum BTA Terhadap Pemeriksaan Mikroskopis Di Puskesmas Poasia Kota Kendari”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain Quasy esperiment. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah dahak penderita TB yang diambil langsung dari pasien yang telah

didiagnosa TB (Tuberculosis) di Puskesmas Poasia Kota Kendari dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria 4. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif.

HASIL PENELITIAN

Pembacaan preparat BTA secara mikroskopis yang dilakukan untuk melihat hasil dari pengaruh penyimpanan sputum BTA berdasarkan waktu penyimpannya yaitu, 1x12

jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam pada rak kulkas dengan suhu 4˚C. Adapun hasil penelitian yang didapatkan sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Pembacaan Mikroskopis Jumlah sputum BTA.

No. Kode Sampel Kontrol Waktu Penundaan/Jam Total Rata- rata 12 24 36 48 1. A1 53 47 42 36 22 147 36.75 2. A2 500 470 350 302 208 1.402 350,5 3. A3 211 200 116 108 99 523 130,7 4. A4 59 56 27 20 17 120 30 Total 773 535 466 449 2.223 555,75 Rata-rata 93,2 33,7 116,5 112,2 555,6 1,389 (Sumber : Data Primer 2020)

Table 6. Kualitas sampel awal sputum BTA.

No. Gambar Keterangan

1. Sampel sputum BTA dengan kualitas awal

bewarna kekuningan, dan bertekstur kental (mucoid).

(5)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020

2. sampel sputum BTA dengan kualitas awal

purulen dan bewarna kuning pucat.

3. sampel sputum BTA dengan kualitas awal

kental dan bercampur sedikit air liur.

4. sampel sputum BTA dengan kualitas awal

tekstur kental dan bening transparan namun lebih banyak air liur.

(Sumber : Data Primer 2020)

Tabel 7. Hasil pemeriksaan mikroskopis pengaruh penyimpanan sputum BTA dengan variasi waktu penundaan

Gambar Hasil Pengamatan

Sampel penelitian yang dinyatakan positif 1 (+), karena ditemukan keberadaan BTA 10 – 99 dalam 100 lapang pandang

Sampel penelitian yang dinyatakan positif 2 (++), karena ditemukan keberadaan BTA 1 – 10 setiap 1 lapang pandang dengan minimal pemeriksaan 50 lapang pandang

Sampel penelitian yang dinyatakan positif 3 (+++), karena ditemukan keberadaan lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang dengan minimal pemeriksaan 20 lapang pandang

(6)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 Tabel 8. Uji Deskriptif Pemeriksaan Sputum

BTA. Hasil Pemerik saan Frekuensi (n) Presentase (%) Positif Negative Total 16 8 24 66,6 33,3 100,0 (Sumber : Data Primer 2020)

Tabel 9. Uji Normalitas Data Dengan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Waktu Penundaan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Df sig. 12 Jam 4 197.368 . 955 24 Jam 4 149.324 . 871 36 Jam 4 129.454 . 920 48 Jam 4 8 9.273 . 941 (Sumber : Data Primer 2020)

Tabel 10. Uji Hipotesis Parametrik (Oneway Anova) Pemerksaan sputum BTA Df Rata-rata sig. Kontrol, penyimpanan 1x 12 jam, 1x 24 jam, 1x36 jam, 1x 48 jam 4 1 5 10356.575 25961.217 .399 . 806 Total 19

(Sumber : Data Primer 2020)

PEMBAHASAN

Pemeriksaan Mycobacterium Tuberculosis penting dilakukan untuk mendeteksi BTA (Bakteri Tahan Asam). Metode yang paling sering digunakan adalah salah satunya metode mikroskopis yang juga digunakan dalam penelitian ini. Pemeriksaan BTA dilakukan untuk memeriksa keberadaan

Mycobacterium Tuberculosis dalam tubuh.

Sampel yang digunakan adalah sputum, hal ini dikarenakan Mycobacterium Tuberculosis

paling sering menyerang paru – paru.

Dalam pemeriksaan BTA ada beberapa kriteria spesimen sputum yang selalu dijumpai di laboratorium diantaranya, Purulen yaitu

kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket. Kemudian Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan, kuning kehijauan. Selanjutnya mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental, dan terakhir Hemoptisis yaitu konisis sputum dalam keadaan bercampur darah.

Hasil penelian pada tabel.5 diatas, hasil pembacaan menunjukkan bahwa jumlah BTA pada tiap – tiap penundaan mengalami perubahan dari jumlah yang meningkat sampai jumlah yang sedikit dengan suhu yang digunakan 4˚C. Dari tabel tersebut untuk kontrol mengambil kontrol dari masing – masing sputum awal, pada sampel A1 terdapat positif 1 (+) 53 BTA,

(7)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 lalu pada sampel A2 positif 3 (+++) 500 BTA,

dan pada sampel A3 positif 2 (++) 211 BTA, kemudian pada sampel A4 positif 1 (+) 59 BTA yang digunakan untuk kontrol pada variasi penyimpanan sampel BTA.

Hasil pemeriksaan tersebut, sesuai dengan kriteria objektif dimana dikatakan positif 1 (+) apabila ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang. Untuk poistif 2 (++), apabila ditemukan 1 – 10 BTA setiap satu lapang pandang dengan minimal periksa 50 lapang pandang. Selanjutnya dikatakan positif 3 (+++), apabila ditemukan lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang dengan minimal periksa 20 lapang pandang).

Pada sampel 1 dengan kontrol 53 penyimpanan awal 12 jam hasil menunjukkan positif 1 (+) dengan jumlah 47, selanjutnya pada penyimpanan 24 jam juga menunjukkan positif 1 dengan jumlah 42, kemudian penyimpanan 36 jam positif 1 menurun lagi dengan jumlah 36, dan penyimpanan terakhir 48 jam positif 1 dengan jumlah 22. Dari total jumlah 147 dengan rata – rata 36,75 termasuk dalam positif 1. Hal ini karena sampel sputum BTA dengan kualitas awal bewarna kekuningan, dan bertekstur kental (mucoid) namun pengaruh penyimpanan pada saat dikeluarkan menjadikan kualitas sputum berkurang.

Pada sampel 2 dengan kontrol 500 waktu penyimpanan pertama 12 jam didapatkan hasil positif 3 (+++) dengan jumlah BTA 470 selanjutnya pada penyimpanan 24 jam dengan jumlah 350 BTA, dan pada penyimpanan 36 jam

didapatkan jumlah BTA 302, dan penyimpanan terakhir 48 jam dengan jumlah BTA 208. Dari total jumlah 1.402 dengan rata – rata 350,5 termasuk dalam positif 3. Dimana sampel sputum BTA dengan kualitas awal purulen dan bewarna kuning pucat namun dengan variasi waktu penyimpanan jumlah BTA yang terdapat semakin meningkat.

Pada sampel 3 dengan kontrol 211 waktu penyimpanan pertama 12 jam didapatkan hasil positif 2 (++) dengan jumlah BTA 200 selanjutnya pada penyimpanan 24 jam dengan jumlah 116 BTA, dan pada penyimpanan 36 jam didapatkan jumlah 108 BTA, dan penyimpanan terakhir 48 jam dengan jumlah BTA 99. Dari total jumlah 523 dengan rata – rata 130,75 termasuk dalam positif 2. Sampel sputum BTA dengan kualitas awal kental dan bercampur sedikit air liur, sehingga kualitas sampel menurun dengan adanya pengaruh waktu penundaan.

Pada sampel 4 dengan kontrol 59 waktu penyimpanan pertama 12 jam didapatkan hasil positif 1 (+) dengan jumlah BTA 56 selanjutnya pada penyimpanan 24 jam dengan jumlah 27 BTA, dan pada penyimpanan 36 jam didapatkan jumlah BTA 20, dan penyimpanan terakhir 48 jam dengan jumlah 17 BTA. Dari total jumlah 120 dengan rata – rata 30 termasuk dalam positif 1. Sampel sputum BTA dengan kualitas awal tekstur kental namun lebih

(8)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 banyak air liur, sehingga terdapat pengaruh

penyimpanan dengan adanya jumlah BTA yang menurun.

Perbedaan hasil positif 1 (+) dan positif (++) diatas disebabkan karena dari sampel spesimen yang digunakan berbeda dan juga pada hasil positif 3 (+++) pada sampel A2 berbeda jauh dengan A4 (+) karena pada sampel A2 dalam 1 lapang pandang jumlahnya sangat banyak melebihi 10 lebih tepatnya 23 dalam 1 lapang pandang. Hubungan positif 1 (+), positif 2 (++), positif 3 (+++) adalah karena jumlah BTA yang berbeda sehingga dengan adanya perbedaan tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan BTA.

Total jumlah BTA keseluruhan pada penyimpanan 12 jam adalah 773, dengan rata-rata 193,2. Kemudian pada penyimpanan 24 jam total BTA 535 dengan rata-rata 133,7. Selanjutnya total BTA dengan penyimpanan 36 jam adalah 466, dengan rata-ratanya 116,5. Terakhir dengan penyimpanan 48 jam, total BTA keseluruhan berjumlah 449 dan rata-ratanya 112,2. Lalu untuk jumlah total dari keseluruhan waktu penyimpanan adalah 2.223 dengan jumlah keseluruhan rata-ratanya adalah 555,75, dan untuk total rata-rata dari waktu variasi waktu serta jumlah total tiap-tiap sampelnya adalah 555,6 dengan jumlah rata-rata keseluruhan dari tiap variasi waktu adalah 1,389.

Pada Tabel.6 kualitas sampel awal sangat mempengaruhi kelanjutan dari pembuatan preparat sputum BTA. Hal ini

karena saat penyimpanan tersebut, pada sampel yang baik/memenuhi syarat seperti pada sampel 1 : Sampel sputum BTA dengan kualitas awal bewarna kekuningan, dan bertekstur kental (mucoid), tidak akan berpengaruh dan sebaliknya pada sampel yang kurang baik justru akan sangat berpeganruh seperti pada sampel 4 : Sampel sputum BTA dengan kualitas awal tekstur kental dan bening transparan namun lebih banyak air liur, Kemenkes RI (2012) sputum yang baik adalah diletakkan pada pot transparan : volumenya 3,5 – 5 ml, kekentalan : mukoid dan warnanya hijau kekuningan (purulen). Sampel yang kurang baik seperti kebanyakan air liur akan semakin berair/encer dan dahak yang ada akan susah menempel pada kaca objek.

Encernya sputum bisa terjadi karena suhu ruang yang cenderung hangat dalam waktu lama dapat membuat konsistensi

sputum menurun. Konsistensi sebuah

koloid dapat menurun akibat suhu yang hangat/panas. Menurut Budiharjo dan Adi (2016), penyebab encernya sputum dapat disebabkan karena suhu hangat dapat menyebabkan pecahnya granula-granula pada senyawa sputum sehingga cairan akan keluar dari granula dengan demikian sputum tampak lebih encer.

Pada Tabel.7 menunjukan bahwa pada keseluruhan preparat sampel BTA

(9)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 dari No.1 – 4 berdasarkan tiap variasinya

tersebut terdapat pengaruh. Dari sputum BTA yang positif terlihat banyak menjadi sedikit dan juga sebaliknya. Namun hal ini juga berdasar pada kualitas sampel itu sendiri.

Sampel awal secara makroskopis, sampel bewarna kuning kehijauan ada juga yang kuning pucat, dengan konsitensi kental dan juga ada yang bercampur air liur. Sedangkan hasil pewarnaan secara mikroskopis pada sampel sputum BTA menunjukan bakteri basil berwarna merah seperti berantai.

Pada Tabel.8 di atas dapat dilihat hasil uji deskriptif penelitian yang didapatkan bahwa dari 24 preparat sampel sputum BTA, jumlah preparat yang positif terinfeksi bakteri

Mycobacterium Tuberculosis pada sampel

sputum seabanyak 16 preparat sampel (66,6%),

dan yang negatif sebanyak 8 preparat sampel (33,3%). Namun pada penelitian ini hanya menggunakan 4 sampel positif yang memenuhi kriteria, sedangkan 20 sampel lainnya tidak digunakan karena tidak memenuhi syarat/kriteria, sampel sputum banyak mengandung air liur dan sampel terlambat ditangani, dimana sampel memenuhi syarat menurut Sumiati dan Budihardjo (2019) Sputum yang baik mengandung beberapa partikel atau sedikit kental dan berlendir, kadang kadang bernanah dan berwarna hijau kekuningan.

Sputum dapat dibedakan dengan ludah

antaralain : ludah biasa akan membentuk gelembung - gelembung jernih dibagian atas

permukaan cairan, sedang pada sputum hal ini jarang terjadi. Secara mikroskopis ludah akan menunjukan gambaran sel-sel gepeng sedang pada sputum hal ini tidak ditemukan.

Sputum paling baik untuk pemeriksaan

adalah sputum pagi hari, karena sputum pagi paling banyak mengandung kuman. Sputum pagi dikumpulkan sebelum menggosok gigi, tetapi sudah berkumur dengan air untuk membersihkan sisa makanan dalam mulut yang tertinggal.

Hubungan antara kontrol dan sampel adalah sebagai patokan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan agar dapat disesuikan hasilnya dengan waktu penundaan yang dilakukan dari tiap - tiap variasi waktunya dari keseluruhan jumlah BTA. Hasil pemeriksaan yang didapatkan jumlah BTA menurun karena adanya variasi waktu 1x12 jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam dengan suhu yang digunakan 4˚C, sehingga pada sampel mengalami penurunan kualitas sampel karena pada saat dikeluarkan dari kulkas agak lama dan tidak langsung dikembalikan sehingga menjadi hangat, sampel akan berair atau menjadi encer pengaruh dari penyimpanan tersebut.

Pengaruh hasil pemeriksaan tersebut juga dapat terjadi karena pasien pengguna obat - obatan sehingga jumlah BTA menurun, kemudian bagi perokok (Ziqra dkk, 2016) jumlah BTA bertambah karena secara biologis hubungan merokok dengan peningkatan risiko TB adalah melalui

(10)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 penurunan respons kekebalan tubuh, gangguan

mekanik fungsi silia, cacat pada respons imun makrofag sehingga meningkatkan kerentanan terhadap TB paru serta dapat menurunkan aktivitas lisosim A. Merokok juga akan memperburuk TB dengan merusak mekanisme pertahanan paru, silia yang telah rusak tidak mudah membuang infeksi yang sudah masuk di paru. Hilangnya pertahanan mukosa dapat mengakibatkan kolonisasi bakteri, rokok juga mengganggu mekanisme pertahanan alamiah yang dimediasi oleh makrofag, sel epitel, sel dendritik (DCs) dan sel natural killer (NK) sehingga meningkatkan risiko, keparahan dan durasi infeksi.

Faktor perbedaan usia dan juga jenis kelamin menyebabkan pengaruh terhadap jumlah BTA, hal ini karena pada usia yang produktif seseorang akan berinteraksi dilingkungan masyarakat untuk mencari nafkah dan menuntut ilmu, sehingga memungkinkan terjadi penularan.

Pada Tabel.9 merupakan hasil uji normalitas data penelitian. Hasil uji normalitas diatas menunjukkan bahwa sig. (2-talied) variabel bebas dan terikat > 0,05 berarti terdistribusi normal maka, pengujian hipotasis digunakan uji statistik parametrik yaitu uji One Way Anova.

Pada Tabel.10 merupakan uji hipotesis penelitian dengan menggunakan One Way Anova. Hasil uji hipotesis indikator penilaian kejelasan menunjukkan nilai sig. 806 yang berarti > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0

ditolak, Ha diterima yaitu tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variasi waktu terhadap variasi waktu penyimpanan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa terdapat pengaruh penyimpanan

sputum BTA dengan variasi penundaan

1x12 jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam terhadap pemeriksaan mikroskopis dengan suhu 2˚C - 8˚C, serta dari variasi penyimpanan tersebut tiap-tiap jam dari waktu penundaan berpengaruh dari jumlah BTA yang banyak menjadi sedikit, namun jumlah BTA masih dalam kategori yang ditentukan. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Kalma dan Adrika, 2018) yang menunjukkan bahwa dari 30 spesimen dahak penderita TB paru, setelah diperiksa dan datanya dianalisis, ternyata tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah BTA antara spesimen yang langsung diperiksa dengan spesimen yang ditunda pemeriksaannya selama 24 jam.

Pada hasil penelitian tersebut, sekalipun penundaan yang dilakukan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan namun sebaiknya sputum BTA tidak ditunda dan langsung dilakukian pemeriksaan agar hasil yang dikeluarkan lebih baik, kecuali pada saat keadaan tertentu dapat dilakukan penundaan hingga 48 jam dengan suhu 2˚C - 8˚C.

(11)

Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No 2, Desember 2020 Adapun kesimpulan dalam penelitian ini

yaitu bahwa pengaruh penyimpanan sputum BTA dengan variasi penundaan 1x12 jam, 1x24 jam, 1x36 jam, dan 1x48 jam terhadap kuantitas jumlah BTA pada kualitas sampel, tidak begitu berpengaruh pada sampel dengan kualitas sampel yang baik.

SARAN

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat bagian pengaruh kualitas sampel terhadap jumlah BTA.

DAFTAR PUSTAKA

Dede Sumiati, dan Teguh Budihardjo. 2019.

Hasil Temuan Suspect BTA Sebelum dan Sesudah Program Ketuk Pintu oleh Kader Berdasarkan Kualitas Sampel Dahak. Jaringan Laboratorium Medis 1

(1) : 34 – 37.

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara (DINKES PROV.SULTRA), 2016. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara.

Fujiki, A. 2015. Mikroskopis TB Untuk Program

Tubekulosis Nasional. The Research

Institute Of Tuberculosis : Jepang.

Girsang, M. 2011. Kesalahan-Kesalahan Dalam

Pemeriksaan Sputum BTA Pada Program Penanggulangan TB Terhadap Beberapa Pemeriksaan Dan Identifikasi Penyakit

TBC. Media Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan.

Kalma, dan Adrika. 2018. Penelitian Perbandingan Hasil Pemeriksaan Basil

Tahan Asam Antara Spesimen Dahak Langsung Diperiksa Dengan Ditunda 24 Jam. Jurnal Media

Analis Kesehatan 9 (2) : 131.

Kementrian Kesehatan. 2012. TBC Masalah

Kesehatan Dunia. Jakarta.

KemenkesRI.http://www.depkes.go.id /article/view/1444/tbcmasalahkesehata n-dunia.html [sitasi tanggal 17 Juni 2020].

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberculosis.

Jakarta.

Nurul Ziqra, Elizabeth Bahar, Edison. 2016.

Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sputum Basil Tahan Asam Antara PasienTuberkulosis Yang Perokok Dan Bukan Perokok Di Balai Pengobatan Penyakit Paru Lubuk Alung. Jurnal Kesehatan Andalas 5

(3) : 511 – 514.

Somantri, I. 2008. Keperawatan medikal

bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta.

Teguh Budiharjo, dan Kundjoro Adi Purjanto. 2016. Pengaruh

Penanganan Sputum Terhadap

Kualitas Sputum Penderita TBC Secara Mikroskopis Bakteri Tahan Asam. Jurnal Riset Kesehatan. 5 (1) :

Gambar

Tabel  5.  Hasil  Pembacaan  Mikroskopis Jumlah sputum BTA.
Tabel  7.    Hasil  pemeriksaan  mikroskopis  pengaruh  penyimpanan  sputum  BTA  dengan  variasi waktu penundaan
Tabel  10.  Uji  Hipotesis  Parametrik  (Oneway Anova)  Pemerksaan  sputum BTA  Df   Rata-rata     sig

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini peralatan yang ada pada gudang mekanik ditata rapi yaitu ditempatkan didalam rak peralatan mekanik yang dibuat dari papan dan ditempelin nama-nama barang

Akan tetapi, dari hasil observasi guru dan siswa pada siklus I menyimpulkan bahwa masih perlu diperbaiki dalam pengelolaan pembelajaran dan untuk dilanjutkan

Pengguna e-marketplace ini nantinya bisa dijadikan sebagai media mempromosikan produk-produk usaha serta dapat meningkatkan pemasaran dan penjualan produk-produk UKM

Guru Bahasa Melayu, Bahasa Inggeris, dan lain- lain mempamerkan keprihatinan yang tinggi pada peringkat Tidak Berkaitan (Tahap 0) dan intensiti kedua tinggi pada Tahap

Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar

Oleh karena itu, munculah sebuah ide untuk membuat inovasi baru dari buah alpukat untuk dijadikan isian maupun topping roti donat, dengan nama produk DOMIKADO (Donat Miks

Faktor rekomendasi tersebut diharapkan akan menghasilkan marka grafis yang menampilkan citra dan karakteristik pariwisata kota Bogor yang mempunyai kelebihan sebagai kota tujuan

Kerja sama yang baik dengan Muspika Kecamatan Wae Ri’i, koordinasi yang baik dengan Dinas/Instansi pada tingkat Kecamatan Wae Ri’i serta dukungan dari seluruh