• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK (Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 C SELAMA TUJUH HARI DHENOK MARIA ULVA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK (Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 C SELAMA TUJUH HARI DHENOK MARIA ULVA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK

(Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 °C

SELAMA TUJUH HARI

DHENOK MARIA ULVA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologis Ovarium Kucing Domestik (Felis catus) yang Disimpan pada Suhu 4 °C Selama Tujuh Hari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2017 Dhenok Maria Ulva NIM B04110156

(4)

ABSTRAK

DHENOK MARIA ULVA. Gambaran Histologis Ovarium Kucing Domestik (Felis catus) yang Disimpan pada Suhu 4 °C Selama Tujuh Hari. Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE dan NI WAYAN KURNIANI KARJA.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penyimpanan ovarium selama tujuh hari pada suhu 4 °C terhadap gambaran histologis sel-sel folikel kucing domestik. Penelitian ini menggunakan 14 sampel ovarium kucing domestik dengan 7 kelompok perlakuan berbeda. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat histologi dan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin eosin untuk mempelajari morfologi sel folikel ovarium. Gambaran kelompok perlakuan hari pertama dan hari kedua menunjukkan kondisi yang paling baik: sel-sel granulosa pada folikel preantral dalam keadaan intak, tidak ditemukan oosit yang nukleusnya mengalami piknosis, sitoplasma homogen eosinofilik, sel-sel interstisial melekat pada stroma ovarium, folikel primordial tampak memiliki warna dan ukuran yang seragam. Hari ketiga dan keempat penyimpanan memperlihatkan sel-sel granulosa yang tidak melekat dengan baik pada membran basal dan berbentuk tidak beraturan. Hal serupa juga terjadi pada hari kelima, keenam, dan ketujuh dengan semakin menurunnya densitas warna sel-sel folikel preantral beserta inti selnya. Penyimpanan ovarium kucing pada suhu 4 °C sebaiknya tidak lebih dari dua hari (48 jam) setelah ovariektomi, sehingga penghambatan metabolisme sel dan kondisi normal oosit yang diharapkan sebelum dilakukan fertilisasi maupun maturasi in vitro dapat dipertahankan.

(5)

iii

ABSTRACT

DHENOK MARIA ULVA. The Histology of Domestic Cat (Felis catus) Ovary during seven days preservation at 4 °C. Supervised by I KETUT MUDITE ADNYANE and NI WAYAN KURNIANI KARJA.

The aim of this research was to find out the effect of ovary preservation stored for seven days at 4 °C to domestic cat ovarian follicle cells. This study used 14 samples of domestic cat ovaries with 7 groups of treatment. Microscopic observation was done with histology preparation to study ovarian folllicle cells morphology. Group 1 (stored for a day) and group 2 (stored for two days) showed the best result: granulose cells on preantral follicles were intact, picnotic oocyte was not found, eosinophylic and homogenous cytoplasma, interstitial cells attached to ovarian stroma, primordial follicles has color and size of one kind. Group 3 and group 4 showed the barely attached to basement membrane and unorganized granulose cells. The similar result shown in group 5, group 6, and group 7 with the decrease of color density. We suggest that to store feline ovaries at 4 °C it should be less than two days (48 hours), so that the good condition of oocyte can be held out before in vitro fertilization either maturation.

(6)
(7)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK

(Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 °C

SELAMA TUJUH HARI

DHENOK MARIA ULVA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Histologis Ovarium Kucing Domestik (Felis catus) yang Disimpan pada Suhu 4 °C selama Tujuh Hari” berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat meraih gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD dan Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD selaku pembimbing, teman diskusi, sekaligus tempat berkeluh kesah kesah selama kuliah, penelitian, hingga skripsi ini dibuat. Terimakasih pula kepada dosen pembimbing akademik penulis, Drh Yudi, MSi, selaku orangtua kedua penulis di kampus. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada ibu Hariyati, ayah Subari, saudara kandung satu-satunya, Eko Fiat Prihandi, yang selalu menguatkan dan memberi dukungan moral maupun materi. Selain itu terimakasih kepada dr. Suryanto Sp. PD, selaku dokter penyakit dalam penulis, atas jasanya memberikan perawatan medis yang penulis dapatkan selama mengerjakan tugas akhir. Tak lupa tentunya penghargaan penulis sampaikan kepada dosen di laboratorium Histologi beserta staf, khususnya Pak Iwan dan Pak Maman atas bantuannya selama pengumpulan data. Di samping itu, terimakasih kepada sahabat-sahabat tersayang, Uyung, Bernadette, Mary, Moon Taeil, Rifky Rizkiantino, Miftahul Ilmi, Cindi Nabila Fitriani, Nurul Fauzi, Reni Mulyani, teman-teman di Laboratorium Histologi serta seluruh keluarga Ganglion 48 FKH IPB, OMDA Lare Blambangan Banyuwangi, Wisma Murni, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan energi positif serta semangat kepada penulis.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2017

(11)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE 6

Alat dan Bahan 6

Metode 7

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

(12)

DAFTAR TABEL

Hasil pengamatan histologis folikel kucing domestik (Felis catus) dari ovarium yang disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari. 12

DAFTAR GAMBAR

1. Kucing domestik (Felis catus) (Alvesgaspar 2012) 3 2. Saluran reproduksi kucing betina normal (Vetbook.org 2009) 4 3. Folikel primordial dan folikel primer dari ovarium kucing betina

(Kwan 2009) 5

4. Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari pertama (H1A, H1B), kedua (H2A, H2B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, A.antrum, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, GC.granulosa cells, CL.corpus luteum, ST.stroma, HY.hylus,

Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm. 8

5. Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari ketiga (H3A, H3B), dan keempat (H4A, H4B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, A.antrum, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, GC.granulosa cells, CL.corpus luteum, ST.stroma, HY.hylus,

Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm. 9

6. Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari kelima (H5A, H5B), keenam (H6A, H6B), dan ketujuh (H7A, H7B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, A.antrum, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, GC.granulosa cells, CL.corpus luteum, ST.stroma, HY.hylus, Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm. 10 7. Fotomikrograf oosit kucing domestik yang disimpan dalam suhu

4°C pada hari kedua hingga ketujuh (H2A – H7A), dan ketujuh (H7A, H7B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, A.antrum, AF.antrum folikuli, AtF.atresia Follicle, BL.basal layer, GC.granulosa cells, CL.corpus luteum, S.stroma, SE.surface epithelium, HY.hylus, Pewarnaan HE, Bar

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi reproduksi banyak dimanfaatkan untuk usaha peningkatan populasi hewan liar yang semakin langka keberadaannya. Inseminasi buatan, fertilisasi in vitro (FIV), transfer embrio, serta fertilisasi mikro atau intracyoplasmic sperm injection (ICSI) adalah beberapa contoh teknologi yang sudah pernah diterapkan (Nicholas 1996). Teknologi tersebut memberikan harapan terhadap kelangsungan hidup suatu spesies hewan liar bahkan yang baru mati.

Salah satu populasi hewan liar yang semakin berkurang jumlahnya adalah famili Felidae (kucing). Menurut IUCN (2016) dari 38 jenis kucing, terdapat enam jenis kucing liar yang terancam punah, yaitu borneo bay cat (Catopuma badia), andean cat (Leopardus jacobita), Iberian lynx (Lynx pardinus), tiger (Panthera tigris), snow leopard (Panthera uncia), flat-headed cat (Prionailurus planiceps), dan hanya kucing domestik yang belum terancam punah. Kondisi tersebut terjadi akibat maraknya perburuan liar serta habitat asli yang semakin sempit. Selain itu, gangguan alam diduga sebagai penyebab terganggunya reproduksi hewan tersebut (Eriani et al. 2013).

Penyelamatan material genetik dari hewan langka yang mati sering terkendala jarak dan waktu. Misalnya, lokasi laboratorium yang jauh dari tempat ditemukannya hewan menyebabkan sering terjadinya kerusakan yang tidak diinginkan pada spermatozoa (jantan) dan oosit (betina), sehingga perlu dilakukan preservasi terlebih dahulu agar kerusakan dapat diminimalkan. Penyimpanan organ testis atau epididimis (jantan) dan ovarium (betina) dalam larutan fisiologis seperti NaCl fisiologis atau phosphate buffer saline (PBS) yang dipertahankan pada suhu 4 – 5 °C adalah teknik preservasi yang paling umum dan mudah dilakukan. Teknik preservasi jangka pendek pada folikel preantral ovarium telah dikembangkan pada babi (Lucci et al. 2007), sapi (Lucci et al. 2004), dan kambing (Silva et al. 2000) menggunakan suhu 4 °C, 20 °C, dan 39 °C dalam media NaCl fisiologis. Meskipun dari hewan yang berbeda, hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut sama. Umumnya suhu untuk penyimpanan folikel preantral yang paling baik sehingga kondisinya masih bisa digunakan untuk fertilisasi in vitro adalah 4 °C dengan lama simpan 18 – 24 jam.

Data mengenai gambaran kondisi ovarium kucing betina selama tujuh hari preservasi belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh preservasi organ ovarium kucing domestik, yang dalam hal ini sebagai hewan model untuk kucing liar, dengan perlakuan penyimpanan pada suhu 4 °C selama tujuh hari, yang diamati secara histologis. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai salah satu acuan studi lanjutan tentang proses perubahan yang terjadi selama ovarium dipreservasi.

Perumusan Masalah

Data histologis organ reproduksi pada hewan model kucing liar, yaitu kucing domestik (Felis catus) masih belum dipelajari secara mendalam. Perlu informasi

(14)

2

mengenai gambaran perubahan yang dialami sel-sel folikel ovarium yang disimpan pada suhu 4 °C selama tujuh hari.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan ovarium selama tujuh hari pada suhu 4 °C terhadap gambaran histologis sel-sel folikel kucing domestik betina.

Manfaat Penelitian

Menyediakan informasi di bidang histologi organ reproduksi hewan, yaitu gambaran folikel dari ovarium yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu 4 °C selama tujuh hari. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan penunjang penelitian selanjutnya pada hewan yang masih berkerabat dekat dengan kucing domestik, seperti kucing-kucing liar yang terancam punah.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing Domestik (Felis catus)

Kucing domestik (Gambar 1) atau yang biasa dikenal sebagai kucing lokal, merupakan salah satu karnivora sejati yang berada dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain seperti cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau (Lariviere 2013). Keberadaannya sering kita jumpai di lingkungan sekitar secara bebas maupun terpelihara dengan baik sebagai hewan kesayangan.

Adapun klasifikasi kucing domestik menurut Grzimek (1975) dan Alexander (1986) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Sub ordo : Fissipidae Famili : Felidae

Sub famili : Machairodonynae Genus : Felis

(15)

3

Kucing domestik dewasa rata-rata memiliki panjang tubuh 76 cm, berat tubuh pada betina 2 – 3 kg, pada jantan 3 – 4 kg, dan lama hidup sekitar 13 – 17 tahun. Kucing betina menjadi dewasa kelamin antara umur 7 – 12 bulan. Sedangkan dewasa kelamin pada kucing jantan dimulai antara umur 9 – 12 bulan. Meskipun demikian, kucing peranakan murni dari kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi aktif secara seksual lebih cepat (Hemmer 1979).

Menurut Pope (2000), kucing domestik bisa digunakan tidak hanya sebagai hewan model untuk perkembangan teknik in vitro, namun juga secara lebih penting sebagai induk recipient untuk embrio dari kucing liar jenis kecil. Terkait dengan hal tersebut kita perlu mempelajari alat reproduksi kucing domestik betina secara lebih mendalam.

Folikel Ovarium Kucing

Saluran reproduksi kucing betina (Gambar 2) terbagi menjadi dua bagian, yaitu alat kelamin dalam dan alat kelamin luar. Alat kelamin dalam terdiri dari ovarium, oviduct, kornua uteri, korpus uteri, serviks, dan vagina, sedangkan alat kelamin luar terdiri dari kelenjar vestibulae, vestibulum vagina, klitoris, dan vulva. Organ reproduksi kucing betina yang digunakan untuk teknik in vitro adalah ovarium. Hal ini berkaitan dengan fungsi utamanya yaitu sebagai tempat memproduksi sel telur serta penghasil hormon estrogen dan progesteron (Peters & McNatty 1980).

Perkembangan sel-sel oogenik ovarium dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap proliferasi yang terjadi sebelum hewan dilahirkan sampai beberapa saat setelah lahir. Sel telur tahap ini berbentuk sel kecambah primordial yang terdiri dari oosit dan satu lapis sel-sel folikel berbentuk pipih. Sel kecambah yang berasal dari epitel usus embrio (endoderm) bergerak ke permukaan ovarium, kemudian berpindah ke bagian korteks, menyebar secara sempurna di seluruh bagian korteks Gambar 1 Kucing domestik (Felis catus) (Alvesgaspar 2012)

(16)

4

ovarium, dan kemudian menjadi oogonia. Oogonia mengalami mitosis dan berubah menjadi oosit primer. Bentuk sel telur ini tidak berubah hingga hewan betina mencapai dewasa kelamin.

Tahap selanjutnya adalah tahap pertumbuhan oosit yang terjadi secara periodik. Mula-mula oosit membesar hingga diameternya meningkat dua sampai tiga kali lipat dari ukuran sebelumnya. Kemudian sel tersebut tumbuh secara penuh dengan adanya pertambahan kuning telur pada sitoplasmanya. Selaput sel telur (zona pelusida) berkembang. Saat ini oosit dikelilingi oleh satu lapis sel-sel kubus sebaris disebut folikel primer (Gambar 3). Lalu diikuti pertumbuhan sel-sel granulosa tambahan yang membentuk banyak lapisan sel-sel folikel kubus atau silindris yang kemudian dikenal sebagai folikel sekunder. Zona pelusida, suatu selubung glikoprotein pembungkus oosit, juga mulai terbentuk pada tahap ini (Hardjopranoto 1995).

Tahap berikutnya ialah pemasakan. Sesudah tahap awal pertumbuhan oosit, massa sel granulosa mensekresi cairan folikuler yang mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi, sehingga menyebabkan timbulnya rongga di dalam folikel (antrum folikuli). Terbentuknya antrum folikuli ini membuat sel teka berproliferasi lebih cepat, kecepatan sekresinya pun meningkat, kemudian menjadi folikel tersier. Ketika folikel tersier membesar, ovum tetap tertanam di dalam massa sel granulosa yang terletak pada salah satu kutub folikel. Sel granulosa yang mengeilingi sel telur disebut kumulus ooforus. Selapis sel-sel kumulus ooforus yang melekat dan berhubungan langsung dengan zona pelusida disebut corona radiata. Corona radiata berfungsi dalam transport nutrisi, hormon, dan faktor pertumbuhan sel telur. Pada tahap ini folikel disebut folikel De Graaf yang siap untuk diovulasikan (Guyton 1994).

Penyimpanan Ovarium

Ovarium dari kucing yang sudah mati maupun dari hasil ovariektomi masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber oosit untuk fertilisasi in vitro. Ovarium memiliki struktur dasar dan unit fungsional yang menyediakan lingkungan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan maturasi oosit, yaitu folikel. Penyimpanan atau preservasi ovarium sangat penting dilakukan sesaat setelah ovarium didapatkan. Hal ini berkaitan dengan transportasi ovarium. Terutama pada kasus hewan ternak Gambar 2 Saluran reproduksi kucing betina (Vetbook 2009)

(17)

5 atau hewan liar yang terancam punah, ketika lokasi ovarium donor jauh dari laboratorium reproduksi.

Penelitian mengenai preservasi ovarium pernah dilaporkan pada anjing (Lopes 2009) menggunakan suhu 4 °C, 20 °C, dan 38 °C selama 6 jam, 12 jam, dan 24 jam dalam media penyimpanan NaCl fisiologis dan MEM. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa morfologi normal dan viabilitas folikel yang paling baik ditunjukkan pada suhu 4 °C dan 20 °C selama 6 jam dalam media penyimpanan NaCl fisiologis serta 12 jam dalam media penyimpanan MEM. Selain anjing, penelitian ini juga pernah dilakukan pada hewan ternak, yaitu babi (Lucci et al. 2007) menggunakan suhu 4 °C, 20 °C, dan 39 °C dalam media NaCl fisiologis, kambing (Silva et al. 2000) dengan media penyimpanan air kelapa dengan lama simpan yang paling baik 24 jam serta dalam media Braun-Collins selama 12 jam. Pada sapi (Lucci et al. 2004) dilaporkan bahwa presentase morfologi normal dan viabilitas folikel dapat secara baik dipertahankan pada suhu 4 °C hingga 18 jam penyimpanan dalam media NaCl fisiologis maupun air kelapa.

Dari penelitian-penelitian terdahulu dijelaskan bahwa penggunan media penyimpanan seperti NaCl fisiologis maupun air kelapa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persentase folikel normal. Faktor terpenting untuk preservasi folikel preantral adalah suhu. Sedikitnya pengaruh dari media yang digunakan juga pernah dilaporkan pada folikel preantral kambing yang disimpan dengan suhu rendah dalam berbagai media. Larutan (media) yang kaya nutrien dalam kasus ini tidak dapat meningkatkan viabilitas folikel. Meskipun tersedia nutrien yang cukup, kondisi lingkungan folikel sedang berada pada suhu di bawah normal dan anaerobik, sehingga tidak ideal untuk metabolisme seluler (Lucci 2004).

Selain penyimpanan ovarium jangka pendek, terdapat pula penyimpanan jangka panjang, yaitu kriopreservasi. Teknik penyimpanan ini digunakan untuk menjaga fungsi ovarium, menyelidiki fenomena folikulogenesis awal, serta mempertahankan spesies yang terancam punah (Onions et al. 2008).

Gambar 3 Folikel primordial dan folikel primer dari ovarium kucing betina (Kwan 2009)

(18)

6

Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Pewarnaan yang digunakan pada penilitian ini adalah hematoksilin eosin (HE). Hematoksilin adalah ekstrak dari kayu teras (logwood, lapisan kayu bagian dalam dan berusia lebih tua) pohon Haematoxylon caphecianum. Hematoksilin diekstrak dari kayu teras menggunakan air panas dan dipresipitasi keluar dari larutan menggunakan urea. Hematoksilin sendiri bukanlah pewarna. Produk oksidasi utamanya adalah hematein, pewarna alami yang bertanggung jawab pada corak warna (Gamble & Bancroft 2008). Berdasarkan mordant yang dipakai, hematoksilin diklasifikasikan menjadi: alum hematoxyline, iron hematoxyline, tungstens hematoxyline, molybdenum hematoxyline, lead hematoxyline, dan hematoksilin tanpa mordant.

Eosin adalah pewarna yang paling sesuai untuk dikombinasikan dengan hematoksilin. Eosin mampu membedakan antara sitoplasma dari berbagai tipe sel dan berbagai tipe serat jaringan ikat serta matriks dengan cara memberikan corak warna merah dan merah jambu. Intensitas pewarnaan eosin dan derajat diferensiasi yang dibutuhkan sangat tergantung pada selera individu.

Selain mudah diaplikasikan, pewarnaan HE dipilih karena folikel ovarium yang memiliki banyak inti sel dan sitoplasma dapat diamati dan dibedakan dengan baik. Hematoksilin akan memberikan warna biru kehitaman pada nukleus sel, sedangkan eosin memberi warna pada sitoplasma sel dan sebagian besar jaringan ikat dalam berbagai tingkatan dan intensitas warna merah jambu, jingga, dan merah (Gamble & Bancroft 2008).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai Januari 2017 di Laboratorium Histologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan tujuh pasang organ ovarium kucing domestik hasil ovariektomi pada Laboratorium Bedah, Divisi Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH IPB. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan pengawet Paraformaldehid 4%, alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%, silol, parafin, akuades, air keran, dan pewarna Hematoksilin-Eosin (HE). Alat-alat yang digunakan antara lain lemari pendingin, botol, tissue casette, gelas embedding, inkubator embedding, cetakan parafin, blok kayu kecil, mikrotom, pisau mikrotom, gelas objek, kaca penutup, kertas label, kotak preparat, perekat Entellan®,

(19)

7 Metode

1. Persiapan dan pengawetan organ

Sebanyak tujuh pasang (14 buah) organ ovarium kucing hasil ovariektomi disimpan larutan NaCl fisiologis dan disimpan pada lemari pendingin suhu 4 °C dengan waktu yang berbeda. Kelompok perlakuan pertama (H1A dan H1B) disimpan selama satu hari. Kelompok perlakuan kedua (H2A dan H2B) disimpan selama dua hari, begitu seterusnya hingga kelompok perlakuan ketujuh (H7A dan H7B) yang disimpan selama tujuh hari.

Setiap organ yang selesai disimpan dari lemari pendingin, dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehid 4%. Setelah kurang lebih satu minggu, organ diambil dan dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol dengan konsentrasi 70% sebagai tahap stopping point sampai tiba proses selanjutnya.

2. Pembuatan preparat histologi

Persiapan preparat histologis dimulai dengan memotong sampel yang diambil dari tahap stopping point menjadi lebih tipis (± 5 mm) secara melintang. Kemudian potongan sampel tersebut dimasukkan ke dalam tissue casette. Sampel dimasukkan kembali ke dalam alkohol 70% sebagai stopping point hingga proses selanjutnya, yaitu dehidrasi jaringan.

Tahap dehidrasi jaringan dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam larutan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 80%, 90%, 95% masing-masing 24 jam lamanya. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam alkohol 100% sebanyak tiga kali masing-masing selama 30 menit. Setelah itu di-clearing dengan larutan silol menggunakan dua kali pengulangan masing-masing selama satu jam. Kemudian dilakukan infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan sebanyak tiga kali selama tiga puluh menit di tiap perlakuan. Lalu dilakukan embedding, yaitu penanaman sampel dalam parafin dan dibentuk dalam blok-blok parafin.

Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3 𝜇m – 5 𝜇m dengan menggunakan mikrotom. Preparat yang telah dipotong tersebut diinkubasi pada suhu 37 ℃ selama 24 jam agar preparat menempel sempurna pada gelas objek. Sebelum tahap pewarnaan, preparat perlu dideparafinisasi terlebih dahulu. Proses rehidrasi kemudian dilakukan untuk mengembalikan air ke dalam jaringan. Proses ini dimulai dengan menggunakan larutan silol, selanjutnya alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, 70%, lalu aquades dan air keran setelahnya.

Pewarnaan preparat dilakukan menggunakan Hematoksilin-Eosin (HE). Setelah itu proses dilanjutkan dengan dehidrasi preparat kembali, kemudian clearing dalam larutan silol. Setelah selesai, preparat diberi kaca penutup yang ditempel dengan perekat Entellan®.

3. Pengamatan preparat

Pengamatan gambaran sel-sel pada ovarium kucing yang disimpan pada suhu 4 °C selama tujuh hari ini dilakukan dengan menggunakan pengamatan histologis. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan melihat bentuk, keadaan, dan jumlah sel-sel di dalam sampel ovarium kucing hasil koleksi pada perbesaran 40 × 10 dengan metode sepuluh lapang pandang yang berbeda pada tujuh pasang bagian sampel.

(20)

8

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melakukan pengamatan histologis dan membandingkannya dengan literatur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan pengamatan histologis, folikel pada kelompok perlakuan pertama H1A dan H1B (Gambar 4) yang disimpan pada suhu 4 °C selama satu hari satu malam atau 24 jam menunjukkan kondisi sebagai berikut: secara umum oosit berbentuk bulat atau oval dengan lipid droplets pada ooplasma, dikelilingi sel-sel kumulus ooforus dan granulosa dengan warna eosinofilik seragam, tidak ditemukan

oosit yang nukleusnya mengalami piknosis maupun degenerasi, sel-sel granulosa pada folikel sekunder dalam keadaan intak, sitoplasma homogen eosinofilik, sel-sel interstisial melekat pada stroma ovarium, folikel primordial tampak memiliki warna dan ukuran yang seragam. Hal serupa tampak pada ovarium kelompok perlakuan Gambar 4 Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu

4 °C pada hari pertama (H1A, H1B) dan kedua (H2A, H2B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, GC.granulose cells, CL.corpus luteum, S.stroma. Pewarnaan HE. Bar Skala: 200 µm.

(21)

9 kedua H2A dan H2B, yaitu sel-sel granulosa teratur, sitoplasma berwarna eosinofilik seragam, inti sel tidak piknosis, membran basal melekat erat pada stroma ovarium dan mengelilingi folikel tanpa ruptur, oosit dari folikel tersier berbentuk bulat dengan lipid droplets tersebar pada sitoplasmanya (Gambar 7), serta tidak ada tanda-tanda degenerasi.

Gambaran yang terlihat pada kelompok perlakuan hari ketiga (H3A, H3B) dan keempat (H4A, H4B) penyimpanan yaitu sel-sel granulosa tidak intak dengan membran basal sehingga tampak tidak tertata atau tidak beraturan, sitoplasma sel berwarna lebih pucat dibandingkan dengan kelompok perlakuan pertama dan kedua (Gambar 5), oosit berbentuk oval, inti oosit dari folikel primordial mengalami piknosis dan terdegenerasi (atresia), sel-sel granulosa mengalami pembengkakan (Gambar 7). Penampakan tersebut terjadi pula pada hari kelima, keenam, dan ketujuh (H6A sampai H7B) dengan ditambah semakin menurunnya densitas warna sel-sel granulosa dan oosit, tidak teraturnya kelompok sel-sel granulosa, serta semakin meluasnya tanda-tanda degenerasi sel.

Gambar 5 Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari ketiga (H3A, H3B) dan keempat (H4A, H4B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, IC.interstitial cells, GC.granulose cells, CL.corpus luteum, S.stroma. Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm.

(22)

10

Gambar 6 Fotomikrograf ovarium kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari kelima (H5A, H5B), keenam (H6A, H6B), dan ketujuh (H7A, H7B). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, AF.antrum folikuli, BL.basal layer, IC.interstitial cells, GC.granulose cells, CL.corpus luteum, S.stroma. Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm.

(23)

11

Gambar 7 Fotomikrograf oosit kucing domestik yang disimpan dalam suhu 4 °C pada hari kedua hingga ketujuh (H2 – H7). Keterangan: PdF. primordial follicle, SF.secondary follicle, Oo.oosit, AF.antrum folikuli, GC.granulose cells, CO.cumulus oophorus, ZP.zona pelusida. Pewarnaan HE, Bar Skala: 200 µm.

(24)

12

Pembahasan

Folikel merupakan unit struktural dan fungsional dari ovarium mamalia yang menyediakan lingkungan mikro yang dibutuhkan oosit untuk bertumbuh dan berkembang. Lebih dari 90% oosit yang ada di dalam ovarium berada pada folikel preantral (Saumande 1991). Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengisolasi dan memelihara folikel preantral. Penelitian yang pernah dilaporkan yaitu pada mencit (Eppig & O’Brien 1996), sapi (Gutierrez et al. 2000, Lucci et al. 2004), babi (Mao et al. 2002), dan manusia (Roy et al. 1993). Dewasa ini perhatian lebih banyak diberikan pada penelitian mengenai preservasi folikel jangka pendek pada suhu rendah (Silva et al. 2000, Carvalho et al. 2001, Andrade et al. 2002, Tabel 1 Hasil pengamatan histologis folikel kucing domestik (Felis catus) dari

ovarium yang disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari.

Hari (H)

Sel granulosa Sel telur

Kecerahan warna keteraturan sel-sel Bentuk dan Kecerahan warna

ooplasma Bentuk inti

1 A 100% Bulat/ oval dan teratur 100% Bulat/ oval

B 100% Bulat/ oval dan teratur 100% Bulat/ oval

2 A 90% Bulat/ oval dan teratur 90% Bulat/ oval

B 90% Bulat/ oval dan teratur 90% Bulat/ oval

3 A 80% Oval dan teratur sebagian 80% piknosis Oval/

B 80% Oval dan teratur sebagian 80% piknosis Oval/

4 A 60% Oval dan teratur sebagian 60% piknosis Oval/

B 60% Oval dan teratur sebagian 60% piknosis Oval/

5 A 40% Tidak teratur 40% piknosis Oval/

B 40% Tidak teratur 40% piknosis Oval/

6 A 30% Tidak teratur 30% piknosis Oval/

B 30% Tidak teratur 30% piknosis Oval/

7 A 30% Tidak teratur 30% piknosis Oval/

(25)

13 Lucci et al. 2004) dan kriopreservasinya (Gosden et al. 1994, Newton et al. 1996, Candy et al. 1997, Paynter et al. 1999, Lucci et al. 2004).

Ketika ovarium donor berada jauh dari laboratorium reproduksi pada kasus-kasus peternakan atau hewan yang terancam punah, preservasi ovarium jangka pendek menjadi sangat penting berkaitan dengan transportasinya. Preservasi jangka pendek dilakukan dengan cara menyimpan ovarium dari hewan pendonor pada suhu rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah dilaporkan pada hewan kambing (Silva et al. 2000), domba (Andrade et al. 2002), dan sapi (Lucci et al. 2004), suhu yang sesuai untuk preservasi jangka pendek dengan lama waktu 18 hingga 24 jam yaitu pada 4 °C. Pada suhu ini metabolisme sel menurun dan proses degenerasi diperlambat (Lucci et al. 2007).

Keefektifan penyimpanan ovarium pada suhu rendah bergantung pada tahap perkembangan oosit (Lucci et al. 2004). Oosit dari folikel antral kucing dapat disimpan pada suhu 4 °C selama 24 jam tanpa kehilangan kemampuan untuk matang dan berkembang secara in vitro setelah fertilisasi (Wolfe & Wildt 1996). Sedangkan oosit dari folikel preantral lebih sensitif terhadap penyimpanan suhu rendah. Kira-kira 65% oosit dari folikel preantral kucing mengalami degenerasi ringan dan berat (Wolfe & Wildt 1996). Selain degenerasi, perubahan yang dapat terjadi pada sel-sel folikel yaitu apoptosis dan nekrosis.

Perubahan folikel, seperti degenerasi, dapat diamati secara histologis dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut: densitas sel lemah, inti sel oosit mengalami piknosis, sel-sel granulosa tidak terorganisasi atau tidak beraturan, dan ruptur membran sel (Silva et al. 2000). Degenerasi folikel perlu diketahui untuk mendeteksi kejadian awal atresia sebelum oosit dipanen. Menurut Wood et al. (1997) kucing memiliki tingkat kejadian yang tinggi terhadap atresia folikular. Atresia folikular dalam bidang reproduksi hewan, terutama hewan-hewan liar yang terancam punah, seperti famili kucing, sangatlah merugikan, sebab oosit normal yang memiliki viabilitas tinggi menjadi sangat sulit didapatkan untuk fertilisasi in vitro.

Perubahan kondisi normal folikel dari ovarium yang didapatkan melalui ovariektomi maupun hewan yang sudah mati dapat dicegah atau dihambat hingga ditemukan resipien oosit maupun donor sperma yang sesuai, yaitu dengan mempertahankan kondisi normal folikel melalui penyimpanan pada suhu rendah selama kurun waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penyimpanan ovarium pada suhu 4 °C selama 7 hari dengan tujuan mengetahui pengaruh penyimpanan tersebut terhadap perubahan sel-sel folikel kucing domestik, sehingga dapat dilihat pada hari ke berapa oosit mulai menunjukkan kelainan dan sampai hari ke berapa oosit masih bisa dimanfaatkan sebagai donor.

Hasil yang baik ditunjukkan oleh kelompok perlakuan H1 dan H2, yaitu folikel primordial tampak memiliki warna dan ukuran yang seragam, sitoplasma homogen eosinofilik, sel-sel granulosa masih dalam keadaan intak, tidak ditemukan oosit yang nukleusnya mengalami piknosis, sel-sel interstisial melekat pada stroma ovarium. Berdasarkan hasil tersebut, oosit H1 dan H2 tidak menampakkan perubahan atau kelainan. Hal ini dimungkinkan karena metabolisme sel dapat dihambat dengan baik melalui penyimpanan suhu 4 °C hingga 48 jam. Menurut Wongsrikeao et al. (2005), pada suhu yang lebih dingin dibandingkan dengan suhu tubuh metabolisme dan akivitas enzim menjadi kurang efisien, sehingga menurunkan akumulasi dari acid byproducts serta proses apoptosis. Meskipun

(26)

14

demikian, hasil ini sedikit berbeda dengan yang pernah dilaporkan oleh Jewgenow et al. (1997), oosit kucing yang disimpan pada suhu 4 °C selama 12 jam telah menampakkan peningkatan laju apoptosis sel-sel granulosa.

Berbeda dengan kelompok perlakuan H1 dan H2, penyimpanan hari ketiga dan keempat mulai menunjukkan pengaruhnya pada kelompok perlakuan H3 dan H4, antara lain; granulosa sel tidak intak dengan membran basal yang menyebabkan bentuk sel-sel granulosa tampak tidak tertata atau tidak beraturan. Melihat kondisi tersebut kemungkinan yang terjadi adalah berkurangnya nutrien yang tersedia untuk metabolisme sel. Sebab penyimpanan ovarium pada suhu 4 °C hanya dapat menghambat metabolisme sel, bukan menghentikannya, sehingga ketika sumber energi sel sudah tidak mencukupi, sel mulai mengalami perubahan seperti degenerasi. Begitu pula yang terjadi pada hari kelima, keenam, dan ketujuh, berdasarkan Tabel 1, meskipun masih ditemukan oosit yang berbentuk oval seperti pada kelompok perlakuan hari pertama atau kontrol, perubahan-perubahan seperti pada hari ketiga dan keempat juga terlihat, selain itu densitas warna sel-sel folikel preantral juga melemah (pucat). Seperti yang teramati pada kelompok perlakuan H7B (Gambar 6), sitoplasma sel berwarna tidak seragam, hal ini diduga karena sel mengalami vakuolisasi pada sitoplasma. Sel-sel granulosa yang telah kehabisan nutrien tidak dapat menyediakan sumber energi untuk metabolisme sel dan pertahanan hidup oosit, oleh karena itu tampak terjadi inisiasi apoptosis, degenerasi, atau bahkan nekrosis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gambaran folikel pada hari pertama dan kedua tampak tidak ada kelainan, penyimpanan ovarium kucing domestik pada suhu 4 °C hingga hari kedua masih baik untuk penghambatan metabolisme sel sehingga kondisi normal oosit sebelum dilakukan fertilisasi maupun maturasi in vitro dapat dipertahankan. Kerusakan mulai terjadi setelah jam ke 48. Penyimpanan jangka panjang pada suhu 4 °C dapat menurunkan kualitas ovarium dan kemampuan oosit untuk berkembang.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kemampuan oosit dari ovarium yang disimpan pada suhu 4 °C untuk berkembang secara in vitro.

(27)

15

DAFTAR PUSTAKA

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2016. The IUCN Red List of Threatened Species. (Version 2016-3) [Internet]. [diunduh 11 Januari 2017]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/search. Alexander MN. 1986. The encyclopedia of animal behaviour and biology. Grolie

International, Inc.

Alvesgaspar. 2012. A montage of cat pictures using images from Wikimedia creators. File:Cat poster 1.jpg. [Internet]. [diunduh 14 Januari 2016]. Tersedia pada: https://en.wikipedia.org/wiki/File:Cat_poster_1.jpg#file

Andrade ER, Amorim CA, Matos MHT, Rodrigues APR, Silva JRV, Dode MAN, Figueiredo JR. 2002. Evaluation of saline and coconut water solutions in the preservation of sheep preantral follicles in situ. Small Ruminant Research. 43: 235 – 243.

Candy CJ, Wood MJ, Whittingham DG. 1997. Effect of cryoprotectans on the survival of follicles in frozen mouse ovariumes. Journal of Reproduction and Fertility.110; 11 – 19.

Eppig JJ, O’Brien MJ. 1996. Development in vitro of mouse oocytes from pimordial follicles. Biology of Reproduction. 54: 197 – 207.

Eriani K, Sukra Y, Boediono A, Djuwita I, Sumarsono SH. 2013. Produksi embrio kucing secara in vitro dari spermatozoa hasil preservasi melalui fertilisasi mikro. Jurnal Kedokeran Hewan. Vol 7 No. 1 Maret 2013.

Gamble M, Bancroft JD. 2008. Theory and Practice of Histological Techniques. Elsevier Health Sciences.

Gosden RG, Baird DT, Wade JC, Webb R. 1994. Restoration of fertility to oophorestomized sheep by ovariuman autografts stored at -196°C. Human Reproduction. 9: 597 – 603.

Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Mammals III. New York: Van Nostrandem Hold Company.

Gutierrez CG, Ralph JH, Telfer EE, Wilmut I, Webb R. 2000. Growth and antrum formation of bovine preantral follicles in long-term culture in vitro. Biology of Reproduction.62: 1322-1328.

Guyton CA. 1994. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 7 bagian 3. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Hardjopranoto HS. 1995. Ilmu kemajiran pada ternak. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

Hemmer H. 1979. Gestation period and postnatal development in felids. Carnivore. 2: 90-100.

Jewgenow K, Wood TC, Wildt DE. 1997. DNA degeneration in mural granulosa cells of non- and slightly atretic follicles of fresh and cold-stored domestic cat ovariumes. Molecular Reproduction and Development. 48: 350 – 355.

Kwan P. 2009. Collection of veterinary female reproductive system images. [Internet]. [diunduh 04 Agustus 2015]. Tersedia pada: http://ocw.tufts.edu/ Content/4/imagegallery/221179.

Lariviere S. 2013. Feline. Encyclopedia Britannica [internet]. [diacu 12 Agustus 2015]. Tersedia dari: http://global.britannica.com/Ebchecked/topic/98895/ feline).

(28)

16

Lopes CAP, Santos RR, Celestino JJH, Melo MAP, Chaves RN, Campello CC, Silva JRV, Bao SN, Jewgenow K, Figueiredo JR. 2009. Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium, and time. Animal Reproduction Science. 115(1): 201 – 214.

Lucci CM, Kacinskis MA, Rumpf R, Bao SN. 2004. Effect of lowered temperatures and media short-term preservation of zebu (Bos indicus) preantral ovariuman follicles. Theriogenology. 61(2): 461 – 472.

Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, Dobrinsky JR. 2007. Effects of storing pig ovariumes at 4 or 20°C for different period of time on the morphology and viability of preantral follicles. Reproduction in Domestic Animals. 42(1): 76 – 82.

Mao J, Wu G, Smith MF, McCauley TC, Cantley TC, Prather RS, Didion BA, Day BN. 2002. Effects of culture medium, serum type, and various concentrations of Follicle-Stimulating-Hormone on porcine preantral follicular development and antrum formation in vitro. Biology of Reproduction. 63: 1197-1203.

Nicholas FW. 1996. Genetic improvement through reproductive technology. Animal Reproduction Science. Elsevier

Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R. 2008. Ovariuman tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Human Reproduction. 23(3): 606 – 618. Paynter SJ, Cooper A, Fuller BJ, Shaw RW. 1999. Cryopreservation of bovine

ovariuman tissue: structural normality of follicles after thawing and culture in vitro. Cryobiology. 38: 301 – 309.

Peters H, McNatty KP. 1980. The Ovary: A Correlation of Structure and Function in Mammals. University of California Press, Berkeley and Los Angeles.

Pope CE. 2000. Embryo technology in conservation efforts for endangered felids. Theriogenology. 53:163-174.

Saumande J. 1991. La folliculogenese chez les ruminants. Recuile de Medecine Veterinaire. 167: 205-218

Silva JRV, Bao SN, Lucci CM, Carvalho FCA, Costa SHF, Santos RR, Figueiredo JR. 2000. Effect of coconut water and Braun-Collins solutions at different temperatures and incubation times on the morphology of goat preantral follicles preserved in vitro. Theriogenology. 54(5): 809 – 822.

Vetbook. 2009. Anatomy of the female reproductive tract. File:Female01.jpg [Internet]. [diunduh 04 Agustus 2016]. Tersedia pada: vetbook.org/wiki/cat/images/b/be/Female01.jpg.

Wolfe BA, Wildt DE. 1996. Development to blastocyts from in vitro maturation and fertilization of domestic cat oocytes after prolonged cold storage. Journal of Reproduction and Fertility. 104 : 315 – 323.

Wongsrikeao P, Otoi T, Karja NW, Agung B, Nii M, Nagai T. 2005. Effects of ovary storage time and temperature on DNA fragmentation and development of porcine oocytes. Journal of Reproduction and Development. 51: 87 – 97. Wood TC, Montali RJ, Wildt DE. 1997. Follicle/ ooocytes atresia and temporal

taphonomy in cold stored domestic cat ovariumes. Molecular Reproduction and Development. 46: 190 – 200.

(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 17 Juni 1993 di Banyuwangi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Subari dan Ibu Hariyati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 04 Sumber Beras. Pendidikan menengah pertama diseleaikan pada tahun 2008 di SMPN 1 Srono dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2011 di SMAN 1 Genteng. Pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI).

Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. Penulis pernah menjabat sebagai ketua divisi pendidikan pada Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik. Penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa sebagai anggota pada tahun 2013 yang memenangkan penghargaan setara emas pada ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) kategori PKM Kewirausahaan di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang pada tahun 2014. Penulis pernah mengikuti magang di Rumah Sakit Hewan Jakarta pada tahun 2013. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner I (T.A 2012-2013) dan Mikrobiologi II (T.A 2014-2015).

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran hewan, penulis melakukan kegiatan penelitian dengan judul Gambaran Histologis Ovarium Kucing Domestik (Felis catus) yang Disimpan pada Suhu 4 °C Selama Tujuh Hari di bawah bimbingan Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet dan Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD.

Referensi

Dokumen terkait

Kepesertaan tenaga kerja dalam Program JKK perusahaan kelompok jenis usaha III dalam Program JKK sebanyak 14.951 orang (44,33% dari 33.724 orang tenaga kerja peserta Program JKK pada

Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lapangan pada tanaman cabai di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian ditemukan adanya penyakit bercak daun yang diduga disebabkan

Hasil percobaan menunjukkan bahwa : 1 Dosis nitrogen dan sipramin menunjukkan interaksi pada sejumlah parameter pengamatan, yaitu crop growth rate, indeks luas daun, jumlah polong

Untuk hasil pengukuran efisiensi menggunakan standard QCRB pada detektor dengan efisiensi 35% pada jarak 24 cm dirangkum kurva kalibrasi pada gambar 10.. Ini menunjukkan

Laju dosis efektif yang dipaparkan oleh radionuklida paling besar tedapat pada sampel pasir yaitu 0,243 µSv yang masih dibawah nilai batas dosis efektif untuk

Oleh karena itu, manajemen operasional dalam sebuah perusahaan manufaktur, terutama perusahaan perakitan genset yang saat ini sedang berkembang, harus

Melihat perkembangan yang ada sekarang tidak menutup kemungkinan seluruh wilayah Puntondo akan di jadikan lahan budidaya rumput laut dan sekarang sudah ada beberapa masyarakat

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan mendapatkan isolat-isolat cendawan endofitik akar yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati penyakit layu fusarium,