• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Terjemahan sebagai sarana komunikasi lintas budaya (inter-cultural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Terjemahan sebagai sarana komunikasi lintas budaya (inter-cultural"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjemahan sebagai sarana komunikasi lintas budaya (inter-cultural

communication) telah ada sejak dahulu dikenal dan dipraktekan manusia. Konon

Christoper Colombus ketika ia berlayar dari Spanyol untuk menemukan benua Amerika pada abad XV membawa seorang penerjemah untuk menerjemahkan bahasa etnis daerah setempat (Moentaha, 2006:viii). Bronislaw Malinowski, seorang antropolog berkebangsaan Inggris yang sedang mengadakan penelitian di Trobriand Islands. Pasific Selatan pada tahun 1923 ingin agar masyarakat Inggris memahami hasil penelitiannya. Upaya yang dilakukannya ialah menerjemahkan hasil penelitian itu ke dalam bahasa Inggris (BI) (Katan, 1999).

Terjemahan juga sebagai “jembatan” yang menghubungkan dua masyarakat yang saling tidak memahami sejak dari masa silam hingga kini telah banyak berperan dalam berbagai bidang seperti agama, budaya, sastra, seni, politik, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Berbagai negara seperti Jepang, Malaysia dan Cina telah banyak melakukan penerjemahan untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju yang pada gilirannya dapat meningkatkan perekonomian dan kemakmuran negara – negara tersebut (Syamsulhadi, 2005).

(2)

Indonesia yang didiami oleh ratusan sukubangsa menjadikan negara tersebut negara yang multikultural dan multilingual. Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keragaman budaya khas yang dimilki bangsa-bangsa lain. Namun sayang sekali budaya yang khas, beragam dan indah tersebut belum banyak dikenal dunia luar karena hambatan kebahasaan. Dalam era globalisasi, ketergantungan suatu negara kepada negara lain semakin tinggi, tidak cukup bila ilmu dan teknologi saja yang kita serap dari negara-negara maju melalui sarana penerjemahan. Kini saatnya (mungkin juga sudah tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain) kekayaan budaya Indonesia diperkenalkan kepada bangsa-bangsa lain melalui terjemahan agar negara ini lebih dikenal dan menarik perhatian bangsa-bangsa lain yang pada gilirannya akan menarik minat wisatawan manca negara untuk mengunjungi Indonesia.

Mandailing adalah sebuah daerah di Sumatera Utara yang memiliki dan mempertahankan budaya tradisional. Salah satu aspek budaya tradional Mandailing yang spesifik adalah pelaksanaan perkawinan. Perhelatan perkawinan tradisional Mandailing menempuh sederet upacara adat yaitu mangaririt boru (menyelidiki keadaan perempuan sebagai calon isteri oleh pihak calon suami),

manulak sere (penyerahan kewajiban/ syarat – syarat perkawinan dari pihak calon

suami), mangelehen mangan pamunan (memberi makan terakhir kepada calon isteri oleh orang tuanya sebelum meninggalkan rumah orang tuanya), upacara pernikahan, horja pabuat boru (upacara pelepasan mempelai wanita), horja (parhelatan perkawnan di rumah mempelai laki-laki) dan mangupa (upacara pemberian nasihat –nasihat perkawinan) (Nasution, 2005:279-419).

(3)

Mangupa sebagai puncak atau upacara terakhir dalam perkawinan Mandailing merupakan upacara yang sangat menarik. Mangupa dihadiri oleh perangkat dalihan na tolu (kahanggi, mora, dan anak boru) dan nasihat – nasihat perkawinan pada saat itu disampaikan oleh seorang datu pangupa.

Teks Mangupa merupakan teks adat pada suku Mandailing sebagai ungkapan rasa syukur ataupun berupa kata – kata nasihat dari petuah – petuah adat yang ditujukan kepada seseorang yang baru saja sembuh dari sakit yang begitu berkepanjangan yang bertujuan untuk mengembalikan semangat (tondi) pada orang sakit tersebut. Teks ini adalah sebagai makna syukur mengungkapkan kebahagiaan untuk keberkatan dalam acara perkawinan adat, wisuda, dan juga acara penting lainnya. Acara tradisi Mangupa ini sampai sekarang masih saja tetap dilakukan oleh masyarakat Mandailing di Sumatera Utara.

Penerjemahan Mangupa dilakukan oleh Lubis pada tahun 2009. Hasil penerjemahan ini sukar dicari padanannya di dalam bahasa Inggris disebabkan adanya kesenjangan unsur - unsur kebahasaan dan budaya di antara kedua bahasa ini. Sekilas baca, perbedaan konteks selalu mewarnai dalam pengalihan bahasa teks Mangupa, hal ini merupakan variasi – variasi yang tidak terhindarkan. Kemungkinan prosedur adaptasi harus dilakukan oleh penerjemah dengan mengubah sama sekali wujud kebahasaan yang tersurat dalam bahasa sumber. Kesulitan mengalihkan pesan dari suatu bahasa (bahasa sumber/BSu) ke dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran/BSa) merupakan upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Aktivitas ini merupakan suatu proses pemaknaan dari satu teks ke dalam teks yang lain agar

(4)

berwujud pesan/makna penerjemahan yang setara dalam bahasa sasaran. Aktivitas ini merupakan satu bentuk komunikasi yang melibatkan sistim semiotik, yang beroperasi dalam kontek sosial.

Penerjemahan melibatkan bahasa, yang mencakup segala tanda atau wujud representasi makna, kaidah – kaidah yang terdapat dalam bahasa sumber kemudian dimodifikasi menjadi rambu, simbol, dan sinyal demi tercapainya suatu kesepadanan makna dalam bahasa sasaran.

Berdasarkan pandangan para pakar dan praktisi terjemahan seperti Halliday (1956:82), Malinowski (1965:11-12), Catford (1965:20), Nida dan Taber (1969:12). Newmark (1981:7) dan Larson (1984:3) mempunyai kesamaan pandangan bahwa mendefinisikan penerjemahan (antarbahasa) adalah proses pengalihan makna teks sumber ke dalam teks sasaran secara akurat, dapat dipahami dan berterima bagi pemabaca terjemahan tersebut. Penerjemahan yang dimaksud dalam definisi ini adalah penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain, bukan dalam bahasa yang sama (intralingual) dan bukan pula penerjemahan antar semiotika (intersemiotic translation). Penerjemahan secara akurat adalah hasil upaya penerjemah untuk menerjemahkan teks sumber secara jujur ; tidak menyimpang dari makna teks sumber ke makna lain; tidak menambah dan mengurangi makna teks sumber kecuali diharuskan oleh perbedaan sistem linguistik kedua bahasa atau untuk memenuhi tuntunan estetika bahasa. Terjemahan dapat dipahami apabila pembaca dengan mudah dapat memahami hasil terjemahan dan tidak merasa sedang membaca teks asing. Dengan kata lain terjemahan itu berterima karena pembaca teks tersebut merasakan bahwa gaya

(5)

bahasa (stilistika) dan konteks terjemahan sudah tepat dan secara kultural dapat dipahami dan diterima oleh pembaca seperti yang disampaikan Larson (1984:3) bahwa “ Translation consists of transferring the meaning of the source language

into the receptor language. This is done by going from the first language to the second language by way of semantic structure. It is meaning which is being transferred and must be held constant. Only the form changes.” Penerjemahan

merupakan upaya pengalihan atau transfer makna (meaning/content) sebuah teks /berita (bukan kata demi kata) dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang sesuai dengan stilistika dan konteks bahasa itu digunakan.

Larson (1984) menegaskan berkali – kali bahwa maknalah yang ditransfer bukan bentuk. Ini didasarkan pada fakta bahwa tidak ada dua bahasa memiliki bentuk yang sama. Bahasa berbeda dalam keberadaan jenis kata, dalam struktur sintaktis dan lain-lain. Struktur makna bahasa lebih universal daripada struktur gramatika (Larson, 1984:26) Jadi di dalam “kepala” dua penutur bahasa yang berbeda (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) misalnya ada sebuah ide atau pikiran yang sama untuk mengetahui “ keadaan diri lawan bicaranya”. Penutur bahasa Inggris mengatakan How are you? Yang secara harafiah berarti ‘bagaimana keberadaan anda” sedangkan penutur bahasa Indonesia menyebutkan

Apa khabar ? yang secara harafiah berarti ‘berita apa yang anda miliki?’ Jadi

dengan jelas terlihat bahwa makna yang sama disampaikan dengan bentuk yang berbeda.

Penerjemahan merupakan kegiatan mengalihkan pesan dari BSu ke dalam BSa. Dalam proses pengalihan pesan tersebut, seorang penerjemah profesional

(6)

tentunya akan memperioritaskan kesepadanan makna (equivalence) dan tidak hanya terpaku pada kesejajaran formal semata (formal correspondence). Hal ini disebabkan adakalanya kesepadanan formal tidak mampu mentransfer pesan TSu ke dalam TSa dengan baik dan berterima (Hoed, 2006a:3).

Pengalihan/transfer makna (meaning/content) sebuah teks/berita (bukan kata demi kata) dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang sesuai dengan stilistika dan konteks bahasa itu digunakan.

Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan, perbedaan budaya di antara kedua teks Mandailing dan Inggris dengan sejumlah istilah dan ungkapan budaya Mandailing yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris, oleh karena itu diperlukan kata – kata pinjaman (tidak diterjemahkan) untuk memberikan penjelasan makna pada glosarium, dan beberapa kata memiliki padanan tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata – kata tersebut tidak di transfer ke dalam bahasa Inggris dan maknanya juga harus dijelaskan pada glosarium.

Sejalan dengan uraian diatas, penelitian ini mengkaji hasil terjemahan teks

Mangupa yang unik dan kaya akan khas budaya dari suku Mandailing.

Keunikannya dinilai dari makna istilah nasihat yang disampaikan oleh pemberi petuah – petuah agama, keluarga, teman, ataupun lainnya pada prosesi adat perkawinan. Ciri khas yang tampak pada acara Mangupa adalah adanya leksikon bahasa Mandailing pada makanan, yang terdiri atas beberapa macam/ jenis yang setiap jenisnya mengandung makna tersendiri. Kemudian adanya sekapur sirih yang disuguhkan kepada orang yang akan diupa, sebuah baskom untuk cuci

(7)

tangan, dan gelas berisi aek sitio – tio, serta ayam dan ikan yang ditutupi beberapa lembar daun pisang. Makna yang tersirat dibalik Mangupa inilah yang menjadi objek yang menarik untuk diteliti.

Pendekatan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Halliday (1994) digunakan dalam penelitian ini untuk landasan teori dalam mengindentifikasi variasi penerjemahan yang melibatkan dua bahasa yang berbeda ini (Mandailing – Inggris). Secara langsung, variasi menggambarkan ciri – ciri khas dari kedua bahasa itu dari persfektif variasi ekperensial. Teori LSF selama ini hanya difungsikan untuk mendeskripsikan satu teks bahasa Inggris, dan sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah dingkat sebagai persfektif untuk memotret wujud dua bahasa yaitu lokal bahasa Mandailing dan hasil terjemahannya dalam bahasa Inggris. Jadi hasil kajian ini menjadi penelitian bahasa Mandailing – Inggris dari sudut pandang LSF.

Dalam persfektif LSF, teks Mangupa adalah bahasa dengan sistem semiotik yang memaparkan pengalaman, untuk memaparkan pengalaman manusia terdapat unsur – unsur yang penting yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan. Proses merupakan kegiatan yang menjadi inti suatu pengalaman, partisipan adalah orang atau benda yang melakukan kegiatan dalam klausa atau ujaran, sedangkan sirkumstan adalah rentang, lokasi, atau cara, sebab, lingkungan, penyerta, peran, masalah, dan sudut pandang yang memberi keterangan pada kegiatan inti dalam klausa atau ujaran.

(8)

T1 Songon on ma ikhlas ni roha muyu

Manjagit Pangupa on

Pa 1 Po Pa 2

T2 You May accept this pangupa

Pa 1 Po Pa 2

Seikhlas inilah hati kalian menerima pangupa ini

- Keterangan

-Po : Proses

: -Pa : Partisipan 1

-Si : Sirkumstan

Data di atas memperlihatkan variasi perwujudan dari makna yang sebenarnya sama, T1 hadir dengan tiga elemen (Pa1, Po,Pa2), sementara T2 muncul dengan empat elemen (Pa1,Po,Pa2,Si) , hal ini terdapat adanya penambahan pada posisi T2 pada teks tersebut. Fenomena perwujudan variatif yang seperti ini akan dikaji secara mendalam. Selain itu, keluasan makna juga dilihat berdasarkan perubahan kategori proses yang digunakan dalam kedua teks, sebagaimana contoh berikut, yang memperlihatkan predikat dengan verba yang berbeda makna satu sama lain, T2 “manjagit” sementara T2”accept”. Perbedaan predikat tersebut menunjukkan adanya perubahan wujud makna yang diungkapkan oleh T1 dan T2. Sebagai sumber data primer contoh 2 :

T1 Di son pira manuk na nihobolan

(9)

T2 This Is a boiled egg for safe and sound

Pa Po Pa Si

- Inilah telur ayam rebus pelindung jiwa dan raga

Perubahan di atas memperlihatkan satu ruang terbuka bagi penerjemah untuk mengungkapkan makna yang ia tangkap dari teks sumber, tanpa harus selalu terpaku pada teks sumber sebagi rujukan yang ‘mutlak’harus ditaati. Penerjemah dengan penguasaan bahasa sasaran yang memadai dituntun untuk mengungkapkan makna itu sejalan dengan kaidah dan sifat yang berlaku dalam bahasa sasaran.

Fenomena ini menjadi fakta yang menarik untuk dikaji melalui penelitian penerjemahan, dengan perspektif yang berbeda –perspektif yang tidak melihat teks sumber sebagai determinan yang paling dominan dalam penciptaan makna teks terjemahan. Selain itu, kajian ini juga melibatkan bahasa lokal, bahasa Mandailing –satu bahasa yang masih kurang pengkajian, apalagi bila dihubungkan dengan kajian penerjemahan secara khusus. Kajian penerjemahan umumnya mengkaji bahasa – bahasa utama (bahasa nasional dan bahasa asing), dengan berbagai aspeknya. Dengan demikian, kajian bahasa lokal dari aspek penerjemahan ini dapat menjadi jalan masuk untuk mengangkat variasi kelokalan dalam pengkajian ilmiah, terutama pengkajian terjemahan dan linguistik.

Dengan pendekatan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Halliday (1994), kajian penerjemahan yang melibatkan dua bahasa yang berbeda ini (Mandailing – Inggris) secara tidak langsung akan menggambarkan ciri – ciri khas dari kedua bahasa itu dari persfektif variasi eksperensial. LSF selama ini hanya

(10)

difungsikan untuk mendeskripsikan bahasa Inggris karena belum pernah diangkat sebagai persfektif untuk memotret wujud bahasa Indonesia, terlebih lagi untuk mengakaji bahasa lokal, khususnya bahasa Mandailing. Jadi, hasil kajian ini secara tidak langsung menjadi deskripsi awal bahasa Indonesia dan bahasa Mandailing dari sudut pandang LSF. Dengan alasan – alasan tersebut kajian ini dikatakan layak untuk dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada deskripsi di atas, teridentifikasi permasalahan permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat variasi realisasi makna antara T1 dengan T2 terutama pada makna ideasional.

2. Variasi makna ideasional tersebut salah satu terlihat dari perubahan makna pengalaman.

3. Variasi realisasi makna pengalaman tersebut terjadi baik pada keluasan, kedalaman, maupun ketinggian.

4. Variasi keluasan makna pengalaman tampak dari penambahan dan pengurangan unsur makna pada tingkat kalimat.

5. Variasi keluasan makna pengalaman juga teridentifikasi dari perubahan jenis proses pada tingkat kalimat.

6. Variasi keluasan makna pengalaman, berdasarkan asumsi dan dukungan teori, dan selalu berpengaruh pada kesepadanan makna

(11)

terjemahan. Yang artinya kemunculan variasi itu akan menimbulkan berkurangnya derajat kesepadanan.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada variasi eksperensial teks translasional

Mangupa bahasa Mandailing – Inggris dan secara spesifik teks Mangupa, sebagai

salah satu teks budaya Mandailing, dipiih sebagai objek penelitian.

Fokus utama dalam penelitian ini adalah variasi keluasan makna pengalaman dengan rincian topik sebagai berikut :

1. Variasi keluasan makna pengalaman antara T1 dengan T2. 2. Wujud variasi keluasan makna pengalaman.

3. Pengaruh variasi keluasan makna pengalaman terhadap kesepadanan makna.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan landasan pemikiran yang disajikan pada bagian sebelumnya, kajian ini memfokuskan pada rumusan masalah berikut :

1. Bagaimanakah variasi eksperensial teks translasional direalisasikan oleh dan di dalam teks Mangupa bahasa Mandailing – Inggris ?

(12)

2. Apakah makna variasi eksperensial teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translasional (tindak komunikasi semiotik translasional)?

3. Faktor kontekstual apakah yang mendorong terjadinya variasi eksperensial tersebut ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui variasi eksperensial setiap klausa dari teks Mangupa oleh H. Pandapotan Nasution dan terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Syahron Lubis. Sebagai tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan membahas terhadap beberapa hal di bawah ini:

1. Mendeskripsikan variasi eksperensial teks translasional yang direalisasikan oleh dan didalam teks Mangupa bahasa Mandailing – Inggris.

2. Mengungkapkan makna variasi eksperensial teks translasional tersebut dalam konteksnya sebagai perealisasi tindak translational (tindak komunikasi semiotik translasional).

3. Mendeskripsikan faktor kontekstual yang mendorong terjadinya variasi eksperensial tersebut.

(13)

1.6 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik pada tataran teoretis maupun praktis. Secara teori, diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap dua perkembangan disiplin ilmu, yaitu penerjemahan dan linguistik. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai kalangan yaitu mahasiswa jurusan bahasa Inggris, guru, dan dosen bahasa Inggris, penerjemah, dan para peneliti.

1.7 Manfaat Teoretis

Hasil kajian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pemahaman teori – teori mengenai teori LSF Halliday dan aplikasinya dalam pengkajian penerjemahan. Dalam hal ini, hanya satu metafungsi bahasa saja, yakni makna ideasional, khususnya keluasan makna pengalaman, yang diberikan cukup mendalam untuk diterapkan sebagai alat untuk mempertajam dalam mengkaji penerjemahan. Hasil kajian ini berwujud teori variasi keluasan makna pengalaman dan implikasinya bagi kesepadanan makna dalam penerjemahan. Selain itu, hasil kajian juga memperlihatkan kajian bahasa lokal dengan teori LSF, sekaligus mengenalkan pengkajian penerjemahan yang melibatkan bahasa – bahasa lokal— satu fakta ilmiah yang sangat jarang ditemukan. Secara tidak langsung , hasil kajian ini memperlihatkan keunikan – keunikan sistem bahasa dari bahasa Mandailing dan bahasa Inggris khususnya.

(14)

1.8 Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran kuliah penerjemahan. Selain itu, hasil kajian juga merupakan sumber acuan yang dapat dijadikan rambu – rambu tambahan bagi praktisi penerjemahan dalam melakukan pekerjaannya, terutama ketika mereka berhadapan dengan teks – teks, misalnya pada teks Mangupa. Pengkajian bahasa lokal diharapkan makin mengenalkan local genius kepada pengkaji bahasa, pemilik bahasa lokal, dan pemerhati budaya, sehingga mereka makin giat mengkaji, terus mencintai dan melestarikan nilai – nilai kelokalan, disamping itu kita juga dapat mempromosikan nilai – nilai budaya kita yang tinggi kepada dunia luar. Untuk Guru dan Dosen, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran kuliah penerjemahan. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada guru dan dosen tentang analisis variasi ekpsperensial yang bermanfaat untuk pengajaran tata bahasa, analisis wacana, linguistik, dan translasi. Dengan mengkaji berbagai macam variasi, dosen atau guru akan mempermudah pemahaman siswa/ mahasiswa untuk mengimplementasikan pelajaran dan mata kuliah terkait.

1.9 Klarifikasi Istilah

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk dapat memperjelas istilah yang digunakan dan untuk lebih memudahkan pembaca memahami maksud istilah tersebut, berikut ini diberikan penjelasan tentang istilah – istilah yang dipakai dalam pembahasan hasil penelitian ini.

(15)

1. Bahasa Inggris adalah bahasa Inggris baku yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris di Kerajaan Inggris atau yang dikenal dengan British English.

2. Bahasa Mandailing adalah bahasa etnis yang digunakan oleh kelompok etnis Mandailing yang menetap di Mandailing, Kabupaten Mandailing Natal.

3. Budaya Inggris adalah budaya masyarakat Inggris yang menetap di Kerajaan Inggris.

4. Budaya Mandailing adalah budaya masyarakat Mandailing yang menetap di daerah Mandailing.

5. Translasi adalah istilah lain dari penerjemahan.

6. Penerjemahan adalah proses/pekerjaan pengalihan makna teks sumber ke dalam teks sasaran dalam dua bahasa yang berbeda.

7. Terjemahan adalah produk penerjemahan (teks yang merupakan hasil penerjemahan).

8. Padanan adalah kata atau unsur lain dalam teks sasaran yang maknanya dianggap setara dengan makna kata atau unsur lain dalam teks sumber. 9. Klausa adalah Satuan sintaksis berupa runtunan kata – kata berkonstruksi

predikatif, artinya di dalam konstruksi terdapat komponen, berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan.

(16)

10. Struktur adalah istilah yang tidak terbatas pada bentuk formal bahasa seperti kalimat, frasa kata dan morfem tetapi juga aspek makna/ semantik bahasa.

11. Teks Sumber (Tsur) adalah teks yang akan atau sedang diterjemahkan. Dalam penerjemahan ini Tsar adalah teks hasil penerjemahan berbahasa Inggris.

12. Teks Sasaran (Tsar) adalah Teks yang menjadi target/ tujuan penerjemahan. Dalam penerjemahan ini Tsar adalah teks hasil penerjemahan berbahasa Inggris.

13. Bahasa Sumber (Bsur) adalah bahasa yang digunakan dalam Tsur. Dalam penerjemahan ini bahasa sumber adalah bahasa Mandailing yang digunakan di daerah Mandailing.

14. Bahasa Sasaran (Bsar) adalah bahasa yang digunakan dalam Tsar. Dalam penerjemahan ini bahasa sasaran adalah bahasa Inggris yang digunakan di Inggris.

15. Variasi Eksperensial adalah suatu perubahan pada unsur kategori proses yang merupakan hasil dari realisasi pengalaman – pengalaman manusia yang diwujudkan dalam bentuk klausa per klausa. Dengan kata lain, variasi di sini adalah suatu proses perubahan pada unsur – unsur proses dari klausa teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (T1 ke T2). Proses perubahan itu terjadi pada unsur – unsur proses dalam setiap klausa seperti misalnya material, mental dan relasional, partisipan, verbal, serta wujud atau ekstensial.

(17)

16. Eksperensial (Experiential) adalah pengalaman, dalam hal ini eksperensial merupakan representasi pengalaman – pengalaman manusia, baik realitas luaran maupun dalaman diri manusia dari dalam diri manusia itu sendiri maupun dari luar yang diwujudkan dalam bentuk klausa per klausa. Dengan kata lain, variasi eksperensial di sini adalah suatu proses perubahan pada unsur proses utama (proses material, mental, dan relasional) maupun proses tambahan lainnya (tingkah laku, verbal, dan wujud atau ekistensial).

17. Mangupa. Istilah Mangupa sebutan yang lebih sering dikenal adalah upa –

upa yang merupakan salah satu puncak atau acara terakhir pada upacara

adat perkawinan suku Mandailing yang sangat menarik dan unik.

Mangupa adalah suatu manifestasi, suatu pernyataan kegembiraan serta

kebanggaan hati terhadap yang diupa dengan jalan memberikan mereka sajian berupa makanan menurut ketentuan adat sambil menyampaikan pasu – pasu (doa restu) dan nasehat – nasehat sebagai pedoman hidup mereka serta kata – kata untuk menguatkan tondi mereka. Sasaran utama dalam mangupa adalah tondi (semangat). Tondi artinya roh atau jiwa. 18. Teks Mangupa adalah sebuah teks lisan yang diucapkan pada upacara

perkawinan tradisional masyarakat Mandailing di daerah Mandailing yang mengandung nasihat, anjuran, doa kepada sang Pencipta serta harapan yang baik bagi kedua mempelai yang diupa-upa dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

(18)

19. Pangupa adalah sejumlah benda seperti nasi, kepala kerbau, ayam, ikan, telur, ayam, garam dan lain – lain yang digunakan dalam upacara

mangupa yang memiliki makna tertentu dan melambangkan harapan

yang diinginkan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat di Mandailing.

Referensi

Dokumen terkait

Proses klasifikasi jeruk nipis yang dilakukan oleh sistem ini adalah berdasarkan hasil pencocokan terhadap seluruh citra jeruk nipis yang telah dilatih terlebih dahulu menggunakan

If you’re using MILO and ARC, but you’re not booting the installation program from the CD-ROM, you’ll need to make three disks:.. The correct MILO disk for the class of machine

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan permasalahan yang ada, kemudian melakukan analisa dan desain

[r]

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Jabatan : Kepala Sub Bagian (Pj. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Bagian TU

Lingkungan Internal (Internal Environment) – Lingkungan internal sangat menentukan warna dari sebuah organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Sedangkan aktiva karena netrofil merupakan se oleh sedikit gerakan atau Dalam penelitian ini, sediki terlalu kuat ataupun perlaku dapat mengaktifkan netrofil ini karena netrofil