• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT

(SKINFOLD)

DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA

SKRIPSI

Oleh:

ISNANY PURWANTO PUTRIE G1D010038

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

PURWOKERTO 2014

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA

Oleh :

ISNANY PURWANTO PUTRIE G1D010038

Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto SKRIPSI

Telah disetujui dan disidangkan dihadapan Panitia Penguji Skripsi pada tanggal 15 Januari 2014

Penguji

Dr. Saryono.,S.Kp.,M.Kes NIP 197612102002121001

(………) Pembimbing I

Desiyani Nani, S. Kep., Ns., M. Sc. NIP 197912312003122001

(………) Pembimbing II

Deny Achiriyati, S. Kep., Ns NIP 197712281997032003

(………)

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Dr. Warsinah, M.Si.,Apt. NIP 195810011987022001

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan atau kesarjanaan lain di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Purwokerto, 15 Januari 2014

Isnany Purwanto Putrie NIM. G1D010038

(4)

iv

PERSEMBAHAN

“Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah

yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)

Puji syukur alhamdulillahirabbil’alamin pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Setulus hatimu ibu, searif nasehatmu bapak Doamu hadirkan keridhaan untukku, nasehatmu tuntunkan jalanku Kasih sayangmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu Dan sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studi sarjana Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah, kupersembahkan karya ini untukmu... orang tuaku tercinta Ibu Supanti dan Bapak Eko Purwanto

yang selalu memberiku motivasi untuk berprestasi Untuk kakakku, Nurul Huda Oktriana, terimakasih atas semangat dan motivasi serta doa yang telah diberikan kepadaku. Kau adalah kakak terbaik di dunia ini bagiku.. Dan untuk seluruh keluarga besarku (nenek, kakek dan seluruh keluarga besarku), yang selalu memberiku bantuan setiap saat. Terima kasih atas kasih sayang kalian

Untuk Bu Desi dan BuDeni, terima kasih atas bimbingan,doa, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk Pak Saryono selaku penguji terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Untuk Bu Atyanti, yang bersedia untuk menjadi wakil komisi skripsiku. Terima kasih untuk semuanya,... Untuk Bu Eva, terima kasih atas semua kebaikan yang ibu berikan kepadaku karena sungguh berarti untukku.

Untuk teman-temanku 2010 yang selalu memberikan kecerian, semangat, dan dukungan selama kuliah. Untuk sahabat-sahabat terbaikku (Dewi, Maya, Nita, Nana, Fransisca), terima kasih atas doa dan semangat untukku. Dan Untuk seluruh warga kosan Queeny terimakasih atas kebersamaannya selama ini Terima kasih juga untuk keluarga besar keperawatan UNSOED, dosen-dosen keperawatan, bapendik, asisten penelitianku, kakak-kakak, dan adik-adik kelasku yang telah mengisi

hari-hariku. Serta keluarga besar MEDIS Keperawatan, NRC, dan Asisten Biokimia ….tempatku berproses.

(5)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Isnany Purwanto Putrie

Alamat : Jiwan Rt 02/01, Ngrombo, Plupuh, Sragen 57283 Tempat, tanggal lahir : Sragen, 28 September 1992

Email : isnanypurwantoputrie@gmail.com Riwayat Pendidikan : 1. SD N 1 Ngrombo

2. SMP N 1 Gemolong 3. SMA Al Islam 1 Surakarta

4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Tahun Angkatan 2010

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Usia Dewasa”. Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Warsinah, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

2. Dr. Saryono, S.Kp., M. Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.

3. Desiyani Nani, S. Kep. Ns., M. Sc., selaku dosen pembimbing I yang selalu memberi arahan, pencerahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Deni Achiriyati, S.Kep.,Ns., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas

kesediaan waktunya yang selalu memberikan arahan, pencerahan, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Saryono, S.Kp., M. Kes., selaku dosen penguji I yang telah berkenan memberikan pengarahan demi kesempurnaan penelitian ini.

6. Atyanti Isworo, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. KMB., dan Iwan Purnawan M. Kep selaku wakil komisi tugas akhir yang telah berkenan memberikan pengarahan demi kesempurnaan penelitian ini.

7. Kedua orang tua dan kakakku tercinta, atas motivasi dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

8. Sahabat dan teman seperjuangan angkatan 2010, terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral maupun material dalam penulisan skripsi ini.

10. Almamaterku, Universitas Jenderal Soedirman

Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi hasil yang lebih baik. Semoga hasil penelitian ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi semua. Amin.

Purwokerto, 15 Januari 2014

(8)

viii

HUBUNGAN TEBAL LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA USIA DEWASA

Isnany Purwanto Putrie1 Desiyani Nani2 Deny Achiriyati3

1

Mahasiswa Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

2

Departemen Keperawatan Dasar, Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

3

Unit Gawat Darurat, Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang

ABSTRAK

Latar Belakang: Hiperurisemia tidak hanya dialami oleh lansia akan tetapi usia dewasa juga berisiko menderita hiperurisemia. Hiperurisemia disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya akumulasi lemak berlebih yang diindikasikan dengan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold). Dampak hiperurisemia ini sangat besar pada tingkat morbiditas dan mortalitas.

Tujuan: Mengetahui hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat darah pada usia dewasa.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 80 responden. Responden penelitian mengisi lembar skrining kemudian responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diukur tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan skinfold caliper dan kadar asam urat dengan alat ukur asam urat digital. Analisa data yang digunakan adalah uji statistik parametrik pearson.

Hasil: Rerata skinfold pada pria 88,46 mm dan wanita 117,15 mm sedangkan rerata kadar asam urat darah pria 6,32 mg/dl dan wanita 5,01 mg/dl. Uji statistik pearson menunjukkan p value > 0,05 (p value = 0,854 pada pria dan 0,999 pada wanita). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat darah pada usia dewasa baik pada pria maupun wanita.

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat darah pada usia dewasa.

Kata kunci: skinfold, asam urat, usia dewasa Referensi: 78 (1995-2013)

(9)

ix

THE RELATION BETWEEN THICK OF UNDER FAT FOLD LAYER (SKINFOLD)

WITH THE BLOOD URIC ACID LEVEL IN ADULT Isnany Purwanto Putrie1 Desiyani Nani2 Deny Achiriyati3

1

Student of Nursing Program, Faculty of Medical and Health Sciences, Jenderal Soedirman University

2

Basic Science in Nursing Department, Nursing Program, Faculty of Medical and Health Sciences, Jenderal Soedirman University

3

Emergency Unit, Ajibarang State Hospital ABSTRACT

Background: Hyperuricemia is not only experienced by the elderly person but also on adult. Hyperuricemia were caused by various factors. One is the presence of excess fat accumulation, indicated skinfold. Impact of hyperuricemia were significant increasing level of morbidity and mortality.

Purpose: This research aims to determine the relation between skinfold layer with the blood uric acid level in adult.

Method: This research used a cross sectional design. Sampling used purposive sampling. Samples that used in this research were 80 respondents. The respondents fulfill the screening chart. Respondents are persons who included in the inclusion and exclusion criteria. Skinfold layer was measured by skinfold caliper and blood uric acid levels was measured by digital measuring instrument. Analysis of the data used parametric statistical test was Pearson Product Moment.

Result: Mean skinfold in men 88,46 mm and woman 117,15 mm while mean blood uric acid levels in men 6,32 mg/dl and woman 5,01 mg/dl. Pearson test showed p value> 0.05 (p value = 0.854 in men and 0.999 in woman). Results showed that there was no significant relation between skinfold layer with blood uric acid levels in adult both men and women.

Conclusion: There was no significant relation between skinfold with blood uric acid levels in adult.

Keywords: skinfold layer, blood uric acid levels, adult Reference : 78 (1995-2013)

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12

1. Lipid ... 12

(11)

xi

3. Asam Urat ... 21

4. Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat ... 37

B. Kerangka Teori ... 40

C. Kerangka Konsep ... 41

D. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43

C. Populasi dan Sampel ... 43

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Definisi Operasional ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 47

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 47

H. Tenik Pengumpulan Data ... 48

I. Langkah dan Teknik Penelitian ... 49

J. Analisis Data ... 51

K. Etika Penelitian ... .... 52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 59

(12)

xii BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi operasional ... 46 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 54 4.2 Rerata usia responden berdasarkan jenis kelamin ... 55 4.3 Rerata tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) berdasarkan jenis

Kelamin ... 55 4.4 Perbedaan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) berdasarkan

jenis kelamin ... 56 4.5 Rerata kadar asam urat darah berdasarkan jenis kelamin ... 57 4.6 Perbedaan kadar asam urat darah berdasarkan jenis kelamin ... 57 4.7 Hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Metabolisme asam urat ... 22

2.2 Komplikasi hiperurisemia ... 34

2.3 Bagan Kerangka Teori ... 40

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED. Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan

Perlindungan Masyarakat Kabupaten Banyumas.

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas.

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 5. Lembar Permohonan Menjadi Responden. Lampiran 6. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 7. Lembar Skrining Responden

Lampiran 8. Data Hasil Penelitian Responden Pria Lampiran 9. Data Hasil Penelitian Responden Wanita Lampiran 10. Hasil Analisa Data

Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Data

Lampiran 12. Hasil Analisa Data Pearson Product Moment Lampiran 13. Hasil Analisa Data Uji t Independent

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin. Asam urat ini dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin (Nasrul & Sofitri, 2012). Kelebihan Asam urat (hiperurisemia) sering disebut dengan istilah gout yaitu merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh (Shetty et al., 2011). Hiperurisemia ditandai dengan peningkatan kadar asam urat > 6,8 mg/dl. Menurut Sudoyo et al., (2010) hiperurisemia ditandai dengan peningkatan kadar asam urat > 7 mg/dl pada laki-laki dan > 6 mg/dl pada perempuan.

Kejadian hiperurisemia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Data yang diterbitkan di USA pada tahun 1998 secara keseluruhan diketahui bahwa prevalensi asam urat yaitu 8,4/1000 orang untuk semua umur, ras dan jenis kelamin dan diperkirakan jumlah kasus di Amerika Serikat 1,56 juta laki-laki dan 550.000 perempuan (Doherty, 2009; Festy, & Aris, 2010). Penelitian yang dilakukan di Minahasa diperoleh prevalensi hiperurisemia pria sebanyak 34,30% dan wanita 23,31% pada usia dewasa muda (Budianti, 2008).

(17)

Hiperurisemia dapat disebabkan oleh banyak faktor meliputi usia, jenis kelamin, diet (tinggi alkohol, jerohan dan makanan tinggi fruktosa), obat-obatan tertentu (diuretik, aspirin dosis rendah), keturunan, gangguan kesehatan seperti sindrom metabolik, hipertensi, hipertrigliserida, obesitas sentral, maupun gagal ginjal kronik (Weaver et al., 2010). Faktor risiko tersebut dapat mengganggu proses produksi, ekskresi maupun kedua proses sehingga kadar asam urat dalam tubuh tidak bisa dikendalikan dengan baik.

Kadar asam urat pada laki-laki mulai meningkat setelah masa pubertas berbeda dengan wanita, karena pada masa pubertas wanita memiliki banyak hormon estrogen yang salah satu fungsinya adalah untuk mengekskresi asam urat dari dalam tubuh sedangkan pada laki-laki tidak terdapat hormon estrogen untuk itu pada usia pubertas lebih banyak laki-laki yang mengalami hiperurisemia dibanding perempuan. Menurut Doherty (2009) hiperurisemia lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan usia lebih dari 65 tahun perbandingan prevalensi hiperurisemia 3:1 pada laki-laki dan perempuan. Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2011 di Cina didapatkan hasil bahwa prevalensi penderita hiperurisemia pada laki-laki 21,6% dan pada perempuan 8,6%. Setelah wanita mengalami menopause baru terjadi peningkatan asam urat karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami penurunan (Festy et al., 2010). Menopause rata – rata terjadi pada usia 51,4 tahun, akan tetapi pada 10% wanita mengalami menopause

(18)

pada usia 40 tahun dan 5% wanita mengalami menopause pada usia 60 tahun (Bobak et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan Shetty et al., (2011) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dengan usia yaitu pada kelompok usia 30 – 40 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Carlioglu et al., (2011) bahwa rata – rata penderita hiperurisemia pada perempuan yaitu usia 51 tahun. Penderita hiperurisemia pada laki – laki banyak terjadi pada usia 30-59 tahun (Ryu et al., 2011).

Hiperurisemia berdampak pada banyak hal meliputi adanya gangguan pada retina mata, gangguan pada ginjal, jantung serta adanya kerusakan pada persendian. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al., (2011) menunjukkan bahwa kejadian mortalitas akibat hiperurikemia adalah 68,4% dan pada kelompok non hiperurikemia sebanyak 38,3%. Selain itu dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa hiperurisemia meningkatkan resiko terjadinya gagal ginjal akut dan kematian.

Obesitas merupakan timbunan lemak berlebih di dalam tubuh sehingga menimbulkan berat badan melebihi ukuran normal (Sandjaja & Sudikno, 2005). Hasil survei nasional mengenai IMT pada tahun 1996/1997 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas (IMT > 25) pada laki-laki sebesar 14,9% sedangkan pada perempuan adalah 24% (Sargowo & Andarini, 2011). Hasil survei IMT pada tahun 2007 diperoleh bahwa prevalensi obesitas di Indonesia mencapai 19,1% (Retnaningsih, 2010). Menurut Shetty et al., (2011) bahwa terdapat hubungan

(19)

positif antara kadar asam urat dengan body massa index (BMI) pada kelompok usia 20-30 tahun dan 30-40 tahun.

Lemak yang disimpan pada jaringan bawah kulit yaitu trigliserida yang diindikasikan dengan obesitas. Hipertrigliserida sering dikaitkan dengan kejadian hiperurisemia. Menurut Berkowitz dan Frank sebanyak 52 – 82 % pria dengan hiperurisemia mempunyai kadar trigliserida tinggi (Budianti, 2008). Seseorang yang obesitas, lipatan lemak bawah kulit (skinfold) cenderung lebih tebal dan persentase lemak di dalam tubuh semakin meningkat. Bahkan besarnya tebal lipatan lemak tersebut tidak hanya dialami oleh orang obesitas tetapi pada orang yang IMT normal juga bisa memiliki tebal lipatan lemak yang besar. Distribusi pola penyebaran lemak berbeda antara pria dan wanita. Hal tersebut dipengaruhi oleh fungsi hormonal. Pada wanita dimulai sejak masa pubertas, penyebaran lemak berada di sekitar payudara, abdomen bawah, panggul, paha, pantat dan sekitar genital. Penyebaran lemak pada laki-laki cenderung berada di bagian abdomen, tengkuk leher, punggung (Hazleman, Riley & Speed, 2004).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas II Baturaden terdapat 8 orang perempuan yang memiliki kadar asam urat tinggi di tiga bulan terakhir dengan usia rata-rata 40 tahun. Selain itu dari 4 orang Penduduk Desa Rempoah usia rentang 40-60 tahun memiliki kadar asam urat mulai dari 4,8-10,3 mg/dl dengan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) antara 80-180 mm. Jumlah penduduk Desa Rempoah dengan usia 40-60 tahun sebanyak 1944 orang. Penduduk tersebut mengkonsumsi makanan yang

(20)

bermacam-macam seperti tahu, tempe, daging ayam, jerohan, sayuran. Selain itu Desa Rempoah Baturaden belum pernah dilakukan penelitian tentang tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) untuk mendeteksi kadar asam urat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Usia Dewasa (40-60 tahun).

B. Rumusan masalah

Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kejadian hiperurisemia pada laki-laki dan perempuan dengan perbandingan 4:1. Penelitian yang dilakukan di Minahasa menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia pada laki-laki 34,30% dan pada perempuan 23,31% di usia dewasa muda. Salah satu faktor risikonya adalah obesitas (penimbunan lemak berlebih) yang diindikasikan dengan tebal lipatan lemak bawah kulit. Dampak hiperurisemia ini cukup besar pada tingkat morbiditas seperti gagal ginjal akut hingga terjadi kematian sehingga penting untuk dilakukan deteksi dini. Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden ?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus: 1) Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Desa Rempoah Baturaden.

2) Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik responden (usia dan jenis kelamin).

b. Menilai tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden

c. Mengetahui perbedaan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) antara pria dan wanita usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden

d. Menilai kadar asam urat pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden e. Mengetahui perbedaan kadar asam urat darah antara pria dan wanita

pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden

f. Menganalisis hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden.

(22)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian dapat dijadikan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya sehingga dapat mengembangkan intelektual tentang hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat.

2. Manfaat Bagi Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur tambahan dan juga sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut khususnya dalam bidang kesehatan. 3. Manfaat Bagi Praktisi

Menjadi acuan bagi petugas kesehatan khususnya perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pengetahuan dan wawasan ilmiah bagi masyarakat.

E. Keaslian penelitian

Penelitian yang berjudul Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Desa Rempoah Baturaden belum pernah ada yang melakukan. Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang hampir sama yaitu:

(23)

1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Suchetha Kumari N, Atul Kamath M, Sukanya Shetty, Roopa Rani Bhandary, Kathyayini pada tahun 2011 dengan judul “Serum uric acid as obesity related indicator in young obese adults”.

Responden dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua kelompok yaitu kelompok usia 20-30 tahun dan usia 30-40 tahun. Setelah ada persetujuan untuk menjadi responden, masing-masing responden diambil sampel darah sebanyak 2 ml. Kemudian dihitung indeks massa tubuh tiap responden serta dikelompokkan menjadi kategori berat badan normal, berat badan berlebih dan obesitas. Data dianalisa menggunakan uji one way ANOVA. Didapatkan hasil bahwa pada kelompok usia 20-30 tahun dan 30-40 tahun menunjukkan terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dan BMI. Selain itu juga ada hubungan positif antara kadar asam urat dengan usia pada kelompok usia 30-40 tahun.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat darah pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden adalah pada penentuan variabel bebas dan variabel terikatnya, uji analisis, tempat penelitian, jumlah populasi dan sampel serta instrumen penelitiannya. Variabel terikat penelitian tersebut adalah obesitas pada remaja dan variabel bebasnya adalah kadar asam urat serum. Sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah kadar asam urat dan variabel bebasnya yaitu tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold).

(24)

Persamaannya adalah pada permasalahan yang diteliti yaitu kadar asam urat darah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Pipit Festy, Anis Posyiatul H, Afnan Aris pada tahun dengan judul “ Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Wanita Postmenopause. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik cross sectional dengan uji korelasi. Pada wanita postmenopause usia ≥50 tahun. Diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kadar asam urat darah pada wanita postmenopause.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada variabel bebasnya. Variabel bebas pada penelitian tersebut yaitu pola makan sementara penelitian ini adalah tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold). Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat yaitu kadar asam urat.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Tyas Sitaresmi K, Saryono, Iwan P, pada tahun 2009 dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Asam Urat Darah “.

Penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kadar asam urat darah pada laki-laki dan perempuan. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan desain korelasi pada populasi berusia 21-60 tahun.

(25)

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas, variabel terikat dan responden. Variabel bebas dan terikat pada penelitian tersebut adalah indeks massa tubuh dan kadar asam urat. Sedangkan variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian ini adalah tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dan variabel terikatnya kadar asam urat darah. Persamaannya yaitu terletak pada metode penelitian.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ayse Carlioglu, Feridun Karakurt, Senem Maral, Benan Kasapoglu, Tahir Darcin pada tahun 2011 berjudul “Serum Uric Acid Level in Obese Woman”

Penelitian tersebut merupakan penelitian prospektif yang dilakukan pada 644 wanita dengan usia rata-rata 51±9,7 tahun di Fatih University Hospital. Inform consent telah diisi oleh responden yang telah dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa kadar asam urat dan kreatinin lebih tinggi pada obesitas dari pada kelompok berat badan normal dan berlebih (p: 0,00).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel bebas, terikat dan desain penelitian. Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah kadar asam urat sedangkan penelitian yang dilakukan adalah skinfold. Variabel terikat pada penelitian ini adalah obesitas sedangkan pada penelitian yang dilakukan yaitu kadar asam urat. Desain penelitian ini menggunakan desain prospektif sedangkan penelitian yang dilakukan adalah

(26)

desain cross sectional. Persamaannya yaitu membahas permasalahan tentang asam urat.

(27)

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lipid a. Pengertian

Lipid adalah sekelompok senyawa non heterogen yang meliputi asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid serta sterol. Sifat umum lipid ada yang tidak larut dalam air dan ada yang larut dalam pelarut non polar (Murray, Granner, & Rodwell, 2009). Persentase lemak cenderung bertambah pada bagian pinggul, abdomen dan paha seiring dengan bertambahnya usia.

b. Proses Metabolisme dan Transportasi Lipid

Makanan yang tidak larut dalam air di dalamnya mengandung triasilgliserol. Triasilgliserol tersebut akan dirubah menjadi misel oleh garam empedu. Enzim lipase pankreas akan merubah trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol sehingga dapat diserap oleh mukosa usus. Kemudian di dalam mukosa usus, asam lemak dan gliserol tersebut akan disintesis kembali menjadi trigliserida. Kolesterol dari diet makanan akan digabungkan dengan triasilgliserol sehingga membentuk senyawa yang lebih kecil yaitu kilomikron yang akan ditransport ke jaringan-jaringan. Triasilgliserol diputus pada dinding pembuluh darah

(28)

oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Kedua senyawa ini akan diangkut menuju ke sel target (Ganong, 2008).

Pada sel otot, asam lemak akan dirubah menjadi energi sedangkan pada sel adiposa asam lemak akan disimpan dalam bentuk triasilgliserol. Pembentukan asam lemak menjadi triasilgliserol ini disebut dengan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika tubuh mengalami kekurangan energi maka triasilgliserol ini akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol untuk ditransport ke sel-sel yang kemudian dioksidasi membentuk energi. Hasil sampingan dari metabolisme trigliserida ini adalah benda keton. Oleh karena itu apabila pemecahan lemak ini meningkat maka benda keton yang dihasilkan juga akan meningkat. Proses pemecahan triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol disebut lipolisis (Murray et al., 2009)

c. Jenis – jenis Lipid

Berdasarkan hasil hidrolisisnya lipid digolongkan menjadi lipid sederhana, lipid majemuk dan sterol (Murray et al., 2009).

1) Lipid Sederhana

Lemak dan minyak merupakan lipid sederhana yang terdiri atas trigliserida campuran dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersimpan diseluruh tubuh tetapi jumlahnya paling banyak terdapat pada jaringan adiposa. Secara kimiawi lemak disebut

(29)

sebagai trigliserida, yaitu senyawa yang terbentuk dari gliserol dan asam lemak.

2) Lipid Majemuk

Hasil hidrolisis dari lipid majemuk adalah gliserol, asam lemak dan zat lain. Lipid kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfolipida dan glikolipida. Fosfolipid merupakan senyawa yang akan menghasilkan gliserol, asam lemak, asam fosfat dan senyawa nitrogen apabila dihidrolisis. Sedangkan glikolipida merupakan senyawa lipid yang mengandung karbohidrat.

3) Sterol

Sterol merupakan senyawa yang dapat dipisahkan dari lemak setelah dilakukan penyabunan. Sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan fitosterol. Kolesterol merupakan komponen utama untuk menyusun batu empedu. Kolesterol ini berfungsi untuk pembentukan hormone seks steroid, vitamin D serta membantu proses absorbsi asam lemak pada usus. Kelebihan kolesterol dalam tubuh dapat berisiko menderita penyakit jantung koroner.

Kolesterol dalam tubuh diedarkan dalam bentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein dibagi menjadi empat golongan yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL). Kilomikron

(30)

berfungsi mengangkut lemak ke jaringan yang membutuhkan. VLDL berfungsi untuk mengangkut triasilgliserol dari hati ke jaringan ekstrahepatik. LDL berperan untuk mengangkut kolesterol dari sel ke sel lain yang digunakan untuk sintesis hormone seks steroid. Sedangkan HDL berfungsi mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresikan melalui empedu baik dalam bentuk kolesterol ataupun asam empedu.

d. Trigliserida

Trigliserida merupakan salah satu lemak yang dapat diserap oleh tubuh setelah mengalami hidrolisis. Pada jaringan lemak, otot dan darah trigliserida akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan sisa dari hidrolisis tersebut kemudian dimetabolisme menjadi LDL. Kolesterol yang terkandung dalam LDL akan ditangkap oleh reseptor yang berada di jaringan perifer sehingga LDL ini sering disebut kolesterol jahat. Tertimbunnya kolesterol jahat di perifer tersebut akan diangkut oleh HDL keluar melalui saluran empedu sehingga sering disebut dengan HDL (Marks, Marks, & Smith, 2000).

e. Dampak Kelebihan Lemak

Trigliserida yang berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan trombus dan plak dalam pembuluh darah sehingga aliran darah terhambat. Adanya plak ini terjadi karena penumpukan makrofag untuk memakan benda asing yang dirasa berbahaya bagi tubuh. Hal ini

(31)

menyebabkan jantung melakukan kompensasi yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Agustini, Wahyuni, & Nila, 2013).

Menurut Ballard dalam R, A, & I (2013) timbunan lemak dan trigliserida di dalam tubuh terjadi akibat pertumbuhan sel secara hipertrofi dan hiperplasia sehingga menimbulkan obesitas dan muncul penyakit lain seperti aterosklerosis, diabetes mellitus dan gangguan kardiovaskular .

Lemak tidak semuanya digunakan oleh tubuh sebagai energi. Ada yang sebagian disimpan dalam jaringan adiposa sebagai cadangan energi. Pembakaran lemak menjadi kalori dalam darah akan menyebabkan meningkatnya benda keton di darah (ketosis). Salah satu dampak ketosis ini menghambat pembuangan asam urat melalui urin (Ganong, 2008).

2. Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) a. Definisi

Tebal lipatan lemak kulit menggambarkan perkembangan jaringan lemak bawah kulit. Pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit ini bisa juga digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak (persentase lemak) yang ada di dalam tubuh serta tebal lipatan lemak bawah kulit yang digunakan sebagai parameter kegemukan maupun obesitas. Pengukuran tebal kulit ini dapat dilakukan pada empat bagian yaitu pada bagian bisep, trisep, subkapsular dan suprailiaka (Shakeryan, Nikbakht, &

(32)

Kashkoli, 2013). Pengukuran yang dilakukan pada bagian trisep salah satunya dapat digunakan untuk mengukur massa otot.

Metode yang digunakan untuk mengukur tebal lipatan lemak dan persentase lemak ini adalah metode anthropometri dengan teknik skinfold. Metode ini banyak kelebihannya selain murah juga tidak merugikan kesehatan.

b. Cara Pengukuran Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold)

Pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dan persentase lemak dapat dilakukan dengan menggunakan alat skinfold caliper dengan satuan millimeter. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali pada masing-masing pengukuran. Hasil yang diperoleh adalah hasil rata-rata dari pengukuran jika dilakukan sebanyak dua kali dan nilai median jika dilakukan sebanyak tiga kali. Subjek yang diukur harus dalam keadaan relaksasi dan tegak.

Untuk memperoleh hasil yang akurat pada pengukuran tebal kulit dibutuhkan keterampilan yang baik agar dalam pengukuran tidak terdapat kesalahan yang signifikan. Menurut Lohman et al., dalam Shakeryan et al., (2013) untuk mendapatkan keakuratan tersebut perlu diperhatikan langkah-langkah pengukuran sebagai berikut :

1). Pakaian tidak perlu dibuka (cukup menyingsingkan pakaian pada bagian yang akan diukur)

(33)

2). Mengangkat dan memegang lipatan bawah kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kemudian kemudian menempatkan skinfold caliper diantara lipatan lemak bawah kulit sekitar 1

4 sampai 1

2 inchi dari jari

yang memegang lipatan.

3). Ketika dilakukan pengukuran, jari tetap memegang lipatan lemak. Jadi skinfold caliper tidak digunakan untuk menahan sekaligus mengukur tebal kulit melainkan hanya untuk mengukur tebal lipat kulit.

4). Untuk memperoleh hasil yang akurat, dapat dilakukan pada dua atau tiga tempat yang kemudian diambil hasil rata-rata dari pengukuran. Cara pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold ) pada tiap – tiap bagian adalah sebagai berikut (Indriati, 2010):

1). Bagian trisep

a). Memberikan tanda pada bagian trisep antara siku sampai dengan bagian ujung bahu.

b). Mengangkat lipatan lemak dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri.

c). Memasukkan lipatan lemak kulit pada rahang caliper,kemudian menandai lemak antara rahang caliper.

d). Melepaskan ibu jari dari caliper sehingga ujung caliper memiliki tenaga penuh pada lipatan lemak kulit. Membaca segera setelah alat pertama kali dilepaskan.

(34)

e). Untuk memperoleh data yang akurat dapat dilakukan pengukuran pada dua sampai tiga bagian kemudian dihitung hasil pengukuran rata-rata.

2). Bagian Bisep

a). Memberikan tanda pada otot bisep ketika fleksi. Lengan yang akan dilakukan pengukuran harus relaksasi dan berada dalam posisi tegak lurus.

b). Mengambil tebal lipatan lemak kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk.

c). Kemudian melanjutkan langkah 3,4 dan 5 pada langkah pengukuran bagian trisep.

3). Bagian subkapsula

Letaknya sekitar 45 derajat di bawah ujung tulang belikat. a). Mengambil tebal lipatan lemak kulit di bawah tulang belikat b). Memberikan tanda pada tengah-tengah lipatan sambil memegang

lipatan lemak sekitar 1 inchi dari tanda yang sudah diberikan. Kemudian melanjutkan langkah 3,4 dan 5 pada langkah pengukuran trisep.

4). Bagian suprailiaka

Terletak di atas puncak iliaka pada garis mid axila (sekitar 2,5 cm di atas pinggul)

(35)

b). Memberikan tanda pada tengah-tengah lipatan. Memegang lipatan sekitar 1

4 sampai 1

2 inchi dari tanda yang sudah diberkan. Kemudian

langkah 3,4 dan 5 sama dengan langkah pada pengukuran trisep. 5). Abdomen (Abdominal skinfold)

Arah cubitan vertikal dengan jarak 5 cm dari umbilikus. (setinggi umbilikus).

6). Krista iliaka (Iliac crest skinfold)

Cubitan dilakukan pada crista iliaca. Subjek berdiri dengan salah satu lengan kanan abduksi 90o. Kemudian jari pemeriksa meraba bagian crista iliaca serta meraba seluruh permukaan crista iliaca. Lipatan dilakukan pada pososi miring ke depan dengan sudut kurang lebih 45° terhadap garis horisontal.

7). Midaxillary

Cubitan dilakukan dengan arah vertikal setinggi sendi xiphosternal (dibawah sternum) sepanjang garis ilio-axilla. Pada saat dilakukan pengukuran, salah satu lengan mengambil posisi abduksi 90o. 8). Betis (Medial calf skinfold)

Cubitan dilakukan dengan arah vertical pada medial betis (tengah). Posisi subjek duduk di kursi dengan posisi kaki fleksi 90o.

(36)

9). Paha Bagian Depan (Front thigh skinfold)

Pengukur berdiri menghadap sisi kanan subyek. Subyek dalam posisi duduk di kursi dengan lutut fleksi 90o. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada garis tengah aspek anterior paha di pertengahan antara lipat paha dengan tepi atas patella.

10. Dada (chest)

Cubitan dilakukan sedikit miring sesuai dengan lipatan ketiak depan sepanjang linea axillaris anterior.

3. Asam Urat a. Definisi

Asam urat adalah produk dari metabolisme nukleotida purin (Murray et al., 2009). Asam urat merupakan senyawa yang memiliki sifat sangat sulit larut di dalam air. Asam urat disebut juga senyawa semi solid. b. Metabolisme Purin

Purin dihasilkan melalui tiga mekanisme yaitu degradasi DNA (Deoxyribonucleic Acid), degradasi asam nukleat serta berkurangnya sintesis ATP (adenosine triphosphate). Pada deplesi DNA akan terjadi mekanisme sintesis inosin dari adenosin dengan adenosin deaminase sebagai katalisatornya. Selanjutnya inosin akan dirubah menjadi hipoxantin yang kemudian akan dioksidasi lagi menjadi xantin. Sedangkan pada degradasi asam nukleat mekanisme pembentukan xantin

(37)

berasal dari basa guanin. Xantin tersebut yang kemudian akan dioksidasi menjadi asam urat (Weaver et al., 2010).

Gambar 2.1 Metabolisme Asam Urat (Weaver et al.,2010) c. Hiperurisemia

Penyakit kelebihan asam urat disebut dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dikarakteristikkan dengan adanya nyeri karena terdapat timbunan monosodium kristal urat pada persendian. Hiperurisemia merupakan gangguan arthritis inflamatori akut yang juga ditandai oleh adanya peningkatan kadar asam urat darah > 6,8 mg/dl (Weaver et al., 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andry, Saryono & Upoyo (2009) bahwa prevalensi hiperurisemia pada usia < 50 tahun dan > 50 tahun terjadi sebanyak 30%. Dari lima puluh sembilan studi yang

Degradasi sel DNA Degradasi

asam nukleat Deplesi ATP AMP menjadi Adenin Asam amino Glutamat GMP manjadi guanosin IMP (Inosin monofosfat) NH3 Glutamin Inosin Hipoxantin Xantin Asam urat

(38)

dikumpulkan untuk dilakukan analisis secara sistematik diperoleh hasil bahwa prevalensi hiperurisemia pada laki-laki adalah 21,6% sedangkan pada wanita adalah 8,6%. Usia risiko untuk menderita hiperurisemia pada laki-laki yaitu usia 30 tahun sedangkan 50 tahun untuk usia wanita (Liu, 2011).

a. Klasifikasi

Hiperurisemia atau yang sering disebut dengan istilah gout dibagi menjadi 2 macam yaitu gout primer dan gout sekunder (Weaver et al., 2010). Gout primer disebabkan karena dampak langsung dari peningkatan produksi ataupun penurunan ekskresi asam urat dalam tubuh. Sedangkan gout sekunder merupakan gangguan produksi (berlebih) dan gangguan penurunan ekskresi asam urat dalam tubuh yang disebabkan oleh faktor lain seperti gangguan metabolik maupun konsumsi obat-obatan tertentu (Price & Wilson, 2006).

b. Tahapan perjalanan Klinis

Gout atau yang sering disebut dengan asam urat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama yaitu tahap hiperurisemia asimptomatik. Pada tahap ini dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan kadar asam urat darah tetapi belum muncul tanda dan gejala lain seperti nyeri ataupun pembengkakan. Kadar asam urat darah normal pada laki-laki adalah 5,1 mg/dl sedangkan pada perempuan 4,0 mg/dl. Pada keadaan

(39)

hiperurisemia asimptomatik kadar asam urat ini dapat meningkat hingga 9-10 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

Tahapan yang kedua yaitu terjadi serangan gout akut. Menurut Syukri (2007), pada tahap ini mulai muncul tanda gejala seperti adanya pembengkakan pada daerah sendi jari-jari tangan, pergelangan tangan, lutut dan siku. Selain itu penderita juga mulai merasa nyeri yang sangat hebat. Serangan akut ini terjadi karena ada penimbunan natrium urat sehingga konsentrasi asam urat darah meningkat. Oleh karena tubuh tidak mampu mengatasi peningkatan tersebut sehingga terjadilah kristalisasi dan penimbunan asam urat darah. Timbunan kristal urat ini memicu leukosit untuk melakukan salah satu fungsinya yaitu memfagosit (memakan) zat yang dianggap asing dan mengganggu fungsi normal tubuh. Salah satu respon yang ditimbulkan dari proses ini adalah terjadinya peradangan sehingga timbul nyeri (Price & Wilson, 2006).

Tahap selanjutnya yaitu tahap interkritis. Pada tahap ini gejala-gejalanya sudah tidak muncul lagi selama kurun waktu yang lama hingga mencapai tahun (Price & Wilson, 2006). Kemudian tahap yang terakhir yaitu tahap kronik. Hiperurisemia yang semakin banyak akan menyebabkan gout kronik ini. Timbunan asam urat akan semakin banyak sehingga gejala akut yang akan muncul lagi pada tahapan ini dan bahkan semakin parah hingga muncul tofi (Weaver et al., 2010).

(40)

c. Patofisiologi Hiperurisemia

Produksi asam urat pada keadaan normal dipengaruhi oleh faktor diet dan asam ribonukleat yang berasal dari sel. Konsumsi makanan yang mengandung purin akan dimetabolisme di dalam tubuh menjadi asam urat. Purin juga dapat dihasilkan dari proses sintesis DNA (Deoxyribonucleic Acid ) dan RNA (Ribonucleic Acid). Purin yang telah terbentuk akan diubah menjadi hipoxanthin. Dengan bantuan xanthin oksidase, hipoxanthin akan dioksidasi menjadi xanthin yang kemudian terbentuklah asam urat melalui proses oksidasi. Terjadinya hiperurisemia dapat dipicu oleh banyak faktor yaitu pola makan yang kurang baik (diet tinggi purin), konsumsi alkohol, obesitas, gangguan metabolik, obat-obatan tertentu serta degradasi sel DNA yang abnormal (Ganong, 2008).

Proses selanjutnya yaitu terjadi penimbunan asam urat pada persendian akibat ketidakmampuan tubuh dalam melakukan kompensasi terhadap keadaan hiperurisemia. Asam urat yang mengendap semakin lama akan mengkristal dalam jaringan seperti pada sendi jari-jari tangan, siku, lutut dan pergelangan tangan, sehingga terjadi perubahan jaringan pada daerah yang terdapat timbunan asam urat. Terbentuknya kristal urat ini akan menstimulasi sistem pertahanan tubuh dengan cara mengaktifkan mekanisme fagositosis dari leukosit. Leukosit akan memfagosit timbunan kristal urat sebagai salah satu cara untuk

(41)

menurunkan kadar asam urat darah. Respon yang diakibatkan dari mekanisme fagositosis kristal tersebut adalah terjadinya peradangan dan kerusakan jaringan (Syukri, 2007).

d. Faktor Resiko Terjadinya Peningkatan Asam Urat

Asam urat ini merupakan hasil dari pemecahan purin yang secara normal dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin. Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) pada ginjal dapat menyebabkan batu ginjal yang berakibat pada terjadinya nefropati urat (Weaver et al., 2010) Hiperurisemia bisa terjadi karena produksinya yang berlebih (over production) atau karena ekskresinya yang berkurang atau terhambat (under excretion) maupun keduanya (Sudoyo et al., 2010)

1. Peningkatan produksi asam urat

Peningkatan produksi asam urat dalam tubuh disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

a) Gangguan metabolisme purin merupakan penyebab meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh. Gangguan ini biasanya terjadi karena pengaruh gen pembawa. Gejala yang ditimbulkan tidak jelas (asimptomatis). Selain itu hiperurisemia terjadi karena peningkatan kerja enzim fosforbisol sintetase (Misnadiarly, 2007).

b) Konsumsi makanan yang mengandung purin seperti jerohan, kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol, kepiting memicu

(42)

terjadinya hiperurisemia. Asam urat dalam tubuh akan diproduksi lagi dari hasil metabolisme diet tersebut (Weaver et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Hayani & Widyaningsih (2011) bahwa diet tinggi purin dengan pemberian jus hati ayam 3 kali sehari selama 7 hari pada mencit terbukti signifikan terdapat peningkatan kadar asam urat darah. Diet jenis daging dan seafood dapat meningkatkan kadar asam urat, kemudian untuk protein nabati yaitu protein yang berasal dari tumbuhan tidak cukup berpengaruh terhadap peningkatan kadar asam urat darah (Choi et al, dalam Andry, 2009).

c) Penyakit seperti kanker juga dapat meningkatkan kadar asam urat, karena terjadi percepatan kematian sel sehingga perlu adanya sintesis sel yang baru. Untuk itu sel yang sudah mengalami kerusakan akan degradasi membentuk sel baru dan menghasilkan produk asam urat (Murray et al., 2009). 2. Penurunan Ekskresi Asam Urat

a). Gangguan metabolik

Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus berisiko terjadi hiperurisemia. Hal ini erat kaitannya dengan hormon insulin. Penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh Meera et al., dalam Nasrul & Sofitri (2012) menyatakan hubungan antara hiperurisemia

(43)

dengan toleransi glukosa terganggu (TGT). Pada penderita diabetes mellitus terjadi resistensi insulin sehingga dengan bantuan air dan oksigen, xanthin akan dirubah menjadi asam urat. Hiperinsulinemia yang terjadi pada pra diabetes berpengaruh pada peningkatan absorbsi asam urat pada ginjal, sehingga kadar asam urat cenderung meningkat (Nasrul & Sofitri, 2012).

b). Usia

Hiperurisemia sering dijumpai pada orang dengan usia lanjut. Akan tetapi tidak semua lansia dapat mengalami hiperurisemia. Hal ini disebabkan karena pada sebagian lansia masih diproduksi steroid seks dalam jumlah yang cukup. Steroid seks ini akan memproduksi androgen, estrogen dan progesteron. Adanya hormon estrogen ini yang akan membantu pengeluaran asam urat melalui urin (Ali dalam Festy & Aris, 2010).

Menurut Sustrani dalam Andry et al., (2009) lansia yang mengalami hiperurisemia disebabkan karena terjadi penurunan produksi beberapa enzim dan hormon di dalam tubuh yang berperan dalam proses ekskresi asam urat. Enzim urikinase merupakan enzim yang berfungsi untuk merubah asam urat menjadi bentuk alatonin yang akan diekskresikan melalui urin. Sehingga terganggunya produksi enzim urikinase mempengaruhi proses pengeluaran asam urat yang menimbulkan hiperurisemia. Pada perempuan memiliki hormon

(44)

estrogen. Produksi hormon ini akan meningkat ketika berada pada usia pubertas, sehingga perempuan usia pubertas sangat jarang mengalami hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu ekskresi asam urat. Pada wanita menopause cenderung lebih sering mengalami hiperurisemia salah satunya disebabkan karena adanya penurunan hormon estrogen tersebut (Price & Wilson, 2006)

c). Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berpengaruh pada kejadian hiperurisemia. Alkohol memicu peningkatan produksi asam urat karena kandungan etanol dan purin yang terdapat dalam alkohol (Doherty, 2009). Selain itu produk sampingan dari alkohol adalah asam laktat. Produk asam laktat ini juga akan menghambat pengeluaran asam urat melalui urin sehingga terjadi hiperurisemia (Price & Wilson, 2006). Menurut Murray et al., (2009) dijelaskan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan perlemakan di dalam hati sehingga terjadi hiperlipidemia yang berdampak pada sirosis. Hati berfungsi sebagai metabolisme lipid sekaligus sebagai transport lipid ke jaringan. Terjadinya hiperlipidemia tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. d). Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa memicu peningkatan kadar asam urat atau membantu dalam mengekskresikan asam urat. Salah satu jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu

(45)

jenis urikosturik, contoh obat tersebut adalah probenesid dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006). Untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika mengkonsumsi obat tersebut memerlukan konsumsi air putih yang banyak yang salah satu fungsinya adalah untuk menurukan tingkat saturasi asam urat sehingga asam urat dapat diekskresikan dengan mudah.

Sebaliknya, obat jenis aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al., 2010). Begitu juga dengan obat antihipertensi yang memiliki dampak hampir sama dengan jenis aspirin. Obat hipertensi memiliki efek samping yaitu menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid di dalam tubuh itulah yang mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin. Menurut Krisnamurti dalam Festy et al., (2010) salah satu jenis obat antihipertensi yang memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut adalah tiazid.

e). Faktor Obesitas

Pada obesitas terjadi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh, selain itu orang yang obesitas lebih banyak memiliki sel lemak dibandingkan yang normal (Murray et al., 2009). Pada orang obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada orang obesitas juga banyak.

(46)

Pada kadar normal, kolesterol baik bagi tubuh karena merupakan salah satu bahan untuk membentuk hormone seks steroid (estrogen, progesteron, androgen) akan tetapi jika produksinya berlebih kolesterol tersebut akan menumpuk di pembuluh darah dan terjadi plak sehingga menghalangi darah maupun senyawa lain untuk bersirkulasi. Salah satu senyawa yang terhambat adalah asam urat darah. Asam urat yang normalnya keluar melalui ginjal menjadi terhambat proses ekskresinya karena terdapat plak pada vaskuler (Agustini et al., 2013).

Pada keadaan kelaparan trigliserida akan dirubah menjadi energi dengan produk sampingan zat keton. Zat ini akan berakumulasi di vaskuler yang sering disebut dengan ketosis. Penumpukan zat keton dalam pembuluh darah ini akan menghambat ekskresi asam urat (Misnadiarly, 2007).

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, hiperlipidemia, hiperglikemia serta disfungsi endokrin (Murray et al., 2009). Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk keadaan sindrom metabolik dan cenderung lebih resisten terhadap insulin. Xanthin yang ada di dalam tubuh akan dirubah menjadi asam urat akibat dari resistensi insulin tersebut sehingga kadar asam urat darah dalam tubuh meningkat.

(47)

f). Hipertensi

Gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi) akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan aliran darah glomerulus. Hal ini memicu ekskresi renin angiotensin yang menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium (Purwaningsih, 2009). Pada prinsipnya, air selalu mengikuti gerak dari natrium tersebut sehingga pada saat terjadi reabsorbsi natrium maka air (H2O)

akan mengalami peningkatan reabsorbsi pula. Berkurangnya kadar cairan dalam ginjal inilah yang menghambat ekskresi asam urat.

Selain menyebabkan penurunan aliran darah glomerulus, hipertensi juga berdampak pada terjadinya cedera peritubular (Manampiring & Bodhy, 2011). Kerusakan pembuluh darah dapat berakibat pada iskemia jaringan yang akan meningkatakan sintesis asam urat melalui proses degradasi DNA maupun deplesi ATP.

g). Aktivitas

pada saat melakukan aktivitas fisik maka kebutuhan energi akan bertambah, karena selain untuk mempertahankan fungsi – fungsi tubuh juga digunakan untuk melakukan aktivitas tersebut. Energi ini diperoleh dari proses metabolisme aerob maupun anaerob. Metabolisme anaerob digunakan ketika simpanan oksigen dalam tubuh rendah. Metabolisme anaerob ini akan menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat, sehingga semakin berat aktivitas yang

(48)

dilakukan maka asam laktat akan banyak diproduksi. Penumpukan asam laktat dalam tubuh dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin.

Selain menggunakan metabolisme anaerob, tubuh juga bisa melakukan metabolisme aerob dengan menggunakan simpanan lemak untuk dikatabolisme menjadi energi. Akan tetapi produk yang dihasilkan dari katabolisme lemak ini tidak hanya ATP saja melainkan disertai dengan benda keton. Semakin banyak lemak yang dikatabolisme maka benda keton akan semakin banyak dihasilkan sehingga menghambat ekskresi asam urat.

e. Komplikasi hiperurisemia

Hiperurisemia dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya bagi tubuh seperti rusaknya persendian akibat peradangan, kerusakan ligamen dan tendon (otot). Bagian tubuh yang diserang biasanya adalah ibu jari kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan dan kaki, siku dan jari tangan. Selain itu asam urat juga dapat menyebabkan gangguan retina mata, saluran cerna, ginjal dan jantung (Sustrani, Alam, & Broto, 2006). Komplikasi tersebut disebabkan karena adanya akumulasi batu urat pada ginjal sehingga terjadi penebalan pada arteriol aferen ginjal dan akumulasi makrofag pada dinding pembuluh darah pra glomerulus (Avram & Krishnan, 2008). Hal ini menyebabkan sirkulasi darah pada ginjal terhambat sehingga terjadi iskemia pada post glomerulus.

(49)

Terhambatnya sirkulasi darah ginjal memicu aktivitas renin angiotensin untuk menstimulasi peningkatan aliran darah ginjal dengan melakukan vasokonstriksi vaskuler yang berakibat pada terjadinya hipertensi.

Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai akibat dari hipertensi. Adanya hipertensi tersebut menyebabkan peningkatan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Sebagai kompensasinya maka jantung akan mengalami hipertrofi otot. Apabila keadaan ini terjadi secara terus menerus maka akan mengakibatkan payah jantung ( Price & Wilson, 2006).

Gambar 2.2 Komplikasi hiperurisemia (Avram & Krishnan, 2008)

f. Diet Penderita Hiperurisemia

Diet pada penderita hiperurisemia harus disesuaikan dengan tingkat keparahan kelebihan asam urat yang diderita. Syarat diet yang baik pada penderita hiperurisemia akut maupun kronis yaitu dengan membatasi makanan dengan kadar purin lebih dari 500 mg/100 gr,

(50)

jumlah energi sesuai dengan kebutuhan tubuh, dianjurkan untuk mengkonsumsi jenis karbohidrat kompleks sebanyak 65 – 75 % dari kebutuhan energi total, protein sebesar 10-20% dari kebutuhan energi total, vitamin dan mineral yang cukup dan cairan sesuai dengan urin yang dikeluarkan (Almatsier dalam Budianti, 2008).

1) Energi

Kebutuhan energi seseorang dipengaruhi oleh komposisi badan, usia dan jenis kelamin, kegiatan fisik serta iklim. Penderita hiperurisemia harus memperhatikan jumlah kalori yang dibutuhkan dalam sehari sesuai dengan berat badan dan tinggi badan individu. Berat badan yang berlebih pada penderita hiperurisemia harus diturunkan dengan memperhatikan jumlah asupan kalori. Selain itu kalori yang kurang juga harus dijaga agar tidak menyebabkan kekurangan gizi. Kekurangan kalori dapat menyebabkan kadar asam urat meningkat karena adanya benda keton yang menghambat proses ekskresi asam urat dalam tubuh (Budianti, 2008).

2) Protein dan Purin

Protein merupakan nutrien yang penting untuk pembentukan energi serta sintesis zat-zat organik yang mengandung hidrogen. Protein dapat meningkatkan produksi asam urat dalam tubuh. Oleh karena itu, pada penderita hiperurisemia dianjurkan untuk diet rendah protein. Konsumsi protein per hari sebesar 50-70 g atau 0,8-1,0

(51)

g/kgBB. Protein yang baik bagi penderita hiperurisemia adalah protein nabati serta protein yang berasal dari susu, keju dan telur (Budianti, 2008).

3) Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Secara normal, karbohidrat dikonsumsi dalam dengan jumlah 60-70% dari kebutuhan energi tubuh. Karbohidrat dibagi menjadi dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong dapat membantu ekskresi asam urat dari dalam tubuh. Sedangkan karbohidrat sederhana seperti fruktosa, permen, arum manis dapat memicu peningkatan produksi asam urat (Budianti, 2008).

4) Lemak

Konsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi harus dikurangi pada penderita hiperurisemia, karena lemak dapat mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin. Konsumsi lemak yang dianjurkan sebesar 15% dari total kalori yang dibutuhkan (Budianti, 2008).

5) Vitamin C

Konsumsi vitamin C yang cukup dapat mengurangi risiko hiperurisemia, karena vitamin C salah satunya berfungsi untuk mengangkat lemak yang menempel pada vaskuler sehingga

(52)

aterosklerosis dapat dicegah. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab terjadinya hiperurisemia sekunder (Budianti, 2008).

g. Cara pengukuran

Kadar asam urat dapat dilakukan pemeriksaan dengan dua metode yaitu metode enzimatik dan menggunakan stik. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan asam urat darah metode stik yaitu dengan alat check asam urat digital. Alat ini menggunakan prinsip UASure Blood Uric Acid test strips dengan teknologi biosensor yang digabung dengan katalis. Ketika darah diteteskan pada daerah strip maka akan terjadi oksidasi asam urat pada darah dengan bantuan katalisator asam urat (Kuo et al., 2002).

4. Hubungan Tebal Lipatan Lemak (Skinfold) Dengan Kadar Asam Urat Darah

Asam urat diproduksi secara normal di dalam tubuh melalui diet (makanan yang mengandung purin) dan degradasi sel. Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) disebabkan over production, penurunan ekskresi maupun dari masukan purin. Penurunan ekskresi asam urat salah satunya disebabkan karena kelebihan lemak dalam tubuh. Lemak disimpan dalam jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Semakin banyak simpanan trigliserida dalam jaringan adiposa menyebabkan lipatan lemak bawah kulit semakin tebal. Kelebihan kadar trigliserida dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan endapan trigliserida sehingga terjadi fibrosis jaringan (Agustini,

(53)

Wahyuni & Nila, 2013). Terbentuk scar pada pembuluh darah sehingga darah dan zat lain dalam tubuh dihambat untuk bersirkulasi ke sel dan jaringan. Dampaknya akan terjadi hipoksia jaringan yang ditandai dengan adanya kelaparan sel. Dari kelaparan sel inilah terjadi peningkatan kadar asam urat darah yang melalui berbagai mekanisme sebagai berikut:

a. Terjadi metabolisme anaerob; selain menghasilkan energi, metabolisme anaerob juga menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Asam laktat ini akan tertimbun di otot sehingga menghambat ekskresi asam urat (Purwaningsih, 2009).

b. Penumpukan keton pada pembuluh darah; trigliserida merupakan simpanan lemak dalam jaringan adiposa yang salah satu fungsinya adalah sebagai cadangan energi. Ketika terjadi kelaparan sel tubuh maka trigliserid tersebut akan dikonversi menjadi energi dengan menghasilkan produk sampingan berupa benda keton. Keton akan beredar dalam darah sehingga pada keadaan kelaparan tersebut kadar keton dalam darah meningkat atau yang sering disebut ketosis. Penumpukan keton di dalam darah juga menghambat ekskresi asam urat darah sehingga terjadi hiperurisemia (Purwaningsih, 2009).

c. Degradasi protein DNA dalam tubuh meningkat; adanya hipoksia jaringan dalam jangka waktu lama menyebabkan kematian sel. Akibatnya tubuh melakukan kompensasi dengan melakukan mekanisme degradasi sel DNA sehingga terbentuk sel DNA yang baru. Degradsi sel DNA ini

(54)

menghasilkan asam amino. Pada siklus gama glutamil, asam amino akan dibentuk menjadi glutamin yang kemudian dirubah menjadi bentuk inosin mofosfat hingga memperoleh hasil akhir berupa asam urat (Weaver et al., 2010).

d. Penurunan pembentukan energi (deplesi ATP); pada keadaan sel tubuh mengalami hipoksia, tubuh akan menggunakan metabolisme anaerob agar energi tubuh tetap dihasilakan. Hasil akhir dari metabolisme anaerob ini adalah adenosin monofosfat (AMP), energi dan otot menjadi rekasasi. Adenosin ini akan dirubah menjadi bentuk asam urat (Weaver et al., 2010).

Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang yang lipatan lemak bawah kulitnya tebal cenderung lebih berisiko untuk mengalami hiperurisemia karena jumlah lemak trigliseridnya banyak. Hal tersebut berdampak pada terjadinya penurunan ekskresi maupun peningkatan produksi asam urat dalam tubuh sehingga terjadi hiperurisemia.

(55)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian disusun dari berbagai sumber – sumber yang sudah ada sebelumnya. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Teori Diet mengandung Purin Faktor-faktor yang menyebabkan degradasi DNA (Murray, 2009): neoplasma, penuaan, hipoksia sel Degradasi sel DNA Akumulasi purin pada

sel tubuh Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar asam urat (Sudoyo et al (2010). Weaver et al. (2010). Manampiring, (2011). Purwaningsih, (2009). Kono et al., (2000). Fam, (2002). Murray, (2009)):

a. Peningkatan Produksi as.urat a.1. Genetik

a.2. Diet tinggi purin a.3. Neoplasma

b. Penurunan Ekskresi as.urat

b.1. Gangguan metabolik (Diabetes mellitus)

b.2. Usia

b.3.Konsumsi alkohol

b.4. obat-obatan (aspirin, antihipertensi)

b.5. Aktivitas (asam laktat) b.6. Hormon (estrogen) Asam urat dihasilkan Makanan mengandung purin ( Fam, 2002): Daging merah, jerohan, melinjo,bayam, ayam, daging bebek,ginjal,otak As. Urat disimpan : Tendon sendi, ginjal b.7. lemak berlebih

(56)

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian disusun sebagai kerangka kerja dalam melakukan penelitian. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan:

Kadar asam urat Tebal lipatan lemak

bawah kulit (skinfold) Variabel confounding : a. Diabetes Mellitus b. Usia c. Obat-obatan tertentu (antihipertensi d. Konsumsi alkohol e. Menopause f. Genetik g. Diet/nutrisi h. Aktivitas i. Kanker/neoplasma : diteliti : tidak diteliti Terapi non farmako logi

(57)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangaka konsep tersebut, maka peneliti menggunakan rumusan hipotesis (H1) dalam penelitian yaitu : Ada hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat pada wanita usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden.

(58)

43 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain korelasi yaitu dengan meneliti hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat pada usia dewasa di Desa Rempoah Baturaden. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel bebas dan variabel terikat pada waktu yang bersamaan (Saryono, 2009). Kelompok yang menjadi sample penilitian dilakukan pengukuran tebal lipatan lemak (skinfold) dengan skinfold caliper kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat darah. Data yang diperoleh dianalisis untuk membuktikan hipotesis kerja.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November sampai Desember 2013 di Dusun 3 Desa Rempoah Baturaden.

C. Populasi dan Sampel

Menurut Saryono (2009) populasi merupakan keseluruhan dari sumber data yang terdiri dari obyek dan subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik

(59)

tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti yang diperlukan dalam penelitian. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1944 orang dengan usia 40-60 tahun.

Sampel merupakan bagian dari karakteristik dan jumlah yang dimiliki oleh populasi yang digunakan sebagai subjek penelitian dengan menggunakan teknik sampling. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Banyaknya sampel diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑛 = 𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 0,5 ln1 + 𝑟1 − 𝑟 2 + 3 Z α : Kesalahan tipe I Z β : Kesalahan tipe II n : sampel r : kekuatan korelasi 0,37 𝑛 = 1,96 + 1,28 0,5 ln1 + 0,371 − 0,37 2 + 3 = 72,579 + 10% = 79,83 = 80

Gambar

Tabel                 Halaman
Gambar 2.1 Metabolisme Asam Urat (Weaver et al.,2010)  c.  Hiperurisemia
Gambar 2.2 Komplikasi hiperurisemia  (Avram &amp; Krishnan, 2008)
Gambar 2.3 Kerangka Teori Diet  mengandung Purin   Faktor-faktor  yang menyebabkan  degradasi DNA (Murray, 2009): neoplasma, penuaan, hipoksia sel Degradasi sel DNA Akumulasi purin pada
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Desain penelitian explanatory dengan jenis penelitian deskriptif dan kausal di mana peneliti ingin melakukan pengujian terhadap hipotesis- hipotesis dan menguji

Tiruan kecil ini digunakan untuk bermain, tetapi di saat yang sama mainan ini juga berfungsi untuk menginstruksikan anak laki-laki dalam berlatih ketrampilan.. Koleksi dari

RUN DOWN BERITA APA KABAR JOGJA RBTV. Tanggal : 06

Perlu dilakukan uji ukuran partikel kembali dengan media AGF dan AIF untuk menentukan hasil yang optimal dalam formula sediaan Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System SNEDDS

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Peningkatan Jalan Cut Nya Dien RT.15 Desa Nunukan Tengah , dimana perusahaan saudara

Prosa diungkapkan dalam bentuk narasi, sehingga di dalamnya terdapat alur atau perjalanan peristiwa­ peristiwa (Tasai, 2003: 4). Prosa dapat dibedakan menjadi prosa

Selain dari bentuk Diklat yang dilakukan setiap tahun ini, kepada pegawai Bagian Keuangan Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara juga

STORYTELLING DALAM MEMBANGUN KOMUNIKASI WORD OF MOUTH MELALUI MEDIA SOSIAL (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG IMPLEMENTASI STORYTELLING MELALUI INSTAGRAM PADA BRAND. F ANITA