• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. faktor yaitu faktor sosial,pendidikan, dan ekonomi yang luar biasa pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. faktor yaitu faktor sosial,pendidikan, dan ekonomi yang luar biasa pada"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada bulan Oktober dan November tahun 2010 yang lalu menimbulkan permasalahan pada beberapa faktor yaitu faktor sosial,pendidikan, dan ekonomi yang luar biasa pada masyarakat daerah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali. Hal ini dapat terlihat pada mayoritas masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi dari keempat wilayah yang terkena erupsi Gunung Merapi kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal.

Sebagai contoh riil adalah kerusakan di wilayah kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman. Kerusakan yang terjadi akibat letusnya Gunung Merapi sedikitnya terdapat 2.271 rumah warga yang rusak, 239 infrastruktur masyarakat seperti sekolah, puskesmas, dan pasar juga rusak. Beberapa sarana peribadatan seperti masjid hancur juga tidak luput dari dampak letusan Gunung Merapi.5

Dari beberapa faktor yang ada, faktor ekonomi dalam bidang produksi, industri, dan perdagangan menjadi faktor penting dalam pemulihan aktivitas warga lereng Merapi maupun warga Yogyakarta pada umumnya. Dalam pemulihan faktor ekonomi masyarakat, tentunya diperlukan dukungan

5 Pemda Sleman, 2010, “Rumah Warga Rusak Akibat Erupsi Gunung Merapi”,http://www. Slemankab.go.id.

(2)

financial yang tinggi sebagai modal awal untuk faktor produksi baik barang

maupun jasa yang dapat membantu untuk dapat menopang kehidupan masyarakat tersebut.

Dimana penulis ketahui bahwa mayoritas masyarakat lereng Gunung Merapi pada umumnya memiliki usaha berternak, berkebun, dan berdagang. Usaha – usaha masyarakat tersebut sebagian besar telah lenyap diterjang awan panas maupun lahar dingin dari keganasan erupsi Gunung Merapi. Perlunya dukungan financial dalam rangka pemulihan faktor ekonomi masyarakat, tentunya membutuhkan suatu perangkat hukum yang kuat dan pasti, salah satunya adalah melalui lembaga keuangan yaitu lembaga perbankan.

Menurut Johanes Ibrahim6 fungsi bank adalah sebagai satu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediaries), sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian, dalam fungsinya mentransfer dana – dana (lonable funds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers) atau unit defisit.

Peranan bank sebagai lembaga intermediasi, bank adalah memiliki fungsi sebagai perantara keuangan. Dalam menjalankan peranan sebagai lembaga intermediasi ini, hubungan yang ada antara bank dengan nasabah pada prinsipnya didasarkan oleh dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kerpercayaan. Suatu bank dapat berkembang usahanya dan meningkatkan

6 Johanes Ibrahim,2004, Cross Default dan Cross Colateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit

(3)

laba, apabila bank mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menempatkan dana yang dimilikinya ke dalam produk – produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan tersebut, bank dapat memobilisasi dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya, dan menyalurkanya kembali dalam bentuk kredit serta memberikan berbagai jasa – jasa perbankan yang telah ditawarkan. Dalam operasional bank sangat memerlukan seperangkat peraturan sebagai payung hukum bagi para pihak dalam bertransaksi.

Transaksi perbankan merupakan hubungan hukum antara bank dan nasabah di bidang bisnis, yang di dalamnya terdiri atas transaksi di bidang perkreditan. Adapun bentuk kredit dapat berupa kredit investasi, kredit modal kerja, kerdit usaha mikro, dan jenis –jenis kredit lainnya sesuai dengan kebutuhan debitur. Kredit – kredit tersebut umumnya dinikmati oleh para nasabah yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Masyarakat memilih kredit yaitu untuk membantu menopang perekonomian keluarga, yang bertujuan agar dapat mengembangkan usahanya sehingga pendapatan yang akan diterima akan bertambah. Namun sungguh tidak disangka apabila usaha yang ada lenyap seketika akibat semburan awan panas dan lahar dingin dari erupsi Gunung Merapi. “Di Sleman, daerah yang terkena dampak cukup parah antara lain wilayah Turi, Pakem, Cangkringan dan Tempel. Debitur yang terkena dampak langsung sebanyak 4.009 rekening debitur dengan total nilai kredit sebanyak Rp 63,9

(4)

miliar.7 Adanya bencana alam erupsi Gunung Merapi telah menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat, masyarakat gelisah hilangnya mata pencaharian mereka akan sulit bagi mereka untuk kelangsungan hidup mereka, tidak hanya untuk kehidupan yang primer seperti makan, minum dan pendidikan bagi putra putri mereka tapi bagi mereka yang memiliki kredit di lembaga keuangan khawatir tidak dapat terpenuhinya kewajiban mereka untuk membayar kredit.

Dalam implementasinya, kegelisahan pada masyarakat terkait dengan kredit yang di miliki pada suatu lembaga keuangan tersebut menimbulkan beberapa permasalahan–permasalahan sebagai berikut:

1. Munculnya berbagai macam pertanyaan dari masyarakat, khususnya nasabah korban erupsi Gunung Merapi. Mengapa disaat sedang tertimpa bencana di mana harta benda bahkan ada yang diantara salah satu anggota keluarga meninggal dunia akibat semburan awan panas dan lahar dingin Gunung Merapi, terdapat beberapa petugas bank yang menagih kredit di suatu lokasi posko pengungsian. Hal ini menimbulkan asumsi masyarakat atas sikap bank yang dianggap tidak mau tau kesulitan ekonomi yang dialami nasabah pasca erupsi Gunung Merapi tahun akhir tahun 2010 yang lalu.

7Endot Brilliantono, 2010, BI kaji keringanan kredit korban Merapi, http//

(5)

2. Permasalahan kedua yaitu kegelisahan penyitaan jaminan kredit, diantara beberapa nasabah yang memiliki kredit pada bank/lembaga keuangan yang lain, kekhawatiran terhadap kesulitan atau terhambatnya pembayaran angsuran kredit mengakibatkan kegelisan terhadap harta benda yang mereka jaminkan sebagai agunan kredit pada bank tersebut. Kesulitan dan terhambatnya pembayaran sering kali mereka dihadapkan pada ancaman dari petugas mengenai penyitaan jaminan kredit.

3. Permasalahan yang ketiga adalah pemotongan gaji terhadap debitur berpenghasilan tetap dilakukan oleh pihak bank. dimana kondisi pasca erupsi merapi kreditur yang termasuk korban erupsi merapi telah mengalami kondisi keuangan yang sulit.

Permasalahan kredit pasca erupsi merapi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan permasalahan kredit pasca gempa Tektonik tahun 2006 yang lalu. Permasalahan kredit pasca gempa tektonik 2006 bank mengacu pada Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/10/PBI/2006 tentang perlakuan khusus terhadap kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah sekitarnya di propinsi Jawa Tengah. Tujuan utama dari Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/15/PBI/2006 tersebut adalah mengatasi potensi gagal bayar kredit yang melanda nasabah kreditor yang berada di daerah bencana pasca gempa Yogyakarta dan menyelamatkan dana nasabah debitur dari kehilangan tabungan atau investasinya di perbankan.

(6)

Mengingat telah tiga tahun pasca gempa tepatnya tahun 2009 dan terdapat masih banyak dana yang belum dikembalikan oleh nasabah dari kredit yang telah direstrukturisasi maka pertengahan tahun Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia baru Nomor 11/27/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No 8/10/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah.

Sama halnya dengan kondisi yang terjadi pasca gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006 yang lalu, pasca erupsi merapi di daerah Sleman bulan November 2010 yang lalu kebijakan kredit mengenai keadaaan pasca bencana erupsi merapi di dasarkan pada peraturan yang di keluarkan oleh Bank Indonesia Nomor 11/27/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No 8/10/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah.

Selain ini Bank Indonesia mengeluarkan suatu keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perlakukan khusus terhadap kredit bank di beberapa daerah yang terkena bencana yaitu Nomor 12/80/Kep.GBI/2010 tentang penetapan beberapa kecamatan di Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sleman sebagai Daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit Bank. Berdasarkan Keputusan Gubernur bank Indonesia tersebut ditetapkan beberapa daerah di Kabupaten

(7)

Sleman yang mendapat perlukuan khusus terhadap kredit di bank ada 5 kecamatan diantaranya Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Tempel.

Perlakuan khusus tersebut diberikan untuk kredit pada Bank yang mengalami masalah akibat adanya keadaan memaksa/ force majeure pada sebuah perjanjian kredit perbankan pasca erupsi merapi. Force majeure adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga hal tersebut dapat terjadi pada waktu perjanjian dibuat. Dengan kata lain

force majeure merupakan suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar dugaan

para pihak sebelum melakukan perjanjian.

Suatu keadaan memaksa diatur dalam Pasal 1244 KUHPerdata, mengatakan bahwa :

“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum untuk mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat memuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika iktikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.”

Pasal 1245 menyebutkan bahwa :

“Tidaklah biaya, rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”.

Lebih lanjut dalam Pasal 1444 KUHperdata disebutkan bahwa :

“Jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian, musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui

(8)

apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berutang lalai menyerahkan sesuatu barang sedangkan ia tidak telah menganggung terhadap kejaadian-kejadian yang tak terduga, perikatan hapus jika ba rangnya akan musnah secara yang sama di tangan si berpiutang, seandainya sudah diserahkan kepadanya. Si berutang diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga, yang dimajukan itu. Dengan cara bagaimanapunn sesuatu barang, yang telah dicuri, musnah atau hilang, hilangnya barang ini tidak sekali-kali membebaskan orang yang mencuri barang dari kewajibannya untuk mengganti harganya.”

Kondisi seperti halnya erupsi Gunung Merapi ini tentunya merupakan suatu kejadian yang diluar dugaan sebelumnya. Akibatnya nasabah (debitur) kesulitan membayar angsuran kreditnya kepada pihak Bank. Hal tersebut menjadi risiko pihak bank atas kredit macet pasca bencana erupsi Gunung Merapi. Menurut Gatot Supramono8, yang disebut kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Salah satu Bank yang terdapat pada Kabupaten Sleman yang terkena dampaknya yaitu Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman diantaranya yaitu Bank Rakyat Indonesia Unit Cangkringan, Unit Turi, Unit Pakem, Unit Besi, Unit Ngemplak 1, Unit Ngemplak 2, Unit Tempel 2.

Kredit Macet yang disebabkan oleh kejadian yang diluar dugaan tersebut hingga kini belum terselesaikan, hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui dan mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut.

Berdasarkan Uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Penyelesaian

8 Gatot Supramono,1996, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Penerbit Jamatan, Jakarta,hlm. 131.

(9)

Kredit Macet Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman Akibat Erupsi Gunung Merapi Di Kabupaten Sleman”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebur di atas, maka pokok permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman?

2. Bagaimanakah kedudukan jaminan dalam proses penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “Tinjauan Yuridis atas pelaksanaan penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman setelah dilakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian pada perpustakaan Universitas Gajah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Andika pada tahun 2010 berjudul “ Implementasi PBI Nomor 7/5/PBI/2005 Terhadap Penyelesaian Kredit

(10)

Macet Pasca Tsunami Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh”. Penelitian ini meneliti mengenai bagaimanakah implementasi PBI Nomor 7/5/PBI/2005 terhadap penyelesaian kredit macet pasca tsunami oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh serta mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian kredit macet pasca tsunami oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh. Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi PBI Nomor 7/5/PBI/2005 terhadap Penyelesaian Kredit Macet Pasca Tsunami pada PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh dilakukan dengan tahapan pembuatan kebijakan Direksi, Pendataan terhadap debitur, peninjauan dan penilaian terhadap debitur-debitur yang terkena bencana tsunami, serta pelaksanaan kebijakan yang dibuat Direksi.9

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lupitasari pada tahun 2011 berjudul “Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Di Bank Bri Cabang Katamso Yogyakarta”. Penelitian ini meneliti mengenai tata cara untuk meyelesaikan kredit macet dengan jaminan fidusia, menganalisis upaya yang diambil dalam hal terjadi pelangggaran undang-undang fidusia yaitu menjual benda yang diikat dengan fidusia, dan mengetahui peranan seorang notaries dalam hal pengikatan jaminan fidusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia di BRI cabang Katamso Yogyakarta yaitu dengan cara

9 Andika, 2010, Implementasi PBI Nomor 7/5/PBI/2005 terhadap penyelesaian kredit macet pasca

tsunami oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Magister Kenotariatan, Fakultas

(11)

restrukturisasi, meliputi (1) meneliti kembali kebenaran seluruh surat-surat/dokumen penting;(2) Melakukan pengikatan secara nyata terhadap agunan yang masih belum bersertifikat; (3) memberikan peringatan tertulis minimal 3 (tiga) kali kepada debitur agar segera menyelesaikan kewajibannya sesuai yang di perjanjikan, apabila tidak berhasil pihak BRI menyerahkan pengurusan piutang kredit macet BRI kepada PUPN dan DJPLN, untuk menyelesaikan piutang kredit macet. Dalam hal benda jaminan telah dijual, upaya yang dilakukan PT. BRI Cabang Katamso adalah cara damai antara lain : (a) Bank meminta kepada debitur untuk mengganti dengan barang yang nilainya sama sebagai jaminan; (b) meminta hasil penjualan dari benda jaminan tersebut untuk melunasi hutangnya, apabila hasil penjualan tidak dapat menutup hutang maka bank berhak menuntut pelunasan dari benda-benda lain milik debitur meskipun tidak diikat jaminan fidusia; (c) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri untuk mengeksekusi benda jaminan yang telah dialihkan, dalam hal akta jaminan fidusia tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.10

3. Penelitian yang dilakukan oleh Yurina Persada pada tahun 2011 berjudul “Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan Hak Tanggungan Pasca Gempa Bumi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, (Persero) Tbk Cabang Pariaman”. Penelitian ini membahas bagaimana cara penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi, dan untuk

10 Lupita Sari, 2011, Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia di Bank BRI Cabang

Katamso Yogyakarta, Tesis, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,

(12)

mengetahui usaha-usaha yang dilakukan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pariaman dalam penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan Hak Tanggungan pasca gempa bumi serta mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Hasil penilitian menunjukan bahwa penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi dilakukan dengan tahap pembuatan kebijakan, pendataan terhadap debitur, peninjauan dan penilaian terhadap debitur-debitur yang terkena bencana gempa bumi, adapun usaha yang dilakukan oleh Pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk Cabang Pariaman yaitu melakukan penyelamatan kredit melalui Restrukturisasi.11

Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu permasalahan hukum yang penulis angkat adalah permasalah hukum yang memfokuskan pada tinjauan hukum mengenai pelaksanaan penyelesaian kredit macet pasca Erupsi Gunung Merapi serta bagaimanakah kedudukan jaminan kredit pada proses penyelesaian kredit macet pasca Erupsi Merapi pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman. Penelitian ini mengembangkan suatu permasalahan yang diteliti oleh Yurina Persada pada tahun 2011 mengenai penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk cabang

11 Yurina Persada, 2011, Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan Hak Tanggungan

Pasca Gempa Bumi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, (Persero) Tbk Cabang Pariaman, Tesis,

Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.

(13)

Pariaman. Jadi penelitian yang dilakukan ini adalah asli dan dapat diyakini serta dibuktikan kebenarannya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: 1. Tujuan Objektif

Tujuan Objektif dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis mengenai :

a. Pelaksanaan penyelesaian kredit akibat bencana alam karena erupsi Gunung Merapi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman di Kabupaten Sleman.

b. Kedudukan jaminan pada bank dalam proses penyelesaian kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Sleman akibat bencana alam erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.

2. Tujuan Subyektif

Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Mkn (Magister Kenotariatan) di program Magister Kenotariatan Universitas Gajah Mada.

E. Kegunaan Penelitian

Beberapa kegunaan penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan yang berhubungan dengan permasalahan kredit

(14)

macet pada Bank Rakyat Indonesia cabang Sleman akibat bencana alam yaitu erupsi Gunung Merapi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada semua pihak , khususnya kepada bank sebagai lembaga keuangan yang mendapatkan dampak terhadap kredit yang dikeluarkan kepada debitur dan sebagai pemegang jaminan pada kredit yang terkena dampak erupsi merapi.

Referensi

Dokumen terkait

Karena Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan harga ini dilaksanakan pada tahap evaluasi dan bagian dari evaluasi penawaran maka peserta yang tidak hadir dinyatakan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwasanya Pemahaman konsep matematis peserta didik lebih baik memakai model pembelajaran ADDIE dikarnakan model ini mampu memberikan kesempatan

 Tumor parotis juga dapat diobati dengan obat tradisional atau disembuhkan dengan meminum rebusan daun sirsak. anker merupakan penyakit yang mematikan dan pengobatan nya

Misi 5 yaitu “Mempercepat penguatan kelembagaan, dan SDM pengawas serta aparatur Sekretariat di seluruh jenjang kelembagaan pengawas pemilu, melalui penerapan tata kelola

ini untuk mengetahui hubungan lama dan posisi duduk dengan keluhan nyeri punggung bawah pada penjahit baju di Pasar Sentral Polewali Dan Pasar Wonomulyo Kabupaten Polewali

pada tahap Event Recognation, bahwa mereka dapat menyebutkan salah satu event.. bazaar pakaian yang diselenggarakan di Lippo Plaza Jogja, dan sejumlah

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya

Tujuan dari penelitian adalah (1) Untuk medeskripsikan metode budidaya padi sawah metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, (2) Membandingkan struktur biaya