• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. karena peluang pasar yang cukup terbuka. Peternakan sapi potong ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Latar Belakang. karena peluang pasar yang cukup terbuka. Peternakan sapi potong ini"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi potong di Indonesia masih menjanjikan karena peluang pasar yang cukup terbuka. Peternakan sapi potong ini terus berkembang seiring permintaan daging sapi yang cukup tinggi dan program pemerintah untuk membatasi impor daging sapi. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), jumlah produksi daging sapi sebesar 545.621 ton dan konsumsi sebesar 549.700 ton. Impor sapi menurut Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (2013) mencapai 55.840 ton.

Sapi potong merupakan salah satu produk penghasil daging yang banyak diminati masyarakat karena kandungan gizi yang cukup tinggi. Selain daging, sapi potong juga menghasilkan limbah berupa feses dan urin yang dapat diolah menjadi pupuk. Limbah ini merupakan salah satu eksternalitas negatif yang dapat mencemari lingkungan terutama di daerah yang padat penduduk atau dekat dengan pemukiman. Aspek lingkungan inilah yang selama ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan analisis biaya dan pendapatan.

Yogyakarta merupakan salah satu sentra produksi sapi potong. Banyak peternak sapi potong yang tersebar di seluruh daerah Yogyakarta, salah satunya di kelurahan Bener. Kelurahan Bener memiliki kelompok ternak sapi potong yang kandangnya terpusat pada satu tempat. Skala pemeliharaan tidak cukup besar akan tetapi kandang

(2)

2

terletak sangat dekat dengan pemukiman. Berdasarkan SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982, jarak tempat bermukim dengan kandang minimal 250 meter. Dampak terhadap masyarakat belum begitu terasa karena kelompok ternak ini terhitung masih baru. Selain dekat pemukiman, kandang juga dekat dengan sungai sehingga menyebabkan tingkat pencemaran sangat tinggi. Kedekatan kandang dengan pemukiman dan sungai dapat menimbulkan masalah terhadap peternak dengan warga, maka penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui sikap peternak terhadap aspek sosial, lingkungan fisik dan ekonomi serta mengetahui seberapa besar peternak mampu menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap warga sekitar melalui kemauan membayar peternak (Willingness to Pay) dalam rangka menjaga lingkungan peternakan sapi potong sekaligus mengetahui seberapa besar kemauan masyarakat dalam menerima keberadaan usaha peternakan sapi potong di lokasi tersebut (Willingness to Accept).

(3)

3

Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui sikap peternak dari aspek sosial, lingkungan fisik, dan ekonomi pada usaha ternak sapi potong di kelompok ternak Trihandiniredjo Yogyakarta.

2. Mengetahui besarnya biaya lingkungan usaha peternakan sapi potong dengan cara kompensasi menggunakan metode Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA),

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Peternak sapi potong, sebagai masukan informasi dalam menjalankan usaha yang menguntungkan dan efisien dengan tetap memperhatikan lingkungan.

2. Pemerintah Daerah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan peternakan sapi potong yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan dan pengembangan wilayah usaha.

(4)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi potong

Perkembangan sapi potong di setiap daerah atau negara berbeda-beda. Sapi-sapi yang tersebar sekarang hampir di seluruh dunia berasal dari sapi-sapi primitif yaitu Bos Sondaicus, Bos Indicus, dan Bos Taurus. Sapi potong di Indonesia belum diketahui kapan mulai dibudidayakan (Rianto dan Purbowati, 2011). Produk utama dari sapi potong adalah daging sedangkan produk sampingnya berupa limbah feses dan urin. Azwar (1995) menyatakan bahwa satu ekor sapi diperkirakan menghasilkan feses rata – rata sehari sekitar 1,5 kg sampai 2 kg dan menghasilkan urin sekitar 980 gram. Feses sapi ini terdiri dari zat – zat organik (sekitar 40 % untuk feses dan 3,5 % untuk urin), serta zat – zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur dan sebagainya.

Feses mengandung banyak bakteri yang bersifat patogen dan membahayakan. Bakteri yang paling berdampak negatif terhadap lingkungan adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri ini merupakan patogen bagi usus manusia. Bakteri ini dapat digunakan untuk menunjukkan cemaran tinja dalam air minum. Bambang et al., (2014) melihat seberapa besar cemaran yang terjadi pada air isi ulang di sumber mata air dekat peternakan sapi di daerah Manado. Sampel air minum yang diuji mengandung cemaran mikroba yang berkisar antara 1,6 x 103 sampai 2,9 x 104 koloni/ml.

(5)

5

Sikap Peternak terhadap Lingkungan

Sikap oleh Brehm and Kassin (1990) dalam Azwar (2005) didefinisikan penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek. Sikap ini dapat diukur dengan beberapa metode. Pengukuran skala sikap digunakan untuk mengukur sikap manusia atau sikap kelompok dengan cermat dan akurat (Azwar, 2005).

Struktur sikap menurut Azwar (2005) terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen ini berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen kognatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.

Simmamora (2004) menjelaskan bahwa sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh keluarga, pengaruh kawan, dan media massa. Keluarga, kawan atau orang yang dihormati mempengaruhi sikap kita melalui perkataan atau teladan. Sikap positif ataupun negatif dapat dibentuk berdasarkan informasi, anjuran atau larangan yang disampaikan melalui kata-kata. Di dalam kelompok yang memiliki ikatan sosial tinggi, pengaruh pemimpin sangat kuat dalam membentuk atau mengubah sikap anggotanya. Selain itu, saat ini banyak orang yang membentuk sikap hanya berdasarkan informasi yang diperoleh melalui media massa.

(6)

6

Sikap peternak dalam memperlakukan alam lingkungannya juga dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan mereka. Pengetahuan dan pengalaman manusia diperoleh selama manusia itu beradaptasi dengan lingkungannya. Dari pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh tersebut, manusia menjadi tahu tentang lingkungannya yang tercermin dalam perilaku bermasyarakat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998).

Sikap peternak dapat diukur mengunakan skala Likert. Dalam penelitian sebelumnya, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap peternak ayam ras terhadap aspek lingkungan dan ekonomi di Kabupaten Bantul. Hasil penelitian Andarwati dan Guntoro (2007) menunjukkan bahwa sikap peternak cenderung netral terhadap aspek lingkungan disebabkan oleh status kependudukan peternak yang mayoritas merupakan penduduk asli. Sikap peternak dari aspek ekonomi cenderung baik karena disebabkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah peternakan ayam ras sebagai pekerjaan pokok, pengalaman usaha yang cukup memadai, peternak berjenis kelamin laki-laki, dan rata-rata pendidikan peternak tinggi.

Eksternalitas

Segala kegiatan yang melibatkan konsumsi terhadap barang publik biasanya akan menimbulkan eksternalitas. Eksternalitas dapat diartikan kegiatan atau tindakan yang membawa dampak (baik positif maupun

(7)

7

negatif) bagi orang lain. Dalam ilmu ekonomi, eksternalitas sebagai dampak yang ditimbulkan akibat hasil pasar terhadap kelompok selain produsen dan konsumen. Eksternalitas dapat menyebabkan tidak efisien pasar sehingga menimbulkan kegagalan pasar. Eksternalitas ini merupakan fenomena yang kita hadapi sehari-hari (Mankiw dan Gregory, 2000). Salah satu eksternalitas di dalam bidang peternakan adalah limbah yang dikeluarkan oleh ternak berupa feses. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari limbah sapi yang kurang baik pengelolaannya yaitu pencemaran tanah yang akhirnya akan mencemari air tanah di sekitar. Air tanah yang masuk ke dalam tanah akan digunakan masyarakat untuk kebutuhan hidup sehingga mereka akan terserang penyakit pencernaan yang diakibatkan oleh limbah tersebut. Selain itu, bau yang menyengat dari kotoran tersebut dapat mengganggu pernapasan.

Dalam konsep ekonomi, masalah lingkungan seperti polusi timbul karena adanya eksternalitas yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau pihak lain sehingga menyebabkan hilangnya “kesejahteraan” masyarakat. Lebih jauh dikatakan oleh Irham (2005) bahwa dalam konsep teori ekonomi lingkungan, kehadiran polusi secara fisik tidak merugikan secara ekonomi. Artinya meskipun secara ekonomi polusi tersebut ada dan menimbulkan dampak negatif, akan tetapi secara serta merta polusi tersebut tidak harus dihilangkan sama sekali (dampak=0). Menghilangkan polusi pada keadaan sama dengan nol berarti kita tidak melakukan aktivitas ekonomi sama sekali.

(8)

8

Konsep Nilai Sumber Daya

Konsep penilaian sumber daya diantaranya dikemukakan oleh Bell dan Bockstael (2000), nilai ekonomi suatu fungsi ekosistem atau jasa berkaitan dengan kontribusinya untuk menyejahterakan manusia, dimana kesejahteraan itu diukur dalam arti masing-masing individu mempunyai penilaiannya sendiri terhadap kehidupan yang lebih baik. Konsep ekonomi untuk menilai sumber daya alam dapat diketahui dari keinginan setiap individu untuk membayar (individual willingness to pay) dari selera (taste) dan preferensi (preferences) atas barang dan jasa yang dikonsumsi. Agregat jumlah nilai-nilai individu menjadi nilai sosial dari sumberdaya. Dengan demikian konsep penilaian ekonomi sumberdaya adalah upaya untuk memberikan nilai yang komprehensif terhadap sumberdaya.

Pearce dan Moran (1994), Willingness to pay (WTP) atau kesediaan untuk membayar merupakan kesediaan individu untuk membayar suatu kondisi lingkungan (penilaian terhadap sumber daya alam dan jasa alami) dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan sesuai dengan standar yang diinginkan. Kesediaan membayar ini didasarkan atas pertimbangan biaya dan manfaat yang akan diperoleh konsumen tersebut. Dalam hal ini WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumber daya alam dan jasa lingkungan. Spash (1997), penghitungan WTP dapat dilakukan secara

(9)

9

langsung (direct method) dengan melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.

Selain itu, pengukuran nilai ekonomi juga dapat dilakukan melalui willingness to accept yaitu berapa besar orang menerima kompensasi

akibat kerusakan lingkungan atau kesediaan konsumen menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Pearce dan Moran, 1994). Faktor pengukuran nilai ekonomi ini yang dapat dijadikan tolak ukur dalam penentuan nilai ekonomi.

Garrod dan Willis (1999) serta Hanley dan Splash (1993) dalam Fauzi (2004) menyatakan besaran WTA berada pada kisaran 2 sampai 5 kali lebih besar daripada besaran WTP. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketidaksempurnaan dalam rancangan kuesioner dan teknik wawancara. Pengukuran WTA terkait dengan endowment effect yaitu dampak pemilikan dimana responden mungkin menolak untuk memberikan nilai terhadap sumber daya yang ia miliki, serta responden mungkin memilih bersikap cermat terhadap jawaban WTP dengan mempertimbangkan pendapatannya.

(10)

10

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Landasan Teori

Peternakan sapi potong merupakan penyedia daging nasional untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Selain daging, sapi potong mempunyai produk samping berupa limbah/feses. Usaha peternakan sapi potong dapat menimbulkan pencemaran udara dan air akibat limbah yang dikeluarkan.

Peternak perlu memperhatikan pencemaran yang ditimbulkan oleh ternak untuk keberlanjutan usahanya. Kondisi peternakan yang dianggap sebagai sumber polusi menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat. Oleh karena itu, sikap peternak terhadap lingkungan perlu dijaga agar lingkungan tidak rusak dan tercemar. Jika lingkungan mampu dijaga oleh peternak, maka sudah pasti peternakan itu mampu bertahan lebih lama. Berbagai upaya yang dapat dilakukan peternak untuk menanggulangi kerusakan lingkungan antara lain pengolahan limbah ternak untuk dijadikan pupuk, pembersihan kandang secara rutin dan penanaman tanaman yang dapat mengurangi bau.

Beberapa peternak memiliki sikap yang baik terhadap lingkungan karena mereka mampu menjaga kualitas lingkungan sekitar. Mereka juga mampu untuk mengurangi polusi yang ditimbulkan dari ternak tersebut. Peternak juga mampu menjaga komunikasi dengan lingkungan sosialnya sehingga usaha peternakannya mampu bertahan.

(11)

11

Teori yang dapat digunakan untuk menilai pencemaran lingkungan adalah teori eksternalitas. Eksternalitas dapat dibagi menjadi dua yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif merupakan manfaat yang dapat diambil dari adanya suatu kegiatan sedangkan eksternalitas negatif merupakan biaya yang harus dikeluarkan dari adanya pencemaran suatu kegiatan. Biaya pencemaran yang diakibatkan oleh peternakan sapi potong tersebut termasuk dari biaya lingkungan yang harus dibayar oleh peternak sapi potong.

Biaya eksternalitas menimbulkan efek perubahan pada masyarakat terhadap peternakan sapi potong. Hal ini didasari karena keberadaan peternakan sapi potong yang mengganggu kenyamanan masyarakat di lingkungan sekitar. Oleh karena itu peternak harus mau mengganti kerusakan yang ditimbulkan karena adanya peternakan sapi potong ini. Kenyamanan masyarakat dan kelestarian lingkungan harus diperhatikan untuk keberlanjutan usaha sapi potong ini.

Biaya yang harus dikeluarkan peternak untuk mengganti kerusakan lingkungan (WTP) biasanya berkisar lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya yang diinginkan masyarakat atas kerusakan lingkungan yang terjadi (WTA). Nilai WTA berada pada kisaran 2 sampai 5 kali dari WTP.

(12)

12 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang sudah disusun, dapat dituliskan hipotesis sebagai berikut.

1. Peternak memiliki sikap yang baik (standar nilai 95,74 sampai 111,99) terhadap lingkungan pada peternakan sapi potong.

(13)

13

MATERI DAN METODE

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 30 responden peternak sapi potong kelompok ternak Trihandiniredjo dan 30 responden warga di sekitar kelompok ternak sapi potong Trihandiniredjo. Kelompok ternak sapi potong ini terletak di kelurahan Bener, Tegalrejo, Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2015.

Metode

Metode dalam pengambilan sampel peternak dilakukan secara sensus berdasarkan jumlah anggota kelompok ternak dan warga sekitar ditentukan secara purposive random sampling. Responden warga sekitar diambil dengan syarat jarak tempat bermukim dengan kandang kurang dari 250 meter yang telah diatur dalam SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982.

Analisis Data

Sikap dalam penelitian ini adalah tanggapan peternak terhadap aspek lingkungan sekitar peternakan sapi potong Trihandiniredjo Yogyakarta. Aspek lingkungan terdiri dari aspek sosial, aspek lingkungan fisik, dan aspek ekonomi. Penilaian sikap dapat diukur berdasarkan kriteria menurut skala Likert. Penilaian dari skala sikap ini terdiri dari 5

(14)

14

kategori yaitu sangat setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4. Netral (N) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1 (Azwar, 2005). Hasil dari jawaban responden tersebut dihitung nilai maksimum dan nilai minimum untuk mengetahui range kategori apakah sikap tersebut tergolong baik, netral atau tidak

baik. Perhitungan rentang nilai menurut Suryabrata (2000) dapat dihitung sebagai berikut.

Skor maksimal adalah skor tertinggi dari alternatif jawaban dikalikan untuk setiap pernyataan dengan jumlah item pernyataan. Skor minimal adalah skor terendah dari alternatif jawaban dikalikan untuk setiap pernyataan dengan jumlah item pernyataan. Aspek sosial memiliki item pernyataan sebanyak 7, aspek lingkungan fisik memiliki item pernyataan sebanyak 12, dan aspek ekonomi memiliki item pernyataan sebanyak 9. Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan 30 peternak sapi potong Trihandiniredjo, Yogyakarta.

Hasil dari perhitungan rentang nilai didapatkan kategori berdasarkan rentang skor. Kategori berdasarkan rentang skor dari indikator sikap peternak dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

(15)

15

Tabel 1. Kategori berdasarkan rentang skor dari indikator variabel sikap peternak

No Indikator variabel Rentang skor

Buruk Netral Baik

1 Aspek sosial 7-16,3 16,4-25,7 25,8-35

2 Aspek lingkungan fisik 12-28 29-45 46-60

3 Aspek ekonomi 9-21 22-34 35-45

Sikap 28-65,3 65,4-102,7 102,8-140

Sumber: Data primer terolah (2015).

Uji validitas kuesioner diperlukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Pengujian dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor jawaban total masing-masing bagian yang diukur. Rumus yang biasa digunakan dalam menguji tingkat validitas instrumen pertanyaan adalah menggunakan Korelasi Product Moment dari Pearson dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan : X = Skor item Y = Skor item total N = Jumlah subjek Sumber : Arikunto (2010).

Uji reliabilitas kuesioner digunakan untuk menguji seberapa konsisten suatu instrumen pengukuran untuk mengukur apapun konsep yang diukurnya. Reliabilitas merupakan indikasi mengenai stabilitas dan konsisten yaitu instrumen mengukur konsep dan membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran. Pengujian reliabilitas konsumen dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbach alpha. Rumus ini dituliskan sebagai berikut :

(16)

16

Keterangan : = Koefisien reliabilitas alpha Vx = Variansi butir- butir tiap aspek Vy = Variansi total

M = Jumlah butir

N = Jumlah butir subjek Sumber : Azwar (2005).

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner menggunakan responden sebanyak 30 peternak sapi potong pada kelompok ternak Trihandiniredjo. Pengolahan uji validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS versi 22. Terdapat tiga aspek yang diuji kuesionernya yaitu sosial, lingkungan fisik, dan ekonomi. Hasil uji validitas sikap dari aspek sosial dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Uji validitas sikap dari aspek sosial

Pernyataan Koefisien korelasi (r) Keterangan

Butir pernyataan 1 (So 1) 0,81 valid

Butir pernyataan 2 (So 2) 0,75 valid

Butir pernyataan 3 (So 3) 0,81 valid

Butir pernyataan 4 (So 4) 0,35 tidak valid

Butir pernyataan 5 (So 5) 0,37 valid

Butir pernyataan 6 (So 6) 0,43 valid

Butir pernyataan 7 (So 7) 0,62 valid

Sumber : Data primer terolah (2015)

Tabel 2 menunjukkan bahwa 7 butir pernyataan pada kuesioner sikap dari aspek sosial diuji validitas dan diperoleh satu pernyataan yang tidak valid yaitu pada butir pernyataan ke-4. Keenam pernyataan lainnya valid karena nilai koefisien korelasi lebih dari 0,36. Standar nilai koefisien korelasi menurut Priyatno (2009) yaitu 0,36 dengan jumlah data 30.

Koefisien korelasi yang paling rendah adalah pada butir pernyataan ke-5 yaitu sebesar 0,37 dan koefisien korelasi yang paling tinggi

(17)

17

mendekati 1 yaitu pada butir pernyataan ke-1 yaitu 0,81.Hasi uji validitas sikap dari aspek lingkungan fisik dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Uji validitas sikap dari aspek lingkungan fisik

Pernyataan Koefisien korelasi (r) Keterangan

Butir pernyataan 1 (Li 1) 0,56 Valid

Butir pernyataan 2 (Li 2) 0,56 Valid

Butir pernyataan 3 (Li 3) 0,75 Valid

Butir pernyataan 4 (Li 4) 0,60 Valid

Butir pernyataan 5 (Li 5) 0,65 Valid

Butir pernyataan 6 (Li 6) 0,51 Valid

Butir pernyataan 7 (Li 7) 0,49 Valid

Butir pernyataan 8 (Li 8) 0,53 Valid

Butir pernyataan 9 (Li 9) 0,32 tidak valid Butir pernyataan 10 (Li 10) 0,44 Valid Butir pernyataan 11 (Li 11) 0,46 Valid Butir pernyataan 12 (Li 12) 0,48 Valid Sumber : Data primer terolah (2015).

Tabel 3 menunjukkan bahwa 12 butir pernyataan pada kuesioner sikap dari aspek lingkungan fisik diuji validitas dan diperoleh 1 pernyataan tidak valid yaitu pada butir pernyataan ke-9. Koefisien korelasi setiap pernyataan lebih dari 0,36 kecuali butir pernyataan ke-9. Koefisien korelasi yang paling rendah adalah pada butir pernyataan ke-10 yaitu sebesar 0,44 dan koefisien korelasi yang paling mendekati 1 yaitu pada butir pernyataan ke-3 yaitu 0,75. Uji validitas sikap dari aspek ekonomi dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

(18)

18

Tabel 4. Uji validitas sikap dari aspek ekonomi

Kognitif Koefisien korelasi (r) Keterangan

Butir pernyataan 1 (Ek 1) 0,49 Valid

Butir pernyataan 2 (Ek 2) 0,49 valid

Butir pernyataan 3 (Ek 3) 0,44 valid

Butir pernyataan 4 (Ek 4) 0,42 valid

Butir pernyataan 5 (Ek 5) 0,43 valid

Butir pernyataan 6 (Ek 6) 0,62 valid

Butir pernyataan 7 (Ek 7) 0,71 valid

Butir pernyataan 8 (Ek 8) 0,61 valid

Butir pernyataan 9 (Ek 9) 0,73 valid

Sumber : Data primer terolah (2015)

Tabel 4 menunjukkan bahwa semua butir pernyataan pada kuesioner sikap dari aspek ekonomi dinyatakan valid. Koefisien korelasi setiap pernyataan lebih dari 0,36 Koefisien korelasi yang paling rendah adalah pada butir pernyataan ke-4 yaitu sebesar 0,42 dan koefisien korelasi yang paling tinggi mendekati nilai 1 yaitu pada butir pernyataan ke-9 yaitu 0,73.

Hasil dari uji validitas kuesioner yang terdiri dari 28 pernyataan terdapat 2 pernyataan yang tidak valid. Kedua pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid karena mempunyai nilai koefisien korelasi kurang dari r tabel (0,36). Pernyataan yang tidak valid dihilangkan dari daftar pernyataan untuk kuesioner selanjutnya.

Setelah dilakukan uji validitas, kuesioner diuji lagi dengan uji reliabilitas. Tiga aspek yaitu aspek sosial, lingkungan fisik dan ekonomi diuji menggunakan metode Cronbach Alpha. Pada penelitian ini telah teruji semua pernyataan reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

(19)

19

Tabel 5. Uji reliabilitas kuesioner

Aspek Cronbach’s Alpha Keterangan

Aspek sosial 0,84 Reliabel

Aspek lingkungan fisik 0,84 Reliabel

Aspek ekonomi 0,82 Reliabel

Sumber : Data primer terolah (2015).

Hasil uji reliabilitas sikap dari aspek sosial menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,84 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasilnya reliabel karena nilainya di atas 0,60. Hasil uji reliabilitas sikap dari aspek lingkungan fisik menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,84 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasilnya reliabel karena nilainya di atas 0,60. Hasil uji reliabilitas sikap dari aspek ekonomi menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,82 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasilnya reliabel karena nilainya diatas 0,60. Ghozali (2001) menyatakan standar nilai yang dipersyaratkan untuk analisis reliabilitas adalah 0,60.

Selain sikap, penelitian ini juga mengetahui seberapa besar biaya lingkungan. Biaya lingkungan merupakan biaya yang harus dikeluarkan karena adanya eksternalitas negatif yang dihubungkan dengan adanya suatu usaha peternakan. Biaya ini dapat diukur secara langsung dengan mencari berapa harga yang dibayarkan oleh peternak (WTP) dan biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat (WTA). WTP terdiri dari biaya sosial internal yaitu mengurangi tingkat pencemaran melalui pembersihan kandang, pengolahan limbah, dan penanaman tanaman. Selain biaya lingkungan internal juga terdapat biaya lingkungan eksternal yang merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial peternak kepada

(20)

20

masyarakat meliputi sumbangan HUT RI, sumbangan fasilitas dusun, sumbangan hajatan, sumbangan hari raya Qurban, dan sebagainya.

Biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat sekitar peternakan (WTA) dapat diukur dengan menanyakan langsung kepada masyarakat sekitar kandang apakah peternakan ini mengganggu kenyamanan masyarakat atau tidak. Apabila merasa terganggu, adakah masyarakat menginginkan sesuatu dari peternak. Keinginan masyarakat meliputi relokasi kandang, pembangunan tempat pengolahan limbah, dan biaya sosial ke masyarakat yaitu sumbangan fasilitas dusun.

Batasan Operasional

1. Sikap peternak adalah suatu tindakan yang dilakukan peternak dalam rangka menjalani usaha peternakan yang meliputi aspek :

a. Sosial adalah kondisi dimana peternak mampu menjaga komunikasi dengan masyarakat sekitar melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

b. Lingkungan fisik adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar peternakan yang akan mempengaruhi baik individu maupun kelompok secara langsung ataupun tidak langsung. c. Ekonomi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi

keberlangsungan hidup peternak yang meliputi kesejahteraan keluarga, pendapatan pokok dan pendapatan tambahan.

(21)

21

2. Willingness to Pay (WTP) adalah kesediaan peternak untuk membayar ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang disebabkan karena usaha peternakan.

3. Willingness to Accept (WTA) adalah keinginan masyarakat sekitar lokasi peternakan untuk menerima ganti rugi yang ditimbulkan karena adanya usaha peternakan.

Gambar

Tabel 1. Kategori berdasarkan rentang skor dari indikator variabel sikap  peternak
Tabel 2. Uji validitas sikap dari aspek sosial
Tabel 4. Uji validitas sikap dari aspek ekonomi
Tabel 5. Uji reliabilitas kuesioner

Referensi

Dokumen terkait

Pertama-tama anda akan mewawancarai salah satu perawat satwa untuk mengetahui rutinitas mereka, perbedaan jenis pakan yang didapatkan oleh satwa (yang mungkin nanti akan

Artwork yang digunakan dalam perancangan ini adalah permainan kartu kuartet untuk anak. Ide perancangan kartu kuartet untuk anak ini adalah sebagai media bermain sambil

1) Pelaksanaan Upacara Ngerasakin perlu disebar luaskan kepada semua masyarakat di Desa Banyuatis khususnya yang belum mengerti mengenai, bentuk, fungsi maupun

Untuk meningkatkan effisiensi dan efektifitas pembelajaran IPBA melalui teleskop, dirancang perangkat sistem jaringan akuisisi astronomi yang menyambungkan komputer

Tujuan utama dari judul Perancangan interior Sanggar budaya seni dan tari adalah untuk memperkenalkan kesenian indonesia terutama dalam bidang seni tari yang menarik

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan rendah diatas diketahui lokasi di Karangbesuki memiliki nilai laju infiltrasi awal yang

Sebagai bagian dari Asia, masyarakat Indonesia juga akan menjadi masyarakat yang kuat secara ekonomi, dan sosial.Dengan menggunakan landasan tersebut, AsiaPR mencoba untuk

bahwa ketentuan mengenai pengujian kendaraan bermotor dan perizinan angkutan penumpang umum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun