• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSERVASI CORAL TRIANGLE DAN KOLABORASI CTI-CFF PARTNERSHIP. Keruasakan laut dan pesisir di kawasan coral triangle membawa kesadaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KONSERVASI CORAL TRIANGLE DAN KOLABORASI CTI-CFF PARTNERSHIP. Keruasakan laut dan pesisir di kawasan coral triangle membawa kesadaran"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

50 BAB III

KONSERVASI CORAL TRIANGLE DAN KOLABORASI CTI-CFF PARTNERSHIP

Keruasakan laut dan pesisir di kawasan coral triangle membawa kesadaran bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama antar negara di kawasan Coral Triangle. Negara CT6 melewati serangkaian proses penting menuju perubahan dari inisiasi ke kerjasama multilateral yang dapat mengukuhkan komitmen bersama untuk menganggulangi, memkonservasi, dan memberdayakan lingkungan dan masyarakat CT agar tercipta lingkungan yang dapat mendukung kehidupan bernegara.

Kemajuan dan implementasi program kerjasama dari waktu ke waktu semakin berkembang akibat perubahan ancaman yang semakin kompleks. CT6 telah berkomitmen penuh untuk mengambil tindakan lebih lanjut akan tetapi dalam pengambilan tindakan lanjutan tersebut membutuhkan dukungan khususnya masyarakat internasional untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan. Sebagai forum kemitraan internasinal, Kerjasama yang dibentuk akan membuka dan

(2)

51 menawarkan kemitraan diluar negara anggota sebagai mitra financial maupun mitra pembangunan.

A. Upaya Konservasi Laut dan Pesisir Regional

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan masalah kemaritian tersebut telah meningkat, pemerintah kawasan tersebut menetapkan seperangkat mekanisme kerjasama multilateral baru yang lebih fokus pada sumber daya laut dan pesisir, seperti Tri-national agreements on the Sulu-Sulawesi Seas Marine Ecoregion and the Bismarck Solomon Seas Marine Ecoregion, dan Arafura and Timor Seas Experts Forum (ATSEF). Namun dengan lahirnya berbagai forum, organisasi dan banyak perjanjian, belum cukup untuk mengembalikan kelestarian lingkungan laut dan pesisir dalam kawasan. Pengelolaan isu terumbu karang selama ini hanya fokus pada ekologi saja tanpa memikirkan kelangsunga hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut tersebut. Maka dibentuklah kemitraan multilateral CTI yang tidak hanya fokus dalam program pelestarian alam tetapi juga konservasi, pemberdayaan masyarakat dan gender serta ketahanan pangan kelautan. CT6 menyadari bahwa ancaman-ancaman terhadap sumber daya laut dan pesisir dapat berlanjut keada ancaman kesejahteraan dan keamanan kawasan.

(3)

52 Keenam kepala negara CT6 berpendapat bahwa kekayaan laut dan ekosistem yang terdapat di wilayah segitiga karang Indo Pasifik mampu menunjang kebutuhan pangan bagi masyarakat luas. Namun, disadari pula, ekosistem laut, pantai dan kepulauan kecil di wilayah segitiga karang saat ini berada di bawah ancaman kerusakan. Cara yang paling efektif untuk mengurangi dan menghindari ancaman-ancaman tersebut harus melalui kemitraan dan kesepakatan global yang komprehensif berdasarkan dasar hukum internasional yang telah ada. Melalui pembentukan CTI-CFF ini dimaksudkan untuk mengatasi ancaman terhadap ekosistem laut, pantai, dan kepulauan kecil di dalam wilayah segitiga karang, melalui tindakan kolaborasi dan akselerasi, yang melibatkan partisipasi multistakeholder dari enam negara.

Dalam pembentukan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) tidak terlepas dari tahapan-tahapan penting untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak, pertama saat penyelenggaraan APEC Summit pada September 2007, 21 kepala negara Asia Pasifik menyambut baik gagasan pembentukan CTI oleh Indonesia. Ke-21 kepala Negara secara resmi memasukkan CTI di dalam APEC Leader Declaration. Sebelum masuk kedalam APEC Leader Declaration, Presiden SBY telah melakukan pertemuan bilateral

(4)

53 dengan Presiden Bush (Amerika Serikat), Perdana Menteri John Howard (Australia) dan Perdana Menteri Somare (PNG) kemudian disahkan oleh para kepala negara ASEAN dan BIMPEAGA pada November 2007. 1st CTI Senior Officials Meeting (SOM-1) merupakan pertemuan resmi pertama CT6 pada Desember 2007 di Bali yang juga turut dihadari oleh Amerika Serikat dan Australia serta 3 NGO Internasional yang focus pada kajian CT.

Sebagai institusi konservasi laut kawasan, tidak terlepas dari kebutuhan dana untuk melancarkan pelaksaan program konservasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir. CTI telah menarik investasi dari berbagai pihak seperti negara, organisasi lingkungan, maupun donatur lainnya. Pada April 2008, Global Environment Facility Funding bersama ADB sebagai badan pelaksananya, menyetujui untuk memberikan dana US$ 72 juta dan medukung program-program CTI selama 5 tahun awal dengan bantuan US$300 juta sebagai pinjaman dan hibah. Pemerintah AS juga turut membantu sebagai negara partnership dengan mendanai US$40 juta selama 5 tahun untuk mendukung CTI dengan dana yang disalurkan melalui konsorsium NGO (CTI-CFF, Regional Plan of Action Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security, 2011).

(5)

54 Pemerintah Australia yang juga sebagai negara partnership turut ambil bagian dalam memberikan fasilitas forum lokakarya. Townsville Workshop oleh pemerintah Australia pada November 2008 merupakan forum diskusi antar pemerintah dan NGO dalam menemukan permasalahan, kendala utama, kesenjangan, dan peluang di sekitar pelaksanaan tujuan CTI. Hasil dari lokakarya tersebut berlanjut ke 3rd CTI Senior Officials Meeting (SOM-3) dan 1st Ministerial Meeting (MM-1) pada Maret 2009 yang menghasilkan draf akhir CTI RPoA dan para Menteri Negara CT6 sepakat untuk menerima Joint Ministerial Statement.

Puncak dari serangkaian pertemuan-pertemuan tersebut, dilaksanakannya CTI-CFF Summit pada Mei 2009 di Bali. Pertemuan tingkat tinggi CT6 mendeklarasikan CTI Leaders Declaration yang berisi kesepakatan untuk mengadopsi CTI RPoA ke dalam undang-undang negara masing-masing. Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa, CTI RPoA merupakan dokumen yang dapat diperbaharui dan tidak mengikat secara hukum untuk mengkonservasi dan mengelola secara berkelanjutan sumber daya pesisir dan laut di kawasan CT dengan mempertimbangkan peraturan dan kebijakan yang berlaku di masing-masing negara (CTI-CFF, 2015).

(6)

55 B. Rencana Aksi Nasional (Regional Plan of Action)

Kerjasama CTI memiliki kebutuhan untuk bergerak melalui serangkaian tindakan yang dibutuhkan dalam waktu jangka panjang untuk memastikan keberkelanjutan dari pemanfaatan dari sumber daya kelautan dan pesisir untuk saat ini dan untuk masa mendatang. Keenam negara di wilayah CT saat ini telah mempersiapkan rencana kerja dengan tema perlindungan terumbu karang, perikanan dan ketersediaan pangan. Rencana Kerja Nasional (National Plan Of Action: NPOA) dari masing-masing negara dibahas pada tingkat Senior Official dan dicetuskan pada World Ocean Conference (WOC) pada bulan Mei 2009 di Manado, Indonesia. Dalam CTI-CFF, enam negara di Segitiga Terumbu Karang secara bersama-sama menyusun Rencana Aksi Regional, yang segera dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional CTI-CFF oleh setiap negara yang selaras dengan sasaran rencana regional tersebut. Rencana adaptasi pembangunan wilayah pesisir dan kelautan/Rencana Aksi Regional terhadap dampak perubahan iklim global memiliki 5 sasaran utama yaitu pengelolaan bentang laut (sea scape management), pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan, penerapan resilient principles dalam pembangunan jejaring

(7)

56 kawasan konservasi laut, mitigasi bencana, rehabilitasi pesisir dan perlindungan spesies yang terancam punah, dan status spesies ikan yang terancam punah membaik.

Semua komponen sasaran dalam rencana kerja ditujukan untuk melindungi ketersedian sumberdaya hayati laut dan mengurangi dampak kerusakan dari pengaruh perubahan iklim global (Muhammad, Wiadnya, & Sutjipto, 2009). Rencana Aksi CTI dilaksanakan di bawah yurisdiksi nasional dari masing-masing pemerintah negara CT sesuai dengan hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional, hukum yang berlaku, aturan dan peraturan masing-masing negara. Ruang lingkup penerapan CTI tidak mengurangi hak berdaulat pihak atas sumber daya kelautan dan batas maritim dalam yurisdiksi nasional.

CT6 telah mulai mengembangkan rencana 10 tahun RPoA untuk masa mendatang dari prioritas komitmen bersama. Pada pertemuan CBD (COP7) 2004, negara-negara penandatangan konvensi telah menetapkan target untuk COP8 yang mengharuskan adanya konservasi efektif minimal 10% dari masing-masing kawasan ekologi pada tahun 2006. Tahun 2010, CBD menyepakati target 10 % dari wilayah laut yang harus dilindungi secara efektif dalam jaringan KKL untuk tahun 2020 ( CBD 2010). Sekarang, CT6 telah mendukung CTMPAs Framework & Action Plan

(8)

57 yang menetapkan target ( 10 % dari habitat laut kritis dilarang untuk megadakan aktivitas penangkapan laut pada tahun 2020 dan 20 % dari habitat laut kritis dalam beberapa bentuk MPA 2020. Dalam kawasan CT, Indonesia , Malaysia, dan Filipina memiliki perjanjian formal dan rencana yang telah disetujui untuk menerapkan manajemen Sulu Sulawesi Marine Eco - Region ( SSME ) & Seascape (Alan T. White, 2014). Dari CTMPAs tersebut diharapkan memberi rangsangan kepada setiap negara anggota untuk menaikan standard pengelolaan KKP sehingga memenuhi syarat sistem yang berlaku.

Keberhasilan pelaksanaan RPoA dalam ruang lingkup yang luas membutuhkan satu set mekanisme koordinasi yang terstruktur dan sangat efektif di berbagai tingkat organisasi. Selain itu, pelaksanaan program membutuhkan kelompok besar dan beragam kemitraan yang diimplementasikan dari dalam dan luar daerah termasuk pemerintah daerah, masyarakat lokal, LSM, lembaga pendanaan utama, organisasi multilateral dan bilateral, perusahaan swasta, dan lain-lain.

(9)

58 Elemen kunci keberhasilan program CTI yaitu 5 sasaran utama konservasi yang dilakukan oleh negara anggota. 5 sasaran utama tersebut dimuat dalam RPOA yang mengatur tujuan dan komitmen bersama dalam menghadapi ancaman di kawasan CT serta penanggulangannya. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, CTI membentuk badan kerja yang masing-masing memiliki tugas sesuai 5 sasaran utama RPOA yaitu Kelompok Kolaborasi dan pelaksana. Kelompok koordinasi dan pelaksana terdiri dari kelompok praktisi, ahli geografis dan teknologi serta bisnis yang berbagi dan bekerja sama untuk mencapai sasaran utama/target dari CTI-CFF. Masing-masing target/goals membentuk kelompok kerja dan berkolaborasi bersama berdasarkan sasaran yang akan dicapai.

Seacapes goals/bentang laut memiliki target untuk membangun koalisi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil untuk meningkatkan tata kelola laut dan menyoroti pentingnya mencapai pemerintahan yang efektif di seluruh sektor dan pada semua tingkatan. Seacapes juga mempromosikan peningkatan konvergensi konservasi dan pembangunan dengan menghubungkan kelangsungan hidup penduduk dan profitabilitas kegiatan ekonomi utama dengan manajemen berkelanjutan dari suatu ekosistem. Selain itu, mereka juga memiliki tugas untuk mengembangkan

(10)

59 rencana investasi untuk prioritas semua bentang laut yang teridentifikasi, termasuk rencana joint investment untuk bentang laut yang melibatkan dua negara atau lebih.

Ecosystems Approach to Fisheries Management group/ Pendekatan Ekosistem Manajemen Perikanan memastikan untuk pengelolaan perikanan dan sumber daya laut lainnya menerapkan kebijakan dan regulasi berdasarkan RPOA. EAFM berkolaborasi untuk menghasilkan kerangka regional agar dapat diadopsikan kedalam undang-undang atau kebijakan nasional terkait perikanan. Marine Protected Areas/MPAs menetapkan tujuan, prinsip, dan elemen desain operasional untuk CTMPAS, melengkapi peta jaringan komprehensif MPA untuk masuk dalam peta prioritas CTMAPS, dan membangun manajemen CTMPAS yang efektif. EAFM juga membangun public private partnership untuk terlibat dalam industri terkait untuk mendukung CTMPAS.

Climate Change Adaptation/Adaptasi Perubahan Iklim melakukan identifikasi dan mengambil langkah penting dalam proses adaptasi perubahan iklim bagi penduduk dan mata pencahariannya di wilayah laut dan pesisir serta mengimplimentasikan Region-wide Early Action Plan for Climate Change

(11)

60 Adaptation. Selain itu juga meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap perubahan dampak iklim.

Threatened Species/spesies terancam bekerja untuk meningkatkan status spesies laut dan pesisir yang terancam di CT seperti penyu, mamalia laut, lamun, terumbu karang dan spesies teridentifikasi lainnya melalui rencana konservasi yang efektif dan kebijakan yang kuat (CTI, 2009). Selain 5 sasaran utama tersebut ada kelompok tambahan ang dibentuk untuk membantu tugas 5 target tersebut yaitu Cross-Cutting Themes. Cross-Cutting Themes memastikan pelaksanaan terpadu dan koheren kegiatan CTI dalam membahas isu-isu yang yang ada dalam 5 target dari RPOA.

Kelompok koordinasi dan pemerintahan terdiri dari 3 organ, terdiri dari mekanisme koordinasi dan mitra implementasi ( Coordination Mechanisms and

Implementation Partners ), sumber keuangan ( Financial Resources ), dan

pemantauan dan evaluasi ( Monitoring and Evaluation ). Secara khusus, CT6 akan membangun, mengkatalisasi, dan memperkuat mekanisme koordinasi dan kemitraan pelaksanaan. Hal ini dirancang untuk mempercepat tindakan yang diperlukan dan

(12)

61 investasi dengan berbagai pemangku kepentingan, dan untuk membawa koordinasi dan integrasi yang lebih besar untuk tindakan tersebut.

Mekanisme koordinasi dan mitra implementasi (Coordination Mechanisms and Implementation Partners) dilaksanakan di dua tingkat kunci yaitu pada tingkat regional-subregional dan negara. Pada tingkat regional-subregional menggunakan sistem komunikasi, strutur lembaga, dan pertemuan-pertemuan rutin untuk mendukung proses integrasi dan efisisensi RPOA di semua kawasan. Sedangkan pada tingkat negara, Komite Koordinasi Nasional di masing-masing negara memimpin multi-stakeholder untuk mengkoordinasi dam melaksanakan RPOA dan NPOA.

Sumber keuangan ( Financial Resources ) merupakan kelompok yang bekerjasama dengan mitra pembangunan dan berkolaborasi untuk memastikan bahwa mekanisme pendanaan selaras dengan pelaksanaan dari kegiatan dan prioritas program berkelanjutan CTI. Mereka akan mobilisasi pendanaan dan menciptakan struktur financial yang diperlukan untuk struktur dan mengkoordinasikan arus dana untuk secara efektif. CTI membentuk tim Pemantauan dan evaluasi ( Monitoring and

(13)

62 Evaluation ) untuk rencana monitoring, menyediakan informasi, melakukan evaluasi dan mengembangkan seperangkat indikator terukur dari setiap target RPOA.

Pelaksanaan RPOA memerlukan koordinasi yang efektif antara berbagai kelompok pelaku pemangku kepentingan antara lain dari pemerintah, non-pemerintah, multilateral dan organisasi swasta. Hal ini membuat CTI sebagai sebuah wadah besar yang mewadahi semua pemangku kepentingan ini bekerja sama untuk kelestarian ekosistem dan ekologi dunia.

D. Coral Triangle Support Partnership ( CTSP )

CTSP merupakan proyek dukungan dari negara-negara donatur untuk mendukung secara teknis pengaplikasian RPOA dan NPOA di negara CT6. Ketika awal CTI digagas, kelompok stakeholder diundang agar menjadi mitra CTI untuk menyediakan pendanaan serta dukungan teknis dan strategis. Dukungan teknis dan strategis ini meliputi pendanaan untuk proyek-proyek konservasi dan keberlanjutan proyek dan kegiatan di tingkat daerah, nasional dan masyarakat, penyusunan laporan dan studi, serta mendukung komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang CT dan CTI-CFF.

(14)

63 Pelaksanaan CTSP diimplementasikan dalam dua track, yaitu parallel dan complementary. Track pertama, termasuk pengimplementasian pada tingkat nasional yang sebagian besar disalurkan melalui proyek yang diatur oleh tiga LSM pada skala nasional dan / atau lokal di berbagai lokasi proyek di seluruh wilayah. Track kedua dioperasikan di tingkat regional dan terutama berfokus pada penyediaan dukungan kepada CTI dan Kelompok Kerja Teknis daerah yang memfokuskan pada tiga dari lima goals dari RPoA (Perikanan, Kawasan Konservasi Laut dan Adaptasi Perubahan Iklim) (Chistie, Pollnac, Stevenson, & Pietri, 2014).

CTSP terdiri dari 8 partner formal utama yang memiliki tugas dan peran masing-masing dalam mendukung dan melaksanakan program konservasi CTI. 8 partner formal utama tersebut antara lain U.S. Agency for International Development (USAID), Australian Government: Department of the Environment, Asian Development Bank (ADB), Global Environment Facility (GEF), Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Coral Triangle Center (CTC) (CTI-CFF, CTI-CFF, 2009).

USAID memiliki sejarah keterlibatan yang kuat dengan isu-isu kelautan dan pesisir di wilayah CT dan USAID sangat menyadari bahwa banyak isu kelautan harus

(15)

64 diatasi di tingkat regional karena ekosistem laut tidak mengenal batas-batas nasional. Amerika Serikat juga mengakui pentingnya CT untuk ketahanan pangan regional dan global, dan ingin mendukung hubungan baru dan komitmen dari para pemimpin CT6. Tujuan USCTI dalam proyek CTI ini adalah meningkatkan pengelolaan biologis dan ekonomis sumber daya laut-pesisir dan ekosistem terkait yang mendukung mata pencaharian masyarakat dan ekonomi di CT

Di bawah payung program ini, USAID melibatkan sebuah perusahaan konsultan Tetra Tech sebagai Program Integrator (PI) untuk membantu pengelolaan arus informasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan (dana US $ 10 juta). PI juga mulai memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dengan mitra pembangunan lainnya seperti Australia dan lembaga pembangunan Jerman (GIZ). PI juga menyediakan mekanisme fleksibel untuk mengakses ahli teknis yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik program USCTI keseluruhan (Read, 2014).

Selain Tetra Tech, USAID juga menggandeng NOAA memainkan peran sentral dalam mengembangkan kerangka regional CTI-CFF EAFM dan membangun modul pelatihan EAFM bagi para praktisi, eksekutif, dan pengambil keputusan yang sekarang digunakan di seluruh wilayah. Dalam melaksanakan program Live Reef

(16)

65 Food Fish Trade (LRFFT) di kawasan CT, NOAA melakukan lima langkah pendekatan antara lain membangun kemitraan regional, kerjasama dan bantuan teknis, saran ilmiah dan manajemen / kebijakan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, serta bantuan dengan pendekatan alternatif. Kemitraan NOAA/USCTI ini diharapkan dapat meningkatkan sektor perikanan dan manajemennya di dalam suatu ekosistem secara lokal yang didukung oleh penegakan hukum yang efektif dari peraturan yang diperlukan untuk keberhasilan peningkatkan keberlanjutan dan ekonomi yang adil dari LRFFT di kawasan CT (Schroeder, 2010).

Investasi Pemerintah Australia dalam CTI digunakan sebagai platform untuk mempromosikan dan menggarisbawahi komitmen Pemerintah Australia untuk agenda internasional dan nasionalnya dalam isu lingkungan, termasuk adaptasi perubahan iklim, Blue Economy dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals. Hal itu termasuk dalam investasi dalam skala daerah (seperti dalam Seascapes Goals) serta investasi untuk mendukung NPOA Papua Nugini, Timor Leste dan Kepulauan Solomon. Pemerintah Australia telah berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada CTI secara bertahap . Tahap pertama dari dukungan berfokus pada membangun institusi dan momentum berkembangnya CTI. Tahap

(17)

66 kedua dari dukungan difokuskan untuk mendukung Seascapes Goals dari RPOA, membantu dalam pembentukan Sekretariat Regional dan membangun kapasitas individu dan masyarakat untuk berkembang dalam industri dan mata pencaharian berkelanjutan. (AUS, 2014). Tahap ketiga merupakan dukungan dalam investasi skala regional. Australia telah menginvestasikan dana sebesaar AUD$ 8,5 juta dari program donasi Australia Aid.

Dalam 3𝑟𝑑 CTI Ministerial Meeting, Menteri Lingkungan, Air, Populasi dan Komunitas Berkelanjutan Australia, Hon Tony Burke mengatakan bahwa kawasan CT sangat penting untuk keamanan ekonomi dan sumber makanan di kawasan tersebut, dengan keahlian Australia yang diakui secara global di bidang kelautan dan penelitian, perencanaan dan manajemen pesisir, Australia sangat dan akan terus mendukung kegiatan di bawah CTI (AusAID, 2011). Berbagai stakeholder Australia terlibat dalam kegiatan dan mendukung CTI, termasuk lembaga penelitian dan pendidikan, perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah, organisasi masyarakat, negara / pemerintah regional dan pemerintah daerah. Pengalaman, pengetahuan dan keahlian dari para pemangku kepentingan tersebut sangat berharga, dan Pemerintah

(18)

67 Australia akan berusaha untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan dan dukungan pelaksanaan CTI.

ADB Regional Technical Assistance for Regional Cooperation in Knowledge Management, Policy, and Institutional Support to the Coral Triangle Initiative (TA 7307-REG) merupakan dukungan pertama bagi CTI. Salah satu isu utama TA bertujuan untuk mengatasi kurangnya aksesibilitas informasi dalam pengambilan keputusan untuk suatu kebijakan .Pada lokakarya regional pertama yang diadakan di markas ADB di Manila, Filipina pada tanggal 26-27 April 2012, perwakilan stakeholder, termasuk mitra pembangunan utama dari CT6, dan ADB sepakat untuk mempersempit fokus TA dalam tiga bidang antara lain pertama pendanaan berkelanjutan, kedua, ekonomi lingkungan dan pembayaran untuk jasa ekosistem, dan ang ketiga penyusunan Laporan CT6 (Coral Triangle Knowledge Network, 2013).

GEF adalah sebuah organisasi keuangan independen yang beranggotakan 182 pemerintah anggota yang memiliki kemitraan dengan lembaga-lembaga internasional, LSM, dan sektor swasta. GEF memberikan hibah kepada negara-negara berkembang dan negara dengan ekonomi dalam transisi untuk proyek-proyek yang membahas isu-isu lingkungan global dan mempromosikan mata pencaharian yang berkelanjutan.

(19)

68 GEF memberikan hibah pada awal proyek kepada CTI sebesar US$ 75 juta (CTI-CFF, CTI-(CTI-CFF, 2009).

CI adalah organisasi nirlaba yang memiliki tujuan untuk menjamin kesehatan manusia dengan melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai mitra pendiri CTI sejak didirikan pada tahun 2007, CI bekerja pada pemberdayaan masyarakat untuk mengelola ekosistem laut secara berkelanjutan sehingga dapat mendukung kesejahteraan mereka untuk masa sekarang dan masa depan. CI juga memfasilitasi pertukaran regional dan kerjasama, dan bekerja untuk mengintegrasikan keberhasilan dan pelajaran menjadi pedoman manajemen yang dapat disesuaikan dan berbagi di seluruh wilayah (Conservation International, 2009).

TNC berperan dalam mempercepat pengembangan dan manajemen yang efektif dari Kawasan Perlindungan Laut yang tangguh dalam menghadapi perubahan iklim, tempat yang begitu ekologis penting bahwa mereka sisihkan dari penggunaan manusia yang intensif. TNC juga berbagi data dan keahlianya dengan pemerintah daerah dan nelayan untuk mendidik dan memotivasi mereka untuk membuat kebijakan yang mendorong pemanfaatan sumber daya laut berkelanjutan di luar wilayah resmi dilindungi. Dengan ilmu sebagai panduan, memungkinkan untuk

(20)

69 mencapai keseimbangan antara kebutuhan pendapatan jangka pendek dan pelestarian jangka panjang perikanan.

TNC memiliki beberapa wilayah prioritas sebagai kawasan yang memiliki potensi kerusakan tinggi dan berdamapak besar bagi ekosistem kelautan di CT antara lain Taman Nasional Wakatobi, Kepulauan Raja Ampat, Kepulauan Derawan, Kimbe Bay, Laut Bismarck dan Pulau Solomon. Di setiap tempat tersebut dan lainnya, mereka membangun kemitraan yang kuat dengan masyarakat, industri dan lembaga pengambil keputusan. TNC membuat beragam penelitian, menyalurkan dana yang dibutuhkan, membantu penduduk untuk membuat matapencaharian yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesadaran dan kebanggaan nasional (The Nature Coservancy, 2009)

Di tingkat nasional, WWF fokus pada kawasan yang ditargetkan sebagai prioritas utama NPOA. Di tingkat regional, program regional WWF fokus pada membawa isu yang memungkinkan untuk diatasi oleh sehingga dapat diambil tindakan secara regional. Di Kepulauan Solomon, WWF mendukung Tetepare Descendants Association (TDA) yaitu sekelompok penduduk lokal yang memastikan masa depan mata pencaharian mereka dengan mengelola sumber daya laut dan tanah

(21)

70 mereka secara berkelanjutan. WWF membantu TDA mengelola sumber daya laut, memonitoring terumbu karang, dan mengumpulkan data tentang penyu yang terancam punah dan memastikan sarang mereka terlindungi (WWF, 2008).

Coral Triangle Center (CTC) adalah lembaga independen yang berfokus pada penguatan kapasitas lokal untuk konservasi laut melalui situs pembelajaran kawasan laut lindung, pelatihan, dan fasilitasi kemitraan swasta publik dan jaringan di Coral Triangle. CTC juga salah satu penyelenggara inti dari Forum Women Leader CTI-CFF dan CTI-CTI-CFF Regional Bisnis Forum. Visinya adalah untuk menginspirasi dan melatih generasi untuk merawat ekosistem pesisir dan laut.

E. Coral Triangle Initiative sebagai “Green Business” Baru

Dampak global warming dan permasalahan lingkungn lainnya yang semakin kompleks menjadikan tren produk hasil aktivitas manusia berubah dari konvensional menjadi serba hijau, mulai dari green product, green industry, green label, green packaging, dan yang lainnya. Tren greening ini telah menjadi tuntutan pasar dengan pengelolaan yang ramah lingkungan demi keselamatan dan kelestarian lingkungan dari dampak global warming. Dari tren inilah dikenalkan konsep green business yang

(22)

71 memiliki pemahaman bisnis yang menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya (Sulistyowati, 2015).

Hal yang menarik di dalam CTI, mereka menghimpun tidak hanya mitra penyalur dana dan kelompok kepentingan saja tetapi juga mitra ekonomi bisnis untuk menawarkan investasi hijau di kawasan CT. Konsep green business yang sedang tren dimanfaatkan untuk tujuan RPOA melalui jalur ekonomi swasta maupun publik. Dibukanya kemitraan sektor ekonomi membuat CTI menyelenggarakan suatu forum untuk mewadahi peluang bisnis di kawasan CT. Pada Januari 2010, Filipina bersama WFF menjadi tuan rumah dan penyelenggara 1𝑠𝑡CTI Bussiness Summit yang mememiliki tujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pemimpin ekonomi bisnis untuk mengeksplorasi munculnya peluang investasi hijau, blue economy, jaringan dan menjalin kemitraan dengan perusahaan lain dan industri yang bergantung pada sumber daya alam CT dan memberikan arahan untuk mengadopsi operasi bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan (WWF, 2010) .

(23)

72 Dalam forum pertama tersebut, CTI memiliki 3 target utama untuk merangsang investasi dalam kemitraan publik-swasta yang menjamin keberlanjutan dan profitabilitas sektor-sektor kunci yang bergantung pada sumber daya laut di CT. Pertama, menginspirasi sektor-sektor kelautan berbasis sumber daya (tuna, ikan karang hidup, agen perjalanan dan pariwisata) yang beroperasi di CT untuk menangani ancaman bisnis (lingkungan, sosial dan ekonomi) melalui akses green investment yang mendukung kemitraan untuk bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam CT. Kedua, mengkatalisasikan kolaborasi antara pemerintah CT6, LSM, lembaga internasional dan sektor swasta yang mendorong kemitraan swasta-publik dan mendorong investasi berkelanjutan, dan pertumbuhan "hijau" dan bersih. Ketiga, memastikan komitmen berkelanjutan dari sektor-sektor kunci dalam mendukung tujuan negara anggota CTI menuju pembangunan berkelanjutan (WWF, 2010).

Bisnis di CT yang siap untuk berganti haluan menjadi green investment yang dapat menuai keuntungan dari peluang pasar baru dan menyelaraskan diri dengan prioritas CTI. Menurut Dr Lida Pet-Soede, Coral Triangle Business Summit dimaksudkan untuk membantu bisnis menuai keuntungan pasar melalui pengelolaan

(24)

73 yang bertanggung jawab dari lingkungan laut. Ancaman perubahan iklim dan permintaan konsumen yang meningkat untuk green products menunjukkan salah satu peningkatan kebutuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen dari CT (WWF, 2009).

Tahun 2011 Malaysia bersama USCTI didaulat sebagai penyelenggaraan untuk 2𝑛𝑑CTI Business Summit dan mengganti nama menjadi CTI Regional Business Forum/CTI-RBF. CTI-RBF 2011 menarik 188 peserta mewakili 43% dari lembaga pemerintah, 25% dari sektor swasta dan 32% dari masyarakat sipil dan akademisi. Peserta termasuk perwakilan dari bisnis dan industri, instansi pemerintah lokal dan nasional, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga akademis yang bekerja di kawasan Coral Triangle. Para pemimpin bisnis dan industri diwakili sektor termasuk ekowisata, teknologi informasi, pengiriman dan logistik, investasi hijau, dan perikanan komersial. Masing-masing dari CT6 mengumumkan kemitraan baru dengan sektor swasta dan telah menyoroti kemajuan program sektor swasta mereka sejak 1𝑠𝑡CTI Business Summit yang diadakan di Filipina tahun 2010.

Public-Private Partnerships (PPPs) dibentuk untuk tujuan kerjasama bersama sektor bisnis publik-privat dalam bidang tekknologi dan praktik baru skala regional

(25)

74 dan nasional yang akan melindungi spesies laut, meningkatkan hasil perikanan dan mengurangi jumlah penangkapan spesies laut. Kelompok bisnis ini akan mendukung program-program pelestarian lingkungan ekosistem laut dan pesisir serta mempromosikan Untuk masuk dalam PPPs, kelompok bisnis harus mematuhi regulasi dan telah memperoleh persetujuan dari CT6.

3𝑟𝑑 CTI-RBF 2013 di Bali fokus dalam membangun perkembangan Blue Economy di kawasan dengan menerapkan model bisnis ekonomi baru yang secara ekonomi menguntungkan dan berkelanjutan bagi lingkungan. Blue Economy dapat membantu memperbesar upaya produksi makanan laut yang bertanggung jawab di Coral Triangle. Forum ini digunakan sebagai latform regional untuk membantu menjaga profitabilitas jangka panjang dari bisnis, kelestarian sumber daya laut yang terbatas di kawasan dan kesejahteraan jutaan orang yang secara langsung tergantung pada CT untuk makanan dan mata pencaharian (CTI-RBF, 2013)

𝟒𝒕𝒉 CTI-CFF Regional Business Forum 2015 diadakan di Bali dengan 3 kegiatan khusus yaitu Coral Triangle Sustainable Marine Tourism Conference, Coral Triangle Marine Tourism Investment Forum, Coral Triangle Marine Tourism Expo. Forum ini sebagaian besar memfokuskan pada investasi dan pengelolaan pariwisata

(26)

75 bahari yang berkelanjutan serta pengembangan inovasi baru dalam industri pariwisata. Menurut Rili Djhani, pengelolaan sektor bisnis pariwisata bahari secara berkelanjutan akan memberikan dampak yang besar pada upaya pelestarian keanekaragaman hayati laut di kawasan Segitiga Karang serta membantu penghidupan 120 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem laut. Kita bisa menjaga dan melestarikan sumber daya yang unik ini dengan baik dengan melibatkan berbagai lapisan pemangku kepentingan termasuk dari sektor swasta, pejabat pemerintah lokal, dan para pemimpin perempuan yang ada di kawasan Segitiga Karang (Herdiman, 2015)

CTI-RBF bagi regional sangat penting. Dengan menggandeng sector-sektor public dan swasta, CTI dapat mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan khususnya lingkungan ekosistem laut dan pesisir. Tren “greening” yang mulai digandrungi masyarakat menciptakan peluang pasar dan dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang semula dengan cara konvensional beralih ke ramah lingkungan. Program CSR yang diwajibkan bagi industri bisnis semakin inovatif yang mempertimbangkan keanekaragaman hayati, konservasi, dan ekosistem.

(27)

76 PPPs memberikan akses terbuka bagi proses industri dan peralihan teknologi hijau untuk perikanan dan pengembangan properti pesisir yang berkelanjutan. Pemangku kepentingan CT6 akan mengejar kemitraan sektor publik-swasta untuk menjamin keberlanjutan sumber daya laut sehingga pemerintah harus menetapkan dan menegakkan kerangka kerja untuk investasi hijau yang berkelanjutan.

Beralihnya model filantropi dari tradisional ke model bisnis hijau, membuat keterlibatan bisnis kedalam kemitraan regional dalam isu lingkungan semakin besar. Melalui RBF ini CTI mengembangkan skema program insentif, menarik investasi baru bagi kawasan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, menilai dan monitoring, dan menerjemahkan hasil dari investasi bisnis dan program CSR swasta sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut dan pesisir segitiga karang. Dukungan dari sektor bisnis untuk pengelolaan berkelanjutan Segitiga Karang merupakan hal yang sangat baik yang tidak hanya membantu bumi ini tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan ekonomi yang solid dan berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 4.8 memperlihatkan grafik hubungan volume total air yang dapat dipompakan oleh kincir angin petani garam dengan pompa torak selama rentang waktu enam jam dari ketiga

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

1) tidak menyelesaikan studi sesuai dengan kualifikasi program yang tertera pada Surat Keputusan Penerima Beasiswa tanpa unsur kesengajaan. 2) mengundurkan diri setelah

Pemrosesan batuan fosfat oleh industri pupuk fosfat, mengakibatkan 238 U dan anak-anak luruhnya terdistribusi di dalam produk-produk utama, produk sampingan (by product) dan

Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 5 Juni 2012 tentang Jadual Pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon Gubernur dan Wakil

Banyaknya device yang digunakan dalam infrastruktur jaringan, maka diperlukanlah suatu manajemen jaringan yang baik dan sistem monitoring yang mampu memantau kinerja dari

penerapan model pembelajaran ARIAS oleh guru di kelas. Pada akhir siklus I diadakan post test untuk mengukur hasil belajar siswa setelah diberikan

Besarnya dana yang diterima dari orang tua siswa berupa iuran BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) dan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) yang langsung