• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISASI REGULASI SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVENTARISASI REGULASI SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI REGULASI SECARA VERTIKAL

DAN HORIZONTAL SUMBER PENDAPATAN ASLI

DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DI PROVINSI JAWA BARAT

Disusun Oleh:

Dr. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H. Dr. Zainal Mutaqin, S.H., M.H. Dr. Memed Sueb, S.E., Ak., M.Si.

Amelia Cahyadini, S.H., M.H.

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberi kesempatan dan kekuatan kepada tim untuk menyusun dan menyelesaikan laporan berjudul “Inventarisasi Regulasi Secara Vertikal dan Horizontal Sumber Pendapatan Asli Daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Provinsi Jawa Barat”.

Kegiatan ini dilaksanakan atas permintaan dari pihak Sub Bidang Regulasi dan Kerjasama Bidang Perencanaan dan Pengembangan BAPENDA Jawa Barat. Kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami dan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu dalam peyusunan laporan ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Bandung, Januari 2018 Tim Peneliti

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pendapatan daerah adalah peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum kegiatan Dinas/Badan yang berwenang. Terdapat beberapa sumber pendapatan daerah provinsi sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, antara lain yaitu pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan pemanfaatan kekayaan daerah. Masing-masing sumber pendapatan daerah diatur sendiri-sendiri dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai landasan hukum pada UU No. 28 Tahun 2009 Tentang PDRD. Mengingat UU No. 23 Tahun 2014 mengenal pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, maka pajak daerah pun dibagi kedalam pajak daerah provinsi dan pajak daerah Kabupaten/Kota. Pajak daerah provinsi ditentukan secara limitatif yaitu :

a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB);

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB); c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBLB); d. Pajak Air Permukaan (PAP);

e. Pajak Rokok (PR).

Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009, masing-masing pajak daerah tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Dareah, dan Peraturan Gubernur. Objek pajak dari kelima pajak di atas berbeda satu sama lain. Namun demikian tidak menutup kemungkinan masing-masing objek pajak yang ditentukan dalam UU No. 28 Tahun 2009 akan bersinggungan dengan undang-undang sektoral. Sebagai contoh objek pajak air tanah dalam hal ini air tanah, akan bersinggungan dengan UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan. Pajak Rokok akan berkorelasi dengan UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai. Pajak Kendaraan Bermotor karena berhimpitan dengan

(4)

pendaftaran kendaraan bermotor yang berada pada kewenangan Kepolisian, maka akan terdapat 2 kewenangan yang berbeda yang masing-masing diatur dalam peraturan tersendiri.

Demikian pula mengenai perusahaan daerah (BUMD) yang sekarang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014. Disamping terdapat Peraturan Daerah tentang Pembentukan BUMD, dalam hal BUMD tersebut berbentuk PT, maka akan tunduk pula UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Apabila merujuk pada UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, maka terhadap perusahaan daerah (BUMD) akan berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan Negara.

Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan aset/kekayaan daerah. Mengoptimalkan aset/kekayaan daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah tidak cukup berpijak pada Peraturan Daerah tetapi juga harus memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan inventarisasi/kompilasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan (peningkatan) sumber pendapatan daerah.

B. Perumusan Masalah

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Selain dari sektor pajak, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperoleh juga dari sektor lain seperti hasil dividen BUMD, penyewaan asset daerah dan lain-lain. Masing-masing sektor yang berkontribusi terhadap pendapatan daerah tersebut memiliki pengaturan, sehingga perlu dilakukan inventarisasi untuk kemudian dilihat bagaimana hubungan atau keterkaitan peraturan-peraturan tersebut satu sama lain? Bagaimana Pendapatan Asli Daerah ditinjau dari makro ekonomi?

(5)

C. Tujuan Kegiatan

Kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum dari sumber-sumber pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat beserta peraturan yang beririsan dengan sumber pendapatan daerah tersebut. Hasil inventarisasi akan dijadikan bahan evaluasi untuk dijadikan objek kajian lebih mendalam dalam rangka sinkronisasi peraturan perundang-undangan di bidang pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian bersifat deskriptif, dengan sumber data sekunder dari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan baik yang berlaku nasional maupun Pemerintah Provinsi. Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur/kepustakaan. Pendekatan penelitian lebih menekankan pada aspek normatif yuridis dengan melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada bidang pendapatan daerah. Peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk masing-masing sumber pendapatan daerah diinventarisasi menurut hierarkhinya untuk kemudian dianalisis secara kualitatif, sejauhmana kesesuaian peraturan perundang-undangan tersebut satu sama lain.

(6)

BAB II

REGULASI MENGENAI KEUANGAN DAERAH DAN PAJAK DAERAH (PKB, DAN BBNKB, PAJAK AIR TANAH PERMUKAAN, PAJAK ROKOK), RETRIBUSI TINGKAT PROVINSI DAN PEMANFAATAN ASET SERTA PENYERTAAN

MODAL BUMD, DI PROVINSI JAWA BARAT

Undang –Undang Dasar (UUD) 1945 dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) menentukan bahwa :

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. **)

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)

Dalam Pasal 18A ayat (1) dan (2) UUD 1945 pun di tentukan bahwa :

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwaAnggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Aturan-aturan tersebut menjadi landasan konstitusional pengelolaan keuangan negara, termasuk di dalamnya keuangan daerah.

Secara yuridis operasional, keuangan negara diatur dengan tiga undang-undang, yaitu undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentag Pengelolaan, Pemeriksaan dan Pertanggunjawaban Keuangan Negara

(7)

Pasal 1 angka 1 UU 17 Tahun 2003 menentukan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Adapun ruang lingkup keuangan Negara diatur dalam Pasal 2 nya, yaitu meliputi :

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Pendapatan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Pendapatan Daerah; f. Pengeluaran Daerah;

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara diatu dalam Pasal 6 sebagai berikut:

(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :

a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;

b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

(8)

c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Salah satu sumber keuangan Negara berasal dari pajak. Pemungutan pajak merupakan wewenang dari Negara, sedangkan daerah dapat memungut pajak setelah ada undang-undang yang memberikan wewenang kepada daerah untuk memungut pajak. Pasal Pasal 23A UUD 1945 menentukan bahwa ”Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”

Berkaitan dengan keuangan daerah, pajak dan retribusi daerah, aset daerah dan modal BUMD di tingkat Provinsi Jawa Barat, sementara ini tim peneliti telah dapat menginventarisasi . peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut :

A. Keuangan Daerah 1. UUD1945

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 3. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentag Pengelolaan,

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan

6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

B. Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (Pasal 67 ayat (4))

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak.

(9)

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Daerah.

7. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor.

8. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

9. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat.

10.Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 68 Tahun 2011 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB

11.Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 67 Tahun 2011 tentang Pembebasan Pokok dan Sanksi Administratif BBNKB

12.Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

13.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 68 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Jawa Barat.

14.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2013 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja UPTD di Lingkungan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat.

(10)

15.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

16.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.74 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. 17.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.11 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

18.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 44 Tahun 2014 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2014.

19.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.64 Tahun 2015 Tentang Pemberian Pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Penyerahan Kedua Dan Selanjutnya

20.Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.90 Tahun 2015 Tentang Pemberian Penghargaan Intensifikasi Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

21.Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.973/499-Dispenda/2016 Tahun 2016 tentang Pemberian Pembebasan Pokok dan Sanksi Administratif Berupa Denda Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Atas Penyerahan Kepemilikan Kedua Dan Seterusnya, Serta Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

(11)

C. Pajak Air Permukaan

1. Undang-undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Air Permukaan.

5. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2013 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja UPTD di Lingkungan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat.

6. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

D. Pajak Rokok

1. Undag-undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/Pmk.07/2017 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/Pmk.07/2013 Tentang Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Rokok

5. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.7 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, Untuk Jenis Pungutan Pajak Rokok.

(12)

E. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

3. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Untuk Jenis Pungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

F. REGULASI TERKAIT RETRIBUSI DAN PEMANFAATAN ASET SERTA PENYERTAAN MODAL BUMD

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah.

4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.

5. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.26 Tahun 2013 tentang Perubahan Struktur Dan Besaran Tarif Retribusi Daerah No.14 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah

6. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Jawa Barat 7. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.45 Tahun 2014 tentang

Penghapusan Piutang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

8. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.46 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2013

(13)

Tentang Perubahan Struktur Dan Besaran Tarif Retribusi Daerah Dalam Lampiran Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah

(14)

BAB III ANALISIS

A. Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah norma yang diaturnya, berikut ini akan dijabarkan beberapa norma yang berkaitan dengan kendaraan bermotor dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, sebagai berikut :

Dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, dapat di temukan beberapa definisi yang berkaitan dengan kendaraan bermotor, yaitu : Pasal 1 angka 7, menyebutkan Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 8 menyebutkan Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.

Lebih lanjut, terdapat juga definisi jenis-jenis kendaraan bermotor sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 10, menyebutkan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Dalam Pasal 1 angka 20, menyebutkan Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

(15)

Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui: kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Jenis dan Fungsi Kendaraan dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) huruf a, yang berbunyi : Kendaraan Bermotor. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis: a. sepeda motor; b. mobil penumpang; c. mobil bus; d. mobil barang; dan e. kendaraan khusus. Lebih lanjut dalam ayat (3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi : a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan b. Kendaraan Bermotor Umum.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, memberikan kewenangan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal melaksanakan Registrasi dan dentifikasi Kendaraan Bermotor, yang diatur dalam Pasal, sebagai berikut :

Pasal 64 ayat (1), menyebutkan Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan. Ayat (2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. registrasi Kendaraan Bermotor baru; b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik; c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor. Ayat (3) Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. tertib administrasi; b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasika di Indonesia; c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan; d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan e. perencanaan pembangunan nasional. Ayat (4) Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara

(16)

Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor. Ayat (5) Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian. Dan ayat (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, dalam Pasal 1 angka 1, menyatakan Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara eksplisit dalam norma Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menberikan tugas dan wewenang kepada Kepolisian dalam hal berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, sebagai berikut :

Pasal 13 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 ayat (1) huruf b, k, dan I menyebutkan dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut Pasal 15 ayat (2) huruf b menyebutkan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(17)

lainnya berwenang : menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pajak merupakan sumber pendapatan yang sangat diandalkan pemerintah Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Untuk itu pemerintah secara berkesinambungan melakukan upaya penyempurnaan terhadap peraturan perpajakan. Dengan berlakunya Undang–Undang No. 28 Tahun 2009, pemerintah daerah Provinsi memiliki wewenang untuk memungut pajak hanya terhadap jenis-jenis pajak yang sudah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang, selain itu undang-undang pun membatasi tarif maksimal yang dapat diterapkan untuk masing-masing jenis pajak, di antara jenis pajak yang menjadi kewenangan pemungutan oleh pemerintah daerah provinsi, yaitu Pasal 2 ayat (1) huruf a. Pajak Kendaraan Bermotor; dan huruf b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Namun demikian, Undang–Undang No. 28 Tahun 2009, secara khusus yang mengatur norma yang berkaitan dengan sektor pajak kendaraan bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar” telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PPU-XV/2017. Adapun amar putusan tersebut, menyatakan :

“Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan noda dan motor dan tidak melekat secara permanen”, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar”; Pasal 6 ayat (4), dan Pasal: 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009

(18)

Nomor. 130, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomr 5049) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan, bahwa : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar..., Dengan demikan Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam hal judicial review, Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

Dengan demikian, apabila Mahkamah Konstitusi melalui putusan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 : materi muatan, Pasal, ayat, dan/atau bagian dari suatu Undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sejak saat itu, putusan tersebur bersifat final. Sehingga norma yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 tidak lagi dapat dijadikan dasar hukum untuk mengambil tindakan atau putusan.

Marurar Siahaan, mengemukakan bahwa putusan pengujian undang-undang oleh hakim konstitusi sebagai negative legislator mengikat secara umum baik terhadap warga negara maupun lembaga-lembaga negara sebagai penyelanggara kekuasaan pemerintahan negara. Akibatnya semua organ penegak hukum, terutama pengadilan terikat untuk tidak menerapkan hukum yang telah dibatalkan. Dengan demikian sifat erga omnes putusan Mahkamah Konstitusi mengikat semua orang termasuk pejabat dan otoritas publik atau lembaga negara, oleh karenanya putusan tersebut semestinya dijadikan acuan atau rujukan dalam memberlakukan hak dan kewenangannya. Sejalan dengan itu, Hans Kelsen juga mengemukakan, Undang-undang yang tidak konstitusional tidak dapat diterapkan oleh setiap organ lainnya.

Adapun norma dalam Undang–Undang No. 28 Tahun 2009, yang berkaitan dengan sektor pajak kendaraan bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor tersebut, sebagai berikut :

(19)

Pasal 1 angka 12 Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Pasal 1 angka 13 Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, (termasuk ala-talat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen) serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

Pasal 1 angka 14 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

Pasal 3 ayat (1) Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).

Pasal 4 ayat (1) Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor. Ayat (3) Dalam hal Wajib Pajak Badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut.

Pasal 5 ayat (1) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:

(20)

b. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

Lebih lanjut, ayat (3) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu), dengan pengertian sebagai berikut:

a. koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan

b. koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.

Ayat (4) Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum atas suatu Kendaraan Bermotor. Ayat (5) Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat. Ayat (6) Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan Harga Pasaran Umum pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.

Ayat (7) Dalam hal Harga Pasaran Umum suatu Kendaraan Bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:

a. harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan tenaga yang sama;

b. penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;

c. harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan Bermotor yang sama;

d. harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan Kendaraan Bermotor yang sama;

e. harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan Bermotor; f. harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor sejenis; dan

(21)

g. harga Kendaraan Bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Lebih lanjut dalam ayat (8) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-faktor:

a. tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;

b. jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan

c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.

Dan ayat (9) Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.

Berkaitan dengan tarif pajak kendaraan bermotor Undang–Undang No. 28 Tahun 2009, dalam Pasal 6 ayat (1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen); b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Ayat (2) Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Ayat (3) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling

(22)

tinggi sebesar 1% (satu persen). Ayat (4) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen). Dan ayat (5) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 7 ayat (1) Besaran pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9).

Pasal 7 ayat (2) Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Ayat (3) Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Ayat (4) Pemungutan pajak tahun berikutnya dilakukan di kas daerah atau bank yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Pasal 8 ayat (1) Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk Masa Pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Pajak Kendaraan Bermotor dibayar sekaligus di muka.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).

Ayat (3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2): a. kereta api; b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau

(23)

dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan d. objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Ayat (4) Penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai penyerahan. Ayat (5) Penguasaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk penguasaan Kendaraan Bermotor karena perjanjian sewa beli. Ayat (6) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali: a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan; c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia; dan d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.

Pasal 10 ayat (1) Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.

Pasal 11 ayat Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9).

Pasal 12 ayat (1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen); dan b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen). Ayat (2) Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%

(24)

(nol koma nol tujuh puluh lima persen). (3) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 13 ayat (1) Besaran Pokok Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Pasal 13 ayat (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Ayat (3) Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dilakukan pada saat pendaftaran.

Pasal 14 Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor wajib mendaftarkan penyerahan Kendaraan Bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak saat penyerahan.

Pasal 15 ayat (1) Orang pribadi atau Badan yang menyerahkan Kendaraan Bermotor melaporkan secara tertulis penyerahan tersebut kepada gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak saat penyerahan. Ayat (2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berisi:

a. nama dan alamat orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan;

b. tanggal, bulan, dan tahun penyerahan; c. nomor polisi kendaraan bermotor;

d. lampiran fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; dan e. khusus untuk kendaraan di air ditambahkan pas dan nomor pas

kapal.

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor

Pasal 1 angka 1 Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap yang selanjutnya disebut Samsat adalah serangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor,

(25)

pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Kantor Bersama Samsat.

Pasal 1 angka 2 Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Ranmor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Pasal 1 angka 3 Kantor Bersama Samsat adalah wadah bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membidangi lalu lintas, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang melaksanakan pemungutan pajak Provinsi, dan Badan Usaha dalam menyelenggarakan Samsat.

Pasal 1 angka 4 Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Pasal 1 angka 5 Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Pasal 1 angka 6 Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1980 yang ditunjuk oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk menyelenggarakan pengelolaan atas Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

Pasal 1 angka 7 Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Regident Ranmor adalah fungsi Kepolisian untuk memberikan legitimasi asal usul dan kelaikan, kepemilikan serta pengoperasian Ranmor, fungsi kontrol, forensik Kepolisian dan pelayanan kepada masyarakat melalui verifikasi, pencatatan dan

(26)

pendataan, penomoran, penerbitan dan pemberian bukti registrasi dan identifikasi Ranmor, pengarsipan serta pemberian informasi.

Pasal 1 angka 8 Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat NRKB adalah tanda atau simbol yang berupa huruf atau angka atau kombinasi huruf dan angka yang memuat kode wilayah dan nomor registrasi yang berfungsi sebagai identitas Ranmor. Pasal 1 angka 9 Buku Pemilik Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BPKB adalah dokumen pemberi legitimasi kepemilikan Ranmor yang diterbitkan Polri dan berisi identitas Ranmor dan pemilik, yang berlaku selama Ranmor tidak dipindah tangankan.

Pasal 1 angka 10 Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat STNK adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian Ranmor yang berbentuk surat atau bentuk lain yang diterbitkan Polri yang berisi identitas pemilik, identitas Ranmor dan masa berlaku termasuk pengesahannya.

Pasal 1 angka 13 Pajak Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat PKB adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Ranmor. Pasal 1 angka 14 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBN-KB adalah pajak atas penyerahan hak milik Ranmor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam Badan Usaha.

Pasal 2 Samsat bertujuan memberikan pelayanan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran pajak atas kendaraan bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dengan cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan informatif. Pasal 3 Ruang lingkup pelayanan Samsat meliputi : a. Regident Ranmor; b. pembayaran pajak atas kendaraan bermotor; dan c. pembayaran SWDKLLAJ.

Pasal 4 ayat (1) Regident Ranmor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi : a. registrasi Ranmor baru; b. registrasi

(27)

perubahan identitas Ranmor dan pemilik; c. registrasi perpanjangan Ranmor; dan/atau d. registrasi pengesahan Ranmor. Pasal 4 ayat (2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelayanan Regident Ranmor juga meliputi : a. pemblokiran dokumen Regident Ranmor yang terkait tindak pidana; b. penggantian dokumen Regident Ranmor; dan c. penghapusan nomor registrasi Ranmor.

Pasal 5 Pembayaran pajak atas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi : a. PKB; dan b. BBN-KB. Pasal 6 ayat (1) SWDKLLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri dari : a. SWDKLLJ; dan b. DPWKP. Pasal 6 ayat (2) Pembayaran DPWKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan di Kantor Bersama Samsat.

5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Undang–Undang No. 28 Tahun 2009, memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak, dengan dasar hukum Peraturan Daerah yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Pada tahun 2011, DPRD Provinsi Jawa Barat telah mengesahkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Tentang Pajak Daerah menjadi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Tentang Pajak Daerah No. 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. Adapun norma dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Tentang Pajak Daerah No. 13 Tahun 201, yang berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, sebagai berikut :

Pasal 1 angka 8 Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut PKB adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Pasal 1 angka 9 Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumberdaya

(28)

energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.

Pasal 1 angka 10 Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk mengangkut orang atau barang dengan dipungut bayaran dan memiliki izin penyelenggarakan angkutan umum dan izin trayek atau izin tidak dalam trayek. Pasal 1 angka 12 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

Pasal 1 angka 13 Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut NJKB adalah nilai jual kendaraan bermotor yang diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor sebagaimana tercantum dalam tabel nilai jual kendaraan bermotor yang berlaku. Pasal 1 angka 14 Tahun Pembuatan Kendaraan Bermotor adalah tahun perakitan yang semata-mata digunakan sebagai dasar penghitungan pajak.

Berikut ini berkaitan dengan Nama, Objek, Subjek dan Wajib Pajak Pajak Kendaraan Bermotor, sebagai berikut : Pasal 3 Dengan nama Pajak Kendaraan Bermotor, dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor di Daerah. Pasal 4 ayat (1) Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kendaraan Bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Ayat (3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana

(29)

dimaksud pada ayat (2) yaitu : a. Kereta api; b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan Negara; c. Kendaraan Bermotor yang tidak digunakan karena disegel, disita oleh Negara dan/atau dibekukan oleh Negara; d. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan e. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importir yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan.

Pasal 5 ayat (1) Subjek PKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Wajib PKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Dan ayat (3) Yang bertanggungjawab atas pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), yaitu: a. untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli warisnya; b. untuk Badan, diwakili oleh pengurus atau kuasanya; dan c. untuk Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri, oleh Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

Dasar Pengenaan, Tarif Pajak dan Tata Cara Perhitungan Pajak kendaraan bermotor, diatur dalam norma, sebagai berikut : Pasal 6 ayat (1) Dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok yaitu: a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB); dan b. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

Pasal 6 ayat (3) Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur, berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. Ayat (4) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu), dengan ketentuan sebagai berikut:

(30)

a. koefisien sama dengan 1 (satu), berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan sebagai akibat penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan

b. koefisien lebih besar dari 1 (satu), berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.

Ayat (5) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (4) dihitung berdasarkan faktor-faktor :

a. tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;

b. jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan

Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.

Ayat (6) NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum Kendaraan Bermotor, yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada minggu pertama bulan Desember Tahun pajak sebelumnya.

Pasal 7 Ayat (1) Tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut : a. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama, sebesar 1,75% (satu

koma tujuh lima persen);

b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) kedua dan seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut :

1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25 %; 2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75 %; 3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25 %; dan

4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75 %.

c. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) atau roda 3 (tiga) kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang

(31)

sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut :

1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25 %; 2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75 %; 3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25 %; dan

4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75 %.

Ayat (2) Penerapan tarif PKB progresif tidak berlaku bagi Kendaraan Bukan Umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/ Polri dan kendaraan umum. Ayat (3) Tarif PKB angkutan umum ditetapkan sebesar 1% (satu persen). Ayat (4) Tarif PKB ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen). Ayat (5) Tarif PKB Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/Polri ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen). Ayat (6) Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen). Dan ayat (7) Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 8 Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dengan tarif PKB sebagaimana dimaksud pada Pasal 7.

Berkaitan dengan Wilayah Pemungutan diatur dalam ketentuan : Pasal 9 ayat (1) PKB yang terutang dipungut di wilayah daerah Provinsi Jawa Barat tempat Kendaraan Bermotor terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan Gubernur. Ayat (2) Pemungutan PKB dilakukan bersamaan dengan penerbitan dan/atau pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Ayat (3) Dalam hal terjadi pemindahan Kendaraan Bermotor dari satu Kabupaten/Kota dalam Daerah maupun ke luar Daerah, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus melampirkan bukti pelunasan PKB dari daerah asalnya berupa SKPD yang sudah divalidasi dan Surat Keterangan Fiskal Antar Daerah. Ayat (4) Penguasaan dan/atau

(32)

kepemilikan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib didaftarkan sesuai alamat domisili, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pemindahan Kendaraan Bermotor dan/atau pengalihan kepemilikan.

Masa Pajak, Saat Terutang Pajak dan Pendaftaran, diatur dalam ketentuan: Pasal 11 ayat (1) Masa pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun pajak, terhitung mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor. Ayat (2) PKB dibayar sekaligus di muka. Ayat (3) Untuk kendaraan yang sudah terdaftar, bagian dari bulan yang melebihi 15 (lima belas) hari dihitung satu bulan penuh. Ayat (4) Untuk PKB yang karena sesuatu hal akibat force majeure masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, dapat dilakukan restitusi berupa kompensasi untuk sisa pajak yang belum dilalui. Dan ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 12 ayat (1) Setiap wajib pajak, wajib mengisi Data objek dan subjek pajak dengan jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. Ayat (2) Data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur paling lambat : a. 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan kepemilikan dan/atau

penguasaan untuk kendaraan baru;

b. 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Keterangan Fiskal Antar Daerah bagi Kendaraan Bermotor dari luar Daerah; dan

c. Sampai dengan tanggal berakhirnya masa PKB untuk kendaraan bermotor yang mengalami perubahan objek dan subjek serta kendaraan yang mutasi dalam Daerah.

Pasal 13 ayat (1) Data objek dan Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) paling sedikit memuat :

a. nama dan alamat orang pribadi, badan atau instansi pemerintah yang menerima penyerahan;

(33)

c. dasar penyerahan; d. harga penjualan;

e. jenis, merk, type, isi, silinder, tahun pembuatan, warna, bahan bakar, nomor rangka dan nomor mesin; dan

f. gandengan dan jumlah sumbu.

Pasal 13 ayat (2) Bentuk, isi dan ukuran data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Ayat (3) Keterlambatan menyampaikan data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf a, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok Pajak. Ayat (4) Keterlambatan menyampaikan data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf b dan c, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok Pajak terutang untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 14 Kendaraan bermotor yang sudah terdaftar, terlambat melakukan pembayaran pajak sesuai dengan tanggal berakhirnya masa PKB, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari pokok pajak terutang paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Ketetapan Pajak dan Pembayaran Pasal 15 ayat (1) Berdasarkan data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1), Pajak ditetapkan dengan menerbitkan SKPD berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Bentuk, isi, kualitas dan ukuran SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 16 ayat (1) Pajak dilunasi sekaligus di muka untuk masa 12 (dua belas) bulan. Ayat (2) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri menerima penyerahan Kendaraan Bermotor yang jumlah pajaknya baik sebagian maupun

(34)

seluruhnya belum dilunasi, maka pihak yang menerima penyerahan bertanggungjawab renteng atas pelunasan pajak tersebut. Ayat (3) Pembayaran pajak dilakukan kepada Bendahara Pendapatan Pembantu pada Dinas atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur, untuk selanjutnya disetorkan ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 jam. Ayat (4) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan menggunakan SSPD. Dan ayat (5) Pemilik Kendaraan Bermotor yang telah membayar lunas pajaknya, diberi tanda pelunasan pajak berupa SKPD yang telah divalidasi.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bagian Kesatu Nama, Objek, Subjek dan Wajib Pajak, sebagai berikut : Pasal 20 Dengan nama BBNKB dipungut pajak atas penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.

Pasal 21 ayat (1) Objek BBNKB adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kendaraan Bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Ayat (3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu :

a. kereta api;

b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan Negara;

c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan

d. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importir yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan.

(35)

Pasal 21 ayat (4) Termasuk penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali :

a. untuk dipakai sendiri oleh pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan;

c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah Pabean Indonesia; dan d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh dan kegiatan olahraga

bertaraf internasional.

Pasal 21 ayat (5) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah Pabean Indonesia.

Pasal 22 ayat (1) Subjek BBNKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Ayat (2) Wajib BBNKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Ayat (3) Yang bertanggung jawab atas pembayaran BBNKB sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yaitu :

a. untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli warisnya;

b. untuk Badan diwakili oleh pengurus atau kuasanya; dan

c. untuk Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri, oleh Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

Dasar Pengenaan, Tarif Pajak dan Tata Cara Penghitungan BBNKB, sebagai berikut : Pasal 23 dasar pengenaan BBNKB adalah NJKB. Pasal 24 ayat (1) Tarif BBNKB atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar :

a. 10 % (sepuluh persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri;

(36)

b. 10 % (sepuluh persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan

c. 0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Pasal 24 ayat (2) Tarif BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar :

a. 1% (satu persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi atau Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri;

b. 1% (satu persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan c. 0,075 % (nol koma nol tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan

Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Pasal 24 ayat (3) Tarif BBNKB atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar:

a. 0,1% (nol koma satu persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi;

b. 0,1% (nol koma satu persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan

c. 0,075 (nol koma nol tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Pasal 24 ayat (4) Tarif BBNKB Ex Dump Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri ditetapkan sebagai berikut :

a. umur kendaraan 1 sampai dengan 5 tahun, sebesar 10% (sepuluh persen) dari NJKB;

b. umur kendaraan diatas 5 tahun sampai dengan 10 tahun, sebesar 10% (sepuluh persen) dari hasil perkalian 40% (empat puluh persen) dari NJKB; dan

c. umur kendaraan di atas 10 tahun, sebesar 10% dari hasil perkalian 20% (dua puluh persen) dari NJKB.

Pasal 24 ayat (5) Tarif BBNKB hibah ditetapkan sebagai berikut : a. kendaraan yang belum dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 10%

(37)

b. kendaraan yang telah dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari NJKB;

c. hibah kepada yayasan yang semata-mata bergerak di bidang sosial dan keagamaan yang belum dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari hasil perkalian 10% dari NJKB; dan d. hibah kepada yayasan yang semata-mata bergerak di bidang sosial

dan keagamaan yang sudah dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari hasil perkalian 1% dari NJKB.

Pasal 25 Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 23.

Wilayah Pemungutan BBNKB, sebagai berikut:

Pasal 26 ayat (1) BBNKB yang terutang dipungut di wilayah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan Gubernur. Ayat (2) Pembayaran BBNKB dilakukan pada saat pendaftaran. Ayat (3) Dalam hal terjadi pemindahan Kendaraan Bermotor dari satu Kabupaten/Kota dalam Daerah maupun ke luar Daerah, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus melampirkan bukti pelunasan PKB dari daerah asalnya berupa SKPD yang sudah divalidasi dan Surat Keterangan Fiskal Antar Daerah.Ayat (4) Kepemilikan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib mendaftarkan sesuai alamat domisili paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kepindahan kepemilikan.

Masa Pajak, Pajak Terutang dan Pendaftaran BBNKB, sebagai berikut:

Pasal 28 BBNKB terutang terjadi di Wilayah Provinsi Jawa Barat tempat Kendaraan Bermotor terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan Gubernur. Pasal 29 ayat (1) Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan penyerahan kendaraan bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan dengan menggunakan data objek dan subjek pajak. Ayat (2) Orang Pribadi, Badan dan Instansi Pemerintah

(38)

yang menyerahkan kendaraan bermotor harus melaporkan kepada Gubernur dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan. Ayat (3) Dalam hal terjadi perubahan atas kendaraan bermotor dalam masa BBNKB, baik perubahan bentuk dan/atau penggantian mesin, wajib melaporkan dengan mengisi Data objek dan subjek pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ubah bentuk dan/atau ganti mesin selesai dilaksanakan. Ayat (4) Setiap wajib pajak, wajib mengisi Data objek dan subjek pajak dengan jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. Dan ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), diatur dengan Peraturan Gubernur.

Ketetapan BBNKB dan Sanksi Administratif, sebagai berikut : Pasal 30 ayat (1) Berdasarkan data objek dan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) BBNKB ditetapkan dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. Ayat (2) Bentuk, isi, kualitas dan ukuran SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Ayat (3) Dalam hal data objek dan subjek pajak tidak disampaikan kepada Dinas dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 25% ( dua puluh lima persen) dari pokok pajak terutang.

Pasal 31 Setiap Kendaraan Bermotor yang mengalami perubahan bentuk atau penggantian mesin yang tidak dilaporkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (3), dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak terutang.

Tata Cara Pembayaran dan Penagihan, sebagai berikut :

Pasal 33 ayat (1) Pembayaran pajak dilakukan pada saat pendaftaran. Ayat (2) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri menerima penyerahan Kendaraan Bermotor yang jumlah pajaknya baik sebagian maupun seluruhnya belum dilunasi, maka pihak yang menerima penyerahan

(39)

bertanggung jawab renteng atas pelunasan pajak tersebut. Ayat (3) Pembayaran dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur.

6. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat.

Pasal 1 angka 4 Dinas adalah Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat. tugas pokok, fungsi, rincian tugas dan tata kerja, Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut :

Pasal 2 ayat (1) Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah bidang pendapatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (2) Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas mempunyai fungsi :

a. penyelenggaraan perumusan dan penetapan kebijakan teknis pendapatan;

b. penyelenggaraan pendapatan dan pelayanan umum meliputi kesekretariatan, perencanaan dan pengembangan, pajak, non pajak, pengendalian dan pembinaan serta UPTD;

c. penyelenggaraan fasilitasi pelaksanaan tugas pendapatan Daerah dan pelayanan umum;

d. penyelenggaraan pembinaan dan pelaksanaan tugas-tugas pendapatan secara internal meliputi kesekretariatan, perencanaan dan pengembangan, pajak, non pajak, pengendalian dan pembinaan, UPTD, pembinaan teknis fungsional pendapatan Daerah dan pelayanan umum;

e. penyelenggaraan tugas lain dari Gubernur sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pasal 2 ayat (2) Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas mempunyai fungsi :

(40)

a. penyelenggaraan penetapan kebijakan teknis pendapatan yang meliputi kesekretariatan, perencanaan dan pengembangan, pajak, non pajak, pengendalian dan pembinaan;

b. penyelenggaraan pelayanan umum pendapatan Daerah;

c. penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan tugas pendapatan Daerah; d. penyelenggaraan pengendalian tugas-tugas pendapatan Daerah dan

pembinaan teknis fungsional.

Pasal 2 ayat (3) Rincian Tugas Kepala Dinas ;

a. menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas;

b. menyelenggarakan penetapan program kerja dan rencana pengembangan pendapatan Daerah;

c. menyelenggarakan penetapan kebijakan teknis Dinas sesuai dengan kebijakan umum Pemerintah Daerah;

d. menyelenggarakan fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi kesekretariatan, perencanaan dan pengembangan, pajak, non pajak, pengendalian dan pembinaan serta UPTD;

e. menyelenggarakan pemberian saran pertimbangan dan rekomendasi kepada Gubernur mengenai pendapatan dan pelayanan umum sebagai bahan penetapan kebijakan Pemerintah Daerah;

f. menyelenggarakan koordinasi OPD yang berkaitan dengan pendapatan Daerah;

g. menyelenggarakan pembinaan kesekretariatan, perencanaan dan pengembangan, pajak, non pajak, pengendalian dan pembinaan, UPTD dan menyelenggarakan pembinaan teknis fungsional pendapatan Daerah;

h. menyelenggarakan fasilitasi dan kerjasama dengan instansi, unit kerja, swasta dan lembaga terkait lainnya untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Dinas;

i. menyelenggarakan koordinasi penyusunan Rencana Strategis, LAKIP, LKPJ, dan LPPD Dinas, pelaksanaan tugas teknis serta

Referensi

Dokumen terkait

Jika nilai IOport tidak valid atau SERIAL PPI tidak dapat menjawab komunikasi, maka nilai DataOut tidak akan dikirimkan ke Port dan PortWrite bernilai =

Plagiat.. Dalam masa kepala desa penanggung jawab belum terlihat perubahan yang berati, dibandingkan pada masa kepala desa sebelunya yang sudah memberikan perubahan

Variabel yang diamati dalam penelitian yakni karateristik dan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman pangan adalah morfologi dan fisik tanah serta sifat

Lalu di teruskan ke rangkaian buffer untuk di sangga dan mengurangi noise, Kemudian sinyal ini akan diperkuat oleh rangkaian penguat RF yang selanjutnya akan

Sedangkan untuk menyatakan suatu model fit, karena hanya ada tiga item pengukuran, dengan sendirinya merupakan model yang just identified, dan merupakan model yang fit sempurna.

Terlihat jelas dalam Pasal 6 ayat (2) diatas, bahwa peradilan pidana di Indonesia memang telah menganut sistem pembuktian menurut undang- undang secara negative, dimana

Islami; adalah bersifat keislaman (akhlak), untuk mewujudkan suasana kehidupan masyarakat madani. Sejahtera; Mandiri Dalam Nuansa Kehidupan Islami, mengandung arti

nilai signifikan untuk pengaruh Lingkungan Kampus dan Pembelajaran Kewiraushaan secara simultan (bersama) terhadap Keinginan Berwirausaha pada Mahasiswa adalah sebesar F