• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS KUPU-KUPU (PAPILIONOIDEA) POTENSIAL SEBAGAI BIOINDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN HUTAN KOTA SIVA DEVI AZAHRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS KUPU-KUPU (PAPILIONOIDEA) POTENSIAL SEBAGAI BIOINDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN HUTAN KOTA SIVA DEVI AZAHRA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS KUPU-KUPU (PAPILIONOIDEA) POTENSIAL

SEBAGAI BIOINDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN

HUTAN KOTA

SIVA DEVI AZAHRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Jenis Kupu-Kupu (Papilionoidea) Potensial sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Hutan Kota adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Siva Devi Azahra

(4)

RINGKASAN

SIVA DEVI AZAHRA. Jenis Kupu-Kupu (Papilionoidea) Potensial sebagai Biondikator Kondisi Lingkungan Hutan Kota. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan NOOR FARIKHAH HANEDA.

Kupu-kupu (Papilionoidea) merupakan serangga yang memiliki berbagai peran ekologis dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta dapat ditemukan di berbagai macam tipe habitat mulai dari kawasan hutan hingga perkotaan. Kawasan perkotaan menunjukkan berbagai gejala penurunan kondisi lingkungan yang diindikasi dapat mengancam keberadaan komunitas biotik pada kawasan tersebut. Kupu-kupu memiliki sensitifitas dan spesifisitas terhadap kondisi lingkungan tertentu sehingga berpotensi sebagai biondikator kondisi lingkungan.Ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, khususnya hutan kota, berpotensi sebagai habitat kupu-kupu namun kondisinya mengalami berbagai tekanan lingkungan sehingga menunjukkan urgensi untuk dilakukannya pengkajian mengenai hubungan antara kondisi ekologis hutan kota dengan keberadaan kupu-kupu sebagai organisme indikator.

Tujuan penelitian ini antara lain: (1) menganalisis variabilitas parameter lingkungan dan komunitas kupu-kupu di berbagai tipe, karakteristik habitat, dan gangguan lingkungan hutan kota, (2) menganalisis hubungan antara karakteristik lingkungan hutan kota dengan komunitas kupu, (3) menentukan jenis kupu-kupu yang berpotensi sebagai biondikator kondisi lingkungan hutan kota. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015 pada tiga periode (musim hujan, peralihan musim kemarau ke hujan, dan musim hujan) di empat hutan kota di Kotamadya Jakarta Timur yang dipilih berdasarkan kesesuaiannya dengan berbagai tipe hutan kota dan potensi gangguan lingkungan. Pengamatan komunitas kupu-kupu dilakukan dengan metode Pollard Transect

sedangkan parameter lingkungan yang diukur terdiri atas suhu udara, kelembapan udara, intensitas cahaya, kecepatan angin, kekayaan jenis tumbuhan pakan, leaf area index, konsentrasi Timbal (Pb), kadar Total Suspended Particulate (TSP), jarak dari jalan raya, serta jarak dari area sumber gangguan.

Penelitian ini mengidentifikasi sebanyak 22 jenis kupu-kupu yang terbagi ke dalam 4 famili dengan Eurema hecabe sebagai jenis dengan kelimpahan relatif tertinggi dan ditemukan pada keseluruhan hutan kota dan periode pengamatan. Hutan kota pada kawasan permukiman serta periode pengamatan peralihan memiliki nilai rata-rata parameter komunitas tertinggi. Keanekaragaman jenis kupu-kupu meningkat seiring dengan meningkatnya kekayaan jenis tumbuhan pakan, leaf area index, dan jarak dari area sumber gangguan. Di sisi lain, keanekaragaman jenis menurun seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya dan kecepatan angin. Hutan kota dengan potensi gangguan rendah memiliki kekayaan dan keanekaragaman jenis lebih tinggi. Ypthima horsfieldii dan Polyura hebe merupakan jenis spesialis dengan persyaratan parameter lingkungan paling banyak yang mempengaruhinya sehingga keberadaannya menandakan habitat dengan gangguan rendah sedangkan Papilio demoleus merupakan jenis habitat spesifik yang dapat beradaptasi serta menandakan habitat terganggu.

(5)

SIVA DEVI AZAHRA. Potential Bio-indicator Butterfly (Papilionoidea) Species for Urban Forest Environmental Condition. Supervised byBURHANUDDIN MASY’UDandNOOR FARIKHAH HANEDA.

Butterfly (Papilionoidea) has many ecological rolesin maintaining ecosystem stability and can be found in a wide variety of habitats from forest to urban areas. Butterfly has sensitivity to and specificity of certain environmental condition, so it can be used as bio-indicator for environmental condition. Urban area shows various environmental degradation that poses threat toward the existence of biotic communities. Urban forest has potential role as butterfly habitat. However, it is facing various environmental problems, whichindicates the urgency of an assessment of relationship between urban forest environmental conditions and the existence of butterflies as bio-indicator.

This research was designed to: (1) analyzethe variability of environmental parameters and butterfly communities in a variety of urban forest types, habitat characteristic, and environmental disturbance, (2) analyze the correlation between urban forest environmental characteristic and butterfly communities, (3) determine the potential bio-indicator butterfly species for urban forest environmental condition.The surveys were carried out at four study sites of urban forest in East Jakarta Municipality from October 2014 to January 2015 duringthree different seasons (dry, dry-wet transitional, and wet seasons). The urban forest of this study varied in types and environmental disturbance potency. Butterflies were counted using Pollard transect method, and at each sites, air temperature, humidity, light intensity, wind velocity, food plant species richness, leaf area index, lead (Pb) concentration, total suspended particulate (TSP) level, distance from the highway, and distance from disturbed area were also measured.

There were 22 species of butterflies from four families collected from the study sites. Eurema hecabe had the highest relative abundance and can be observed consistently at all habitat types and observation periods. The highest ecological index was found in transitional period and residential neighborhood. Butterfly diversity was increasing with theincreasing degree of food plant species richness, leaf area index, and distance from disturbed area. Meanwhile, butterfly diversity was decreasing with the increasing degree of light intensity and wind velocity. Habitat with low level of disturbance had higher species richness and diversity. Ypthima horsfieldii and Polyura hebe as habitat specialist were indicators species of habitat with low disturbance level, while in contrast, Papilio demoleus was indicator species of habitat with high level of disturbance.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

JENIS KUPU-KUPU (PAPILIONOIDEA) POTENSIAL

SEBAGAI BIOINDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN

HUTAN KOTA

SIVA DEVI AZAHRA

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat selesai dengan baik. Tesis ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sejak Oktober 2014 hingga Januari 2015 yang berjudul Jenis Kupu-Kupu (Papilionoidea) Potensial sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Hutan Kota.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ibu Dr.Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si selaku komisi pembimbing,beserta Bapak Dr. Ir. Rachmad Hermawan, MScF selaku penguji luar komisi, dan Bapak Dr.Ir Agus Hikmat, MScF selaku ketua sidang. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Timur yang telah memberikan perijinan sehingga penelitian dapat dilaksanakan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku Bapak Ir. Dusanto Kristihono, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si, adikku Fadhel Haidar Arrafi, suamiku Catur Wiradityo, S.Hut beserta kedua putriku Amira Sylva Zahraditya dan Sofia Fayza Zahraditya yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, motivasi, serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika dan Fakultas Kehutanan IPB, rekan-rekan KVT yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan, serta rekan-rekan Kelompok Pemerhati Kupu-kupu “Sarpedon” HIMAKOVA yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian.

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta membalas kebaikan dari semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2016

(11)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 2 METODE 5

Waktu dan Lokasi 5

Alat dan Bahan 7

Metode Pengambilan Data 7

Metode Analisis Data 9

3 HASIL 15

Karakteristik Lingkungan Hutan Kota 15

Variabilitias Komunitas Kupu-Kupu pada Lokasi dan Periode

Pengamatan yang Berbeda 22

Hubungan antara Karakteristik Lingkungan dengan Komunitas

Kupu-Kupu 27

Potensi Kupu-Kupu sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Hutan

Kota 29

4 PEMBAHASAN 35

Komunitas Kupu-Kupu di Berbagai Tipe, Karakteristik Habitat, dan

Gangguan Lingkungan Hutan Kota 35

Hubungan antara Karakteristik Lingkungan dengan Komunitas

Kupu-Kupu 38

Jenis Kupu-Kupu Potensial sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan

Hutan Kota 44

Implikasi Hasil Penelitian terhadap Upaya Konservasi Kupu-Kupu di

Kawasan Perkotaan 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 62

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hutan kota (HK) yang dijadikan lokasi penelitian 6

2 Kriteria-kriteria jenis indikator 13

3 Karakteristik lingkungan keempat hutan kota penelitian 16 4 Korelasi Pearson variabel-variabel lingkungan terhadap komunitas

kupu-kupu 28

5 Jenis kupu-kupu beserta faktor lingkungan pencirinya 31 6 Variabel lingkungan dan tingkatan pengaruhnya terhadap keberadaan jenis

kupu-kupu 31

7 Distribusi jenis kupu-kupu di tiap tipe habitat dan potensi gangguan

lingkungan 32

8 Jenis kupu-kupu potensial sebagai bioindikator kondisi lingkungan berdasarkan kesesuaian terhadap kriteria sifat umum dan respon terhadap

kondisi lingkungan 33

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian di Kotamadya Jakarta Timur. 5

2 Hutan kota sebagai lokasi pengamatan: (a) HK Rawa Dongkal, (b) HK PT JIEP, (c) HK Kopassus Cijantung, dan (d) HK UKI Cawang 6

3 Ilustrasi penggunaan metode Pollard Transect 8

4 Langkah-langkah prosedur penentuan komunitas indikator 14 5 Komposisi dan kekayaan jenis tumbuhan di keempat hutan kota penelitian 17 6 Variasi (a) Leaf Area Index (LAI) dan (b) intensitas cahaya di keempat

hutan kota penelitian 19

7 Variasi (a) suhu udara, (b) kelembapan udara, dan (c) kecepatan angin pada keseluruhan hutan kota dan periode pengamatan 20 8 Variasi (a) kadar Total Suspended Particulate (TSP) dan (b) konsentrasi

timbal (Pb) beserta nilai baku mutunya di keempat hutan kota pengamatan 21 9 Variasi (a) jarak dari jalan raya dan (b) jarak dari area gangguan di

keempat hutan kota pengamatan 27

10Variasi (a) jumlah jenis dan (b) kelimpahan individu di keempat hutan

kotapengamatan 27

11Kurva akumulasi jenis kupu-kupu di keempat tipe hutan kota pada (a) periode musim kemarau, (b) periode peralihan musim kemarau ke musim

hujan, dan (c) periode musim hujan 24

12Variasi (a) indeks keanekaragaman jenis dan (b) indeks kekayaan jenis di

keempat hutan kota pengamatan 25

13Variasi (a) indeks kemerataan jenis dan (b) indeks dominansi jenis di

keempat hutan kota pengamatan 26

14Dendrogam kesamaan komunitas kupu-kupu antar hutan kota pada

tiap-tiap periode pengamatan 27

15Ordinasi triplot Redundancy Analysis (RDA) distribusi jenis kupu-kupu( ) dengan faktor-faktor lingkungan ( ) di keempat lokasi hutan

kota (Ox) pengamatan 30

16Kelimpahan relatif keempat jenis kupu-kupu generalis pada gangguan

(13)

(Pb) 62 2 Komposisi jenis dan kelimpahan individu kupu-kupu pada keseluruhan

hutan kota dan periode pengamatan 63

3 Frekuensi kehadiran dan kelimpahan relatif kupu-kupu di keempat hutan

kota 64

4 Frekuensi kehadiran dan kelimpahan relatif kupu-kupu pada ketiga periode

pengamatan 65

5 Jenis-jenis tumbuhan pakan yang ditemukan di keempat hutan kota

pengamatan 66

6 Fungsi ekologis tumbuhan pakan yang ditemukan di keemat hutan kota

pengamatan 68

7 Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov parameter komunitas kupu-kupu dan

parameter lingkungan 69

8 Analisis varians one ways Anova dan uji lanjut Tukey perbedaan parameter lingkungan dan komunitas kupu-kupu antar hutan kota dan

periode pengamatan 70

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kupu-kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) merupakan serangga yang memiliki berbagai peran ekologis, diantaranya sebagai bagian dari rantai makanan serta sebagai penyerbuk (pollinator) sehingga keberadaannya turut menentukan keberlangsungan regenerasi tumbuhan serta keseimbangan ekologis suatu ekosistem(Borror et al. 1992; Boonvanno et al. 2000).Kupu-kupu memiliki penyebaran yang luas di seluruh dunia dan sekitar 90 persen diantaranya tersebar di kawasan tropis (Bonebrake et al. 2010). Indonesiamemiliki keanekaragaman jenis kupu-kupu tertinggi kedua setelah Brazil yakni sebanyak 2500 jenis sedangkan Brazil memiliki 3000 jenis kupu-kupu (Peggie 2011). Kupu-kupu memilikisifat kosmopolit sehingga dapat ditemukan mulai dari dataran rendah hingga tinggi serta dari kawasan hutan hingga perkotaan (Braby 2004; Koh dan Sodhi 2004). Berdasarkan sifat-sifat ekologis serta penyebarannya yang luas, kupu-kupu dapat ditemukan di berbagai tipe habitat, termasuk di kawasan perkotaan, diantaranya di hutan kota (Brown dan Freitas 2002).

Hutan kota merupakan salah satu jenis ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan yang berpotensi sebagai sarana konservasi keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat bagi tumbuhan dan satwa (Dwiyer et al. 1992; Sundari 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hutan kota memiliki nilai konservasi yang lebih tinggi dibandingkan kawasan hijau perkotaan lainnya serta merupakan salah satu habitat komunitas kupu-kupu di kawasan perkotaan (Samsoedin dan Waryono 2010; Rahayu dan Basukriadi 2012).Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Pasal 14 mengkategorikan tipe hutan kota menjadi tipe kawasan permukiman, kawasan industri, tipe rekreasi, pelestarian plasma nutfah, perlindungan, dan pengaman jalan raya.Beragamnya tipe hutan kota serta kondisi lingkungan di sekitarnya membentuk karakteristik habitat hutan kota yang berbeda-beda. Kondisi hutan kota yang berbeda-beda diduga kuat berdampak pada kemungkinan perbedaan keanekaragaman jenis ataupun komunitas kupu-kupu yang menjadikan setiap tipe habitat hutan kota tersebut sebagai habitatnya.

Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan kota dengan populasi penduduk tertinggi di Asia Tenggara, kota terbesar, serta pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi di Indonesia (Silver 2008). Kotamadya Jakarta Timur merupakan salah satu kota administrasi dengan area permukiman terluas serta jumlah penduduk tertinggi di DKI Jakarta (BPS DKI Jakarta 2014). Di sisi lain, data BPLHD tahun 2014 menunjukkan bahwa kotamadya ini memiliki jumlah hutan kota terbanyak yaitu 20 unit hutan kota dengan luas total 147.44 Ha dibandingkan dengan jumlah keseluruhan hutan kota di DKI Jakarta sebanyak 59 unit dengan luas total 674.74 Ha. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kotamadya Jakarta Timur memiliki tekanan lingkungan yang tinggi namun memiliki sumberdaya berupa hutan kota yang berperan sebagai sarana konservasi keanekaragaman hayati, khususnya satwaliar pada kawasan perkotaan. Hal tersebut mendasari pentingnya diketahui bagaimana gambaran keanekaragaman komunitas kupu-kupu di berbagai hutan kota di wilayah Kotamadya Jakarta Timur.

Tingginya arus urbanisasi dan kegiatan transportasi serta pesatnya pembangunan di bidang industri dan permukiman menyebabkan berbagai

(16)

permasalahan lingkungan, diantaranya menurunnya luasan ruang terbuka hijau akibat dikonversi menjadi area terbangun serta meningkatnya tekanan lingkungan akibat emisi atau limbah antropogenik, yang berdampak padaterjadinya berbagai gejala penurunan kondisi lingkungan (Joga dan Ismaun 2011).Kondisi tersebut diindikasi dapat menyebabkan perubahan pada komponen-komponen lingkungan pembentuk habitat sehingga mempengaruhiketidakseimbangan ekosistem dan komunitas biotik di dalamnya (Connor et al. 2003).

Kualitas udara merupakan komponen habitat yang penting dan dibutuhkan oleh makhluk hidup sehingga penurunan kualitasnyaakibat meningkatnya konsentrasi zat pencemar dapat berdampak langsung dan membahayakan makhluk hidup. Soedomo (2001) mengklasifikasikan sumber pencemar udara menjadi sumber alami dan antropogenik. Sumber pencemar udara DKI Jakarta sebagian besar berasal dari kegiatan antropogenik dan diklasifikasikan menjadi sumber pencemar dinamis (kegiatan transportasi) dan stasioner (kegiatan industri, domestik, dan lain-lain) (BPLHD DKI Jakarta 2014). Partikulat merupakan zat pencemar udara dengan kemampuan meracuni (toksisitas) tertinggi sedangkan timbal (Pb) merupakan salah satu partikel logam berat di dalamnya (Soedomo 2001; Fowler 2002). Timbal (Pb) diemisikan dari asap buangan (dari kendaraan bermotor, industri, maupun rumah tangga), dapat terakumulasi, serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh makhluk hidup (Darmono 2001). Fuhrer (1985) menunjukkan bahwa gradien konsentrasi kontaminan udara menyebabkan perbedaan struktur komunitas dan komposisi jenis serangga, kondisi ini memperkuat dugaan bahwa hal tersebut memberikan pengaruh serupa terhadap komunitas kupu-kupu.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan serta menanggulangi terjadinya penurunan kualitas lingkungan adalah dengan mengevaluasi hubungan antara faktor penyebab gangguan lingkungan terhadap bioindikator. Bioindikator adalah organisme/bagian dari organisme atau komunitas organisme yang dapat merefleksikan kondisi maupun perubahan lingkungan yang menjadi habitatnya (McGeoch 1998; Markert et al. 2003). Penggunaan bioindikator dinilai efektif karena tidak membutuhkan banyak biaya, dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan lingkungan dan efeknya terhadap biota, dapat memberikan peringatan dini sebelum terjadinya perubahan lingkungan, serta dapat digunakan untuk menduga keanekaragaman pada suatu habitat (Colwell dan Coddington 1994).

McGeoch (1998) mengkategorikan kupu-kupu sebagai serangga yang dapat berperan sebagai bioindikator.Kupu-kupu dapat berperan sebagai organisme indikator karena mudah ditemukan serta dapat merefleksikan kondisi habitatnya(Blair danLauner 1997; Layberry et al. 1998;Van Swaay et al. 2012).Kupu-kupu memiliki sensitifitas dan spesifisitas terhadap kondisi lingkungan tertentu serta menyukai lingkungan yang tidak terpolusi sehingga berpotensi sebagai bioindikator kondisi lingkungan (Brown Jr dan Freitas 2002; Tabadepu et al. 2008; Rahayu dan Tuarita 2014).Penelitian Thomas et al. (2004) juga menunjukkan bahwa perubahan kondisi lingkungan lebih cepat direspon dan memberikan dampak yang lebih besar pada kupu-kupu dibandingkan dengan burung maupun tumbuhan.

Tiap-tiap jenis kupu-kupu menunjukkan respon serta kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap kondisi maupun gangguan lingkungan tertentu

(17)

sehingga memicu terbentuknya jenis spesialis dan generalis (Kitahara dan Fujii 1994). Jenis generalis adalah jenis yang tidak memiliki keterkaitan yang kuat terhadap faktor-faktor lingkungan tertentu sehingga dapat ditemukan di berbagai tipe habitat, sedangkan jenis spesialis adalah jenis yang memiliki keterkaitan kuat dan membutuhkan faktor-faktor lingkungan yang spesifik sehingga keberadaannya hanya terbatas di habitat-habitat tertentu sesuai dengan karakter habitat yang dibutuhkannya (Hogsden dan Hutchinson 2004).Keberadaan serangga spesialis dan generalis berkaitan juga dengan ketersediaan sumberdaya, yang manajenis generalis dapat hidup dengan sumber daya terbatas sedangkan jenis spesialis membutuhkan sumberdaya yang optimal (Jonsen dan Fahrig 1997).Lebih lanjut, Kitahara et al. (2000) mengemukakan bahwa meningkatnya gangguan lingkungan berkorelasi negatif dengan keberadaan jenis spesialis, namun tidak berkorelasi dengan keberadaan jenis generalis.

Vu (2009) mengemukakan bahwa karakteristik dan kondisi habitat yang berbeda akan menghasilkan perbedaan komunitas kupu-kupu.Penelitian DeVries

et al. (2012) menunjukkan bahwa pengkajian komunitas kupu-kupu secara spasial (berdasarkan perbedaan lokasi) serta temporal (berdasarkan perbedaan periode) memberikan informasi komunitas kupu-kupu yang lebih komprehensif, karena populasi berbagai jenis serangga pada kawasan tropis memiliki dinamika berdasarkan tipe habitat maupun musim sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman jenisnya.Teori tersebut mengindikasikan bahwa perbedaan karakteristik habitat hutan kota, berdasarkan tipehutan kota maupun periode pengamatan, dihadapkan dengan lokasinya yang terasosiasi dengan berbagai potensi gangguan lingkungan diduga kuatmenghasilkan komunitas kupu-kupu yang berbeda. Hal-hal yang diuraikan di atas, menjadi dasar pemikiran tentang pentingnya dilakukan pengkajian mengenai keragaman komunitas kupu-kupu beserta faktor biotik dan abiotik habitatnya berdasarkan perbedaan tipe, karakteristik habitat, serta gangguan lingkungan hutan kota sehingga dapat diketahui hubungan antara komunitas kupu-kupu terhadap kondisi lingkungannya serta jenis-jenis kupu-kupu tertentu yang berpotensi sebagai bioindikator kondisi lingkungan hutan kota.

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai biodiversitasdikawasan perkotaan, khususnya kupu-kupu, masih jarang dilakukan. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan difokuskan di kawasan hutan maupun kawasan lindung, akibatnyadata mengenai komunitas kupu-kupudi kawasan perkotaan masih terbatas (Tabadepu et al. 2008; Koneri dan Saroyo 2012).Fakta di lapang menunjukkan bahwa secara umum kawasanperkotaanberpotensi sebagai habitat dari beragam jenis satwa liar, termasuk kupu-kupu, meskipun kawasan perkotaan terus mengalami tekanan lingkungan yang lebih besar dibandingkan kawasan dilindungi seperti halnya hutan lindung atau kawasan konservasi.Hutan kotasebagaibagian dari ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan selain memiliki berbagai peran ekologis dalam memperbaiki kondisi lingkungan, juga berperan penting sebagai habitat yang masih tersisa serta berpotensi sebagaisarana konservasi biodiversitasdi kawasan perkotaan.Keragaman kondisi lingkungan hutan kota dengan gangguan lingkungan yang berbeda-beda diduga kuat akan berpengaruh terhadap

(18)

kemungkinan perbedaan komunitas kupu-kupu yang hidup di habitat tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan yang mendasari penelitian ini yaitu bagaimana gambaran dan apakah terdapat perbedaan komunitas kupu-kupu di berbagai tipe habitat hutan kota di lingkungan perkotaan, seperti permukiman, kawasan industri, kawasan perkantoran, pinggir jalan protokol dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, diketahui faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap komunitas kupu-kupuantara lainperubahan penggunaan lahan (Blairdan Launer 1997; Hogsden danHutchinson 2004; Posa dan Sodhi 2006), keberadaan spesies invasif (Keeler et al. 2006), kompetisi antar spesies (Shapiro dan Carde 1970), serta perubahan iklim (Kerr 2001). Di sisi lain, informasi mengenai hubungan antara faktor gangguan lingkungan terhadap komunitas kupu-kupu di kawasan perkotaan masih sangat terbatas sehingga penelitian ini penting dilakukan agar menghasilkan temuan mengenai kondisi komunitas kupu-kupu di kawasan perkotaan beserta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan kondisi habitat dan komunitas kupu-kupu di berbagai tipe, karakteristik habitat, dan gangguan lingkungan hutan kota?

2. Apakah adahubunganantara karakteristik lingkungan hutan kotadengan komunitas kupu-kupu?

3. Jenis-jenis kupu-kupu apa saja yang potensial digunakan sebagai bioindikator kondisi lingkungan hutan kota?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian dan rumusan pertanyaan penelitian yang diuraikan sebelumnya, dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis variabilitas parameter lingkungan dan komunitas kupu-kupu di

berbagai tipe, karakteristik habitat, dan gangguan lingkungan hutan kota. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik lingkungan hutan kota dengan

komunitas kupu-kupu.

3. Menentukan jenis kupu-kupu yang berpotensisebagai bioindikator kondisi lingkungan hutan kota.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yakni: (1) manfaat ilmu pengetahuan, yaituinformasi keilmuantentang keragamankomunitas kupu-kupu di beberapa tipe habitat dalam kawasan perkotaan, hubungan antara kondisi dan potensi gangguan lingkungan dengan keanekaragaman kupu-kupu, dan informasi tentang jenis-jenis kupu-kupu yang potensial berfungsi sebagai bioindikator kondisi lingkungan perkotaan; dan (2) manfaat praktis terkait kepentingan pengelolaan dan/atau pembangunan kawasan hutan kota sebagai salah satu kawasan konservasi kupu-kupu. Secara spesifik, informasi tentang komunitas kupu-kupu dan jenis kupu-kupu yang potensial sebagai bioindikator kondisi lingkungan perkotaan dapat dijadikan sebagai data dasar dan masukkandalam upaya pemantauan danperumusan strategi konservasi.

(19)

2 METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015,meliputi pengamatan di lapangan, identifikasi, serta analisis konsentrasi polutan di laboratorium SEAMEO Biotrop. Pengamatan dilakukan pada tiga periode yang berbeda yaitu periode musim kemarau (Oktober 2014), periode peralihan antara musim kemarau ke musim hujan (November 2014), serta periode musim hujan (Desember 2014-Januari 2015). Penelitian dilakukan di empat hutan kota yang berada di empat kecamatan yang berbeda dalam wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta. Secara geografis, lokasi penelitian ini terletak di106049’35” BT-6010’37” LS (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi hutan kota penelitian di Kotamadya Jakarta Timur Penentuan periode pengamatan didasarkan pada hasil analisis data suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan dari Laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kemayoran tahun 2009 hingga 2013. Bulan Oktober (periode pengamatan ke-1) merupakan bulan dengan nilai rataan suhu tertinggi yakni 29.1 ± 0.6 0C, curah hujan kurang dari 100 mm/bulan, dan jumlah hari hujan kurang dari 30% per-bulansehingga dikategorikan sebagai puncak musim kemarau. Nilai rataan suhu tersebut kemudian menurun pada bulan-bulan berikutnya diiringi dengan meningkatnya curah hujan dan jumlah hari hujan,sehingga bulan November (periode pengamatan ke-2) dikategorikan sebagai masa peralihan/transisi musim kemarau ke musim hujan. Bulan Desember 2014 hingga Januari 2015 (periode pengamatan ke-3) memiliki rataan suhu udara

(20)

kurang dari 28 0C, curah hujan 250-350 mm/bulan, dan jumlah hari hujan lebih dari 65%sehingga menunjukkan kecenderungan dimulainya musim hujan.

Pemilihan lokasi hutan kota dilakukan berdasarkan hasil overlay peta sebaran polutan udaradari data kualitas udara BPLHD DKI Jakarta tahun 2013 dengan peta penutupan lahan Kotamadya Jakarta Timur.Hutan kota yang dijadikan lokasi penelitian dipilih berdasarkanperbedaan tingkatan konsentrasi polutan udara, perbedaan tipe hutan kota menurut PP Nomor 63 Tahun 2002 Pasal 14 ayat 2, danmempertimbangkan keterwakilan lingkungannya dengan berbagai potensigangguan lingkungan yang berbeda (kegiatan transportasi, industri, dan domestik/rumah tangga)(Tabel 1 dan Gambar 2)

Tabel 1 Hutan kota (HK) yang dijadikan lokasi penelitian

No Lokasi Luas

(Ha)

Tipe hutan kota

(PP No 63 tahun 2002 Pasal 14 Ayat 2)

Tipe kawasan 1 HK Rawa Dongkal 3.28 Permukiman Kawasan permukiman

2 HK PT. JIEP 8.9 Industri Kawasan industri

3 HK Kopassus

Cijantung 1.75 Rekreasi Kawasan perkantoran

4 HK UKI Cawang 3 Pengaman jalan raya Kawasan jalan raya

a b

c d

Gambar 2Hutan kota sebagai lokasi pengamatan: (a) HK Rawa Dongkal, (b) HK PT JIEP, (c) HK Kopassus Cijantung, dan (d) HK UKI Cawang

(21)

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

1. Alat dan bahan untuk analisis spasial, meliputi data kualitas udara BPLHD DKI Jakarta tahun 2013, data iklim BMKG DKI Jakarta tahun 2009-2013, peta rupa bumi Kotamadya Jakarta Timur, peta administrasi DKI Jakarta,

software ArcGis 10.1, software Mapsource Global Mapper 10.

2. Peralatan eksplorasi dan pengambilan sampel kupu-kupu, yaitu:tally sheet, pita ukur, fly net, kertas papilot, buku identifikasikupu-kupu, plastik, kamera. 3. Perlengkapan pengukuran komponen lingkungan fisik, seperti: Global

Positioning System (GPS), thermometer, akuades,anemometer, luxmeter,hemispherical lens,High Volume Air Sampler, kertas saring, genset, Software Hemiview 2.1 Canopy Analysis.

4. Alat dan bahan analisis kandungan polutan udara yaitu: Atomic Absorption Spectrophotometer(AAS), gelas ukur, desikator, timbangan, oven.

5. Program yang digunakan untuk analisis komunitas diantaranya software SPSS 16, Minitab 16, XLSAT 2014, dan Canoco for Windows 4.5.

Metode Pengambilan Data

Data Komunitas Kupu-Kupu

Metode yang digunakan dalam pengamatan kupu-kupu adalah metode monitoring komunitas kupu-kupu secara berkala yang memberikan data akurat, yaitu metode Pollard Transect (Thomas 1983; Pollard dan Yates 1993). Pengamatan dilakukan dengan membuat satu jalur transek sepanjang 500 meter ditiap-tiap hutan kota, transek tersebut dibagi menjadi10 sections berupa kotak imajiner dengan lebar 5 meter di setiap sisi dan di atas pengamat dengan jarak 10 meter antar section sehingga total terdapat 40 sections pada keseluruhan lokasi hutan kota, pada tiap periode pengamatan(Van Swaay et al. 2012) (Gambar 3). Penentuan lokasi transek dilakukan berdasarkan area yang representatif sebagai habitat kupu-kupu yang ditandai dengan kehadiran kupu-kupu pada pengamatan pendahuluan. Identifikasi jenis kupu-kupu dilakukan secara langsung saat pengamatan lapang berdasarkan ciri pada sayap kupu-kupu, atau dilakukan penangkapan terlebih dahulu dengan jaring lalu diidentifikasi dan setelah itu kupu-kupu tersebut dilepaskan kembali.Identifikasi dilakukandengan mengacu pada buku Identification Guide for Butterflies of West Java (Schulze 2012) serta

Practical Guide to The Butterflies of Bogor Botanic Garden (Peggie dan Amir 2006).

Datakupu-kupu yang dicatat meliputinama jenis, waktu perjumpaan, kelimpahan individu, dan aktivitas kupu-kupu. Pengamatan dilakukan pada kondisi cuaca cerah serta pada waktu aktif kupu-kupu yaitu pada pukul 09.00 sampai dengan 12.00.Penentuan waktu pengamatan ini didasarkanpada sifat atau karakter ekologis kupu-kupu sebagai satwa diurnal, danmerupakan waktu puncak aktivitas kupu-kupu mengunjungi bunga untuk menghisap nektar, serta termasuk ke dalam rentang waktu sebagian besar bunga mekar (Amir et al. 2003; Duara dan Kalita 2014).

(22)

Gambar 3 Ilustrasi penggunaan metode Pollard Transect Data Karakteristik Lingkungan

Data karakteristik lingkungan yang diambil di setiap lokasi hutan kota meliputi data lingkungan fisik dan biotik. Data lingkungan fisik yang dikumpulkan meliputisuhu udara, kelembapan udara, intensitas cahaya, kecepatan angin, jumlah jenis tumbuhan pakan, dan leaf area index (LAI), serta parameter gangguan lingkungan meliputi konsentrasi timbal (Pb), kadar Total Suspended Particulate (TSP), jarak dari jalan raya, dan jarak dari area sumber gangguan.Pengukuran iklim mikro di setiap lokasi pengamatandilakukan sebanyak empat kali dengan interval waktu satu jam, yaitu pukul 09.00, 10.00, 11.00, dan 12.00 WIB. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada jarak 1.5 meter dari permukaan tanah,kemudian nilai hasil pengukurannya dirata-ratakan.

Data sampel udara diambil menggunakan alat High Volume Air Sampler

merek Staplex Air Sampler dengan kecepatan aliran udara 5 meter3/menit dan ketinggian alat 1.5 meter dari permukaan tanah, dengan mempertimbangkan jarak dengan sumber gangguan dan arah angin dominan. Pengambilan sampel udara dilakukan pada hari kerja pada pukul 08.00-17.00 saat kondisi cuaca cerah dengan durasi pengambilan sampel udara selama satu jam. Kadar TSP serta konsentrasi Pb sampel diukur dengan metode gravimetri dan ekstraktif pengabuan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Jarak dengan jalan raya serta area sumber gangguan diukur menggunakan GPS di tiap titik pengamatan berdasarkan jarak datarnya.

Data komponen lingkungan biotik yang diambil terutama adalah tumbuhan pakan.Identifikasi tumbuhan pakan dilakukan di setiap jalur transek dengan mengamati interaksi antara kupu-kupu dengan tumbuhan pakan. Data yang dicatat meliputi jenis tumbuhan, jenis kupu-kupu, serta aktivitas kupu-kupu yang mengunjunginya. Selain itu diukur kerapatan tajuk pohonmenggunakan

Hemispherical View dengan melakukan pemotretan beberapa kali di area-area yang dipandang representatif mewakili kondisi habitat, kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan HemiView 2.1 Canopy Analysis Software. Keluaran dari hasil pengolahan data ini berupa indeks luas daun/Leaf Area Index (LAI). Hasil nilai LAI tersebut dirata-ratakan sehingga dapat dihitung nilai kerapatan tajuk dari masing-masing lokasi pengamatan.

(23)

Metode Analisis Data

Komunitas Kupu-Kupu

Terdapat beberapa analisis yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang komunitas kupu-kupu, sebagaimana diuraikan di bawah ini:

1. Frekuensi Kehadiran (FK),dihitung untuk mengetahui tingkat kehadiran jenis kupu-kupu dalam suatukomunitas (Krebs 1999).Frekuensi kehadiran pada penelitian ini dihitung berdasarkan lokasi hutan kota dan periode pengamatan dengan rumus:

FK =Jumlah lokasi atau periode ditemukan kupu − kupu jenis i

Jumlah keseluruhan lokasi atau periode pengamatan 𝑥 100 %

2. Kelimpahan Relatif (KR), dihitung untukmenunjukkan perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan jumlah individu seluruh jenis (Krebs 1999). Nilai kelimpahan relatif digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi (>20%), sedang (15%-20%), dan rendah (<15%). Kelimpahan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KR = Jumlah individu jenis i

Jumlah total seluruh individu𝑥 100 %

3. Indeks Keanekaragaman Jenis(diversity), dihitung untuk menggambarkan keanekaragaman jenis kupu-kupu dengan menggunakan Indeks Shannon (Shannon 1948dalamMagurran 1988). Indeks keragaman Shannon Wiener dihitung dengan rumus sebagai berikut:

H’ = - Σ pi ln pi;pi = ni / N Keterangan:

H’ : indeks keanekaragaman jenis N : jumlah total individu

ni : jumlah individu jenis ke-i

4. Indeks Kekayaan Jenis(species richness) dihitung untuk menunjukkan banyaknya jenis di suatu tie habitat dengan menggunakan indeks Margalef (Margalef 1958 dalamMagurran 1988), dengan rumus sebagai berikut:

Dmg=S - 1 ln N

Keterangan : Indikator indeks :

Dmg : indeks kekayaan jenis Dmg < 2.5 : kekayaan jenis rendah S : jumlah jenis 2.5 < Dmg < 4.0 : kekayaan jenis sedang N : jumlah total individu Dmg > 4.0 : kekayaan jenis tinggi 5. Indeks Kemerataan Jenis (eveness), dihitung untuk menunjukkan derajat

kemerataan kelimpahan individu antar setiap jenis kupu-kupu serta sebagai indikator adanya gejala dominansi jenis di tiap-tiap habitat. Indeks ini dihitung menggunakan indeks kemerataanjenis (Brillouin 1962dalam Magurran 1988),

(24)

dengannilai indeks berkisar antara 0 sampai 1. Rumus untuk menghitung indeks kemerataan jenis adalah sebagai berikut:

E= H'

ln S

Keterangan : Indikator indeks (Krebs 1999):

E : indeks kemerataan jenis 0.00< E < 0.50 : komunitas tertekan H’ : Indeks keanekaragaman jenis 0.50 < E < 0.75 : komunitas labil S : jumlah jenis 0.75 < E < 1.0 : komunitas stabil 6. Dominansi Jenis, dihitung dengan indeks dominansi Simpson untuk

mengetahui tingkat dominansi jenis-jenis kupu-kupu tertentu pada suatu komunitas (Simpson 1949 dalamMagurran 1988). Rumus yang digunakan untuk menghitung dominansi yaitu:

D = Σ (ni/N)2

Keterangan : Indikator indeks :

D : indeks dominansi 0.00 < D< 0.50 : dominansi rendah ni : jumlah individu jenis ke-i 0.50 < D< 0.75 : dominansi sedang N : jumlah total individu 0.75 < D< 1.0 : dominansi tinggi 7. Kesamaan Komunitas Kupu-Kupu, dianalisis dengan menggunakan koefisien

jarak Euclidean Distance (Ludwig dan Reynolds 1988). Koefisien jarak tersebut dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2 / 1 2 1

|

|

)

,

(

i p i i

y

x

y

x

d

Keterangan :

d (x,y) : jarak euclidean habitat x ke habitat y xi : jumlah individu jenis ke-i pada habitat x yi : jumlah individu jenis ke-i pada habitat y

8. Perbedaan parameter lingkungan dan parameter komunitas kupu-kupu, dihitung untuk mendapatkan gambaran tentang ada tidaknya perbedaan parameter lingkungan maupun parameter komunitas kupu-kupu antar lokasi hutan kota dan periode pengamatan. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis variansone ways Anovapada tingkat kepercayaan 95%. Pada data yang menyebar normal, sebelum dilakukan uji Anova, terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas varian untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi sama atau tidak. Apabila kesimpulan dari uji homogenitas menunjukkan bahwa varianya sama maka dapat dilanjutkan dengan uji Anova. Apabila nilai P-value kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui perbedaannya maka dilakukan uji lanjut Tukey pada taraf kepercayaan 95% (Budi 2005).

(25)

Kadar Total Suspended Particulate (TSP) dan Konsentrasi Timbal (Pb)

Analisis konsentrasi polutan udara dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri dan ekstraktif pengabuan. Gravimetri merupakan metode untuk mengukur suatu komponen dengan terlebih dahulu melalui proses pemisahan atau isolasi sehingga didapatkan komponen dalam keadaan murni (Khopkar 1990). Metode ekstraktif pengabuan dilakukan dengan terlebih dahulu memanaskan kertas saring sampel dan kertas saring kontroldengandilakukan pengovenan pada suhu 105 0C untuk menghilangkan kadar airnya kemudian ditimbang untuk dihitung kadar TSP dengan rumus sebagai berikut:

C=W1-W0V r denganVr=V P 760 298 T+273 Keterangan : C : konsentrasi debu (µg/m3)

W0 : berat kertas saring sebelum pengambilan sampel udara W1 : berat kertas saring sesudah pengambilan sampel udara Vr : volume contoh udara yang sudah dikoreksi (m3) V : volume contoh udara

P : tekanan atmosfer (mm/Hg) saat pengambilan contoh udara t : suhu udara (0C) saat pengambilan sampel udara

Kertas saring yang terdapat sampel udara direndam dengan 5 mL akuades dan 10 mL asam nitrat (HNO3) selama 3x24 jam. Setelah itu, kertas saring tersebut dipanaskan kembali dengan dioven pada suhu 105 0C kemudian disaring. Sebelum dilakukan pengukuran konsentrasi pada sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan mengukur larutan standar Pb (0.5, 1, 2, dan 5 ppm) menggunakan AAS dengan panjang gelombang 283.3 nm sehingga diperoleh kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi. Setelah diperoleh kurva kalibrasi, maka selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi Pb dari tiap-tiap sampel yang kemudian hasilnya diplotkan ke kurva tersebut. Hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan rumus dengan mempertimbangkan suhu dan tekanan udara pada saat pengukuran sehingga diperoleh nilai konsentrasi Pb yang sebenarnya.

Hubungan antara Komunitas Kupu-Kupu dengan Karakteristik Lingkungan

Kaitan antara variabel-variabellingkungandengan komunitas kupu-kupudianalisis menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel peubah tersebut dengan taraf kepercayaan 95% (Krebs 1999). Perhitungan korelasi Pearson menghasilkan nilai koefisien korelasi (rs) yang memiliki selang -1≤ r ≤1. Rumus korelasi Pearson sebagai berikut :



 2 2 2 2 -Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan :

rxy : koefisien korelasi Y: nilai variabel y

(26)

Setelah didapatkan nilai r, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari variabel x terhadap variabel y. Hipotesis yang diuji adalah H0: P = 0 dan H1: P ≠ 0 dengan taraf uji 5% kemudian dibuat kesimpulan apabila P-value ≥ α maka terima H0 sedangkan apabila P-value< α maka tolak H0.

Penentuan Jenis Kupu-Kupu Potensial sebagai Bioindikator

Analisis untuk menentukan jenis kupu-kupu sebagai bioindikator dilakukan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:

1. Penentuan Distribusi Jenis Kupu-Kupu terhadap Karakteristik Lingkungan.Distribusi jenis kupu-kupu terhadap karakteristik lingkungan dianalisis dengan menggunakan Redundancy Analysis (RDA) (Ter Braak 1986). Redundancy analysis merupakan analisis multivariat yang dapat menggambarkan respon dari tiap jenis kupu-kupu terhadap faktor-faktor lingkungannya sehingga dapat diketahui distribusinya berdasarkan gradien lingkungan serta faktor lingkungan utama yang mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan software CANOCO 4.5. Untuk menentukan faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap spesies maka dilakukan pemeringkatan dengan metode stepforward dengan monte carlo permutation

499 permutasi acak.

2. PenentuanJenis Kupu-kupu Potensial sebagai Bioindikator.Setelah mengetahui distribusi jenis kupu-kupu di setiap karakteristik lingkungannya, maka langkah selanjutnya adalah menentukan jenis kupu-kupu yang berpotensi sebagai bioindikator kondisi lingkungan hutan kota. Penentuan jenis kupu-kupu dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian dengan mengacu pada beberapa kriteria, meliputi: (1) kriteria sifat umum jenis kupu-kupu berdasarkan hasil studi pustaka penelitian-penelitian mengenai mengenai kupu-kupu,serta (2) kriteria respon jenis kupu-kupu terhadap kondisi atau gangguan lingkungan. Penentuan kriteria-kriteria tersebut berdasarkan pengkajian terhadap berbagai jenis taxa lainnya, khususnya kelas insekta. Kriteria-kriteria tersebut ditampilkan pada Tabel 2.

3. Penyeleksian dan Pengkajian Potensi Komunitas Kupu-kupu sebagai Bioindikator. Langkah ini dilakukan untuk memilih dan menentukan komunitas kupu-kupu sebagai bioindikator kondisi lingkungan hutan kota yang dipengaruhi oleh berbagai faktor gangguan lingkungan khususnya gangguan antropogenik (gangguan yang berasal dari kegiatan manusia). Prosedur penyeleksian dan pengkajian potensi komunitas kupu-kupu dilakukan mengikuti prosedur dan langkah seperti ditunjukkan pada Gambar 4, yang dimodifikasi dari McGeoch (1998).

(27)

Tabel 2 Kriteria-kriteriajenis indikator

No Kriteria Sitasi

A. Sifat Umum Kupu-kupu

1 Taxonomi serta sifat biologis diketahui-Sebagai

informasi dasar dalampenentuan desain penelitian, pengkajian perbandingan jenis tersebut pada lokasi maupun waktu yang berbeda, serta menunjukkan terpenuhi atau tidaknya persyaratan jenis tersebut untukdilakukan pengujian laboratorium.

Hodkinson dan Jackson (2005)

2 Memiliki peran penting dalam ekosistem

(produsen, konsumen, detrivor, atau

dekomposer)-Menunjukkan peran ekologis dalam

keberlangsungan suatu ekosistem serta dampak yang terjadi apabila terjadi gangguan pada populasi tersebut.

Edwards et al (1996)

3 Mudah diidentifikasi dan diamati (memiliki ciri

khusus, ditemukan pada berbagai habitat)-Dapat

diamati oleh ahli maupun non ahli secara efektif dan efisien.

Brown dan Freitas

(2000)

4 Voltinismeataujumlah generasi per-tahun

(univoltin: satu generasi, bivoltin: dua generasi,

atau multivoltin: beberapa

generasi)-Menunjukkan kehadiran jenis selama setahun.

Sommaggio dan Burgio (2014)

5 Keberagaman sumber pakan (monofagus: satu

jenis pakan, polifagus: beragam jenis

pakan)-Menunjukkan kisaran tumbuhan inang serta daya dukung habitat berkaitan dengan ketersediaan sumber pakan.

Kitahara et al. (2000)

6 Endemisitas (berdasarkan pulau, niche, negara,

atau zona ekologi)-Kekhasan jenis serta area

penyebarannya sebagai wilayah geografi dengan nilai konservasi yang penting.

Foord et al. (2002)

7 Status kerentanan-Menunjukkan adanya tekanan

ekologis maupun biologis terhadap suatu jenis.

Thomas (2005)

B. Respon terhadap kondisi atau gangguan lingkungan

8 Kehadiran/ketidakhadiran jenis pada suatu

habitat serta perbandingan ukuran populasi

antar habitat-Menunjukkan preferensi serta

sensitifitas terhadap faktor-faktor lingkungan pembentuk habitat.

Oostermeijer dan Van Swaay (1998)

9 Parameter demografi (keanekaragaman jenis,

kekayaan jenis, kelimpahan individu,

dll)-Menunjukkan kestabilan populasi/komunitas.

Van Swaay dan Strien (2005)

10 Hubungan dengan faktor-faktor

lingkungan-Memprediksi kecenderungan hubungan antara jenis dengan lingkungan dalam jangka panjang.

McGeoch (1998)

11 Respon terhadap faktor gangguan atau kondisi

lingkungan-Menunjukkan sensitifitas yang dapat

merepresentasikan kondisi habitatnya.

(28)

Gambar 4 Langkah-langkah prosedur penentuan komunitas indikator

Menentukan tujuan: mengidentifikasi dan memprediksi hubungan antara kondisi lingkungan dengan komunitas kupu-kupu

Menentukan kriteria tingkatan organisasi makhluk hidup yang potensial memberikan bioindikasi: berdasarkan komunitas

Mengakumulasi data: menentukan variabilitas komunitas kupu-kupu dan variabel-variabel lingkungan

Mengkuantifikasi data: pemeringkatan gangguan lingkungan

Menganalisis data secara statistik: menentukan korelasi antara parameter lingkungan terhadap parameter komunitas kupu-kupu

Penyeleksian: melakukan pengujian apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kondisi lingkungan dengan bioindikasi yang direfleksikan oleh komunitas kupu-kupu

Menentukan kesimpulan: hubungan kondisi dan gangguan lingkungan dengan bioindikasi yang ditunjukkan komunitas kupu-kupu

Menentukan rekomendasi penggunaan komunitas kupu-kupu sebagai bioindikator kondisi lingkungan

(29)

3 HASIL

Karakteristik Lingkungan Hutan Kota

Gambaran Umum Hutan Kota

Keempat lokasi penelitian merupakan ruang terbuka hijau (RTH)yang dikategorikan sebagai hutan kota (HK). Tigalokasi, yaitu HK Rawa Dongkal, HK Kopassus Cijantung, dan HK PT. JIEP merupakan hutan kotayang telah dikukuhkan oleh pihak yang berwenang mengacu pada PP Nomor 63 Tahun 2002sedangkan HK UKI Cawang masih merupakan hutan kota potensi.

Hutan kota Rawa Dongkal merupakan hutan kota tipe kawasan permukiman. Hutan kota ini memilikiluas 3.28 Ha dan terletak mengelilingi Situ Rawa Dongkal yang berfungsi sebagai area resapan dan penampungan air dengan luas 12.02 Ha. Secara administratif, hutan kota ini terletak di Kecamatan Ciracas, Kelurahan Cibubur.Hutan kota Rawa Dongkal dikukuhkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 207 Tahun 2005 dan berada dibawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta.

Hutan kota PT JIEP merupakan hutan kota tipe penyangga kawasan industri. Hutan kota ini berada pada Kawasan Industri Pulogadung (KIP) dimana pada sekitarnya terdapat pabrik, gudang, maupun gedung perkantoran. Fungsi ekologis dari hutan kota ini adalah untuk mengurangi terjadinya pencemaran air maupun udara yang berasal dari kegiatan transportasi dan industri. Penetapan hutan kota ini berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 870 Tahun 2004 dan Surat Direksi Teknik PT. JIEP Nomor 997 Tanggal 23 April 2003 dengan luas 8.9 Ha dan status kepemilikan oleh PT. JIEP. Secara administratif,hutan kota ini terletak diKelurahan Jatinegara dan Kecamatan Cakung yang merupakan kecamatan dengan persentase penggunaan lahan untuk industri terbesar yaitu 24.33% dari luas total wilayahnya (BPLHD DKI Jakarta 2014).

Hutan kota Kopassus Cijantung merupakan hutan kota tipe rekreasi. Hutan kota ini memiliki luas area 1.75 Ha.Secaraadministratif, hutan kota ini terletak di Kecamatan Pasar Rebo dan Kelurahan Cijantung. Hutan kota ini berada di dalam kawasan komplek perkantoran Kopassus Cijantung. Penetapan status hutan kota ini berdasarkan pada SK Gubernur Nomor 868 Tahun 2004 dengan pengelolaan dan pemeliharaan di bawah Kopassus khususnya Grup 3 Kopassus Batalyon 31. Pengamanan hutan kota ini dilakukan dengan ketat dan dibuka hanya pada hari Sabtu-Minggu.Hutan kota ini berfungsi sebagai sarana edukasi sehingga di dalamnya sudah tersedia jalan setapak yang dilapisi beton sebagai track untuk mengitari lokasi ini, serta sarana prasarana berupa toilet, bangku, dan tempat sampah.

Hutan kotaUKI Cawang merupakan hutan kota tipe pengaman jalan raya, terletak berbatasan langsung dengan jalan raya, serta berada pada area simpang susun cawang yang menghubungkan antara Jagorawi, Jakarta-Cikampek, Cawang-Tomang, dan dilalui oleh jalan arteri Mayjen Sutoyo yang merupakan daerah dengan aktifitas transportasi yang tinggi. Hutan kota ini terletak di Kecamatan Makasar, Kelurahan Kebon Pala. Luas hutan kota ini adalah3 Ha dan berada di bawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta.

(30)

Keempat lokasi hutan kota memiliki perbedaan tipe, fungsi, maupun lokasi sehingga membentuk karakteristik lingkungan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut diklasifikasikan berdasarkan perbedaan karakteristik vegetasi, aksesibilitas, serta aktivitas manusia pada hutan kota tersebut (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik lingkungan keempat hutan kota penelitian

Potensi gangguan

Hutan

kota Karakteristik vegetasi Aksesibilitas Aktivitas manusia

Rendah S1 Leaf area index 0.66-3.89

Jarak antar tumbuhan 1.5-4 m

Tumbuhan bawah rapat dan tinggi

Sinar matahari tembus

Jalan raya kawasan permukiman Lalu lintas tidak padat Pengunjung jarang

S3 Leaf area index 2.3-3.92 Jarak antar tumbuhan 1-4 m Tumbuhan bawah rapat dan tinggi

Sinar matahari tembus hanya pada beberapa area yang terdapat celah antar tajuk

Jalan raya kawasan perkantoran Lalu lintas tidak padat Dibuka hanya pada hari libur Sarana rekreasi dan olahraga

S2 Leaf area index 0.46-3.80 Jarak antar tumbuhan 5-10 m

Tumbuhan bawah hanya

terdapat pada beberapa

bagian area

Sinar matahari sampai lantai hutan kota Jalan raya kawasan industri Lalu lintas kendaraan operasional industri padat Penanaman holtikultura Penggembalaan kambing

Pasar tumpah pada hari libur

Tinggi S4 Leaf area index 0.6-3.2

Jarak antar tumbuhan 3-7 m Sebagian besar area tidak ditumbuhi tumbuhan bawah Sinar matahari sampai lantai hutan kota Area bertemunya empat ruas jalan tol Lalu lintas sangat padat Beberapa area menjadi tempat pembuangan sampah Area berdagang kaki lima S1: HK Rawa Dongkal, S2: HK PT.JIEP, S3: HK Kopassus Cijantung, S4: HK UKI Cawang.

Komposisi Vegetasi

Keempat hutan kota memiliki komposisi vegetasi yang terdiri dari pohon, perdu/semak, dan terna/herba. Berbagai jenis tersebut pada dasarnya merupakanjenis-jenis tumbuhan penghijauan yang ditanam untuk pengembangan hutan kota oleh Suku Dinas Kehutanan Kotamadya Jakarta Timur. Tumbuhan yang ditanam merupakan jenis-jenis yang memiliki fungsi serapan air, peredam polusi, serta tumbuhan produktif.Salah satu tanda pengelolaan yang dilakukan adalah pemasangan label di setiap tumbuhan yang mencantumkan nomor registrasi serta nama jenisnya.Komposisi dan kekayaan jenis tumbuhan pakan kupu-kupu dan non-tumbuhan pakan kupu-kupu antar lokasi hutan kota disajikan pada Gambar 5.

(31)

Gambar 5 Komposisi dan kekayaan jenis tumbuhan di keempat hutan kotapenelitian

Hasil identifikasi tumbuhan di keempat lokasi hutan kota menunjukkan bahwa HK Rawa Dongkal memiliki kekayaan jenis tumbuhan tertinggi yaitu sebanyak total 35 jenis. Selain itu, HK Rawa Dongkal memiliki kekayaan jenis tumbuhan pakan kupu-kupu tertinggi, yaitu sebanyak 22 jenis tumbuhan. Dilihat dari kategori tingkat pertumbuhan, maka dari hasil pengamatan di seluruh lokasi hutan kota contoh didapatkan bahwa sebagian besar tumbuhan pakan kupu-kupu yang ditemukan berupa pohon atau herba,dengan famili Fabaceae sebagaifamili tumbuhan pakan yang paling banyak ditemukan.

Pengamatan di HKRawa Dongkalberhasil mengidentifikasi sebanyak 35 jenistumbuhan yang terdiri dari 23jenis pohon, 2 jenis perdu, dan 10 jenisherba yang secara keseluruhan digolongkan ke dalam 18famili. Famili Fabaceae memiliki kekayaan jenis tertinggi yaitusebanyak10 jenis tumbuhan.Tumbuhan yang mendominasi antara lainangsana (Pterocarpus indicus), glodokan tiang (Polyalthia longifolia), dan akasia (Acacia mangium).

Hasil pengamatan diketahui di HKPT. JIEP sebagian besar ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan penyangga kawasan industri yang ditanam secara mengelompok dan berfungsi sebagai penyerap dan pereduksi polutan hasil dari kegiatan industri. Total terdapat 25jenis tumbuhan yang terbagi menjadi 18jenis pohon dan 7jenisherba yang digolongkan ke dalam 16 famili. Sampai saat penelitian ini dilakukan, masih ditemukan bibit-bibit tanaman yang baru ditanam. Famili Fabaceae merupakan famili yang paling banyak ditemukan di HK PT JIEP, yakni sebanyak 7 jenis tumbuhan.Tumbuhan bawah yang mendominasi berupa ilalang (Imperata cylindrica) dan rumput teki (Cyperus rotundus). Beberapa jenis tumbuhan ditanam secara mengelompok antara lain lamtoro (Leucaena leucocephala), dadap merah (Erythrina cristagalli), glodogan tiang (Polyalthia longifolia), bungur (Lagerstroemia speciosa), dan mahoni (Swietenia mahagoni). Di dalam kawasan ini juga terdapat sebagian area yang ditanami tanaman sayur mayur oleh masyarakat sekitar.

(32)

Hutan kota Kopassus Cijantung ditumbuhi oleh pohon-pohon yang tinggi dan berdiameter besar.Pohon tertinggi dan terbesar yaitu pohon beringin (Ficus benjamina) yang mencapai tinggi lebih dari20 meter. Tumbuhan yang terdapat pada area ini diantaranya adalah angsana (Pterocarpus indicus), bintaro (Cerbera manghas), dan tanjung (Mimusops elengi). Tumbuhan pada HK Kopassus Cijantung terdiri dari 28 jenis yang terbagi menjadi 17 jenis pohon, 1 jenis perdu, dan 10 jenis herba yang digolongkan ke dalam 18 famili. Famili dengan anggota terbesar ialah Fabaceae dengan ditemukan sebanyak 6 jenis tumbuhan.

Hutan kota UKI Cawang sebagian besar terdiri dari tegakan pohon dan memiliki jarak tanam yang lebar dengan hanya sebagian kecil area ditumbuhi tumbuhan bawah. Semak belukar yang tumbuh pada lantai hutan didominasi oleh rumput teki (Cyperus rotundus).Jumlah jenis tumbuhan yang diidentifikasi sebanyak 23 jenis tumbuhan yang terbagi menjadi 14 jenis pohon, 1 jenis perdu, dan 8 jenis terna, dan tergolong ke dalam 15 famili.

Leaf Area Index (LAI) dan Iklim Mikro

Indeks luas daun atau leaf area index(LAI) merupakan variabel yang digunakan untuk mengetahui keraatan tajuk dan karakteristikpenutupan kanopi. Nilainya menunjukkan perbandingan antara total luas penampang daun dengan luas tanah yang ditutupinya. Nilai hasil pengukuran LAI di keempat lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 6a. Pengukuran LAI di tiap-tiap lokasi pengamatan menunjukkan kisaran nilai antara 0.66 hingga 3.89. Nilai rata-rata tertinggi terdapat di HK Kopassus Cijantung dan terendah di HK UKI Cawang. Hasil analisis varians one ways Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai LAI yang signifikan adalah antara HK Rawa Dongkal dengan HK UKI Cawang, HK PT. JIEP dengan HK Kopassus Cijantung, serta antara HK Kopassus Cijantung dengan HK UKI Cawang.Karakteristik tutupan tajuk di keempat lokasi berbeda-beda.Hutan kota Rawa Dongkal dan HK Kopassus Cijantung memiliki tajuk pohon saling tumpang tindih satu dengan lainnya, sehingga penutupan kanopinya relatif lebih rapat serta memiliki strata vegetasi lebih kompleks. Adapun kondisidi HK PT JIEP dan HK UKI Cawang memiliki tajuk pohon yang berjauhan dan tidak saling tumpang tindih sehingga penutupan kanopinya lebih renggang.

Hasil penghitungan intensitas cahaya disetiap titik pengukuran di keempat lokasi dan tiga kali periode pengamatan menunjukkan kisaran nilai antara 900 hingga 5892.5 lux (Gambar 6b). Nilai intensitas cahaya terendah ditemukan di HK Kopassus Cijantung pada periode musim hujan (900 lux) sedangkan nilai tertingginya pada HK UKI Cawang pada periode musim kemarau (5892.5 lux). Hutan kota UKI Cawang memiliki rata-rata intensitas cahaya tertinggi, sedangkan HK Kopassus Cijantung memiliki rata-rata intensitas cahaya terendah. Analisis varian one ways Anova menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan intensitas cahaya yang signifikan antara HK Rawa Dongkal dengan HK PT JIEP dan HK UKI Cawang, HK PT JIEP dengan HK Kopassus Cijantung, serta antara HK Kopassus Cijantung dengan HK UKI Cawang. Berdasarkan periode pengamatan, nilai rata-rata intensitas cahaya tertinggi adalah pada periode musim kemarau yaitu 4156.3 ±1693.1 lux kemudian diikuti dengan periode peralihan dengan 3375 ±1775.4 lux, dan terendah pada periode musim hujan yaitu 2511.9

(33)

±1704.5 lux. Di sisi lain, berdasarkan analisis varians antar periode pengamatan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (F=0.91,P=0.437).

a b

S1: HK Rawa Dongkal, S2: HK PT. JIEP, S3: HK Kopassus Cijantung, S4: HK UKI Cawang. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan uji Tukey pada taraf uji 5%.

Gambar 6 Variasi(a) Leaf Area Index (LAI) dan (b) intensitas cahaya di keempat hutan kotapenelitian

Pengukuransuhu selama penelitian menunjukkan kisarannilai antara 28.40C hingga 33.1 0C. Suhu pada HK Rawa Dongkal relatiflebih stabil dibandingkan dengan lokasi lainnya, ditandai dengan rentang nilai suhu minimum dan maksimum yang tidak terlalu jauh,yaitu 28.8-320C. Adapun rentang suhu pada HK PT JIEP adalah 29-32.90C, HK Kopassus Cijantung 28.4-32.40C, sedangkanHK UKI Cawang memiliki rentangsuhu terjauh yaitu 28.7-33.1 0

C.Analisis varians one ways Anova menunjukkan bahwanilai rata-rata suhu tidak ada perbedaan yang signifikan antar lokasi pengamatan (F=0.43,P=0.737) namun terdapat perbedaan yang signifikan antar periode pengamatan(Gambar 7a). Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwanilai rataan suhu pada musim hujan berbeda signifikan dengan suhu padaperiode musim kemarau dan pada periode peralihan.Berdasarkan lokasi, didapatkan nilai rata-rata suhu terendah adalah di HK Rawa Dongkal yaitu 30.4± 1.1 0C, dansuhu tertinggi di HK UKI Cawang yaitu 31.6±1.60C. Adapun berdasarkan periode pengamatan, rata-rata suhu terendah terdapat pada musim hujan yaitu 29.3±0.30C dan rata-rata suhu tertinggi terdapat pada musim kemarau yaitu 32±0.70C.

Kelembapan udara yang terukur selama penelitian di keempat lokasi tersebut adalah 55-75%. Rentang nilai kelembapan terdekat adalah HK Rawa Dongkal sebesar 62-69%, sedangkan rentang nilai terjauh adalah HK UKI Cawang yaitu 55-71%. Hutan kotaPT JIEP memiliki rentang kelembapan antara 59-68%, sedangkan HK Kopassus Cijantung adalah 62-71%. Hasil analisis variansone ways Anovadidapatkan nilai rata-rata kelembapan udaramenunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar lokasi pengamatan (F=0.44,P=0.73), namun terdapat perbedaan signifikan antar periode pengamatan.Hasiluji lanjut Tukey diketahui bahwa kelembapanudara berbeda signifikan antara periode musim kemaraudengan periode peralihan dan periode musim hujan. Berdasarkan lokasi pengamatan, rata-rata kelembapan udara terendah terdapatdi HK UKI Cawang yaitu 62±6% dan tertinggi di HK Kopassus Cijantung yaitu 67± 5%. Rata-rata kelembapan udara terendah selama periode

S4 S3 S2 S1 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 LAI 2.71 2.32 3.45 1.71 ab bc a c F = 11.17, P = 0.001, R-sq = 73.62% S4 S3 S2 S1 6000 5000 4000 3000 2000 1000

Intensitas cahaya (lux)

2254.2 4642.5 4950.8 1542.3 b a b a F= 1.43, P = 0.003, R-sq = 81.08

(34)

pengamatan adalah pada musim kemarau yaitu 61± 3%, dan tertinggipada musim hujan yaitu 70±1% (Gambar 7b).

Hasil pengukuran kecepatan angin di keempat lokasi hutan kota menunjukkan nilai kecepatan angin sebesar 0.35-2.21 m/s. Nilai rata-rata pengukuran tertinggi terdapat di HK UKI Cawangyaitu 1.29±0.31 m/s dan terendah di HK Kopassus Cijantung yaitu 0.62±0.2 m/s (Gambar 7c). Hasil analisis varians one ways Anova menunjukkan perbedaan signifikan kecepatan angin antara HK Kopassus Cijantung dengan HK UKI Cawang. Berdasarkan periode pengamatan, didapatkan bahwa periode musim kemarau terukur rata-rata kecepatan angin tertinggi yaitu 1.14±0.35 m/s, diikuti periode peralihan dengan nilai 0.84±0.3 m/s, dan terendah pada musim kemarau dengan nilai 0.71±0.28 m/s. Hasil analisis varians menunjukkan tidak ada perbedaan (F=2.08, P=181) kecepatan angin antar periode pengamatan.

a b

c

P1: periode musim kemarau P2: periode peralihan musim kemarau ke musim hujan, P3: periode musim hujan; S1: HK Rawa Dongkal, S2: HK PT. JIEP, S3: HK Kopassus Cijantung, S4:HK UKI Cawang. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan uji Tukey pada taraf uji 5%.

Gambar 7 Variasi (a) suhu udara, (b) kelembapan udara, dan (c) kecepatan angin pada keseluruhan hutan kota dan periode pengamatan

Kondisi iklim Kotamadya Jakarta Timur berdasarkan laporan Sub Seksi Meteorologi Halim Perdana Kusuma sepanjang tahun 2014 menunjukkan bahwa

P3 P2 P1 33 32 31 30 29 Suhu udara (C) 32 31.4 29.3 a a b F = 20.83, P = 0.001, R-sq = 82.24% P3 P2 P1 72 69 66 63 60 Kelembaban udara (%) 61 62 70 a b b F= 22.03, P = 0.001, R-sq = 83.05% S4 S3 S2 S1 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50 Kecepatan angin (m/s) 0.695 0.985 0.618 1.29 ab ab b a F= 5.263, P = 0.027, R-sq = 66.33%

(35)

pada bulan Oktober, yaitu bulan saat dilakukannya pengamatan periode pertama (periode pengamatan musim kemarau), terukur rata-rata suhu udara maksimun sepanjang tahun sebesar 34.20C. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Achmad Zakir pada www.bmkg.go.id, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu posisi matahari yang tepat diatas pulau Jawa, puncak musim kemarau, kelembaban udara rendah, dan adanya monsoon Australia yang kering dan panas.

Parameter Gangguan Lingkungan

Hasil pengukuran kadar Total Suspended Particulate (TSP)dan konsentrasi timbal (Pb)di keempat lokasi hutan kota menunjukkan nilai yang bervariasi. Hutan kota PT JIEP sebagai representasi hutan kota tipe kawasan industri memiliki nilai kadar TSP tertinggi dan nilainya berada pada batas baku mutu (baku mutu TSP= 230 ug/m3). Adapun kadar TSP terendah terdapat di HK Rawa Dongkal yaitu hutan kota tipe kawasan permukiman (Gambar 8a). Konsentrasi timbal (Pb) tertinggi juga didapatkan diHK PT. JIEP dibandingkan dengan lokasi hutan kota lainnya, walaupun masih di bawah baku mutu (baku mutu Pb= 2 ug/m3). Adapun konsentrasi Pbterendah terdapat di HK Kopassus Cijantung yakni hutan kota tipe rekreasi yang terletak pada kawasan perkantoran(Gambar 8b).

a b

Gambar 8 Variasi(a) kadar Total Suspended Particulate(TSP) dan (b) konsentrasi timbal (Pb)beserta nilai baku mutunya di keempat hutan kota pengamatan

Hasil pengukuran variabelgangguan jarak dari jalan rayamenunjukkan bahwa HK Kopassus Cijantung memiliki jarak terjauh dari jalan raya (28.3±2.9 m) sedangkan HK UKI Cawang memiliki jarak terdekat dengan jalan raya (16.7±11.5 m). Hasil analisis varians one ways Anovamenunjukkanbahwa gangguan jarak dari jalan raya tidak berbeda signifikan (F=1.98, P=0.195) antar lokasi hutan kota (Gambar 9a). Nilai rata-rata jarak dari area sumber gangguan menunjukkan bahwa nilai rata-rata jarak terjauh di HK Rawa Dongkal (108.3±14.4 m) dan terdekat di HK UKI Cawang (48.3±23.6 m). Hasil analisis varians one ways Anova menunjukkan adaperbedaan signifikan nilai rata-rata jarak dari area sumber gangguandiantara hutan kota. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perbedaan tersebut terjadi antara HK Rawa Dongkal dengan HK PT. JIEP dan HK UKI Cawang (Gambar 9b).

0 50 100 150 200 250 HK Rawa Dongkal HK PT JIEP HK Kopassus Cijantung HK UKI Cawang Lokasi u g/ m 3 0 0.5 1 1.5 2 HK Rawa Dongkal HK PT JIEP HK Kopassus Cijantung HK UKI Cawang Lokasi u g/m 3 Baku mutu Baku mutu

Gambar

Gambar 1  Lokasi hutan kota penelitian di Kotamadya Jakarta Timur  Penentuan  periode  pengamatan  didasarkan  pada  hasil  analisis  data  suhu  udara,  curah  hujan,  dan  jumlah  hari  hujan  dari  Laporan  Badan  Meteorologi  Klimatologi  dan  Geofisik
Tabel 1 Hutan kota (HK) yang dijadikan lokasi penelitian
Gambar 4 Langkah-langkah prosedur penentuan komunitas indikator  Menentukan tujuan: mengidentifikasi dan memprediksi hubungan antara kondisi   lingkungan dengan komunitas kupu-kupu
Tabel 3 Karakteristik lingkungan keempat hutan kota penelitian  Potensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh kinerja keuangan yang ditunjukkan dengan hasil analisis rasio keuangan terhadap kemampuan koperasi serba usaha untuk menghasilkan laba (Rentabilitas Ekonomi)

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar. Penjelasan awal tentang gerak benda dan memotivasi siswa terlibat pada pemecahan

Segala puji dan syukur hanya bagi Alah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan

M PT Agrinusa Persada Mulia telah memiliki Rencana Penebangan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk pembukaan lahan/ Land Clearing Areal Perkebunan Kelapa Sawit seluas

Diener (1984) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki Subjective Well Being yang tinggi ialah seseorang yang puas terhadap kondisi hidupnya dan memiliki pengalaman positif

Pada surat al-Ghasyiyah ayat 17-20 diatas Allah memerintahkan manusia yang berakal untuk memperhatikan, memikirkan dan memahami semua ciptaan-Nya. Dalam mengerjakan

(3) Untuk mengetahui hasil pengembangan pendidikan kedisiplinan di MTs Muhammadiyah Kemuning Tegalombo Pacitan. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa

Hal demikian sejalan dengan tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di